BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kultur dunia malam Indonesia adalah sasaran yang mudah untuk diselubungkan dengan citra negatif. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengikut kultur
dunia malam sering kali dianggap sebagai segerombolan anak muda yang hedonis paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup semata-
mata dan penganut sekularisme tidak mengijinkan suatu negara yang berdasarkan agama atau kepercayaan tertentu. Masyarakat umumnya telah
mempersepsikan bahwa kehidupan malam adalah bukan bagian dari budaya Timur yang dimiliki bangsa Indonesia. Apa yang ada di dalam kehidupan dunia
malam adalah sesuatu yang akan merusak generasi muda bangsa ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia, terutama diperkotaan, sering
ditemukan fenomena “Kafe Remang-Remang”. Disebut remang-remang, karena kafe ini hanya difasilitasi listrik seadanya. Para pengguna jalan kerap
memanfaatkan warung ini untuk melepas lelah, minum kopi sejenak agar mata tetap cerah selama bepergian jauh. Tetapi belakangan warung ini diimbuhi
konotasi negatif. Pasalnya, selain karena penerangannya kurang, letak tempat ini lumayan terpencil, terlindung belukar bertungkai tinggi atau bahkan di area hutan.
Tidak jarang, warung “remang-remang” dijadikan lokasi praktik prostitusi ilegal. Dewasa ini, perkembangan dan pertumbuhan kota di beberapa daerah di
Indonesia terlihat semakin maju. Salah satu pembangunan yang berkembang pesat adalah tempat hiburan. Berbagai tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan terus
Universitas Sumatera Utara
bertambah, mulai dari tempat hiburan yang dapat dinikmati semua golongan, tempat hiburan untuk anak-anak dan para remaja, hingga tempat hiburan yang
hanya didatangi oleh golongan-golongan tertentu saja seperti diskotik. Geliat kehidupan malam kota Medan yang ditandai dengan munculnya
pusat hiburan malam seakan tidak mau kalah dibanding kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, Bandung, juga Batam. Indikasinya semakin kuat
terasa dengan munculnya pusat hiburan malam beraroma hedonis. Jenisnya pun beraneka ragam, mulai dari salon, panti pijat, cafe, karaoke, clubbar, hotel,
hingga diskotik dimana segmentasi pengelompokkan pasar ke dalam kelompok pembeli yang potensial dengan kebutuhan pasarnya pun beragam.
Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan memiliki peran strategis. Secara geografis, di sebelah Barat, Timur dan Selatan, kota ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Deli Serdang yang dikenal kaya dengan sumber daya alamnya. Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, salah satu jalur lintas
laut paling sibuk padat di dunia. Kota Medan juga didukung daerah yang kaya sumber alam lainnya seperti Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Beralih menjadi kota metropolis, kini Medan semakin hingar bingar di saat
malam. Masyarakatnya pun seolah tak pernah tidur. Lihat saja, lokasi hiburan malam yang selalu penuh sesak dipenuhi masyarakat dari berbagai usia.
Sepanjang tahun 2009 hingga pertengahan Januari 2010, mulai dari karoke keluarga, pub dan karoke, klub malam, live musik hingga diskotik. Dari
penelusuran yang ditemui, karoke keluarga ada yang memberikan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
dengan santun tanpa menyediakan jasa wanita penghibur. Beda halnya dengan sejumlah pub dan karoke lainnya. sejumlah wanita disediakan untuk menghibur
pengunjung mulai menemani bernyanyi juga berjoget. Sementara, fasilitas yang diperoleh pengunjung di Live musik, Club Malam dan Diskotik malah sulit untuk
dibedakan. Bahkan, perbedaan ini juga ternyata membingungkan instansi yang mengurusi fasilitas pariwisata di Kota Medan.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan mengaku bingung untuk membedakan fasilitas yang diberikan di tiga tempat hiburan malam ini. Sesuai
dengan perda NO. 372002 tentang Retribusi Izin Fasilitas Pariwisata. Di dalam Perda itu tidak ada yang merinci dengan jelas tentang perbedaan jenis tempat
hiburan malam. Bila secara defenisi, Kepala Bidang Sarana dan Prasana Pariwisata Kota
Medan, Ramlan menerangkan, Live Musik merupakan tempat untuk mendengarkan musik langsung, bisa dari keyboard dan band yang tampil di lokasi
Live Musik. Sedangkan untuk Club Malam, merupakan musik yang dipancarkan langsung dari satu tempat dan kecenderungannya musik DJ Disk Jocki,
Sementara itu, diskotik ini sendiri merupakan fasilitas hiburan malam yang merupakan full musik DJ dan disediakan tempat untuk berdisko. Kenyataannya,
aturan perbedaan ini tidak sesuai dengan apa yang ada di Medan. Sejumlah fasilitas hiburan malam khususnya Live Musik, Diskotik dan Club Malam hampir
seluruhnya menyediakan musik DJ. Uniknya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak mengetahui hal ini.
