36
senyawa alkali seperti ammonium dapat meningkatkan hidrosifilitas sehingga batubara dapat bercampur dengan air dan media Fakoussa Hofrichter, 1999.
4.2. Perubahan Populasi Bakteri dan Fungi
Proses biosolubilisasi batubara melibatkan berbagai macam mikroba seperti bakteri dan fungi karena struktur penyusun batubara yang kompleks dan
heterogen. Bakteri sebagai salah satu yang ikut serta dalam proses tersebut diamati pertumbuhan dan keanekaragaman jenisnya. Kurva enumerasi log bakteri
Gambar 9 menandakan bahwa kehidupan bakteri berlangsung. Kultur perlakuan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. menunjukkan pola
pertumbuhan yang lebih teratur dibandingkan kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5 yang terlihat fluktuatif. Kultur perlakuan A MSS +
batubara steril 5 dan B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp. tidak terlihat pertumbuhan bakteri disebabkan penggunaan batubara yang telah
disterilisasi. Kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5 menunjukkan bahwa
bakteri langsung terdaptasi Gambar 9 dalam media kultur ditunjukkan dengan fase pertumbuhan yang langsung mengalami peningkatan didukung pula kondisi
pH yang menurun menandakan adanya proses metabolisme Gambar 8. Bakteri indigenus yang terdapat di dalam batubara memiliki kemampuan memanfaatkan
secara langsung penambahan sukrosa dan ekstrak ragi sebagai sumber karbon primer. Setelah sumber karbon primer habis ditandai dengan menurunnya kurva
enumerasi yang cukup signifikan, diduga bakteri mulai memanfaatkan sumber
37
1 2
3 4
5 6
7 8
9
7 14
21 28
J u
m la
h l
o g
C F
U m
l
Waktu Hari
A B
C D
2
karbon baru pada hari ke-7 sampai hari ke-14. Bakteri pada keadaan ini melakukan sintesis enzim baru yang sesuai dengan media terutama batubara untuk
memperoleh sumber karbon sekunder. Proses adaptasi bakteri dengan kondisi lingkungan yang baru menyebabkan terjadinya pertambahan volume sel, akan
tetapi tidak terjadi pertambahan jumlah sel Purwoko, 2007.
Gambar 9. Enumerasi bakteri pada media perlakuan A MSS + batubara steril 5, B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp., C MSS +
batubara mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120
rpm.
Produksi enzim pendegradasi batubara oleh bakteri untuk memperoleh sumber karbon dari batubara mengakibatkan kurva kembali meningkat Gambar
9 yang menandakan terjadinya peningkatan pertumbuhan bakteri hingga mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-21. Selanjutnya, pada hari ke-28
kurva kembali mengalami penurunan diduga media sudah banyak mengandung senyawa-senyawa hasil degradasi yang bersifat toksik bagi bakteri sehingga
38
banyak sel yang lisis. Hal ini didukung pula dengan peningkatan nilai pH Gambar 8. Fluktuasi kurva pertumbuhan bakteri pada kultur C MSS + batubara
mentah 5 diduga disebabkan oleh adanya bakteri yang saling bersaing untuk mendominasi di dalam substrat. Hal tersebut didukung dengan keanekaragaman
bakteri yang muncul Gambar 10. Penambahan inokulum spora Trichoderma sp. pada kultur perlakuan D
MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. menyajikan kurva enumerasi yang berbeda dibandingkan kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5
Gambar 9. Kurva yang tercipta tampak teratur dan tidak terlalu terlihat fluktuatif. Sama halnya pada kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5,
pada awal inkubasi kurva menunjukkan peningkatan. Hal tersebut terkait pada penggunaan sumber karbon primer berupa sukrosa dan ekstrak ragi yang
menunjukkan bahwa bakteri indigenus sudah teradaptasi sebelumnya. Kurva meningkat sejak awal inkubasi hingga hari ke-7 Gambar 9. Peningkatan pada
kurva enumerasi diduga disebabkan oleh sel yang memanfaatkan penambahan sukrosa dan ekstrak ragi sebagai sumber karbon dalam media kultur selain itu,
aktivitas dari kapang Trichoderma sp. yang diinduksikan mulai mendegradasi batubara ikut andil dalam mempertahankan peningkatan kurva sejak awal
inkubasi. Setelah itu, kurva tampak stasioner hingga hari ke-14 diduga hal tersebut terjadi akibat habisnya sumber karbon awal dan kemudian kurva
mengalami sedikit peningkatan kembali namun tidak meningkat setinggi seperti pada awal inkubasi. Hari terakhir inkubasi yaitu hari ke-28 kurva mengalami
penurunan yang menunjukkan bahwa jumlah sel berkurang. Berkurangnya jumlah
39
sel disebabkan terbentuknya senyawa yang bersifat toksik bagi sel sehingga sel mengalami lisis.
