dimensi kualitas hidup semakin berkurang karena secara tidak langsung tingkat sosialnya akan semakin tinggi.
5.6. Hubungan Perilaku
Kesehatan dengan Kualitas Hidup
Berdasarkan hubungan pengetahuan dengan kualitas hidup, ternyata terdapat
hubungan dengan ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis dan hambatan. Hal ini mungkin disebabkan karena pengetahuan yang rendah akan mengalami keluhan kualitas
hidup lebih sering dibandingkan dengan pengetahuan yang tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Gilbert 1996 bahwa pada kelompok yang mempunyai pengetahuan yang
lebih rendah lebih banyak mengeluh mengenai masalah gigi dan mulut dibandingkan
dengan kelompok pengetahuan lebih tinggi.
Berdasarkan hubungan sikap yaitu berupa keyakinan remaja SMU dengan kualitas hidup menunjukan ada hubungan antara sikap dengan dimensi keterbatasan fungsi, rasa
sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik dan ketidakmampuan psikis. Hal ini mungkin disebabkan karena remaja yang mempunyai keyakinan yang rendah
terhadap perawatan maloklusinya akan lebih sering mengalami keluhan kualitas hidup. Hasil ini didukung oleh hasil prevalensi keluhan terbanyak pada tiap-tiap dimensi,
dimana remaja yang tidak mempunyai keyakinan yang baik terhadap pencegahan dan perawatan maloklusinya akan mengeluh ada sesuatu yang salah pada giginya, sakit
kepala, merasa kuatir, takut tersenyum dan merasa malu terhadap keadaan dirinya. Berdasarkan hubungan tindakan remaja SMU melakukan perawatan ke tempat
pelayanan kesehatan gigi dengan kualitas hidup menunjukan tidak ada hubungan antara tindakan dengan gangguan kualitas hidup. Hal ini terbukti bahwa remaja yang sudah
melakukan perawatan maloklusi tidak akan mengeluh adanya gangguan kualitas hidup
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
karena keadaan kelainan susunan giginya sudah teratasi dan menimbulkan kepercayaan diri.
5.7. Hubungan maloklusi
dengan dimensi kualitas hidup
Uji dimensi hubungan maloklusi dengan dimensi keterbatasan fungsi menunjukan adanya hubungan bermakna pada 0,05 dengan adanya konfonder keyakinan. Ini berarti
bahwa kelompok remaja SMU Kota Medan yang mengalami maloklusi mempunyai resiko 2,337 kali lebih sering mengalami gangguan keterbatasan fungsi dibandingkan
dengan kelompok tanpa maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup pada penelitian ini. Dari delapan jenis keterbatasan fungsi yang paling banyak dikeluhkan
adalah makanan sangkut, merasa ada yang salah pada gigi dan merasa wajah kurang menarik
Pada uji dimensi rasa sakit, menunjukan hubungan bermakna pada 0,05 antara maloklusi dengan dimensi rasa sakit tanpa adanya konfonder. Pada uji statistik regresi
logistik ganda dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mem-punyai resiko 1,9 kali lebih sering mengalami gangguan rasa sakit dibandingkan dengan kelompok
yang tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup pada penelitian ini. Dari lima jenis keterbatasan fungsi yang paling banyak dikeluhkan adalah
sakit gigi, tidak enak mengunyah dan sakit kepala. Pada uji dimensi ketidaknyamanan psikis menunjukan hubungan antara maloklusi
dan keyakinan yang merupakan sikap sebagai konfonder dengan dimensi ketidaknyamanan psikis. Pada uji statistik regresi logistik ganda dapat dilihat kelompok
remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 2,195 kali lebih sering mengalami gangguan ketidaknyamanan psikis dibandingkan dengan kelompok yang tidak maloklusi
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
setelah dikontrol variabel keyakinannya. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup pada penelitian ini. Dari empat keluhan ketidaknyamanan psikis yang paling
banyak dikeluhkan adalah sadar ada masalah pada gigi dan merasa kuatir. Pada uji dimensi ketidakmampuan fisik menunjukan ada hubungan antara maloklusi
dengan dimensi ketidakmampuan fisik. Pada analisis regresi logistik ganda, variabel yang pada kerangka konsep diduga mempunyai efek konfonder ternyata tidak mempunyai efek
pada dimensi ini. Ini berarti kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 4,4 kali lebih sering mengalami gangguan keterbatasan fungsi dibandingkan dengan
kelompok yang tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup pada penelitian ini. Dari lima keluhan ketidakmampuan fisik yang paling banyak
dikeluhkan takut tersenyum dan sulit menyikat gigi. Hal ini mungkin karena keadaan gigi yang berjejal sehingga remaja menjadi enggan untuk tersenyum dan proses penyikatan
gigi menjadi tidak sempurna. Pada uji dimensi ketidakmampuan psikis menunjukan tidak ada hubungan antara
maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan psikis,walaupun sudah dikontrol pengetahuan dan sikap. Berarti akibat maloklusi hanya mengganggu segi psikis sampai
pada hirarki kualitas hidup taraf ketidaknyamanan, untuk hirarki yang lebih tinggi yaitu ketidakmampuandisabilitas ternyata tidak ada hubungan dengan mal-oklusi. Namun dari
hasil gambaran kualitas hidup dimensi ketidakmampuan psikis yang paling banyak dikeluhkan adalah merasa malu, kesal dan susah berkonsentrasi akibat keadaan maloklusi
yang dialami remaja SMU. Uji dimensi ketidakmampuan sosial menunjukan ada hubungan bermakna antara
maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan sosial. Pada uji statistik regresi logistik
Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008
ganda dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 2,088 kali lebih sering mengalami gangguan ketidakmampuan sosial dibandingkan dengan
kelompok yang tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup pada penelitian ini. Dari lima keluhan dimensi ke-tidakmampuan sosial yang paling
banyak dikeluhkan adalah cepat marah dan mudah tersinggung. Uji dimensi hambatan menunjukan hubungan antara maloklusi dengan dimensi
hambatan, dan pengetahuan sebagai konfonder. Pada uji statistik regresi logistik ganda dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 1,27 kali lebih
sering mengalami gangguan hambatan dibandingkan dengan kelompok yang tidak maloklusi setelah dikontrol pengetahuan. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas
hidup pada penelitian ini. Dari lima jenis hambatan yang paling banyak dikeluhkan adalah tidak dapat belajar dengan baik dan hidup merasa tidak enak.
5.8. Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup