Prosedur Penyelesaian Perkara Cerai Gugat

2. Undang-undang No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 3. Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 4. Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. 5. Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. 6. Undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 7. Keppres No. 11 tahun 2003 tentang Mahkamah Syariah dan Mahkamah Syariah Provinsi di Nanggroe Aceh Darussalam. 8. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No: KMA070SKX2004 tanggal 06 Oktober 2004 tentang pelimpahan sebagian Kewenangan dari Peradilan Umum kepada Mahkamah Syariah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 9. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam.

C. Prosedur Penyelesaian Perkara Cerai Gugat

Pada umumnya proses penyelesaian perkara di Mahkamah Syariah masih menggunakan beberapa sumber hukum yang digunakan pula pada lingkungan Peradilan Umum khususnya dalam Hukum perdata, kecuali beberapa Hukum Materil yang diatur khusus yakni pada Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, kitab-kitab Fiqh Islam, Yurisprudensi Mahkamah Agung 66 . Kemudian dalam Qanun No. 10. tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam, pada pasal 58 2 bahwa ‘sepanjang Qanun mengenai Hukum Materil dan Formil belum ada, maka perkara perdata di selesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ’ 67 . Oleh karena pada umumnya masih menggunakan sumber hukum yang sama dengan Peradilan Agama baik pada hukum Materil maupun hukum Formil, maka berikut prosedur penyelesaian perkara cerai gugat di Mahkamah Syariah : 1. Pengajuan Perkara di Kepaniteraan 68 Penggugat menghadap pada meja pertama, yang akan menerima surat gugatan dan menaksir panjar biaya perkara biaya kepaniteraan, biaya materai, biaya pemeriksaan, biaya pemeriksaan setempatperbuatan hakim yang lain, biaya pemanggilanpemberitahuan para pihak 69 , ditulis pada SKUM surat kuasa untuk membayar. Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma prodeo dengan menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari lurah setempat. 66 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, cet. Ketiga, h. 12. 67 Qanun No. 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam 68 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, h. 59. 69 Pasal 193 R.Bg182 1 HIR 2. Pembayaran Panjar Biaya Perkara 70 Calon Penggugat kemudian menghadap kepada kasir dengan menyerahkan surat gugatan tersebut disertai SKUM, yang kemudian di tandatangani pada SKUM, serta memberi nomor pada SKUM dan tanda lunas. 3. Pendaftaran Perkara 71 Calon Penggugat kemudian menghadap pada meja kedua dengan menyerahkan Surat Gugatan dan SKUM yang telah dibayar. Kemudian meja kedua mendaftar Gugatan dalam register, memberi nomor perkara sesuai dengan nomor pada SKUM, kemudian memberikan kembali kepada Penggugat satu helai salinan, kemudian mengatur berkas perkara dan menyerahkan kepada Ketua melalui Wakil Panitera dan Panitera. 4. Penetapan Majelis Hakim 72 Ketua Mahkamah Syariah mempelajari berkas-berkas, dalam waktu selambat-lambatnya 7 tujuh hari, Ketua menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dalam sebuah 70 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, h. 60. 71 Ibid., h. 61. 72 Ibid., h. 61. “Penetapan” Majelis Hakim 73 . Serta Hakim ketua atau anggota Majelis Hakim akan memeriksa kelengkapan surat gugatan 74 . 5. Penunjukan Panitera Sidang Untuk membantu Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara maka Panitera menunjuk seorang atau lebih sebagai Panitera sidang, kemudian Panitera sidang menyerahkan berkas kepada Majelis Hakim, serta Panitera ini nantinya yang akan mencatat jalannya persidangan. 6. Penetapan Hari Sidang 75 Ketua Majelis setelah menerima berkas perkara, kemudian menetapkan hari dan tanggal serta jam berapa dan kapan perkara itu akan disidangkan serta memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap pada hari dan jam yang telah ditentukan, yang diperintahkan kepada Jurusita. Kemudian Majelis Hakim akan menyidangkan perkara. 7. Pemeriksaan di Persidangan proses menyidangkan perkara. Proses pemeriksaan perkara perdata di depan sidang dilakukan melalui tahapan dalam Hukum Acara perdata, Gugatan cerai cerai gugat diatur dalam pasal 40 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang 73 Pasal 121 HIR 74 Gemala Dewi, dkk, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, cet. Kedua, h. 118. 75 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, h. 62. Perkawinan, pada pasal 20-36 PP. No 9 tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan perkawinan, dan pada pasal 73-88 Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, serta pada pasal 113-148 Kompilasi Hukum Islam KHI. Setelah Hakim tidak dapat mendamaikan para pihak, maka pemeriksaan perkara dilakukan. Pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum, demikian pula ketika dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi pasal 80 Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan pasal 33 pada PP No. 9 tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Perkawinan. Tahapan pemeriksaan tersebut adalah : a. Pembacaan Gugatan 76 Pada tahap pembacaan Gugatan ini terdapat beberapa kemungkinan dari Penggugat, diantaranya : mencabut, mengubah danatau mempertahankan Gugatan. b. Jawaban Tergugat 77 Tergugat dapat mengajukan jawaban baik itu secara tertulis maupun lisan. Jawaban juga dapat berupa Eksepsi atau Gugatan Rekonvensi. c. Replik 78 76 Ibid., h. 99. 77 Ibid., h. 100. Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si Penggugat diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapatnya. d. Duplik 79 Setelah Penggugat menyampaikan Repliknya, kemudian Tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi pula. Acara Replik Duplik ini dapat diulangi, sampai Majelis Hakim merasamenganggap cukup. e. Pembuktian 80 Pembuktian tentang alasan-alasan cerai gugat dilakukan sama seperti dalam perkara cerai talak, yaitu masing-masing pembuktian dilakukan berdasarkan alasan-alasan untuk bercerai 81 . Kecuali dalam hal cerai dengan alasan zina, pelanggaran ta’lik talak dan pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan. f. Kesimpulan Para Pihak Konklusi 82 78 Ibid., h. 108. 79 Ibid., h. 108. 80 Ibid., h. 227. 81 Ibid., h. 214. 82 Ibid., h. 109. Pada tahap ini, Penggugat diberikan kesempatan untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung, yang menegaskan apakah Penggugat masih tetap ingin bercerai dari Tergugat. Atau Tergugat dapat meyakinkan hakim agar tidak terjadinya perceraian. g. Putusan 83 Mahkamah Syariah setelah memeriksa gugatan cerai dan berkesimpulan bahwa isteri punya alasan yang cukup untuk bercerai, dan alasan-alasan cerai tersebut telah cukup terbukti, serta kedua belah pihak tidak mungkin didamaikan lagi, maka Mahkamah Syariah memutuskan bahwa gugatan cerai dikabulkan dengan suatu “putusan”. Dan putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum 84 . 8. Pembayaran biaya perkara. Biaya perkara di bebankan kepada pihak Penggugat 85 . 9. Putusan berkekuatan hukum tetap Perceraian dianggap terjadi beserta akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan itu mempunyai kekuatan hukum tetap in 83 Ibid., h. 228. 84 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama pada pasal 81 1 85 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, h. 229. kracht 86 , yaitu ketika tidak dilakukannya upaya hukum dan telah daluwarsa untuk melakukan upaya hukum. Kemudian Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya 7 tujuh hari terhitung setelah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu diberitahukan kepada para pihak, dengan memberikan akta cerai sebagai bukti cerai pasal 84 4 Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Kemudian menyerahkan salinan putusan kepada Penggugat dan Tergugat. 10. Pengarsipan berkas perkara Panitera muda hukum bertugas untuk mendata perkara, melaporkan perkara serta mengarsipkan perkara 87 . 86 Ibid., h. 230. 87 Ibid., h. 59.

BAB IV PENGEMBALIAN MAHAR SEUTUHNYA AKIBAT PERCERAIAN