Jenis bakteri yang ditemukan secara keseluruhan dari semua perlakuan berjumlah 8, yaitu BM04, BM21, BM01, BMT01, BM02, BMT24, BM23, dan
BMT71 Gambar 10 dan Lampiran 1. Bakteri yang ditemukan umumnya berbentuk batang basil yang saling lepas Lampiran 2. Pokorny’ dkk. 2005
menyatakan bakteri yang ditemukan pada batubara lignit berupa batang Bacillus. Sebagian besar isolat bakteri yang diperoleh memiliki karakteristik Gram negatif
Lampiran 2. Pola pertumbuhan bakteri
yang terbentuk, merupakan pola
pertumbuhan yang melibatkan beberapa jenis bakteri. Kumpulan bakteri ini diduga membentuk suatu konsorsium dalam memanfaatkan kandungan nutrien di
dalam media kultur perlakuan. Kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5 pada saat kurva mengalami kenaikan didominasi oleh bakteri jenis BM01 2,9.
10
2
CFUml Gambar 10. Jenis bakteri tersebut tidak ditemukan lagi pada hari pengamatan ke-2 dan 7 namun pada hari ke 14-28 bakteri jenis tersebut kembali
mendominasi. Diperkirakan bakteri jenis tersebut merupakan bakteri pengguna fraksi sederhana. Kandungan sukrosa dan ekstrak ragi yang terkandung dalam
media kultur dengan mudah dimanfaatkan oleh bakteri jenis tersebut. Setelah habis, bakteri tersebut tidak mampu merombak struktur batubara yang kompleks
dan heterogen sehingga tercipta kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung dan terbatasnya nutrien diduga
mengakibatkan bakteri jenis BM01 mengalami masa dorman hingga tercipta
40
1 2
3 4
5 6
7 8
9
2 7
14 21 28 L
o g
C F
U m
l
Waktu Hari
BM04 BM21
BM01 BMT01
BM02 BMT24
BM23 BMT71
1 2
3 4
5 6
7 8
9
2 7
14 21 28 L
o g
C F
U m
l
Waktu Hari
BM04 BM21
BM01 BMT01
BM02 BMT24
BM23 BMT71
kondisi lingkungan yang mendukung untuk kehidupannya yaitu pada masa akhir masa inkubasi hari ke-14 hingga 28. Usaha mengamankan diri dari kondisi buruk
lingkungan menyebabkan bakteri membentuk spora terutama pada bakteri berbentuk batang Dwidjoseputro, 2005.
Kehadiran bakteri jenis BM04 dengan jumlah 9.10
4
CFUml Gambar 10 mendominasi pada saat kurva menurun yang terjadi hari ke-2 hingga hari ke-
7 Gambar 9 dan mengindikasikan kemampuannya untuk menghasilkan enzim yang mampu merombak struktur batubara. Setelah struktur batubara terurai
menjadi fraksi yang lebih sederhana hingga hari ke-14, bakteri jenis BM01 kembali mendominasi pada hari selanjutnya hingga kurva kembali meningkat.
Masa akhir inkubasi kurva kembali menurun yang diduga memasuki fase kematian Gambar 9.
Gambar 10. Perubahan populasi bakteri pada kultur perlakuan C MSS +
batubara mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp.
Sama halnya pada kultur pelakuan C MSS + batubara mentah 5, pada kultur perlakuan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. bakteri
41
jenis BM01 4,8.10
2
CFUml pun mendominasi Gambar 10. Peningkatan kurva yang cukup lama hingga hari ke-7 Gambar 9 terdapat beragam bakteri yang
mendominasi Gambar 10. Hari ke-2 bakteri BM04 10
3
CFUml yang mendominasi sedangkan pada hari ke-7 bakteri jenis BM02 1,7.10
4
CFUml yang mendominasi. Keterlibatan kapang Trichoderma sp. cukup mempengaruhi
pola dominasi bakteri. Bakteri BM01 2,3.10
7
CFUml kembali mendominasi pada hari ke-14, terurainya senyawa penyusun batubara menjadi fraksi sederhana
mengakibatkan memuncaknya pertumbuhan bakteri jenis tersebut. Diduga pada hari ke-21 tercipta kondisi yang tidak mendukung kehidupan bakteri jenis BM01
yang mengakibatkan bakteri jenis ini mengalami kondisi dorman dan mengakibatkan mendominasinya bakteri jenis lain, yaitu BM23 3,6.10
7
CFUml. Kehadiran
bakteri jenis
BM23 menunjukkan
kemampuannya dalam
memanfaatkan senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan bagi bakteri jenis BM01. Aktivitas bakteri jenis BM23 tersebut mengakibatkan terciptanya kondisi
lingkungan yang mendukung bagi bakteri jenis BM01 sehingga bakteri jenis tersebut kembali mendominasi pada akhir masa inkubasi hari ke-28.
