16
Penelitian biosolubilisasi umumnya hanya menggunakan kultur tunggal, bahkan penelitian yang dilakukan oleh Gramms dkk. 1999 melaporkan bahwa interaksi
antara kapang Pleurotus dengan bakteri indigenus batubara menyebabkan terjadinya penghambatan proses solubilisasi. Berbeda halnya dengan hasil
penelitian Sugoro dkk. 2010 yang menunjukkan terjadinya interaksi positif antara kapang Trichoderma sp. dan Penicillium sp., dengan mikroba indigenus
batubara yang ditandai dengan tingginya tingkat biosolubilisasi dan produknya dibandingkan dengan kontrol batubara steril.
2.3. Biosolubilisasi Batubara oleh Mikroba
Biosolubilisasi adalah proses mengubah padatan batubara menjadi fase cair dengan bantuan mikroba, seperti bakteri dan jamur. Produknya dapat
digunakan sebagai bahan bakar dan industri kimia. Proses biosolubilisasi dapat pula digunakan untuk mengurangi kandungan sulfur atau logam toksik pada
batubara Faison dkk., 1989. Sejumlah strain jamur dan bakteri filamentous diketahui berinteraksi
dengan batubara kualitas rendah, melalui proses ekstraselular untuk menghasilkan medium yang lebih gelap selama proses kultur atau cairan gelap ketika
ditumbuhkan pada permukaan kultur agar Faison dkk., 1989. Contoh bakteri yang dapat dimanfaatkan untuk proses ini adalah Thiobacillus ferroxidans,
Leptospirillum ferrooxidans, dan Rhodococcus erythropolis. Sementara itu contoh fungi yang dapat dimanfaatkan untuk proses ini diantaranya Polyporus versicolor,
17
Trametes versicolor, Penicillium, Streptomyces, Phaerochaete chrysosporium,
Candida sp., dan Cunninghamella sp. Scott dkk., 1991.
Pemanfaatan fungi untuk biosolubilisasi, pertama kali dilaporkan oleh Cohen dan Gabriele 1982. Lignit dari Amerika dapat dibiosolubilisasi oleh fungi
Polyporus versicolor dan Poria montico. Kemudian Catcheside dan Mallett 1991 melaporkan bahwa lignit Australia dapat disolubilisasi oleh Coriolus
versicolor, Phanerochaete chrysosporium, dan 4 spesies lainnya. Biosolubilisasi dengan lignit Jerman menggunakan tujuh basidiomycetes telah diteliti dan
dikonfirmasi oleh Reiss 1992. Selanjutnya Machnikowska dkk. 2002 menemukan bahwa Polish lignit dapat disolubilisasi oleh strain P. putida dan
Basaran dkk. 2003 telah sukses mengsolubilisasi lignit Turki ke bentuk cairan hitam dengan menggunakan fungi Corilous versicolor. Saat ini, Shi dkk. 2009
telah mengsolubilisasi lignit dengan fungi. Fungi
lainnya yang telah
dilaporkan memiliki
kemampuan mengsolubilisasi batubara adalah Trametes versicolor, Penicillium, Streptomyces,
Cunninghamella sp., Mucor sp., Aspergillus sp., Pleurotus djamor dan P.citrinopilatus, Trichoderma atroviride Holker dkk., 2002, Lentinula edodes,
Trametes versicolar Gotz Fakoussa., 1999, Pleurotus chrysosporium, Pleurotus sajor-caju, Pleurotus sapidus, Pleurotus florida
Basaran dkk., 2003, Pleurotus ostreatus, Nematoloma frowardii, Clitocybula dusenii, Auricularia sp.,
dan Stropharia rugosoannulata. Di Indonesia, penelitian biosolubilisasi batubara telah dilakukan oleh Sugoro dkk. 2009 dengan menggunakan fungi indigenus
dan jenis batubara subbituminus dengan produk yang dihasilkan berupa senyawa-
18
senyawa yang setara dengan bahan bakar minyak dengan menggunakan kapang Trichoderma sp. dan Penicillium sp.
Produk biosolubilisasi biasanya berupa campuran senyawa teroksidasi yang larut dalam air dengan kisaran berat molekul 30 – 300 kDa dan banyak
memiliki gugus fungsi karboksil dan karbonil Fakoussa dkk., 1994. Produk biosolubilisasi batubara dengan menggunakan kapang Neurospora crassa berupa
hidrokarbon, yaitu C
6
H
10
dan C
25
H
26
, C
24
H
38
dan C
26
H
14
. Produk hasil solubilisasi umumnya berupa senyawa asam karboksilat aromatik atau ester aromatik Shi
dkk., 2009. Di dalam proses biodegradasi terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap unjuk kerja mikroba yang digunakan. Faktor-faktor tersebut dapat berupa kondisi lingkungan, nutrisi, lamanya waktu proses, perlakuan awal
terhadap batubara, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut memiliki efek yang bervariasi, tergantung pada jenis mikroba yang digunakan. Pengetahuan mengenai
faktor-faktor ini diperlukan untuk memperoleh unjuk kerja yang paling optimal sehingga jumlah sulfur yang berhasil dihilangkan dapat semaksimal mungkin.
Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses biodegradasi di antaranya jenis batubara, suhu, agitasi, aerasi, pH, ukuran partikel, pra-perlakuan,
jenis medium, surfaktan, konsentrasi batubara, ion logam, sumber karbon, sumber nitrogen, dan konsentrasi inokulum Selvi dkk., 2009.
19
2.4. Mikroba Indigenus dan Kapang