pada suhu 100
o
– 120
o
C, sedangkan apabila tidak digunakan katalis maka reaksi baru dapat berjalan pada suhu 150
o
– 250
o
C Gabriel,1984.
Senyawa amida juga mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu. Salah satu contoh yang paling nyata adalah senyawa sulfoamida. Sulfoamida
adalah suatu senyawa
kemoteraputica
yang digunakan di dalam pengobatan untuk mengobati macam-macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang akut,
radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resisten terhadap antibiotika Nuraini, 1998.
Amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas pada proses pembuatan resin, baik sebagai pelumas internal maupun eksternal, amida tersebut berperan
mengurangi gaya kohesi pada polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan Brahmana, dkk, 1994.
Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas internal amida berperan
untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahannya Reck, 1984.
2.6. Alkanolamida
Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air dengan
sendirinya. Alkanolamida digunakan sebagai bahan pembusa
foam boosting
dalam pembuatan shampo.
Jenis alkanolamida yang paling penting adalah dietanolamida. Senyawa N- etanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang
dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk detergen, kosmetik dan tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak sawit distilat dengan
senyawa yang mengandung gugus atau atom Nitrogen seperti alkanolamina Nuryanto, dkk, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Alkanolamida banyak digunakan sebagai bahan
foam boosting
dan dalam campuran bahan surfaktan lain berguna sebagai cairan pencuci piring dan juga dalam
pembuatan shampo. Selain itu alkanolamida merupakan bahan pelembut rambut, penstabil busa, bahan perekat, dan bersama-sama dengan glikol stearat dapat
mengkilaukan rambut, juga dapat digunakan sebagai pengganti dietanolamida Said dan Salimon, 2001.
Untuk membuat senyawa alkanolamida dengan menggunakan dietanolamin melalui reaksi amidasi langsung dengan trigliserida akan menghasilkan senyawa
alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi poliol seperti yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya Gambar 2.2 Lee, dkk,2007 ; Anasri, 2009.
HN
CH
2
CH
2
CH
2
CH
2
OH
OH OH
HO
OH O
O C R
1
O
C R
2
O C R
3
O O
Trigliserida
+ 3RC-N
CH
2
-CH
2
-OH CH
2
-CH
2
-OH O
+
Gliserol dietanolamin
alkanolamida
Gambar 2.2. Reaksi Amidasi Trigliserida dengan dietanolamin menjadi Alkanolamida
2.7. Poliol
Poliol merupakan senyawa organik yang memilki gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi
maupun aditiv. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin atau pun olahan industri kima. Poliol dari minyak nabati
telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak diggunakan sebagai
bahan pemelastis dalam matriks polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian
Universitas Sumatera Utara
juga sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diiperoleh kekerasan dan kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk ke berbagai jenis
barang sesuai kebutuhan Andreas, dkk,1990; Narrine, dkk, 2007.
Monogliserida adalah senyawa ester dari poliol dengan asam lemak digunakan sebagai pelumas tekstil agar dapat dikerjakan dengan mudah, disamping itu untuk
bahan
antistatis
pada pembuatan tekstil tersebut. Monogliserida seperti monostearat dan monooleat digunakan secara luas sebagai pelumas internal pada pembuatan
polimer PVC Meffert, 1984.
Sebagai bahan poliol tersebut dari sumber minyak nabati dikembangkan melalui transformasi terhadap ikatan
π pada asam lemak tidak jenuh, baik sebagai trigliserida maupun bentuk asam lemak dan juga bentuk alkil asam lemak melalui
berbagai proses kimia seperti ozonolisis, epoksidasi, hidroformulasi, dan metatesis Gua, 2002.
Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk
menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipol-dipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain.
Gugus hidroksil yang tidak terikat memberikan sifat hidrofil sedangkan gugus hidroksil yang terikat baik sebagai ester, eter dapat mengubah senyawa tersebut
menjadi lipofil. Adannya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan
farmasi seperti obat-obatan Jung, 1998
Beberapa minyak nabati diupayakan dalam pembuatan poliol dengan memanfaatkan asam lemak tidak jenuh terutama oleat C
18:1
, linoleat C
18:2
, linolenat C
18:3
. Seperti halnya pembuatan poliol dari minyak kacang kedelai yanga kaya kandungan oleat, linoleat dan linonenat melalui proses ozonolisis katalitik dan
dihasilkan komposisi gliserida yang baru, yang mana komponen utamanya adalah rantai 2-hidroksi nonanoat dari gugus hidroksil yang baru. Senyawa yang terbentuk
Universitas Sumatera Utara
dalam trigliserida berupa campuran mono, di dan tri trigliserida yang memiliki gugus hidroksi Trans, dkk 2005
Kebutuhan poliol yang cukup meningkat dikembangkan dalam industri oleokimia khususnya dalam kebutuhan poliuretan. Pada awalnya telah dimanfaatkan
risinoleat dari minyak jarak
Ricinus communis Linn
sebagai sumber poliol dalam bentuk trigliserida yang komposisi utamanya adalah gliserol tririsinoleat Gambar 2.3
Akram, 2008.
H
2
C
O HC
H
2
C O
O C
C C
O
O O
7 7
7
OH OH
OH
5 5
5
Gambar 2.3. Struktur Gliserol tririsinoleat pada minyak Jarak
Ricinus communis Linn
Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak bebas maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis juga telah
banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol, seperti halnya epoksidasi asam oleat dengan asam ferformat yang dilanjutkan hidrolisis menghasilkan asam 9,10-
dihiroksi stearat Swern, dkk, 1982 dan epoksidasi terhadap minyak kacang kedelai dengan asam ferformat yang komposisi utamanya sebagai trigliserida asam oleat,
linoleat dan linolenat dimana epoksida yang terbentuk diikuti hidrolisis untuk membentuk poliol turunan minyak kedelai Gambar 2.4 Godoy, dkk, 2007.
Universitas Sumatera Utara
C O
O O
O C
C 3
6 7
6 2
4 7
O O
O O
O 1 HCOOOH Epoksidasi
3 6
C O
O O
O C
O
C O
7 7
6 2
4 Linolenat C
OleatC
Linoleat C 18:3
18:2 18 :1
Minyak Kedelei
Epoksida Minyak Kedelei
C O
O O
O C
C 3
6 7
6 2
4 7
O
O OH
OH
OH
HO
HO POLIOL HASIL HIDROLISIS
H-OH Hidrolisis
OH Heksaol
Diol
Tetraol
Gambar 2.4. Pembentukan Poliol Turunan Oleat, Linoleat dan Linolenat melalui
Epoksidasi Diikuti Hidrolisis Dari Gliserida Minyak Kedelai. 2. 8 Isosianat
Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan. Isosianat memiliki reaktifitas yang sangat tinggi, khususnya dengan reaktan
nukleofilik. Reaktifitas gugus sianat -N=C=O ditentukkan oleh sifat positif dari atom karbon dalam ikatan rangkap komulatif yang terdiri-dari N, C, dan O.
Pada dasarnya kumpulan R-N=C=O mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan berbagai senyawa khususnya yang mengandung gugus nuklefil seperti air,
amina, alkohol, dan asam lemak. Isosianat memiliki dua sisi reaktif pada atom karbon dan pada atom nitrogen, sehingga monomer ini sangat reaktif dengan senyawa yang
mengandung gugus hidroksil baik yang bersifat alifatis, siklik maupun gugus aromatik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembentukan poliuretan sangat penting untuk memilih isosianat yang sesuai untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhhir
seperti biuret, urea, uretan, dan alopanat. Isosianat dapat bereaksi dengan alkohol membentuk karbamat, dengan air membentuk urea dan gas CO
2
, dengan amina membentuk urea, dengan urean membetuk uretan dan dengan isosinat sendiri
Hepburn,1991; Randal dan Lee, 2002.
Poliuretan sering disebut juga poliisosianat, gugus isosianat, -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol
Gambar 2.5: R
N C
O
+ R
OH
R
H N
C
O
OR
Isosianat Alkohol
Uretan Gambar 2.5. Reaksi Pembentukan ureatan dari isosianat dan alkohol.
Reaksi yang melibatkan monomer-monomer pada pembentukan poliuretan yaitu gugus sianat N=C=O dan gugus
–OH Gambar 2.6 :
C
N O
R N
C O
Disosianat
HO R
OH
C
N O
R H
N C
O O
R OH
Diol Poliuretan
Reaksi dengan Monomer- monomer berikutnya
C
H N
O R
H N
C O
O R
O
n Monomer poliuretan
Gambar 2.6. Reaksi Pembentukan Monomer Poliuretan.
Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik
lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan. Akan tetapi, terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa,
elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan
Universitas Sumatera Utara
Poliuretan yang terbentuk juga dapat berupa foam busa, walaupun berasal dari berbagai sampel poliol yang berbeda tetapi poliuretan jenis ini lebih keras
dibandingkan dengan poliuretan yang lain, dengan direaksikan melalui isosianat akan terbentuk banyak uretan yang kemudian akan diperiksa sifatnya. Salah satu kegunaan
poliuretan foam dapat digunakan sebagai busa Ulrich, 1982.
Mekanisme reaksi isosianat dengan kumpulan hidroksil ditentukan menurut reaktivitas kumpulan hidroksil itu sendiri. Adapun reaksi secara umum isosianat yaitu:
1. Reaksi isosianat dengan poliol
C N
O C
N C
O O
C H
O R
H H
C H
N O
C H
N C
O O
C O R
H R
H
H
R
n poliol
difenil metana isosianat
poliuretan
2. Reaksi isosianat dengan air Isosianat sangat reaktif pada uap. Asam karbamat tidak stabil dan bereaksi
membentuk amina primer dan karbon dioksida.
R
N C
O
Isosianat +
H
2
O R
H N
C O
OH
Air Asam karbamat
RNH
2
CO
2
+ Amina
Universitas Sumatera Utara
3. Reaksi isosianat dengan amina lebih jauh melalui perbandingan reaksi senyawa kandungan hidrogen aktif Doyle, 1971.
R
N C
OH
Isosianat + RNH
2
Amina R
H N C
O
Uretan
H N R
R
N C
O
+ R
N C O
H N R
C O
NH R
Biuret
4. Dengan adanya kelebihan isosianat, atom hidrogen dari uretan akan bereaksi dengan isosianat untuk membentuk suatu rantai alopanat
R
H N C
O
Uretan
H N R
R
N C
O
Isosianat +
R
N C
O
H N R
C O
NH R
Biuret
Banyak peneliti telah memakai berbagai isosianat untuk mendapatkan hasil akhir poliuretan yang diinginkan tetapi isosianat yang umum digunakan dan telah
dipasarkan untuk komersial adalah toluen diisosianat TDI, difenilmetan diisosianat MDI, naftalena 1,5-diisosianat NDI, dan lain-lain. TDI Gambar 2,7 memiliki
senyawa dasar toluen, terdiri dari dua jenis isomer 2,4 80 dan isomer 2,6 20 yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur. Jenis
kedua adalah TDI dengan campuran 65 isoer 2,4 dan 35 isomer 2,6 Hepburn, 1991.
Universitas Sumatera Utara
O C
N N
C O
CH
3
N C
O
N C
O CH
3
N C
O N
C O
N C
O
N C
O
Naftalena 1,5-diisosianat Difenil diisosianat
2,6 TDI 2,4 TDI
Gambar 2.7. Struktur dari Beberapa Senyawa Diisosianat.
2.9. Polimer