Berbagai macam bakteri yang mendominasi pada kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma
sp. Gambar 10 menunjukkan terjadinya suksesi. Perubahan dominansi inilah yang menyebabkan naik turunnya kurva sehingga membentuk pola pertumbuhan
konsorsium bakteri. Populasi yang dominan adalah populasi yang dapat memanfaatkan sebagian besar sumber karbon yang terkandung di dalam kultur
perlakuan. Sumber karbon pada kultur perlakuan yang telah habis mengakibatkan
42
populasi yang mendominasi akan berkurang bahkan tidak hadir dan segera digantikan lagi oleh populasi yang lain yang lebih cocok terhadap substrat hasil
degradasi sebelumnya, demikian seterusnya. Proses biosolubilisasi batubara yang tersusun oleh senyawa kompleks
dan heterogen secara sempurna tidak mungkin dilakukan oleh satu jenis bakteri tetapi dilakukan oleh suatu kumpulan mikroorganisme secara sinergistik Atlas
Bartha, 1995. Pertumbuhan yang berfluktuatif merupakan ciri utama terjadinya proses perombakan senyawa kompleks oleh berbagai jenis bakteri dalam bentuk
konsorsium. Batubara tersusun oleh senyawa heterogen dan kompleks, sedangkan tiap bakteri memiliki enzim yang spesifik bekerja pada substrat tertentu sehingga
memiliki kemampuan yang terbatas dalam mendegradasinya. Oleh karena itu, setiap jenis bakteri secara bergantian akan mendominasi konsorsium sesuai
dengan sumber karbon yang terkandung dan mampu dimanfaatkannya Nugroho, 2007.
Penggunaan kultur campuran mengakibatkan keterlibatan beragamnya mikroba baik bakteri dan fungi kapang dan khamir. Proses biosolubilisasi
dengan melibatkan berbagai komponen biologis mengakibatkan terbentuknya suatu hubungan antar mikroba baik itu hubungan yang saling menguntungkan
maupun sebaliknya. Oleh sebab itu, semua komponen populasi diamati agar terlihat hubungan yang terbentuk.
Pada media kultur terutama C MSS + batubara mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. terdapat beberapa jenis kapang
yang diduga terlibat dalam proses biosolubilisasi selain kapang Trichoderma sp.
43
yang ditambahkan ke dalam media kultur. Jenis kapang yang ditemukan disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 3. Penggunaan batubara yang telah disteril di dalam
autoklaf kultur perlakuan A tidak ditemui jenis kapang apapun yang tumbuh di dalam media kecuali adanya penambahan spora kapang Trichoderma sp. pada
kultur perlakuan B MSS++ batubara steril+ kapang Trichoderma sp.. Kapang Trichoderma sp. yang disebar dengan metode spread plate di atas media Potato
Dektrose Mineral Agar PDMA tumbuh membentuk koloni yang penuh. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapang Trichoderma sp. dalam kultur perlakuan B
MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp. sebagai agen pengsolubilisasi tunggal. Berbeda dengan kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5 yang
melibatkan beragamnya agen biologis yang terlibat dalam proses biosolubilisasi selain bakteri, fungi pun ikut terlibat di dalamnya. Fungi berupa kapang yang
disebar di atas media PDMA terdapat empat jenis yang berbeda yaitu KPC21, KPC04, KPC724 dan KPC22 Lampiran 3. Pada kultur perlakuan D MSS +
batubara mentah 5 + Trichoderma sp., induksi kapang Trichoderma sp. mendominasi, yang ditandai dengan tidak ditemukannya kapang jenis lain Tabel
4. Penambahan inokulum Trichoderma sp. pada media perlakuan D MSS
+ batubara mentah 5 + Trichoderma sp., mengindikasikan bahwa kapang jenis ini mendominasi. Kapang jenis Trichoderma sp. merupakan jamur antagonis bagi
beberapa jenis kapang lainnya di habitatnya Purwantisari Hastuti, 2009 sehingga pada media perlakuan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma
sp. hanya kapang jenis ini yang tumbuh dan tidak ditemukan kapang jenis lain.
44
Tabel 4. Populasi kapang pada media perlakuan A MSS + batubara steril 5,
B MSS + batubara steril 5+ Trichoderma sp., C MSS + batubara mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp.
yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.
Kapang yang ditemukan
Waktu Inkubasi hari 2
7 14
21 28
A Trichoderma sp.
