Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dan kompleks membuat konsep mengenai corporate governance semakin dibutuhkan perusahaan. Selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah corporate governance semakin popular. Hal ini karena corporate governance merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk dapat memperoleh profit dalam jangka panjang dan memenangkan persaingan bisnis global Rachmandy, 2012. Menurut Achmad Syachroza 2002 dalam studi penerapan OECD Organization of Economic Cooperation and Development mendefinisikan corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai board untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi directing, controlling, and supervising pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif dengan prinsip-prinsip transparant, accountable, responsible, independent, dan fairness dalam rangka mencapai tujuan organisasi yaitu memperoleh profit yang sebesar-besarnya. Teori keagenan merupakan landasan bagi penerapan corporate governance sebagai suatu mekanisme pengawasan dan pengendalian. Hal itu dikarenakan corporate governance dijalankan karena adanya masalah keagenan antara agent dan principle, dimana masing-masing pihak menginginkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, penerapan 2 konsep corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap agen manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik investor, dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu kecurangan untuk kesejahteraan agen Widyati, 2013. Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan Forum Corporate Governance in Indonesia, 2002. Forum Corporate Governance in Indonesia FCGI, 2001 merumuskan tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan stakeholders. Corporate governance yang mengandung empat unsur penting seperti yang diuraikan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development OECD yaitu keadilan, transparansi, pertanggungjawaban dan akuntabilitas, diharapkan dapat menjadi suatu jalan dalam mengurangi konflik keagenan. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance, diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan baik oleh investor. Ada empat mekanisme corporate governance yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mengenai corporate governance yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu komposisi dewan, komite audit, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Komposisi dewan 3 komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas Boediono, 2005. Berbagai skandal kasus korporasi dunia pada perusahaan berskala besar seperti Enron, Xerox, dan WorldCom, mengindikasikan bahwa kegagalan bisnis perusahaan tersebut akibat corporate governance yang buruk Cornett et al, 2006. Kegagalan bisnis perusahaan tersebut akan mendorong terjadinya financial distress. Menurut Widarjo dan Setiawan 2002, Kondisi financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi ini pada umumnya ditandai antara lain dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank. Apabila kondisi financial distress ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun likuidasi. Sedangkan menurut Brigham dan Daves 2003, financial difficulties terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai keperluan. 4 Krisis yang terjadi tahun 1997 pada perusahaan-perusahaan yang berada di Asia menunjukkan kegagalan penerapan corporate governance. Pada masa-masa tersebut perusahaan banyak yang mengalami kebangkrutan karena gagal membayar utang dan default yang disebabkan perubahan nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing Wallace dan Zinkin, 2005. Kasus yang menimpa perusahaan-perusahaan di Asia pada tahun 1997 s.d 1998 sesuai dengan yang ungkapkan oleh Scott 1983 dalam Yang dan Lee 2008 bahwa suatu perusahaan mengalami financial distress apabila perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya dengan dilanggarnya persyaratan utang debt covenants disertai penghapusan atau pengurangan pembiayaan deviden. Oleh karena itu keadaan krisis moneter pada tahun tersebut merupakan contoh perusahaan yang mengalami financial distress. Kasus lain yang menggambarkan kondisi financial distress yang baru-baru ini terjadi adalah kasus Bank Century pada tahun 2008. Dimana dalam kasus tersebut, Bank Century secara tiba-tiba dinyatakan pailit karena tidak dapat memenuhi kewajiban kliringnya terhadap Bank Indonesia Pattinassarany, 2010. Akibat dari terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 sampai dengan 1998 yang menimpa perusahaan-perusahaan di Asia termasuk Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam melalui surat edaran No.SE-03PM2000 merekomendasikan perusahaan publik untuk membentuk komite audit. Komite audit merupakan salah satu elemen yang penting untuk mewujudkan kondisi tata kelola perusahaan yang baik. Komite audit dibentuk guna 5 melakukan pengawasan terhadap kinerja dan operasional perusahaan. Oleh karena itu, Keberadaan komite audit dinilai semakin penting oleh Bapepam. Dengan mengeluarkan surat Kep-339BEJ07-2001 Bapepam mewajibkan semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk mempunyai komite audit. Komite audit bertugas memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, pelaporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal, serta auditor independen FCGI, 2002. Tujuan dan manfaat dibentuknya komite audit adalah untuk melaksanakan pengawasan independen atas proses penyusunan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit eksternal, memberikan pengawasan independen atas proses pengelolaan risiko dan kontrol, serta melaksanakan pengawasan independen atas proses pelaksanaan corporate governance. Mekanisme corporate governance yang baik penting dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga perusahaan dapat menghindari permasalahan keuangan. Efektivitas kinerja dari komite audit dapat diukur melalui karakteristik- karakteristik yang dimiliki antara lain ukuran, independensi, aktivitas dari komite audit, dan kompetensi yang dimiliki oleh anggota komite audit Anggraeni, 2010. Ukuran komite audit berhubungan dengan jumlah anggota komite audit. Independensi komite audit berhubungan dengan seberapa besar keterlibatan anggota komite audit dengan aktivitas perusahaan . Aktivitas dari komite audit diwujudkan melalui frekuensi pertemuan komite audit dalam satu tahun. Sedangkan kompetensi yang dimiliki oleh anggota komite audit 6 berhubungan dengan pengetahuan akuntansi, keuangan dan audit serta pengalaman dalam tata kelola perusahaan. Melalui karakteristik komite audit yang baik diharapkan akan memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kesulitan keuangan. Menurut Carcello dan Neal 2000 komite audit yang independen membuktikan secara negatif terkait dengan going concern perusahaan yang mengalami permasalahan keuangan. Semakin besar independensi dalam komite audit, maka semakin rendah probabilitas perusahaan financially distressed akan menerima opini going concern dari auditor eksternal. Mueller dan Barker III 1997 mengidentifikasikan komite audit sebagai bagian dari sumbangan strategi kepemimpinan perusahaan untuk keberhasilan upaya perubahan arah perusahaan Rahmat et al., 2008. Hal ini berkaitan erat dengan kompetensi yang dimiliki anggotanya. Simpson dan Gleason 1999 membuktikan komite audit yang berkompeten memiliki kapasitas untuk mengurangi kesulitan keuangan suatu perusahaan Rahmat et al., 2008. Kompetensi yang dimiliki oleh komite audit akan membantu meningkatkan kinerja perusahaan sehingga mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Oleh karena itu, efektivitas komite audit dapat dikaitkan dengan kemakmuran atau kesulitan keuangan perusahaan. Mekanisme corporate governance lain yang tidak kalah penting adalah dewan board. Board disini diartikan sebagai pucuk pimpinan suatu organisasi yang mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pemakaian sumber daya agar selalu selaras dengan tujuan organisasi yang 7 telah ditetapkan Pembayun dan Januarti, 2012. Dalam konteks perusahaan Indonesia yang dimaksud dengan board adalah dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil perusahaan secara jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan peran dewan komisaris lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang saham Wardhani, 2006. Penelitian Emrinaldi 2007 menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan dan negatif ukuran dewan direksi dengan kesulitan keuangan. Artinya, semakin besar jumlah dewan komisaris maka semakin kecil potensi terjadinya kesulitan keuangan. Masalah tentang keagenan biasanya berhubungan dengan struktur kepemilikan perusahaan yang bersangkutan. Struktur kepemilikan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Kepemilikan manajerial mampu mengurangi masalah keagenan yang timbul pada suatu perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan proporsi kepemilikan perusahaan oleh manajemen direksi atau komisaris. Semakin besar proporsi kepemilikan oleh manajemen maka semakin besar pula tanggung jawab manajemen tersebut dalam mengelola perusahaan Triwahyuningtyas, 2012. Keputusan yang lahir dari manjemen diharapkan merupakan keputusan bagi kepentingan perusahaan. Dengan demikian perusahaan pun dapat terhindar dari potensi terjadinya financial distress. 8 Gotti et al. 2010 berpendapat bahwa kepemilikan saham manajerial dapat berperan dalam menyelaraskan kepentingan manajemen dan pemegang saham, tetapi terkadang manajer lebih memikirkan kepentingannya sendiri. Sedangkan Lafond Roychudhury 2008 menemukan bahwa konservatisme akuntansi akan menurun dengan adanya managerial ownership. Rozeff 1982 berpendapat bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang dibayarkan pada pemegang saham rendah. Penetapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa mendatang yang dibiayai dari sumber internal. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan shareholders dis- persion dapat mengurangi agency cost karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan source of power yang berguna mendukung keberadaan manaje men atau sebaliknya Moh‟d, Perry Rimbey, 1998. Hal ini bertentangan dengan pendapat Jensen 1992 yang mengidentifikasi bahwa peningkatan insider ownership akan mensejajarkan kepentingan antara pemegang saham dan manajer, sehingga kepemilikan manajerial bisa menggantikan peranan hutang dalam mengurangi agency cost. Penelitian terdahulu oleh Emrinaldi 2007 menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan dan negatif antara kepemilikan manajerial dengan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini berbeda dengan Ayuningtyas 2013 yang meneliti hubungan antara kepemilikan manajerial dan financial distress yang menyatakan bahwa prosentase kepemilikan 9 manjerial, yaitu kepemilikan oleh komisaris mempunyai hubungan positif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Di sisi lain, adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan efek, perusahaan asuransi, perbankan, perusahaan investasi, dana pensiun, dan kepemilikan institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen perusahaan, sehingga potensi terjadinya potensi financial distress dapat diminimalisir karena perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih besar lebih dari 5 mengindikasi kemampuannya untuk memonitor manajemen. Pernyataan ini didukung dengan hasil penelitian Emrinaldi 2007 yang menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan institusional dalam perusahaan akan mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan atau financial distress. Penelitian mengenai pengaruh ukuran dewan telah dilakukan oleh Emrinaldi 2007 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan dan negatif ukuran dewan direksi dengan kesulitan keuangan. Artinya, semakin besar jumlah dewan komisaris maka semakin kecil potensi terjadinya kesulitan keuangan. Hasil berbeda terjadi pada penelitian Wardhani 2006 yang menyatakan adanya hubungan signifikan dan positif ukuran dewan dalam menentukan kemungkinan perusahaan mengalami tekanan keuangan. Penelitian Emrinaldi 2007 yang menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan institusional dalam perusahaan akan mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan. Hal ini sejalan dengan penelitian 10 Abdullah 2006 di Malaysia yang menyatakan bahwa kepemilikan oleh non executive director mempunyai hubungan signifikan dan negatif pada perusahaan yang mengalami kondisi financial distress. Namun, hasil berbeda terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Parulian 2007 yang tidak dapat membuktikan adanya hubungan antara kepemilikan institusional dengan financial distress. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian karena karakteristik komite audit dalam sebuah perusahaan, ukuran dewan, dan struktur kepemilikan seringkali memengaruhi sebuah perusahaan mengalami financial distress. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Ukuran Dewan, dan Struktur Kepemilikan terhadap Financial Distress ”. Tabel 1.1 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya No. Perbedaan Penelitian sebelumnya Peneliti Variabel - Ellomi et al. Proporsi outside director, Audit com, Blockholder, Liquidity, Leverage - Abdullah Board independence, CEO duality, management interest, non-executive director’s interest, the extent of director’s blockholder interest - Ratna Wardhani Ukuran dewan direksi, proporsi komisaris independen, turnover direksi, kepemilikan saham oleh - Peneliti menggunakkan variabel ukuran komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, independensi komite audit, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, kepemilikan saham manajerial dan kepemilikan saham institusional yang diduga berpengaruh terhadap financial distress 11 No. Perbedaan Penelitian sebelumnya Peneliti bank, kepemilikan saham oleh direksi - Emrinaldi Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, dewan komisaris dan komite audit - Pembayun dan Januarti Ukuran komite audit, komite audit independen, kompentensi komite audit, dan frekuensi pertemuan komite audit Populasi - Elloumi et al Perusahaan publik yang di listing di bursa efek Canada periode 1994- 1998 - Abdullah Seluruh Perusahaan yang listing Bursa Efek Malaysia - Wardhani Perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indoensia periode 1999 s.d 2004 - Emrinaldi Seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2000- 2002 - Pembayun dan januarti Seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek indonesia periode 2007-2010 - Peneliti memilih populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI periode 2009 s.d 2011 Pengukuran financial distress - Elloumi et al Perusahaan mengalamai laba negatif dua tahun berturut-turut - Abdullah Perusahaan mengalami NPV negatif - Wardhani Perusahaan yang memiliki interest expense lebih kecil dari - Pengukuran yang digunakan peneliti dalam variabel financial distress adalah perusahaan yang mengalami laba bersih negatif dua tahun berturut-turut. 12 No. Perbedaan Penelitian sebelumnya Peneliti satu - Emrinaldi Perusahaan yang memiliki earning per shareEPS negatif - Pembayun dan Januarti perusahaan yang mengalami laba negatif minimal satu tahun Sumber: hasil olahan data sekunder

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

8 121 97

Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Stres Kerja, Pergantian Auditor dan Biaya Eksternal Audit Terhadap Kualitas Audit pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

5 103 106

Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Praktik Manjemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2012.

1 75 90

Pengaruh Kualitas Auditor Dan Ukuran Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Dibursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011

0 59 86

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 154 83

Analisis Pengaruh Struktur Governance dan Internal Control terhadap Fee Audit Eksternal (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2011)

2 11 142

Pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance : studi empiris pada sektor perbankan yang terdaftar di bei periode tahun 2009-2013

0 15 0

PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 2 26

PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FINANCIAL DISTRESS (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI)

1 8 82

PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, UKURAN DEWAN DIREKSI, UKURAN DEWAN KOMISARIS, DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2014 - repository perpustakaan

0 1 19