Hukum Memberikan Mahar TINJAUAN TEORITIS TENTANG MAHAR

walaupun mahar itu sedikit namun mempunyai nilai maka mahar tersebut tetap sah. 3. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat, tidak sah mahar dengan khamar, babi, karena semua itu haram dan tidak berharga. 4. Barangnya bukan barang ghasab, ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak, memberikan mahar dengan hasil ghasab tidak sah. 5. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya, tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya atau disebutkan jenisnya. 6. Dapat diserahkan pada waktu akad atau pada waktu yang dijanjikan, dalam arti barang tersebut sudah berada di tangannya pada waktu diperlukan, barang yang tidak dapat diserahkan tidak dapat dijadikan mahar, misalkan burung yang terbang di udara.

C. Hukum Memberikan Mahar

Dari definisi mahar tersebut, jelaslah bahwa hukum taklifi dari mahar itu adalah wajib, Jadi hukum pemberian mahar itu adalah wajib 25 . Maksudnya, berikanlah mahar kepada para istri sebagai pemberian wajib, bukan pembelian atau ganti rugi 26 . Yang kemudian benda atau uang pemberian itu adalah menjadi milik istrinya. Fuqaha sependapat bahwa mahar maskawin itu termasuk syarat sahnya nikah, dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 27 . Serta dasar hukum dari pihak suami untuk memberikan mahar diantaranya firman Allah dalam Q.S An-Nisa : 4 : 4D EF G7 HIJ K LEM NO 8 P 1 Q 5 5 S +  TUV 2W G XF8Y 2Z 4 5 NVY[ \ NVY ]H C Artinya : “Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya”. Kemudian dalam Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam disebutkan juga dasar untuk memberikan mahar kepada pihak wanita ketika akan melangsungkan pernikahan, yang ditegaskan pada pasal 30 yaitu ‘ calon mempelai 25 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan, h.68. 26 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 3. Penerjemah Nor Hasanuddin, dkk Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2004 h.40. 27 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqh para Mujtahid. Penerjemah Imam Ghazali Said, dkk Jakarta: Pustaka Amani, 2007, h. 432. pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak’ 28 . Hikmah dari diwajibkannya mahar diantaranya agar suami mempersiapkan dan membiasakan untuk menghadapi kewajiban materiil berikutnya, karena mahar merupakan pemberian yang pertama dari seorang suami kepada isterinya, yang kemudian akan timbul kewajiban materiil lainnya yang harus dilaksanakan oleh si suami selama masa perkawinan untuk kelangsungan hidup perkawinan itu 29 . Juga hikmah lainnya untuk disyariatkannya mahar adalah 30 : 1. Menunjukkan kemuliaan wanita, karena wanita yang dicari laki-laki bukan laki-laki yang dicari wanita. Laki-laki yang berusaha untuk mendapatkan wanita meskipun harus mengorbankan hartanya. 2. Menunjukkan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada isterinya, karena mahar itu sifatnya pemberian, hadiah, atau hibah yang oleh Al- Qur’an diistilahkan dengan nihlah pemberian dengan penuh kerelaan, bukan sebagai pembayar harga wanita. 28 Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Direktorat pembinaan Peradilan Agama, 1992, pasal 30. 29 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, h.87. 30 Yusuf Qardhawi, “fatwa-fatwa kontemporer”, artikel diakses pada tanggal 25 Januari 2009, dari http: anugerah.hendra.or.idpernikahanmaharhikmah-disyariatkannya-mahar. 3. Menunjukkan kesungguhan, karena nikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan perkara yang bisa dipermainkan. 4. Menunjukkan tanggung jawab suami dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, karenanya laki-laki adalah pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah tangganya. Dan untuk mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan hartanya sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak sewenang-wenang terhadap isterinya. 5. Untuk menjadi pegangan bagi isteri bahwa perkawinan mereka telah diikat dengan perkawinan yang kuat, sehingga suami tidak mudah menceraikan isterinya sesukanya, serta untuk pengikat kasih sayang antara suami dan isteri 31 . Para ulama sepakat bahwa dengan berlangsungnya akad nikah yang sah maka berlakulah kewajiban untuk membayar mahar, baik separuh maupun seluruhnya. Alasannya ialah walaupun putus perkawinan atau kematian seorang diantara suami isteri terjadi sebelum berhubungan Qabla dukhul, namun suami tetap wajib membayar separuh mahar yang disebutkan ketika akad 32 . 31 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia : Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 11974 sampai KHI Jakarta : Kencana, 2006, cet. Ketiga, h. 67. 32 Amir Syarifuddin, Hukum kekeluargaan Islam, h.88.

D. Jumlah Mahar