- -
- -
- -
KPC22 -
- -
- -
- KPC724
- -
- -
- -
KPC04 -
- -
- -
- KPC21
- -
- -
- -
B Trichoderma sp. ++++
++++ ++++
++++ ++++
++++ KPC22
- -
- -
- -
KPC724 -
- -
- -
- KPC04
- -
- -
- -
KPC21 -
- -
- -
-
C Trichoderma sp.
- -
- -
- -
KPC22 -
+++ -
- -
- KPC724
- +
- -
- -
KPC04 ++
- -
- -
- KPC21
++++ +++
++ -
- -
D Trichoderma sp.
+++ +++
+++ +++
+++ +++
KPC22 -
- -
- -
- KPC724
- -
- -
- -
KPC04 -
- -
- -
- KPC21
- -
- -
- -
Keterangan: +
: Koloni tumbuh 13 diameter petri 9 cm ++
: Koloni tumbuh 13 diameter petri 9 cm +++
: Koloni tumbuh 12 diameter petri 9 cm ++++ : Koloni tumbuh penuh diameter petri 9 cm
Aktivitas kapang dalam proses biosolubilisasi ditandai adanya interaksi antara miselium dengan batubara dalam bentuk kolonisasi Lampiran 5
. Terjadinya kolonisasi membuktikan bahwa kapang indigenus maupun induksi
kapang Trichoderma sp. menggunakan substrat batubara untuk proses metabolismenya dengan bantuan enzim yang mengakibatkan terjadinya
45
biosolubilisasi. Pada umumnya enzim yang terlibat dalam degradasi lignin yang merupakan salah satu komponen penyusun batubara terdiri dari dua kelompok
utama berupa lakase dan peroksidase MnP dan LiP Chahal Chahal, 1998. Kolonisasi tampak jelas teramati pada media perlakuan yang telah
ditambahkan inokulum kapang Trichoderma sp. yaitu pada kultur perlakuan B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp. dan D MSS + batubara mentah
5 + kapang Trichoderma sp. Lampiran 5. Awal inkubasi inokulum kapang masih berupa spora dan mulai bergerminasi yang pada akhirnya berkolonisasi
bahkan menghasilkan spora baru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sugoro dkk. 2011, menyatakan bahwa kapang Trichoderma sp. berpotensi
sebagai agen biosolubilisasi batubara lignit. Dipta 2010, membuktikan bahwa kapang Trichoderma sp. dapat menggunakan substrat batubara namun jenis
subbituminus untuk proses metabolismenya dan dapat mengsolubilisasi batubara dengan bantuan enzim ekstraselularnya.
Selain bakteri dan kapang, khamir juga ikut andil dalam proses biosolubilisasi terutama kehadirannya cukup signifikan pada kultur perlakuan C
MSS + batubara mentah 5 Lampiran 4. Pertumbuhan khamir dapat dilihat pada Gambar 11 yang terlihat cukup fluktuatif dan menurun drastis pada hari ke-2
dan puncak pertumbuhan terjadi pada hari ke-14 7,9.10
6
CFUml dan hari ke-28 2,1.10
7
CFUml, kehadirannya mempengaruhi keberadaan kapang. Khamir tumbuh dan bereproduksi lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh
dengan pembentukan filamen. Khamir lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas
46
permukaan dengan volume yang lebih besar Fardiaz, 1989. Pada kultur perlakuan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. tidak ditemukan
khamir yang tumbuh, diduga karena adanya induksi kapang Trichoderma sp. yang mendominasi pertumbuhan di dalam medium Gambar 10 dan 11.
Gambar 11. Pertumbuhan khamir pada kultur perlakuan C MSS + batubara
mentah 5, dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.
Perubahan populasi dapat disebabkan oleh adanya perubahan pH pada media Gambar 8. Nilai pH yang menunjukkan keadaan yang semakin menurun
Gambar 8 menunjukkan meningkatnya jumlah bakteri Gambar 10. Setiap bakteri memiliki pH optimum pertumbuhan yaitu sekitar 4 dan 9 Pelczar Chan,
2005 dan metabolisme bakteri sendiri dipengaruhi oleh enzim spesifik dan pada umumnya berupa enzim yang mampu memecah lignin, kinerja enzim dipengaruhi
oleh pH. Pada fungi terutama kapang dapat tumbuh pada kisaran pH 2-8,5
1 2
3 4
5 6
7 8
7 14
21 28
L o
g C
F U
m l
Waktu Hari
C D
2
47
sedangkan khamir dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebih asam yaitu 4-4,5 Fardiaz, 1989.
4.3. Analisis Produk Biosolubilisasi 4.3.1. Analisis Senyawa Fenolik dan Aromatik Terkonjugasi