Perubahan Pola Panjang Gelombang pada 200-600 nm

51 adanya proses agitasi. Keberadaan agen pengsolubilisasi sangat menentukan pembentukkan maupun penguraian senyawa pada batubara oleh aktivitas metabolismenya. Kondisi batubara mentah yang mengandung mikroba indigenus ditambah lagi induksi kapang Trichoderma sp. menunjukkan aktivitas solubilisasi tertinggi dibandingkan hanya mikroba indigenus maupun kapang Trichoderma sp. saja. Diduga terdapat hubungan yang positif di antara agen pengsolubilisasi yang ditunjukkan oleh keberadaan senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi.

4.3.2. Perubahan Pola Panjang Gelombang pada 200-600 nm

Supernatan yang diperoleh sebagai produk biosolubilisasi dilakukan susuran scan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 200-600 nm untuk mengidentifikasi struktur senyawa yang terbentuk berdasarkan gugus kromofor. Hasil Tabel 5 menunjukkan bahwa absorbansi dari setiap sampel menandakan keberadaan suatu senyawa yang ditunjukkan dengan munculnya pita absorbsi lebar pada daerah panjang gelombang yang ditentukan yaitu 200-600 nm Fessenden Fessenden, 1986. Hari inkubasi ke-2 dan 7 menunjukkan tingkat biosolubilisasi yang tinggi ditunjukkan pada nilai absorbansi yang tingginya senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi Gambar 12 sehingga hanya pada hari tersebut supernatan diuji susuran scan. Hari ke-2 pada kultur perlakuan A MSS + batubara steril 5 absorbansi maksimum terdapat sekitar panjang gelombang 363 nm dan 207 nm sama halnya pada hari ke-7, panjang gelombang tersebut menggambarkan terdapatnya senyawa antrasena dan benzena. 52 Perlakuan B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp. yang melibatkan Trichoderma sp. sebagai agen pengsolubilisasi tunggal menunjukkan pada hari ke-2 puncak absorbansi terdapat pada panjang gelombang 204 dan 357 nm sedangkan pada hari ke-7 terjadi pergeseran puncak absorbansi pada panjang gelombang 216, 237 dan 303 nm Tabel 5. Senyawa yang terdeteksi oleh absorbansi tersebut mengindikasikan terdapatnya senyawa azulena, naftasena dan benzena. Kultur perlakuan C MSS + batubara mentah 5 menunjukkan puncak absorbansi hari ke-2 pada panjang gelombang 357 dan 213 sedangkan hari ke-7 terjadi pergeseran panjang gelombang menjadi 216 nm Tabel 5. Hal tersebut menunjukkan terdapatnya senyawa azulena, akridin dan naftasena. Media perlakuan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. menunjukkan pergeseran panjang gelombang pada hari ke-2, yaitu 213 dan 357 nm sedangkan pada hari ke-7 terjadi pergeseran puncak absorbansi pada panjang gelombang 216, 297, dan 372 nm Tabel 5. Hal tersebut menandakan terdapatnya senyawa berupa akridin, azulena, naftasena, naftalena dan antrasena. Secara keseluruhan puncak absorbansi yang terbentuk pada media perlakuan berkisar antara 200-300 nm mengindikasikan terdapatnya senyawa aromatik yang merupakan struktur utama lignit. Keberadaan senyawa aromatik membentuk kompleks sehingga lignit ditandai dengan wujud yang padat pada batubara jenis ini. Proses biosolubilisasi yang berlangsung dalam media kultur mengakibatkan senyawa utama penyusun lignit terlarut. Hal tersebut menunjukkan kapang Trichoderma sp. dan mikroba indigenus berperan dalam memecah ikatan kompleks lignit menjadi ikatan sederhana. 53 Tabel 5. Hasil scanning 200-600 nm pada media perlakuan A MSS + batubara steril 5, B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp., C MSS + batubara mentah 5, dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm. No . Perlakuan Scanning 200-600 nm Hari ke-2 Hari ke-7 1 A 2 B 3 C 4 D 54 Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini serupa dengan penelitian Yin dkk. 2009 yang menyatakan bahwa kisaran puncak absorbansi hasil produk biosolubilisasi terdapat pada panjang gelombang 200-300 nm

4.3.3. Produksi Asam Humat dan Fulvat