54
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini serupa dengan penelitian Yin dkk. 2009 yang menyatakan bahwa kisaran puncak absorbansi hasil produk
biosolubilisasi terdapat pada panjang gelombang 200-300 nm
4.3.3. Produksi Asam Humat dan Fulvat
Kurva perubahan konsentrasi asam humat dan fulvat setiap perlakuan menunjukkan pola yang berbeda Gambar 13. Secara statistik uji anova satu arah
menunjukkan terdapat pengaruh pada tiap perlakuan terhadap kadar asam humat p
≤0,05 Lampiran 7. Hasil uji statistik lebih lanjut yaitu uji Duncan p=0,05 pada asam humat menunjukkan bahwa perlakuan B MSS + batubara steril 5 +
Trichoderma sp., C MSS + batubara mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. tidak terdapat perbedaan kecuali perlakuan A
MSS + batubara steril 5. Pengujian statistik anova satu arah pada asam fulvat menunjukkan hasil
bahwa perlakuan mempengaruhi produksi asam fulvat p ≤0,05. Berdasarkan uji
statistik lanjutan Duncan p=0,05 bahwa perlakuan A MSS + batubara steril 5 dan B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp. tidak terdapat perbedaan
nyata sama halnya pula pada perlakuan C MSS + batubara mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. Lampiran 7. Perubahan nilai
absorbansi menunjukkan keberadaan asam humat dan asam fulvat yang terlarut di dalam media kultur dan menunjukkan pola yang berbeda pada masing-masing
perlakuan Gambar
13. Perbedaan
nilai absorbansi
yang muncul
55
mengindikasikan adanya perbedaan kemampuan agen pengsolubilisasi dalam mengsolubilisasi batubara.
A B
Gambar 13. Nilai absorbansi A Asam Humat B Asam fulvat 561 nm pada
kultur perlakuan A MSS + batubara steril 5, B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp., C MSS + batubara
mentah 5 dan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.
Nilai absorbansi asam humat yang terkandung pada masing-masing perlakuan menunjukkan pola yang cenderung fluktuatif Gambar 13. Perlakuan D
MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. menunjukkan kandungan asam humat tertinggi yaitu 0,199 pada hari ke-28. Perlakuan C MSS + batubara mentah
5 nilai absorbansi tertinggi pada hari ke-14 sedangkan perlakuan B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp. setelah hari ke-28 inkubasi, yaitu sebesar
0,154 dan 0,098. Perlakuan A MSS + batubara steril 5 perubahan nilai absorbansi yang terjadi disebabkan adanya proses sterilisasi dan agitasi yang
mengakibatkan terlepasnya struktur batubara akibat adanya suhu yang tinggi dan
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25
7 14
21 28
A sa
m H
u m
a t
C
Waktu hari
A B
C D
2 0.05
0.1 0.15
0.2 0.25
0.3
7 14
21 28
A sa
m F
u lv
a t
C
Waktu Hari
A B
C D
2
56
adanya gesekan terhadap permukaan batubara. Proses sterilisasi diduga menjadi faktor penyebab tingginya nilai absorbansi asam humat diawal inkubasi pada
perlakuan B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp. yaitu 0,067. Perubahan nilai absorbansi asam fulvat cenderung berbanding terbalik
dengan asam humat Gambar 13. Hal tersebut ditunjukkan pada saat nilai absorbansi asam humat mengalami kenaikan, maka absorbansi asam fulvat
mengalami penurunan dan sebaliknya. Nilai absorbansi asam humat tertinggi terjadi hampir pada semua perlakuan di hari inkubasi ke-21. Perlakuan D MSS +
batubara mentah 5 + Trichoderma sp. menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan perlakuan B MSS + batubara steril 5 + Trichoderma sp., C
MSS + batubara mentah 5, dan A MSS + batubara steril 5 yaitu, 0,2736; 0,1482; 0,1722 dan 0,085.
Nilai absorbansi asam humat yang tinggi mengindikasikan bahwa batubara terdegradasi sehingga senyawa humat terlarut ke dalam media perlakuan.
Asam humat merupakan hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik yang bersifat stabil dan tahan terhadap biodegradasi. Substansi humat memiliki
kontribusi besar sebagai mantel coat suatu partikel hingga tidak terlapukkan dan bersifat stabil. Selain itu, tingginya nilai absorbansi asam humat menunjukkan
masih terdapatnya senyawa yang memiliki ikatan terkonjugasi pada senyawa aromatik komponen penyusun asam humat dalam batubara yang belum terurai ke
dalam media. Penurunan nilai absorbansi asam humat terjadi oleh adanya penguraian asam humat terlarut menjadi senyawa turunan seperti asam fulvat atau
terdepolimerisasi menjadi gugus-gugus penyusunnya seperti gugus fenolik,
57
karbolik, enolik, alifatik dan lainnya. Kondisi tersebut yang mengakibatkan konsentrasi asam fulvat yang terlarut dalam media mengalami peningkatan
Sugoro dkk., 2011. Hal tersebut dibuktikan pada meningkatnya nilai absorbansi asam fulvat pada saat nilai absorbansi asam humat menurun Gambar 13.
Terurainya senyawa batubara yang ditandai dengan keberadaan asam humat dan fulvat ke dalam media mengindikasikan adanya aktivitas mikroba di
dalam media perlakuan kecuali pada perlakuan A MSS + batubara steril. Media perlakuan D MSS + batubara mentah 5 + Trichoderma sp. menunjukkan nilai
absorbansi asam humat dan fulvat tertinggi dibandingkan pada media perlakuan lainnya Gambar 13. Diduga pada media tersebut terjadinya hubungan positif
antara mikroba indigenus dengan kapang Trichoderma sp. Pendugaan tersebut didukung pula dengan pengukuran parameter seperti, pH, dan analisis senyawa
fenolik serta aromatik terkonjugasi Gambar 8 dan 12.
4.3.4. Karakteristik Gugus Fungsi Hasil Biosolubilisasi Batubara