Tabel 2.1. Oral Health Index Profile-49 Slade, 1993
No Dimensi Kualitas Hidup Butir
Pertanyaan
1 Keterbatasan fungsi
Sulit mengunyah
Sulit mengucapkan kata Menyadari ada yang salah pada gigi dan mulut
Merasa wajah kurang menarik Nafas bau
Makanan sangkut Tidak dapat mengecap dengan baik
Pencernaan terganggu Gigi palsu tidak pas
2 Rasa sakit
Sakit yang sangat dimulut Sakit dirahang
Sakit kepala Gigi ngilu
Gigi sakit Gusi sakit
Tidak nyaman mengunyah Gigi palsu tidak nyaman
3 Ketidaknyamanan psikis Khawatir
Merasa rendah diri Tegang
Merasa sangat menderita Menyadari ada yang salah pada gigi dan mulut
4 Ketidakmampuan fisik
Bicara tidak jelas Kata–kata salah dimengerti
Tidak dapat merasakan enaknya makanan Tidak bisa menyikat gigi dengan baik
Menghindari makanan tertentu Diet kurang memuaskan
Menghindari tersenyum Terhenti makan karena sakit gigi
5 Ketidakmampuan psikis
Tidur terganggu Merasa kesal
Sulit merasa rileks Depresi hidup tidak bergairah
Sulit berkonsentrasi Merasa malu
6 Ketidakmampuan sosial
Menghindari keluar rumah Cepat marah
Sulit bersama orang lain Mudah tersinggung
Sulit mengerjakan pekerjaan sehari hari
7 Hambatan Kesehatan
memburuk Keuangan memburuk
Tidak mampu beramah tamah Hidup terasa kurang memuaskan
Sama sekali tidak dapat berfungsi Tidak dapat bekerja belajar dengan baik
2.3. Landasan Teori
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
Maloklusi adalah kelainan susunan gigi geligi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal pada rahang atas atau rahang bawah atau
saat kedua rahang tersebut saling bertemu pada saat menggigit, mengunyah ataupun menelan. Ciri–ciri maloklusi diantaranya adalah kontak gigitan menyilang crossbite,
kontak gigitan yang dalam overbite, gigi berjejal crowdeed, gigitan menyilang scisor bite atau posisi gigi maju kedepan protrusi. Maloklusi dapat disebabkan oleh
intrinsik dan ekstrinsik faktor. Intrinsik faktor yaitu maloklusi yang berasal dari keadaan gigi itu sendiri seperti misalnya anomali jumlah, bentuk dan ukuran gigi, persistensi gigi
susu, karies gigi, sedangkan ekstrinsik faktor yaitu maloklusi yang berasal dari luar gigi itu sendiri, misalnya herediter, kelainan kongenital, penyakit sistemik sehingga
menyebabkan perkembangan pertumbuhan yang salah, kebiasaan jelek dan adanya trauma.
Maloklusi yang tidak dirawat sejak dini akan bertambah parah pada saat gigi permanen telah tumbuh sempurna yaitu pada masa remaja. Usia masa remaja di
Indonesia berkisar 13 sampai dengan 18 tahun. Anak Sekolah Menengah Umum termasuk dalam batasan usia remaja akhir, terjadi perubahan fisik, mental dan psikososial
yang cepat yang berdampak pada berbagai aspek kehidupannya. Pada masa ini mereka lebih mementingkan daya tarik fisik, terutama wajah dalam proses sosialisasi. Remaja
dapat merasa tidak puas terhadap penampilan wajahnya yang tidak hanya membuat mereka tertekan tapi juga menurunkan fungsinya dalam kehidupan sosial, keluarga, dan
bisa menurunkan aktifitas belajar. Dampak yang lebih parah adalah hilangnya semangat hidup karena ejekanhinaan teman dilingkungan sekolahnya.
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
Dampak diatas merupakan ancaman terhadap kualitas hidup seorang remaja dalam menjalani hidup sehari–hari yang mungkin saja terjadi krisis ketidakpercayaan pada diri
sendiri. Ancaman maloklusi terhadap kualitas hidup remaja berbeda antara satu remaja dengan remaja lainnya, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya faktor sosiodemografis yang
berupa umur, jenis kelamin dan kelas sosial pendidikan ibu, pekerjaan ayah dan pendapatan keluarga. Selain itu perilaku kesehatan terutama kesehatan gigi tidak kalah
juga berperan dalam cara pandang remaja terhadap pengaruh maloklusi terhadap kualitas hidupnya. Perilaku kesehatan gigi yang mempengaruhinya adalah pengetahuan remaja
terhadap maloklusi, sikap remaja yaitu keyakinan remaja terhadap keadaan maloklusinya serta perilaku pencarian pengobatanperawatan pada remaja yang merasakan suatu
kelainan yang dialaminya. Dalam hal konsep perilaku pencarian pengobatanperawatan, dalam penelitian ini
remaja mendapatkan dorongan untuk melakukan tindakan mencari solusi sendiri, pengobatan tradisional atau alternatif maupun tidak melakukan apa–apa. Dorongan yang
memicu remaja untuk bertindak dapat berasal dari media cetakelektronik, lingkungan teman sebaya, orang tua ataupun anjuran dari tenaga profesional seperti petugas
kesehatan. Pada gambar 2 menunjukan hubungan antara maloklusi dengan kualitas hidup.
Sosiodemografis :
1.umur 2.jenis kelamin
3.peer reference groups
4.kelas social pendidikan ibu,
pekerjaan ayah dan pendapatankeluarga
Pendorong untuk bertindak:
1. media cetak elektronik
2. lingkungan teman sebaya
3. dorongan orang tua 4. anjuran tenaga
profesional
Penyebab
1. Intrinsik factor
2. Ekstrinsik factor
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
Gambar 2. Kerangka Teori Analisis Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup.
.
Maloklusi Melakukan
Perawatan maloklusi
Ancaman thd kualitas hidup
1.keterbatasan fungsi 2.rasa sakit fisik
3.ketidaknyamanan psikis
4.ketidakmampuan fisik
5.ketidakmampuan psikis
6.ketidakmampuan sosial
7.hambatan
Perilaku Kesehatan Gigi
1.Pengetahuan 2.Sikap keyakinan
3.Perilaku perawatan
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
2.4. Kerangka Konsep