ganda dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 2,088 kali lebih sering mengalami gangguan ketidakmampuan sosial dibandingkan dengan
kelompok yang tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup pada penelitian ini. Dari lima keluhan dimensi ke-tidakmampuan sosial yang paling
banyak dikeluhkan adalah cepat marah dan mudah tersinggung. Uji dimensi hambatan menunjukan hubungan antara maloklusi dengan dimensi
hambatan, dan pengetahuan sebagai konfonder. Pada uji statistik regresi logistik ganda dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 1,27 kali lebih
sering mengalami gangguan hambatan dibandingkan dengan kelompok yang tidak maloklusi setelah dikontrol pengetahuan. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas
hidup pada penelitian ini. Dari lima jenis hambatan yang paling banyak dikeluhkan adalah tidak dapat belajar dengan baik dan hidup merasa tidak enak.
5.8. Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup
Hipotesis penelitian, yaitu maloklusi berhubungan dengan kualitas hidup dapat dibuktikan pada penelitian ini. Pada persamaan regresi logistik ganda dapat disimpulkan
kelompok yang menderita maloklusi mempunyai risiko 3,227 kali mengalami gangguan kualitas hidup dibandingkan dengan kelompok tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh
penelitian Mon-Mon Tin 2006 terhadap siswa SMP Kota Bharu Malaysia yang menyatakan bahwa 66,8 siswa terganggu kualitas hidupnya akibat buruknya kesehatan
gigi dan mulut, gangguan ini dapat berupa gangguan berbicara, tidak merasa nyaman, gangguan belajar dan gangguan hubungan sosial dengan orang lain. Menurut Dibiase
2001, remaja yang mempunyai bentuk wajah yang tidak menarik akibat adanya maloklusi akan menyebabkan pengalaman psikis yang tidak baik. Dalam perjalanan
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
hidupnya sebagian dari anak-anak sampai masa remaja yang mengalami maloklusi, akan menerima penindasan bullying berupa ejekanhinaan yang menyakitkan hati. Akibat
pengalaman yang tidak menyenangkan dapat mengakibatkan remaja mempunyai masalah dalam interaksi sosial meliputi kehilangan kepercayaan diri, mempunyai rasa prasangka
yang buruk dalam konsep berpikir dan gangguan dalam kemajuan belajarkarir. Dalam
jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga. Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial,
keputusan pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah, dan kalaupun masih berada di sekolah, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak
masuk sekolah.
5.9. Keterbatasan Penelitian
Disain penelitian adalah penelitian analitik dengan teknik potong lintang. Responden pada waktu bersamaan dikelompokkan menurut status maloklusi dan kualitas
hidup, oleh karena itu tidak dapat diketahui dengan pasti apakah maloklusi mendahului gangguan kualitas hidup. Kesimpulan penelitian ini hanya menunjukkan sejauh mana
variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1. Prevalensi status maloklusi
Prevalensi status maloklusi pada remaja SMU di Kota Medan masih tergolong tinggi yaitu 60,5. Berdasarkan tingkat keparahan dan kebutuhan perawatan pre-valensi
maloklusi adalah 23. 6.1.2. Perilaku kesehatan gigi
Perilaku kesehatan gigi terdiri atas pengetahuan, sikap yang merupakan keyakinan dan tindakan remaja SMU Kota Medan tentang maloklusi. Berdasarkan pengetahuan
tentang maloklusi, lebih dari separuh remaja mengetahui tentang ciri– ciri dan akibat maloklusi tapi hanya sepertiga yang mengetahui jenis dan tempat perawatan maloklusi.
Berdasarkan sikap, lebih dari separuh remaja yakin ada masalah terhadap susunan gigi dan berkeinginan untuk merawat maloklusinya. Tetapi berdasarkan tindakan hanya
14,8 remaja yang mengalami maloklusi yang melakukan perawatan giginya.
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
6.1.3. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi kualitas hidup
Pada analisis bivariat dapat disimpulkan hubungan sosiodemografi, perilaku
kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi kualitas hidup sebagai berikut : a. Ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kualitas hidup dimensi
ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan psikis dan ketidakmampuan sosial. b. Ada hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan kualitas hidup dimensi
keterbatasan fungsi, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan psikis, ke- tidakmampuan sosial dan hambatan.
c. Ada hubungan bermakna antara pekerjaan orang tua dengan kualitas hidup dimensi keterbatasan fungsi, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik,
ketidakmampuan psikis, dan hambatan. d. Ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kualitas hidup dimensi
ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis dan hambatan. e. Ada hubungan bermakna antara sikap dengan kualitas hidup dimensi keterbatasan
fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidak-mampuan fisik, ketidakmampuan psikis.
f. Tidak ada hubungan antara tindakan dengan tujuh dimensi gangguan kualitas hidup.
g. Ada hubungan bermakna antara status maloklusi dengan semua dimensi kualitas hidup.
6.1.4. Hubungan maloklusi dengan kualitas hidup
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
Pada uji multivariat dapat dilihat bahwa ada hubungan antara maloklusi dengan enam dimensi kualitas hidup, tetapi hanya dengan dimensi ketidakmampuan fisik saja
maloklusi tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.Secara keseluruhan dimana ketujuh dimensi kualitas hidup digabung menjadi satu maka dapat dibuktikan ada
hubungan bermakna antara maloklusi dengan kualitas hidup, yaitu pada kelompok yang mengalami maloklusi terdapat resiko gangguan kualitas hidup 3,227 kali lebih sering dari
pada kelompok yang tidak maloklusi.
6.2. Saran