Gambaran Sosiodemografi Gambaran Maloklusi

Bab 5 PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Sosiodemografi

Gambaran sosiodemografi remaja SMU dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, pendidikan terakhir ibu dan pekerjaan orang tua. Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki dari pada perempuan, tapi persentasenya tidak terlalu berbeda yaitu 51,8 dan 48,2. Berdasarkan pendidikan terakhir ibu, hampir separuh pendidikan ibu yang tamat SMU yang mendominasi pada penelitian ini yaitu 48,4 dan seiring dengan pekerjaan orang tua juga didominasi oleh pekerjaan berdasarkan klasifikasi tingkat dua yaitu pekerjaan yang membutuhkan pendidikan menengah seperti guru, perawat, pegawai negeri golongan 2, polisi dan lain sejenisnya.

5.2. Gambaran Maloklusi

Gambaran maloklusi pada remaja dapat dilihat dari prevalensi maloklusi remaja SMU di Kota Medan yaitu 60,5. Dibandingkan dengan data United States Public Health Service USPHS yaitu 89 Dewanto,1993, prevalensi maloklusi pada remaja di Kota Medan lebih rendah. Perbedaan ini disebabkan karena berbedanya indeks maloklusi yang dipakai, tetapi berdasarkan tingkat keparahan dan kebutuhan akan perawatan, hasilnya hampir sama. Dari data USPHS maloklusi berat yang butuh perawatan adalah 29 dan menurut hasil penelitian Mon-Mon Tin 2006 adalah 23,1 sedangkan pada remaja Kota Medan kebutuhan akan perawatan adalah 23,. Berdasarkan kebutuhan akan perawatan inilah peneliti menganalisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup. Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008 Dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan angka prevalensi maloklusi, hal ini disebabkan karena metode penentuan maloklusi yang berbeda, perbedaan penentuan kriteria sampel dan perbedaan daerah penelitian. Metode penentuan maloklusi yang berbeda misalnya seperti penelitian prevalensi orang Israil berumur 13-15 tahun di Nazareth oleh Steigman 1983 menyatakan bahwa prevalensi maloklusi didaerah tersebut sebesar 90 dan menurut klasifikasi Angle 96,5 pada waktu dan sampel yang sama. Jadi ini berarti bahwa hasil penelitian prevalensi dengan memakai indeks HMA lebih kecil daripada indeks Angle, karena batasan normal bagi indeks HMA berkisar antara skor 0-4. Perbedaan daerah penelitian juga memberikan hasil yang berbeda seperti penelitian yang dilakukan Hamilah 1991 di daerah Condet, Jakarta Timur yaitu suatu penelitian di daerah cagar budaya khas Betawi tentu akan berbeda dengan hasil penelitian dilakukan disuatu daerah yang banyak terjadi pencampuran antar suku bangsa misalnya daerah perkotaan. Namun jika dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian lainnya yang menggunakan indeks pengukuran yang sama, maka hasil penelitian ini menunjukan persamaan yaitu prevalensi maloklusi masih tetap tinggi yaitu lebih dari 60. Hal ini akan dapat dilihat pada Tabel 5.1. dibawah ini. Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008 Tabel 5.1. Prevalensi Maloklusi dari Beberapa Peneliti N o Nama peneliti Jml sampel Lokasi Umur normal maloklusi 1. Steigman 1983 783 Nazareth,Israel 13-15 10 90 2. Hamilah 1991 269 Condet,Jakarta 11-12 10,41 89,59 3. Dewanto 1986 639 Lombok 10-15 29,73 70,27 4. Gan-Gan 1997 380 Bandung 12-15 9,21 90,79 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa selama 14 tahun prevalensi maloklusi masih saja tetap tinggi. Hasil prevalensi maloklusi pada penelitian sebelumnya lebih tinggi dari hasil penelitian ini karena usia sampel yang diteliti berkisar dari 10 sampai 15 tahun, pada masa itu adalah masa gigi bercampur dimana gigi susu dan gigi tetap bersamaan berada dirongga mulut sehingga kasus berjejal crowdeed pada gigi anterior sangat banyak terjadi yaitu lebih dari 50 Dewanto,1993. Pada penelitian yang dilakukan pada remaja usia 15 sampai 18 tahun yang keadaan rongga mulutnya sudah tumbuh semua gigi tetap kecuali molar 3, kemungkinan crowdeednya sudah berkurang, walaupun diantara semua ciri-ciri maloklusi kasus gigi berjejal masih tetap yang terbanyak. Hal ini dapat dilihat pada persentase ciri-ciri maloklusi Tabel 4.8. Kasus gigi bejejal anterior rahang atas 30,75 dan anterior rahang bawah 41,89. Untuk kelainan hubungan gigi dalam keadaan oklusi, jarak gigit overjet mempunyai persentase tertinggi yaitu 35,59, sesuai dengan hasil penelitian Hong 2001 yang menyatakan selama 25 tahun perubahan terhadap keadaan maloklusi terjadi penambahan kasus gigi berjejal pada gigi anterior dan jarak gigit pada saat gigi berkontak.

5.3. Gambaran Perilaku