Universitas Sumatera Utara
Saat disinggung mengenai alat untuk perbedaan ketiga fasilitas pariwisata Kota Medan ini, Ramlan mengakui bahwa sulit untuk dirinci masalah perbedaan
fasilitas hiburan malam jenis ini. Bisa dilihat sekarang ini, diskotik itu ada lima yang memiliki izin yakni LG, The Song, M-Three, X-Three dan Iguana dan untuk
Club Malam ada dua yaitu Super dan Tobasa. Namun, ketika dinyatakan bahwa baru-baru ini terlihat jelas bahwa sejumlah fasilitas hiburan malam ini
menyediakan alat DJ, apakah ini bertentangan dengan izin yang telah dikeluarkan oleh pihaknya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan, Maju Siregar mengakui bahwa ketiga fasilitas hiburan malam di Kota Medan ini masih sulit
dibedakan sesuai dengan alatnya. Kemungkinan ketiganya bisa dibedakan sesuai dengan tarif retribusi yang diatur dalam Perda No 372002, yang diatur untuk
diskotik tarifnya justeru lebih mahal. Mengenai sejumlah live musik dan club malam yang berubah fungsi
menjadi diskotik, dia mengakui sebenarnya ada lima diskotik yang ada di Kota Medan. Bila melihat potensi kota besar di Indonesia, jumlah fasilitas hiburan
malam jenis diskotik ini masih perlu ada penambahan. Namun, hal ini masih sulit dilakukan akibat pengusaha hiburan malam belum memiliki minat yang besar
dalam membuat usaha diskotik ini. Tetapi, jika ada Live Musik dan Club Malam memakai musik DJ dan ada disediakan tempat disko tentunya ini melanggar.
Akan tetapi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan mengakui kalau pihaknya belum bisa langsung mengambil tindakan. Sebab, ada hal yang
tidak diatur di dalam Perda. Sehingga menjadi dilema bagi pihaknya. Mereka akan
Universitas Sumatera Utara
tetap memantau, bila memungkinkan mereka revisi Perda terlebih dahulu baru melakukan penindakan terhadap tempat hiburan malam tersebut.
Pada kesempatan ini, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan mengingatkan kepada seluruh pengusaha hiburan malam di Kota Medan
untuk segera mengurus izin usaha langsung ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tanpa melalui calon, sebab seluruh lokasi hiburan malam di Kota Medan akan
dievaluasi izinnya. Beliau menegaskan, bila nantinya masih ada hiburan malam yang
kedapatan tidak memiliki izin, atau izinnya telah mati. Maka akan diberikan sanksi tertulis hingga dua kali, bila tidak diindahkan juga maka akan diberikan
tindakan tegas yakni penutupan lokasi hiburan malam. “Saya akan turunkan tim untuk memeriksa seluruh hiburan malam di Kota Medan ini, dan seluruhnya akan
diperiksa. Melihat tindakan ini, Ketua Komisi C DPRD Medan terpilih, Aripay
Tambunan menegaskan persoalan hiburan malam di Kota Medan tidak mesti diulur-ulur, bila ada kesalahan dalam operasionalnya maka harus diberikan
tindakan keras. Apalagi, ketika operasionalnya bertentangan dengan izin yang dimiliki.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka kehidupan hiburan malam di kota medan sangat menarik untuk di teliti. Sehingga
membawa peneliti untuk melakukan penelitian tentang “Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-remang di Jl. RingroadGagak
Hitam, Kec. Medan Sunggal”.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah