Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipajan Dengan Monosodium Glutamat

(1)

TESIS

EFEK PROTEKTIF VITAMIN C DAN E TERHADAP MUTU

SPERMA MENCIT JANTAN DEWASA YANG DIPAJAN

DENGAN MONOSODIUM GLUTAMAT

OLEH:

RIZA FAHLEVI WAKIDI

NIM 097014002

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EFEK PROTEKTIF VITAMIN C DAN E TERHADAP MUTU

SPERMA MENCIT JANTAN DEWASA YANG DIPAJAN

DENGAN MONOSODIUM GLUTAMAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RIZA FAHLEVI WAKIDI

NIM 097014002

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : RIZA FAHLEVI WAKIDI No. Induk Mahasiswa : 097014002

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipajan Dengan Monosodium Glutamat

Tempat dan Tanggal Ujian Lisan Tesis : Medan, 20 Januari 2012

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. dr. Soekimin, Sp.PA. NIP 130935857 NIP 194808011980031002

Medan, 30 Oktober 2012 Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195311281983031002


(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Riza Fahlevi Wakidi No. Induk Mahasiswa : 097014002

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipajan Dengan Monosodium Glutamat

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji Tesis pada hari Jumat, tanggal 20, bulan Januari, tahun 2012.

Mengesahkan: Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji : Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Anggota Tim Penguji : dr. Soekimin, Sp.PA.

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt.


(5)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan didalam kehidupan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Magister pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul : ”Efek Protektif Vitamin C Dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipajan Dengan MSG”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister. Bapak Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi dan Bapak Ketua Program Studi Pascasarjana Farmasi Prof. Dr. Karsono, Apt., yang memberikan dorongan dan semangat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister Farmasi.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U, Apt., dan Bapak dr. Soekimin, Sp.PA., sebagai pembimbing, atas segala saran, bimbingan, dan nasehatnya selama penelitian berlangsung dan selama penulisan tesis ini.


(6)

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt dan Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt, sebagai pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang membangun terhadap tesis ini.

Penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda Drs. Wakidi, M.Si., Apt., dan Ibunda Dra. T. Sofia Anita, Istriku tercinta Elvia Noviyenti, S.Farm, dan anakku tersayang Nadya Latifa Ramadhani, adek Rivi, adek Puput, bapak dan ibu mertuaku dan seluruh keluarga di kota Takengon.

Kepada sahabatku Abdi dan Bayu juga teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Januari 2012 Penulis


(7)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis saya yang berjudul “Efek Protektif Vitamin C Dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipajan Dengan Monosodium Glutamat” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.

Medan, Januari 2012


(8)

EFEK PROTEKTIF VITAMIN C DAN E TERHADAP MUTU

SPERMA MENCIT JANTAN DEWASA YANG DIPAJAN

DENGAN MONOSODIUM GLUTAMAT

Abstrak

MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan. Pemberian MSG dengan dosis 4 g/kg BB akan menimbulkan terjadinya stres oksidatif pada mencit yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas. Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Vitamin C dan E sebagai antioksidan dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah pemberian vitamin C, vitamin E dan kombinasinya dapat bersifat protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang terpajan MSG. Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram. Hewan dikondisikan selama lebih kurang satu minggu di laboratorium dengan diberi makanan pelet dan minuman air mineral yang sesuai, dibagi dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari 5 hewan uji yaitu, Kelompok I (PO) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi larutan NaCl 0,9% secara oral selama 30 hari. Kelompok II (P1) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB secara oral selama 30 hari. Kelompok III (P2) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 g/kg BB secara oral selama 30 hari. Kelompok IV (P3) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin E 0,026 g/kg BB secara oral selama 30 hari. Kelompok V (P4) = 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 g/kg BB dan vitamin E 0,026 g/kg BB secara oral selama 30 hari.

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu antioksidan vitamin C,

vitamin E dan kombinasinya dapat menunjukkan efek protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang dipajan MSG, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan mutu sperma baik dari jumlah sperma total yang ditunjukkan oleh P2 (137 ± 22,03) dan P4 (160 ± 50,87) walaupun hasilnya belum bisa menyamai kontrol P0 (198 ± 38,58). Persentase morfologi sperma normal yang ditunjukkan oleh P3 (81 ± 4,18) dan P4 (81 ± 2,23) menunjukkan hasil yang lebih baik dari kelompok kontrol P0 (71 ± 2,23), sedangkan dari jaringan tubulus seminiferus menunjukkan perbaikan jaringan yang dihasilkan oleh kelompok P4 yang merupakan kombinasi dari antioksidan vitamin C dan vitamin E.

Kata kunci: monosodium glutamat (MSG), vitamin C, vitamin E, radikal bebas, stress oksidatif, sperma.


(9)

THE PROTECTIVE EFFECTS OF VITAMIN C AND E ON THE SPERM QUALITY OF ADULT MALE MICE EXPOSED BY MONOSODIUM

GLUTAMATE

Abstract

MSG has been widely consumed around the world as a food flavor enhancer. Giving a dose of MSG 4 g/kg body weight will cause the occurrence of oxidative stress on mice that was characterized by the formation of free radicals. Antioxidants are essential substances that need to neutralize free radicals and prevent damage, due to the free radicals. Vitamin C and vitamin E as antioxidants can inhibit free radical chain reaction.

The aims of this study is to determine, weather giving vitamin C, vitamin E, as well as the combinations may be protect the quality of sperm of adult male mice exposed by MSG. Male mice (Mus musculus L) strains of adult fertile Webster DD ± 3 months old with body weight 25-35 grams were used on this experiment. Animals were conditioned around one week in the laboratory by given pellets and mineral water as appropriate. The animals were divided into 5 groups, in which one group consists of 5 animals, Group I (PO) = 5 adult male mice were given normal saline 0.9% orally for 30 days. Group II (P1) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) orally for 30 days. Group III (P2) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) along with vitamin C 0.26 g/kg (bw) orally for 30 days. Group IV (P3) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) of vitamin E along with 0.026 g/kg (bw) orally for 30 days. Group V (P4) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) along with vitamin C 0.26 g/ kg (bw) and vitamin E, 0.026 g/kg (bw) orally for 30 days.

From the results of this research can be summarized that the antioxidant from vitamin C, vitamin E as well as that combination exhibited the protective effect of sperm quality of neonatal male exposed by MSG. The protective effect was indicated by increasing of sperm quality. The total numbers of sperm were exhibited by P2 and P4, are 137 ± 22.03 and 160 ± 50.87, respectively, although the result has not been similar to the control P0 (198 ± 38.85). Percentages of morphology of normal sperm were performed by P3 and P4, with the percentages are 81 ± 4.18 and 81 ± 2.23, respectively. The results of sperm morphology were performed the better result compared to the control P0 (71 ± 2.23). Meanwhile, from the histological study of tubules seminiferous was performed of increasing the repear of tissue that showed by P4, the group that was given by combination of vitamin C and vitamin E

Key Words: monosodium glutamate (MSG), vitamin C, vitamin E, free radical oksidatif stress, sperm.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN TESIS ... iii

PENGESAHAN TESIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Monosodium Glutamat (MSG) ... 7


(11)

2.1.2 Efek MSG Terhadap Fungsi Reproduksi ... 10

2.2 Antioksidan ... 11

2.2.1 Vitamin E ... 14

2.2.2 Vitamin C ... 15

2.3 Efek Protektif Vitamin C Dan Vitamin E Terhadap Sperma ... 17

2.4 Organ Reproduksi Mencit Jantan ... 19

2.5 Kelainan Morfologi Sperma ... 20

2.6 Parameter Mutu Sperma ... 21

2.7 Pengaruh ROS Terhadap Spermatozoa ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat ... 25

3.2 Bahan ... 26

3.3 Hewan Percobaan ... 26

3.4 Prosedur ... 27

3.4.1 Pengambilan Sekresi Cauda Epididimis ... 27

3.4.2 Pengamatan Jumlah Sperma ... 27

3.4.3 Pengamatan Morfologi Sperma ... 28

3.4.4 Pengamatan Histologis Testis ... 28

3.5 Analisa Data ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan kom binasinya terhadap Rata-rata Jumlah Sperma Total dan Persentase Morfologi Sperma Normal ………. 33 4.2 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan kom


(12)

binasinya terhadap gambaran Histologis Tubulus Semini

ferus Mencit Jantan ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

2.1 Rumus Kimia Monosodium Glutamat (MSG) ... 8

2.2 Struktur Vitamin E ... 15

2.3 Reaksi Reversibel Dari Oksidasi Askorbat (Vitamin C) ... 16

4.1 Morfologi sperma dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer ... 32

4.2 Grafik Perbandingan Jumlah Sperma Total ... 34

4.3 Grafik Perbandingan Persentas Morfologi Sperma Normal .. 34

4.4 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan kombi nasinya terhadap Histologis Tubulus Seminiferus Mencit Jantan ... 39


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan Kombinasi

nya terhadap Rata-rata Jumlah Sperma Total dan Persentase


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian .. 48

2 Gambar Sperma pada Kamar hitung Improved Neubauer .. 49

3 Dokumentasi Penelitian ... 50

4 Kamar hitung Improved Neubauer ... 51

5 Contoh Perhitungan Dosis ... 52

6 Perhitungan Hasil Uji Statistik ……… 53


(16)

EFEK PROTEKTIF VITAMIN C DAN E TERHADAP MUTU

SPERMA MENCIT JANTAN DEWASA YANG DIPAJAN

DENGAN MONOSODIUM GLUTAMAT

Abstrak

MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan. Pemberian MSG dengan dosis 4 g/kg BB akan menimbulkan terjadinya stres oksidatif pada mencit yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas. Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Vitamin C dan E sebagai antioksidan dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah pemberian vitamin C, vitamin E dan kombinasinya dapat bersifat protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang terpajan MSG. Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram. Hewan dikondisikan selama lebih kurang satu minggu di laboratorium dengan diberi makanan pelet dan minuman air mineral yang sesuai, dibagi dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari 5 hewan uji yaitu, Kelompok I (PO) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi larutan NaCl 0,9% secara oral selama 30 hari. Kelompok II (P1) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB secara oral selama 30 hari. Kelompok III (P2) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 g/kg BB secara oral selama 30 hari. Kelompok IV (P3) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin E 0,026 g/kg BB secara oral selama 30 hari. Kelompok V (P4) = 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 g/kg BB dan vitamin E 0,026 g/kg BB secara oral selama 30 hari.

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu antioksidan vitamin C,

vitamin E dan kombinasinya dapat menunjukkan efek protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang dipajan MSG, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan mutu sperma baik dari jumlah sperma total yang ditunjukkan oleh P2 (137 ± 22,03) dan P4 (160 ± 50,87) walaupun hasilnya belum bisa menyamai kontrol P0 (198 ± 38,58). Persentase morfologi sperma normal yang ditunjukkan oleh P3 (81 ± 4,18) dan P4 (81 ± 2,23) menunjukkan hasil yang lebih baik dari kelompok kontrol P0 (71 ± 2,23), sedangkan dari jaringan tubulus seminiferus menunjukkan perbaikan jaringan yang dihasilkan oleh kelompok P4 yang merupakan kombinasi dari antioksidan vitamin C dan vitamin E.

Kata kunci: monosodium glutamat (MSG), vitamin C, vitamin E, radikal bebas, stress oksidatif, sperma.


(17)

THE PROTECTIVE EFFECTS OF VITAMIN C AND E ON THE SPERM QUALITY OF ADULT MALE MICE EXPOSED BY MONOSODIUM

GLUTAMATE

Abstract

MSG has been widely consumed around the world as a food flavor enhancer. Giving a dose of MSG 4 g/kg body weight will cause the occurrence of oxidative stress on mice that was characterized by the formation of free radicals. Antioxidants are essential substances that need to neutralize free radicals and prevent damage, due to the free radicals. Vitamin C and vitamin E as antioxidants can inhibit free radical chain reaction.

The aims of this study is to determine, weather giving vitamin C, vitamin E, as well as the combinations may be protect the quality of sperm of adult male mice exposed by MSG. Male mice (Mus musculus L) strains of adult fertile Webster DD ± 3 months old with body weight 25-35 grams were used on this experiment. Animals were conditioned around one week in the laboratory by given pellets and mineral water as appropriate. The animals were divided into 5 groups, in which one group consists of 5 animals, Group I (PO) = 5 adult male mice were given normal saline 0.9% orally for 30 days. Group II (P1) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) orally for 30 days. Group III (P2) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) along with vitamin C 0.26 g/kg (bw) orally for 30 days. Group IV (P3) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) of vitamin E along with 0.026 g/kg (bw) orally for 30 days. Group V (P4) = 5 adult male mice were given MSG 4 g/kg (bw) along with vitamin C 0.26 g/ kg (bw) and vitamin E, 0.026 g/kg (bw) orally for 30 days.

From the results of this research can be summarized that the antioxidant from vitamin C, vitamin E as well as that combination exhibited the protective effect of sperm quality of neonatal male exposed by MSG. The protective effect was indicated by increasing of sperm quality. The total numbers of sperm were exhibited by P2 and P4, are 137 ± 22.03 and 160 ± 50.87, respectively, although the result has not been similar to the control P0 (198 ± 38.85). Percentages of morphology of normal sperm were performed by P3 and P4, with the percentages are 81 ± 4.18 and 81 ± 2.23, respectively. The results of sperm morphology were performed the better result compared to the control P0 (71 ± 2.23). Meanwhile, from the histological study of tubules seminiferous was performed of increasing the repear of tissue that showed by P4, the group that was given by combination of vitamin C and vitamin E

Key Words: monosodium glutamate (MSG), vitamin C, vitamin E, free radical oksidatif stress, sperm.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic acid (Geha dan Beiser, 2000), karena penambahan MSG akan membuat rasa makanan menjadi lebih lezat. Di Indonesia rata-rata konsumsi MSG diperkirakan sekitar 0,6 g/kg BB (Prawirohardjono, 2000).

Food and Drugs Administration (FDA, 1995) mengkategorikan MSG sebagai bahan yang aman untuk dikonsumsi. Tetapi ada laporan yang menyatakan asupan MSG dalam jumlah besar menimbulkan beberapa gejala pada orang seperti kebas pada belakang leher yang berangsur-angsur menjalar ke lengan dan punggung, badan lemah dan jantung berdebar, gejala-gejala ini dikenal sebagai Chinese restaurant syndrome (Gehadan Beiser, 2000).

Pemaparan MSG jangka pendek (15 hari) dan jangka panjang (30 hari) pada tikus Wistar jantan dewasa ternyata juga menyebabkan terjadinya penurunan berat testis, peningkatan kadar lipid peroksidasi testis, penurunan kadar asam askorbat testis dan kerusakan oksidatif lebih besar pada tikus Wistar jantan dewasa yang terpajan jangka panjang dibandingkan yang terpajan jangka pendek, peningkatan kadar lipid peroksidasi testis dan penurunan kadar asam askorbat testis ini disebabkan peningkatan produksi oksigen reaktif di testis hal ini


(19)

menunjukkan bahwa pemaparan MSG dapat menyebabkan stres oksidatif yang kemudian menyebabkan kerusakan testis (Vinodini dan Nayanatara, 2008).

Menurut Sagi (1994), secara garis besar aktivitas testis dalam kaitannya dengan spermatogenesis dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain adalah temperatur tubuh, lokasi testis dan control hipofisis. Faktor eksternal yang mempengaruhinya adalah rangsang psikis, dan perubahan-perubahan lingkungan seperti temperatur lingkungan, makanan, zat-zat kimia tertentu, dan kontak-kontak sosial. Dalam penelitian ini zat kimia makanan yang mempengaruhinya yaitu MSG yang akan menyebabkan timbulnya radikal bebas.

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Silalahi, 2006). Radikal bebas terdapat secara fisiologis pada sperma manusia dan timbulnya radikal bebas dalam tubuh diimbangi dengan mekanisme pertahanan endogen, dengan memproduksi zat yang mempunyai pengaruh sebagai anti radikal bebas yang disebut antioksidan. Akan tetapi, pada saat level ROS meningkat melebihi dari sistem pertahanan antioksidan tubuh, terjadilah stres oksidatif (Sharma, 1996).

Kelebihan produksi radikal bebas atau oksigen yang reaktif (ROS, reactive oxygen species) dapat merusak sperma, dan ROS telah diketahui sebagai salah satu penyebab infertilitas. Stres oksidatif menyebabkan infertilitas melalui efek negatifnya ke spermatozoa seperti: peningkatan hilangnya motilitas, peningkatan kerusakan membran, penurunan morfologi, viabilitas, dan kemampuan spermatozoa (Twigg dan Fulton, 1998). Diketahui juga bahwa anion superoksida,


(20)

radikal hidroksil dan hidrogen peroksida merupakan beberapa ROS utama yang terdapat pada plasma semen (Agarwal, 2003).

Menurut Suastika (2007), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya komplikasi vaskuler pada jaringan tertentu adalah meningkatnya stres oksidatif (radikal bebas). Hal ini terjadi karena penurunan kapasitas antioksidan. Pemakaian vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam dosis yang sesuai cukup membantu. Vitamin yang dapat digunakan sebagai antioksidan misalnya vitamin C dan E.

Penelitian terhadap kualitas semen dan parameter biokimia pada kelinci jantan yang diberikan vitamin C, vitamin E dan minuman suplemen juga menunjukkan bahwa vitamin C, vitamin E, minuman suplemen atau kombinasinya dapat mengurangi produksi radikal bebas dan dapat memperbaiki kualitas cairan semen kelinci, tapi perbaikan lebih besar kelihatan berasal dari vitamin E (Yousef, et al., 2003).

Melihat semakin luas dan bebasnya pemakaian MSG dan dari beberapa penelitian yang telah membuktikan bahwa salah satu akibat dari efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG adalah dapat mempengaruhi mutu sperma dengan cara menurunkan kadar asam askorbat testis, yang disebabkan karena pembentukan oksigen reaktif akibat stres oksidatif, dari latar belakang tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui apakah dengan pemberian antioksidan vitamin C dan vitamin E dapat mengurangi atau bahkan mencegah efek negatif yang ditimbulkan oleh pajanan MSG terhadap mutu sperma pada mencit jantan yang dalam hal ini dilihat pada jumlah sperma total, persentase


(21)

morfologi sperma normal dan gambaran dari histologis tubulus seminiferus mencit jantan.

1.2Kerangka Pikir Penelitian

Pemberian MSG dengan dosis 4 g/kg BB akan menimbulkan terjadinya stres oksidatif pada mencit yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas yang menimbulkan terjadinya proses peroksidasi lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar malondialdehyde (MDA). Hal ini kemudian akan menyebabkan penurunan kadar asam askorbat di dalam testis yang berakibat terhadap penurunan jumlah sperma. Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Vitamin C dan E sebagai antioksidan dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas. Pertama vitamin E akan menangkap radikal bebas, namun vitamin E kemudian berubah menjadi vitamin E radikal sehingga memerlukan pertolongan vitamin C. Vitamin C bersama-sama dengan vitamin E dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat vitamin E radikal yang terbentuk pada proses pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E menjadi vitamin E bebas yang berfungsi kembali sebagai antioksidan. Dengan mekanisme kerja yang berbeda tersebut, jika kedua vitamin ini digunakan diharapkan akan dapat menghambat aktivitas radikal bebas. Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1.


(22)

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

1.3 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pemberian vitamin C, vitamin E dan kombinasinya dapat bersifat protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang terpajan MSG ?

1.4Hipotesis Kontrol NaCl 0.9 % MSG 4 g/kg BB + Vitamin C

0,26 g/kg BB Mutu Sperma:

1. Jumlah Sperma meningkat

2. Morfologi sperma normal

3. Perbaikan histologis tubulus seminiferus MSG 4 g/kg BB

+ Vitamin E 0,026 g/kg BB MSG 4 g/kg BB +Vitamin C 0,26 g/kg BB + Vitamin E 0,026 g/kg BB

MSG 4 g/kg BB

Mutu Sperma: 1. Jumlah Sperma

menurun

2. Morfologi sperma abnormal

3. Kerusakan histologis tubulus seminiferus


(23)

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa pemberian vitamin C, vitamin E dan kombinasinya dapat bersifat protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang terpajan MSG.

1.5Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah pemberian vitamin C, vitamin E dan kombinasinya dapat bersifat protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang terpajan MSG.

1.6Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. memberikan informasi kepada masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan penggunaan MSG dalam kehidupan sehari hari.

b. dapat dijadikan referensi bahwa antioksidan vitamin C dan vitamin E mampu menghalangi pengaruh negatif dari penggunaan MSG terhadap fungsi sistem reproduksi.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monosodium Glutamat (MSG)

Dalam kehidupan sehari-hari, MSG banyak dipakai dalam makanan sebagai bahan penyedap masakan untuk merangsang selera makan. Penggunaan MSG dalam makanan biasanya dilakukan dalam jangka waktu pemakaian yang cukup lama dan MSG diperjualbelikan secara bebas (Sukawan, 2008).

MSG ditemukan pertama kali oleh dr. Kikunae Ikeda seorang ahli kimia jepang pada tahun 1909, dr. Ikeda mengisolasi asam glutamat tersebut dari rumput laut ‘kombu’ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia menemukan rasa lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang pernah dikenalnya oleh karena itu maka dia menyebut rasa itu dengan sebutan ‘umami’ yang berasal dari bahasa jepang ’umai’ yang berarti enak dan lezat (Geha dan Beiser, 2000), rasa umami ini dapat bertahan lama, di dalamnya terdapat komponen L-glutamat dan 5- ribonukleotida (Yamaguchi dan Ninomiya, 2000). Rangsangan selera dari makanan yang diberi MSG disebabkan oleh kombinasi rasa yang khas dari efek sinergis MSG dengan 5-ribonukleotida yang terdapat di dalam makanan, yang bekerja pada membran sel reseptor kecap atau lidah (Sukawan, 2008).

MSG sendiri sebenarnya sama sekali tidak menghadirkan rasa yang enak, bahkan sering menghadirkan rasa yang dideskripsikan sebagai rasa pahit, dan asin.


(25)

Akan tetapi ketika MSG ditambahkan dengan konsentrasi rendah pada makanan yang sesuai maka rasa, kenikmatan dan penerimaan terhadap makanan tersebut akan meningkat (Halpern, 2002).

MSG kemudian menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia (Geha dan Beiser, 2000) dan menjadi bahan penambah rasa yang banyak dipakai di asia tenggara (Prawirohardjono, 2000). MSG banyak digunakan pada masakan Cina dan Asia Tenggara yang dikenal dengan nama Ajinomoto, Sasa, Vetsin, Miwon (Geha dan Beiser, 2000).

Asam glutamat, asam bebas dari MSG, adalah unsur pokok dari protein yang terdapat pada bermacam-macam sayuran daging, seafood, dan air susu ibu. Asam glutamat digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri pada asam amino. Struktur kimia MSG sebenarnya tidak banyak berbeda dengan asam glutamat, hanya pada salah satu gugus karboksil yang mengandung hidrogen diganti dengan natrium. Gugus karboksil setelah diionisasi dapat mengaktifkan stimulasi rasa pada alat pengecap. (Sukawan, 2008). Rumus kimia dari MSG (Lolinger, 2000) seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.


(26)

2.1.1 Efek MSG Terhadap Tubuh

Batasan aman (bagi orang dewasa) yang pernah dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization), asupan MSG per hari sebaiknya sekitar 0-120 mg/kg berat badan. Jadi, jika berat seseorang 50 kg, maka konsumsi MSG yang aman menurut perhitungan tersebut 6 gr (kira-kira 2 sendok teh) per hari. WHO tidak menyarankan penggunaan MSG pada bayi di bawah 12 minggu. Jika digunakan secara berlebihan, MSG mempunyai efek negatif terhadap tubuh, seperti:

a. Sebuah penelitian menunjukkan pemberian MSG yang dicampur dalam makanan tidak menunjukkan gejala kerusakan otak. Asam glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, gamma-asam aminobutrat menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa individu dapat

b.

merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi signal dalam otak.

Kanker , MSG menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut pandang berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama, pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh.


(27)

c. Alerg

Penelitian yang dilakukan Diniz (2005), terhadap tikus yang pada makanannya ditambah MSG 10 g/kg BB/hari, setelah 45 hari memperlihatkan adanya disfungsi metabolik berupa peningkatan kadar glukosa darah, triasilgliserol, insulin dan leptin. Keadaan tersebut karena terjadinya stres oksidatif berupa peningkatan kadar hiperperoksidasi lipid. Keadaan stres oksidatif juga dijumpai setelah pemberian MSG 4 g/kg BB pada tikus ditandai dengan peningkatan pembentukan malondialdehyde (MDA) pada hati, ginjal dan otak (Farombi dan Onyema, 2006).

i, MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin (Hidayah, 2012).

2.1.2 Efek MSG Terhadap Fungsi Reproduksi

Dari berbagai macam penelitian yang umumnya dilakukan pada hewan percobaan dalam periode neonatal atau infant dengan pemberian MSG dosis tinggi melalui penyuntikan, telah ditemukan beberapa bukti bahwa MSG dapat menyebabkan nekrosis pada neuron hipotalamus, nukleus arkuata hipotalamus, kemandulan pada jantan dan betina, berkurangnya berat hipofisis, anterior, adrenal, tiroid, uterus, ovarium, dan testis, kerusakan fungsi reproduksi, dan berkurangnya jumlah anak (Sukawan, 2008).


(28)

Penelitian yang dilakukan Franca dan Suescun (2006), menunjukkan bahwa pada tikus neonetus yang dipajankan MSG terjadi gangguan perkembangan testis, sel sertoli dan sel leydig pada masa prapubertasnya. Ternyata selain menyebabkan gangguan pada aksis neuroendokrin sistem reproduksi MSG juga mengakibatkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi.

Pemberian MSG 4 g/kg BB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan dewasa, memperlihatkan pada usia prapubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone (LH), Folicle Stimulating Hormone (FSH), Thyroid (T), dan Free T4 (FT4). Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptimia yang lebih tinggi dan penurunan dar FSH dan LH dan tidak nampak perubahan pada struktur testis (Miskowiak, et al., 1993).

Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG selama 15 hari (pajanan jangka pendek) dan 30 hari (pajanan jangka panjang) yang diberi 4 g/kg BB intraperitonial memperlihatkan pengaruhnya berupa penurunan berat testis, jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma yang rusak atau abnormal. Jumlah sperma yang normal pada tikus yang dipajankan dengan MSG jangka panjang lebih sedikit dibanding dengan yang dipajankan dengan jangka pendek. Pada penelitian ini juga disimpulkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin terjadi akibat dari efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG pada sistem


(29)

reproduksi mencit jantan adalah dengan cara menurunkan kadar asam askorbat testis (Nayanatara dan Vinodini, 2008).

Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari 2 sampai hari ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kg BB. Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit jantan yang diberi MSG, terjadi pengurangan berat kelenjar endoktrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, atau testis. Setelah dewasa, pada mencit betina yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa, pada mencit jantan yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda infertilitas, misalnya berkurangnya berat testis (Pizzi, et al.,1977).

Siregar (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian MSG 4 g/kg BB tidak memberikan hasil yang bermakna terhadap penurunan jumlah sperma tetapi memberikan hasil yang bermakna terhadap penurunan jumlah sel leydig, juga dengan pemberian antioksidan vitamin C 0,2 g/kg BB tidak memberikan hasil yang bermakna terhadap peningkatan jumlah sperma tetapi memberikan hasil yang bermakna terhadap peningkatan jumlah sel leydig.

Terdapat perbedaan jumlah sperma dan perbedaan rata-rata persentase morfologi sperma normal tetapi tidak menunjukkan hasil yang bermakna terhadap kelompok perlakuan yang diberikan MSG 4 g/kg BB dan vitamin C 0,2 g/kg BB secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan (Suparni, 2009).


(30)

2.2 Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak (Hariyatmi, 2004). Antioksidan berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi, dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).

Radikal bebas merupakan molekul atau atom yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas ini berbahaya karena amat reaktif mencari pasangan elektronnya (Hariyatmi, 2004). Sehingga dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein, lipida atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul ini. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak, dan penyakit degenerasi saraf seperti parkinson (Silalahi, 2006).

Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas baru melalui reaksi berantai yang akhirnya jumlahnya terus bertambah (Hariyatmi, 2004). Tubuh memiliki pertahanan antioksidan dalam bentuk enzim antioksidan dan zat antioksidan untuk menetralisir radikal bebas. Akan tetapi karena perkembangan industri yang pesat, manusia berkontak dengan berbagai sumber radikal bebas yang berasal dari lingkungan dan dari kegiatan fisik yang tinggi sehingga sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh tidak memadai.


(31)

Ketidakseimbangan antara pengaruh degeneratif dari ROS dengan pertahanan disebut tekanan oksidatif. Maka, dibutuhkan tambahan antioksidan yang cukup karena tekanan oksidatif yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel bahkan kematian (Silalahi, 2006).

Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Hariyatmi, 2004).

Antioksidan dalam tubuh dibedakan atas tiga kelompok, yaitu (1) antioksidan primer yang bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak merugikan, misalnya glutation peroksidase; (2) antioksidan sekunder yang berfungsi untuk menangkap radikal bebas dan menghalangi terjadinya reaksi berantai, misalnya vitamin C, vitamin E, dan β-karoten; dan (3) antioksidan tertier yang bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas, misalnya DNA repair enzime (Silalahi, 2006).

2.2.1 Vitamin E

Istilah vitamin E sering digunakan untuk menyatakan setiap campuran dari tokoferol yang aktif secara biologis. Tokoferol adalah suatu antioksidan yang sangat efektif, yang dengan mudah menyumbangkan atom hidrogen pada gugus hidroksil (OH) dari struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi tidak reaktif. Vitamin E adalah vitamin yang larut baik dalam lemak yang melindungi tubuh dari radikal bebas (Silalahi, 2006). Struktur dari vitamin E ditunjukkan pada Gambar 2.2.


(32)

Gambar 2.2 Struktur vitamin E

Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel dan berfungsi melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi radikal bebas dengan memutuskan rantai peroksida lipid yang banyak muncul karena adanya reaksi antara lipid dan radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas (Hariyatmi 2004).

Jumlah vitamin E yang dianjurkan setiap hari (recommended daily allowance; RDA) adalah 8-10 mg. Dosis yang lebih tinggi (36-100 mg/hari) dianjurkan untuk mencegah PJK dan kanker. Sumber vitamin E yang utama adalah minyak nabati dan margarin yang dibuat dari minyak nabati (Silalahi, 2006). 2.2.2 Vitamin C

Vitamin C (L-asam askorbat) merupakan suatu antioksidan penting yang larut dalam air. Vitamin C secara efektif menangkap radikal bebas dan juga berperan dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006). Reaksi reversibel dari oksidasi askorbat (vitamin C) ditunjukkan pada Gambar 2.3.


(33)

Gambar 2.3 Reaksi reversibel dari oksidasi askorbat (vitamin C)

Vitamin C merupakan donor elektron, yang mendonorkan dua elektron dari dua ikatan antara karbon kedua dan ketiga dari 6 molekul karbon. Vitamin C disebut sebagai antioksidan karena dengan mendonorkan elektronnya ia mencegah zat-zat komposisi yang lain teroksidasi. Bagaimanapun akibat dari reaksi ini secara alamiah vitamin C juga akan teroksidasi. Setelah vitamin C mendonorkan elektronnya, dia akan menghilang dan digantikan oleh radikal bebas semidehydroaskorbic acid atau radikal ascorbyl, yang merupakan zat yang terbentuk akibat asam askorbat kehilangan 1 elektronnya. Hal inilah yang menyebabkan asam askorbat menjadi antioksidan pilihan, karena radikal bebas yang reaktif dan berbahaya dapat berinteraksi dengan asam askorbat, lalu direduksi dan radikal ascorbyl yang kemudian terbentuk menggantikannya ternyata kurang reaktif bila dibandingkan dengan radikal bebas tersebut. Bila radikal ascorbyl dan dehydroascorbic acid sudah dibentuk maka dia akan dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat sedikitnya dengan tiga jalur enzym yang terpisah dengan cara mereduksi komponen yang terdapat di sistem biologi seperti glutation, akan tetapi pada manusia hanya sebagian yang direduksi kembali menjadi asam askorbat yang lain tidak dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat. Dehydroascorbic acid yang telah terbentuk kemudian dimetabolisme dengan cara hidrolisis (Iswara, 2009).


(34)

2.3 Efek Protektif Vitamin C dan Vitamin E Terhadap Sperma

Secara fisiologis vitamin C adalah pemakan radikal bebas yang kuat hingga 24 % dari radikal bebas yang ada dalam plasma, jaringan mata, otak, paru– paru, hati, jantung, sperma dan berperan melindungi sel-sel dari kerusakan oksidatif (Li dan Schellorn, 2007).

Dalam suatu penelitian membuktikan pemberian vitamin C dosis tertentu selama 15 hari dapat meningkatkan jumlah spermatozoa pada mencit yang dipapar gelombang ultrasonik. Paparan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 30 kHz daya 3.5 watt/cm2 selama 20 menit dan frekuenzi 60 kHz daya 0.5 watt/cm2 selama 15 menit dapat menyebabkan munculnya radikal bebas. Pemberian vitamin C sampai dosis 0.20 mg/gram berat badan/hari dapat mengurangi jumlah spermatozoa yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas karena vitamin C mampu menetralisir radikal bebas (Wibisono, 2001).

Pemberian vitamin C 0,2 mg/g BB secara oral selama 36 hari pada mencit jantan mampu berperan sebagai antioksidan untuk melindungi efek senyawa radikal bebas yang ditimbulkan oleh senyawa plumbum asetat 0,1 % yang ditandai oleh berkurangnya kadar malondialdehyde di dalam sekresi epididimis (Fauzi, 2008).

Iswara (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa antioksidan vitamin C dan vitamin E dapat menangkal radikal bebas dari allethrin dalam obat nyamuk elektrik terhadap kualitas spermatozoa tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar jantan.

Penelitian yang dilakukan pada testis tikus yang dipaparkan cadmium (Cd) 10 mg/g BB memperlihatkan bahwa pemberian vitamin C 10 mg/kg BB secara


(35)

intraperitoneal mampu mengurangi kadar MDA dalam testis dan peningkatan jumlah sperma disertai penurunan persentase sperma yang berbentuk abnormal, pada pemberian vitamin E 100 mg/kg BB secara intraperitonial memperlihatkan efek yang mirip pada pemberian vitamin C, akan tetapi efek dari vitamin E lebih rendah (Acharya dan Mishra, 2006).

Asmarawati (2009), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penambahan vitamin E dalam pengencer sperma ayam dapat menjaga tingkat motilitas, viabilitas, dan spermatozoa normal setelah disimpan selama 72 jam pada suhu 4ºC, sedangkan vitamin C cenderung menurunkan motilitas spermatozoa, pH sperma dan viabilitas spermatozoa.

Pada penelitian untuk menguji efek suplementasi vitamin E dan selenium terhadap lipid peroksidasi dengan parameter sperma, didapati peningkatan kualitas semen dan pemakaiannya dianjurkan untuk penanganan infertilitas pada pria, dan ditemukan juga bahwa durasi maksimum fertlitas dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi vitamin E pada usia 49 minggu pada ayam jantan. (Lin dan Chang, 2005).

Dalam beberapa studi in vitro disebutkan bahwa vitamin E merupakan antioksidan pemutus rantai yang utama dalam membran sperma dan efektivitasnya tergantung dari dosis (Huszar dan Vigue, 1994). Dalam randomized double-blind controlled trial, pasien asthenospermia mendapatkan vitamin E oral (300 mg/hari), perlakuan ini menurunkan konsentrasi malondialdehyde dalam spermatozoa dan meningkatkan motilitas secara signifikan (Ken, 1992).

Vitamin E yang berperan sebagai antioksidan dilaporkan juga mampu melindungi spermatozoa terhadap kerusakan peroksidatif dan penurunan motilitas


(36)

(Therond dan Auger, 1996). Regina dan Traber (1999), menyatakan bahwa defisiensi vitamin E pada testis tikus menyebabkan degenerasi epitel tubulus seminiferus dan menghentikan produksi spermatozoa. Pemberian vitamin E secara oral pada pasien astenospermia dilaporkan mampu meningkatkan motilitas spermatozoa secara signifikan (Suleiman dan Ali, 1996).

2.4 Organ Reproduksi Mencit Jantan

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem eksretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, uretra dan penis. Selain uretra dan penis semua struktur ini berpasangan (Suparni, 2009).

Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini menempati lokasi yang terpisah didalam testis. Biosintesis androgen berlangsug dalam sel leydig dijaringan inter tubuler, sedangkan proses spermatogenesis berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus. Testis mengandung banyak tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus tersebut terdiri atas deretan sel epitel yang mengadakan pembelahan mitosis dan meiosis sehingga menjadi sperma (Syahrum, 1994).

Tubulus seminiferus adalah bagian utama dari massa testis yang bertanggung jawab terhadap produksi sekitar 30 juta spermatozoa perhari selama masa produksi (Saryono, 2008). Pada tubulus seminiferus mengandung banyak sel epitel germinativum yang berukuran kecil, dinamakan spermatogenia menjadi spermatosit membelah diri membentuk dua spermatosit yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Setelah beberapa minggu menjadi spermatozoa


(37)

spermatid, pertama kali dibentuk masih mempunyai sifat umum sel epiteloid. Kemudian sitoplasma menghilang memanjang menjadi spermatozoa terdiria atas kepala, leher, badan dan ekor (Syaifuddin, 2006).

Sel sperma yang normal terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutupi oleh tulang protoplasmic (galea kapitis). Galea kapitis biasanya larut bila sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pengecatan. Bila bergerak sperma berenang dalam cairan suspensinya seperti ikan dalam air. Bila mati sperma akan terlihat datar dengan permukaan. Pada mencit ujung kepala sperma berbentuk kait. Leher dan ekor tersusun dari flagellum tunggal yang padat tetapi dari 9-18 fibril yang dibungkus oleh satu selubung. Pada ujung ekor selubung menghilang. Fibril menyembul dalam bentuk sikat yang telanjang (Siregar, 2009).

2.5 Kelainan Morfologi Sperma

Beberapa penyimpangan dari morfologi normal dianggap sebagai abnormalitas. Antara lain sel sperma dengan kepala raksasa atau kepala kerdil, kepala rangkap, sel sperma tanpa kepala atau tanpa ekor, kepala dengan banyak ekor, ekor bengkok atau melingkar, dan kepala-kepala protoplasmik dibagian tengah. Bila abnormalitas ditemukan dalam jumlah besar, fertilitas pejantan pemilik semen tersebut terganggu. Sebagai patokan bila jumlah sel sperma abnormal mendekati 50% dari total sel sperma pada ejakulat, jantan tersebut dianggap steril, meskipun jumlah sperma yang normal pada ejakulat seharusnya secara teoritis jauh lebih cukup untuk memungkinkan terjadinya fertilisasi (Nalbandov, 1990).


(38)

2.6 Parameter Mutu Sperma

Secara garis besar semen manusia terdiri dari atas 2 bagian besar yaitu plasma semen dan sperma/spermatozoa. Plasma semen yang merupakan secret kelenjar seks tambahan pria mempunyai nilai volume normal antara 2–6 ml. Istilah pada analisis semen manusia dengan akhiran spermia berhubungan dengan volume semen. Istilah dengan akhiran Zoospermia berhubungan sperma/spermatozoa. Jadi apabila volume semen < 2 ml disebut hipospermia; Volume semen > 6 ml disebut hiperspermia; Semen tidak ada disebut aspermia.

Sperma/spermatozoa manusia mempunyai nilai normal: a. Konsentrasi sperma: ≥ 20 juta/ml

b. Motilitas sperma (a+b): ≥ 50%

c. Morfologi sperma normal: ≥ 30% (Nukman, 2005).

Jadi apabila konsentrasi sperma < 20 juta/ml disebut oligozoospermia; motilitas sperma < 50% disebut asteno-zoospermia; morfologi sperma normal < 30% disebut teratozoospermia; tidak ada sperma dalam ejakulat disebut azoospermia (Nukman, 2005).

Pemeriksaan Mikroskopis motilitas spermatozoa diperiksa dengan meneteskan 1 tetes semen pada gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup. Kemudian dilihat dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran lensa objektif 40 kali. Lapangan pandang diperiksa secara sistematik dan motilitas setiap sperma yang dijumpai dikategorikan a, b, c atau d, sesuai dengan pengamatan apakah sperma menunjukkan:

a. gerakan cepat dan maju lurus


(39)

c. tidak bergerak maju/gerak di tempat d. tidak bergerak

Jumlah sperma setiap kategori dicacah dengan alat pencacah laboratorium. Biasanya diperiksa 100 sperma secara berurutan, kemudian diklasifikasikan sehingga menghasilkan persentase setiap kategori motilitas (Nukman, 2005).

Pemeriksaan morfologi spermatozoa dengan pengecatan Giemsa. Hapusan dibuat pada gelas objek dan dilakukan pengecatan dengan Giemsa. Sediaan hapusan yang telah dicat kemudian diperiksa pada mikroskop cahaya dengan lensa objek pembesaran 100 kali. Untuk menghitung jumlah spermatozoa berbentuk normal atau abnormal, diperiksa 100 spermatozoa secara berurutan, kemudian dihitung persentase masing-masing bentuk spermatozoa (Nukman, 2005).

Untuk menghitung spermatozoa dengan preparat basah dilakukan dengan cara ejakulat disedot dengan pipet TOMA leukosit, bila perlapangan pandang dijumpai spermatozoa > 100, maka sedot ejakulat sampai angka 0,5 kemudian sedot larutan OT sampai angka 11. disebut pengenceran 20 kali. Bila perlapangan pandang dijumpai spermatozoa < 100, maka sedot ejakulat sampai angka 1,0 kemudian sedot larutan sampai angka 11, disebut pengenceran 10 kali. Campuran dikocok dan didiamkan 15–20 menit. Buang tetes pertama melalui ujung pipet kemudian teteskan kedalam bilik hitung yang telah ditutup cover glass melalui tepi, diamkan sebentar agar merata. Dilihat di bawah mikroskop pembiasan lensa 40 kali. Bidang A + B + C + D × 2000 × pengenceran Bidang E × 10.000 × pengenceran (Nukman, 2005).


(40)

Pemeriksaan terhadap semen manusia dilakukan terhadap plasma semen dan spermatozoanya. Apabila plasma semen dan spermatozoanya baik dikatakan semen tersebut normal. Kalau plasma semen dan spermatozoanya tidak baik dikatakan semen tersebut tidak normal. Namun dari kesimpulan interprestasi Hasil Analisa Sperma biasanya dilakukan berdasarkan hasil analisa spermatozoanya. Sehingga kesimpulan interprestasi Hasil Analisa Sperma dapat berupa: konsentrasi sperma < 20 juta/ml disebut oligozoospermia; motilitas sperma < 50% disebut astenozoospermia; morfologi sperma normal < 30% disebut teratozoospermia; tidak ada sperma dalam ejakulat disebut azoospermia; ekombinasi gangguan lebih daripada 1 parameter spermatozoa, misalnya konsentrasi sperma < 20 juta/ml dan motilitas sperma < 50% disebut oligoastenozoospermia (Nukman, 2005).

2.7 Pengaruh ROS Terhadap Spermatozoa

Ada dugaan bahwa stres oksidatif akibat dari ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan, adalah salah satu penyebab dari infertilitas (Dahlan, 2002). Dalam kondisi fisiologis, spermatozoa memproduksi ROS dalam jumlah yang kecil. Dalam jumlah yang kecil, ROS dibutuhkan untuk regulasi fungsi sperma, kapasitasi sperma dan reaksi akrosom. Sedangkan dalam jumlah yang besar ROS toxic terhadap sel normal dan menurunkan potensi fertilitas dari sperma melalui kerusakan DNA dan apoptosis. Peningkatan ROS dapat menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis sehingga dapat menyebabkan adanya kelainan pada morfologi dari sel spermatozoa (Widodo, 2009).


(41)

Stres oksidatif pada spermatozoa merupakan penyebab utama disfungsi spermatozoa dengan menghambat proses oksidasi fosforilasi. Oksidasi fosforilasi yang terganggu menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS) spermatozoa. Kadar ROS yang tinggi dalam sel dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA. Lipid membran plasma spermatozoa memiliki fosfolipid dengan kadar yang tinggi sehingga menyebabkan spermatozoa sangat rentan terhadap ROS. Hal ini menunjukkan bahwa membran spermatozoa adalah target utama ROS dan lipid merupakan sasaran yang potensial oksidasi lipid (lipid peroksidase) pada membran spermatozoa menghasilkan senyawa malondialdehyde (MDA), yang bersifat toksik pada sel sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa. Membran spermatozoa yang rusak akan menyebabkan penurunan integritas membran spermatozoa, sehingga pada akhirnya menyebabkan penurunan kualitas sperma (Lamarinde, 1997).


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (Experimental research). Metode eksperimental dengan maksud mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas (X) yang disebut faktor perlakuan dengan variabel terikat (Y) yang disebut faktor pengamatan (Hanafiah, 1995). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah monosodium glutamat, vitamin C dan vitamin E. Sedangkan variabel terikat adalah mutu sperma yaitu jumlah sperma, persentase morfologi sperma normal dan gambaran histologis dari tubulus seminiferus mencit.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkembangan Struktur Hewan Departemen Biologi Fakultas MIPA USU dan Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU. Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Universitas Sumatera Utara (Lampiran 1). Waktu penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah jarum gavege, bak bedah dan dissecting set, kaca arloji, cawan petri, timbangan digital (Preset Counter), objek glass, cover glass, spuit 1 ml, kamar hitung Improved Neubaur, mikroskop cahaya (Griffin), mikrotom (Reichert Jung), oven (Jouan), holder (blok kayu) ukuran 2x2 cm, frezzer, bunsen, camera digital (Canon), pisau silet, botol organ, pipet tetes.


(43)

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah monosodium glutamat murni (Sigma Aldrich), vitamin E (Sigma Aldrich), vitamin C, NaCl 0,9%, castor oil, giemsa, eosin-Y, bouin, xylol, parafin, alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut, hematoxilin erlich, aquadest, tissue gulung, kertas milimeter blok, kertas saring dan kertas label.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit jantan (Mus musculus L) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram. Hewan dikondisikan selama lebih kurang satu minggu di laboratorium dengan diberi makanan pelet dan minuman air mineral yang sesuai, dibagi dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari 5 hewan uji yaitu:

a. Kelompok I (PO) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi larutan NaCl 0,9% secara oral selama 30 hari.

b. Kelompok II (P1) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB secara oral selama 30 hari.

c. Kelompok III (P2) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 g/kg BB secara oral selama 30 hari. d. Kelompok IV (P3) = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 g/kg BB

disertai dengan pemberian vitamin E 0,026 g/kg BB secara oral selama 30 hari.

e. Kelompok V (P4) = 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG 4 g/kg BB disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 g/kg BB dan vitamin E 0,026 g/kg BB secara oral selama 30 hari.


(44)

3.4 Prosedur

Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah, selanjutnya dilakukan pengamatan sebagai berikut:

3.4.1. Pengambilan Sekresi Cauda Epididimis

Untuk mendapatkan sperma didalam sekresi cauda epididimis dilakukan sebagai berikut: Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Kemudian organ testis beserta epididimis sebelah kanan dan kiri diambil dan diletakkan kedalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9%. Dibawah mikroskop cahaya bedah dengan perbesaran 400 kali cauda epididimis dengan cara memotong bagian proximal corpus epididimis dan bagian distal vas deferens. Selanjutnya epididimis dimasukkan kedalam gelas arloji yang berisi 1 ml NaCl 0,9%, kemudian bagian proximal cauda dipotong sedikit dengan gunting lalu cauda ditekan dengan perlahan hingga sekresi cairan epididimis keluar dan tersuspensi dengan NaCl 0,9%. Suspensi sperma dari cauda epididimis yang telah diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan yang meliputi jumlah sperma dan morfologi sperma. (Suparni, 2009).

3.4.2 Pengamatan Jumlah Sperma

Pengamatan jumlah sperma dilakukan sebagai berikut:

Suspensi sperma yang telah diperoleh terlebih dahulu dihomogenkan. Selanjutnya diambil sebanyak 10 µl sampel dan dimasukkan ke dalam kotak-kotak hemositometer Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup. Dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali, hemositometer


(45)

diletakkan dan hitung jumlah sperma pada kotak/bidang A, B, C, D dan E. Hasil perhitungan jumlah sperma kemudian dimasukkan kedalam rumus penentuan jumlah sperma/ml suspensi sekresi cauda epididimis sebagai berikut:

Jumlah sperma = N/2 x 10 5

dimana N = jumlah sperma yang dihitung pada kotak A, B, C, D dan E. sperma/ml

Kamar hitung Improved Neubauer dapat dilihat pada Lampiran 4. 3.4.3 Pengamatan Morfologi Sperma

Untuk menentukan morfologi sperma diambil sperma dari cauda epididimis tersebut diatas dan dibuat sediaan hapus pada kaca objek, dikeringkan. Kemudian diberi alkohol 70% selama 15 menit, dikeringkan dan diberi pewarnaan Giemsa selama 15 menit. Setelah itu dibilas dengan air kran dan dikeringkan. Kemudiaan dengan mikroskop cahaya cahaya dihitung jumlah 100 sperma, ditentukan persentase sperma yang normal dan yang abnormal. Untuk mendapatkan hasil akhirnya, jumlah persentase sperma yang normal kiri dan kanan pada cauda epididimis dijumlahkan dan diambil rata-ratanya. Ciri sperma normal yaitu mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing dan ekor panjang lurus, sedangkan sperma abnormal mempunyai bentuk kepala tidak beraturan, dapat berbentuk seperti pisang, tidak beraturan, atau terlalu bengkok, dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor atau terdapat ekornya saja tanpa kepala (Suparni, 2009).

3.4.4 Pengamatan Histologis Testis

Pengamatan histologis testis dilakukan dengan cara pembuatan preparat dengan metode parafin yaitu:


(46)

a. Fiksasi

Mencit didislokasi dibagian leher dan dibedah. Diambil testis dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama 1 malam dengan larutan bouin.

b. Washing (Pencucian)

Setelah difiksasi, testis dicuci dengan alkohol 70% dan direndam selama 1 malam.

c. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan merendam testis dengan alkohol 70%, 80%, 96% dan alkohol absolut selama 1 jam dengan 2 kali pengulangan.

d. Clearing (Penjernihan)

Clearing dilakukan dengan merendam testis kedalam xylol selama 1 malam.

e. Infiltrasi

Infiltrasi dilakukan dengan merendam testis kedalam xylol yang berada di dalam oven pada suhu 56ºC selama 1 jam. Dilanjutkan dengan merendam testis kedalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 56ºC.

f. Embedding (Penanaman)

Embedding dilakukan dengan meletakkan testis pada kotak berbentuk segi empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu menuang perafin yang telah cair kedalam kotak tersebut, dan diberi label. Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan


(47)

dimasukkan kedalam kulkas. Kemudian dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu yang berbentuk persegi.

g. Cutting (Pemotongan)

Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah di holder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6-10 µm.

h. Attaching (Penempelan)

Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin dengan skapel, kemudian diletakkan pada objek glass, dan dilcelupkan pada air dingin dan air hangat. Kemudian diletakkan diatas hotplate beberapa detik untuk meletakkan pita parafin pada objek glass.

i. Pewarnaan

Pewarnaan sediaan testis diwarnai dengan menggunakan Hematoxilin Eosin dengan cara sebagai berikut:

1. Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama ± 15 menit.

2. Dealkoholisasi, dilakukan secara bertingkat dengan alkohol konsentrasi menurun, dengan alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%, dan alkohol 70%.

3. Pewarnaan dilakukan dengan cara objek glass dimasukkan kedalam larutan pewarna Hematoxilin Erlich selama 3-7 menit, dicuci dengan air mengalir ± 10 menit, dimasukkan kedalam alkohol 30%, 50%, dimasukkan kedalam larutan pewarna eosin 0,5% lalu kedalam alkohol 70% selama 1-3 menit, preparat dimasukkan berturut-turut kedalam


(48)

alkohol 70%, 80%, 96%, dan alkohol absolut, dikeringkan, selanjutnya preparat dimasukkan ke xylol.

j. Mounting

Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusakan supaya tidak terdapat gelembung udara. Diberi label dan diamati dibawah mikroskop cahaya (Sinaga, 2011).

3.5 Analisa Data

Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan ANAVA (Analisis Variansi). Analisis statistik ini menggunakan program SPSS versi 15,0. Dalam penelitian ini hanya perbedaan rata-rata pada p < 0,05 yang dianggap bermakna (signifikan).


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi dari sel sperma yang normal adalah terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutupi oleh tulang protoplasmic (galea kapitis) (Siregar, 2009). Beberapa penyimpangan dari morfologi sperma normal dianggap sebagai abnormalitas antara lain adalah sel sperma dengan kepala raksasa atau kepala kerdil, kepala rangkap, sel sperma tanpa kepala atau tanpa ekor, kepala dengan banyak ekor, ekor bengkok atau melingkar, dan kepala-kepala protoplasmik dibagian tengah (Nalbandov, 1990). Morfologi dari sel sperma nomal dan abnormal pada penelitian ini dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan pada Lampiran 2.

A B

Gambar 4.1 Morfologi sel sperma dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer.

Keterangan: Morfologi sel sperma normal (A) terdiri dari kepala dan ekor, morfologi sel sperma abnormal (B) kepala dengan banyak ekor.


(50)

4.1 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan kombinasinya terhadap Rata-rata Jumlah Sperma Total dan Persentase Morfologi Sperma Normal

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh pengaruh pajanan MSG, vitamin C, vitamin E dan kombinasinya terhadap rata-rata jumlah sperma total dan persentase morfologi sperma normal yang dihasilkan dari suspensi cauda epididimis kanan dan kiri mencit jantan dewasa (Mus Muculus L) Strain DD Webster seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan Kombinasinya terhadap Rata-rata Jumlah Sperma Total dan Persentase Morfologi Sperma Normal.

KELOMPOK PERLAKUAN

N RATA-RATA JUMLAH SPERMA TOTAL

(Juta/ml)

PERSENTASE MORFOLOGI SPERMA

NORMAL (%)

P0 5 198 ± 38,58 71 ± 2,23

P1 5 *122 ± 22,09 *52 ± 4,47 P2 5 137 ± 22,03 76 ± 5,47 P3 5 *130 ± 15,04 *81 ± 4,18 P4 5 160 ± 50,87 *81 ± 2,23 Keterangan: P0: Kontrol P3: MSG + VIT E

P1: MSG P4: MSG + VIT C + VIT E P2: MSG + VIT C

*: Signifikansi antara perlakuan dengan kontrol.

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh hasil pada kelompok P1 (122 ± 22,09), P2 (137 ± 22,03), P3 (130 ± 15,04), rata-rata jumlah sperma total yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan P4 (160 ± 50,87), sedangkan untuk persentase morfologi sperma normal diperoleh hasil dari kelompok P2 (76 ± 5,47) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok P3 (81 ± 4,18) dan P4 (81 ± 2,23) yang menghasilkan persentase morfologi sperma normal yang lebih tinggi. Untuk lebih jelas tentang rata-rata jumlah sperma total dan persentase morfologi sperma normal yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.


(51)

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Jumlah Sperma Total.

Keterangan: Data ditampilkan dalam min±SD, n=5, dianalisis dengan uji ANAVA dilanjutkan dengan uji Tuckey. * menunjukkan signifikansi antara perlakuan dengan kontrol.

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Persentase Morfologi Sperma Normal.

Keterangan: Data ditampilkan dalam min±SD, n=5, dianalisis dengan uji ANAVA dilanjutkan dengan uji Tuckey. * menunjukkan signifikansi antara perlakuan dengan kontrol.


(52)

Berdasarkan dari hasil penelitian diperoleh bahwa kelompok P1 (122 ± 22,09) yang diberi pajanan MSG selama 30 hari menunjukkan hasil yang bermakna dalam menurunkan jumlah sperma total yang lebih sedikit dari kelompok P0 (198 ± 38,58). Dari penelitian ini juga diperoleh bahwa kelompok P3 (130 ± 15,04) secara statistik menunjukkan hasil yang bermakna yaitu kelompok perlakuan yang diberikan antioksidan vitamin E belum mampu meningkatkan rata-rata jumlah sperma total sama seperti kelompok P0 (198 ± 38,58), sedangkan dari kelompok P2 (137 ± 22,03) vitamin C dan P4 (160 ± 50,87) kombinasi vitamin C + vitamin E menunjukkan hasil yang hampir sama dengan kelompok P0 (198 ± 38,58) kontrol yaitu sudah dapat memperbaiki rata-rata jumlah sperma total yang dihasilkan dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 6.

Penurunan jumlah spermatozoa ini juga dapat disebabkan oleh adanya ROS (Reactive Oxygen Species) yang terdapat dalam MSG. Para peneliti dalam bidang kedokteran reproduktif mempertimbangkan ROS yang merupakan radikal bebas sebagai salah satu mediator dari ketidaksuburan yang menyebabkan kelainan fungsi sperma. ROS menyebabkan kerusakan pada DNA spermatozoa dan menyebabkan peningkatan apoptosis sperma, sehingga terjadi penurunan jumlah spermatozoa (Agarwal, et al., 2005)

Pada sistem reproduksi mencit, MSG juga dapat menyebabkan infertil akibat timbulnya keadaan stres oksidatif yang ditandai pembentukan radikal bebas dalam testis yang akan menurunkan kadar asam askorbat dalam testis sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma abnormal (Megawati, 2008)


(53)

Spermatozoa sangat rentan terhadap serangan radikal bebas karena membran plasmanya mengandung asam lemak tak jenuh ganda dalam jumlah yang tinggi dan sitoplasmanya hanya sedikit mengandung enzim antioksidan (Sikka, 2004) sehingga jika radikal bebas terdapat dalam jumlah yang berlebihan maka enzim antioksidan tidak dapat melindungi spermatozoa. Asam lemak tak jenuh ganda pada membran plasma spermatozoa mengandung dua atau lebih ikatan rangkap yang dapat dengan mudah diserang oleh radikal bebas. Hal ini dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi membran spermatozoa yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian spermatozoa (Sharma, 1996).

Selain merusak membran plasma, stres oksidatif juga dapat merusak integritas DNA pada nukleus spermatozoa. Kerusakan DNA ini pada akhirnya akan menginduksi terjadinya apoptosis sel. Apoptosis adalah kematian sel yang sudah terprogram dimana proses ini merupakan proses fisiologis yang ditentukan oleh perubahan morfologi dan biokimia sel yang menyebabkan sel tersebut mati. Proses kematian sel ini memegang peranan penting dalam menentukan fertilitas pria, pada pria infertil ditemukan adanya peningkatan apoptosis sel, yang pada akhirnya menyebabkan turunnya jumlah spermatozoa (Pramudito, 2009).

Pajanan MSG juga menurunkan persentase morfologi sperma normal yang dihasilkan, ditunjukkan dari kelompok P1 (52 ± 4.47) yang diberi pajanan MSG selama 30 hari menghasilkan perbedaan yang bermakna terhadap persentase morfologi sperma normal yang dihasilkan oleh kelompok perlakuan kontrol P0 (71 ± 2.23). Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 6.

Morfologi spermatozoa merupakan salah satu faktor penentu fertilitas spermatozoa. Menurut Nalbandov (1990), jika terdapat abnormalitas spermatozoa


(54)

dalam jumlah mendekati 50% berarti terjadi gangguan fertilitas. Meningkatnya bentuk spermatozoa yang abnormal dapat terjadi karena berbagai macam gangguan dalam proses spermatogenesis terutama pada tahap spermiogenesis. Gangguan ini bisa disebabkan oleh akibat hormonal, radikal bebas dan bahan kimia (Hartini, 2011).

Bentuk-bentuk abnormalitas primer spermatozoa di dalam testis karena kesalahan spermatogenesis atau kesalahan spermiogenesis yang disebabkan karena keturunan, penyakit, defisiensi makanan, dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang buruk. Spermatozoa yang memiliki abnormalitas morfologik kemungkinannya tidak subur (Salisbury dan Vandemark, 1985). Abnormalitas spermatozoa yang terjadi dalam penelitian ini adalah abnormalitas primer. Abnormalitas primer dapat terjadi karena adanya kelainan-kelainan spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus testis (Toelihere, 1985). Salah satu pengaruh makanan yang buruk adalah karena mengkonsumsi MSG.

Peranan antioksidan vitamin C dan vitamin E serta gabungannya dalam meningkatkan jumlah sperma total dan persentase morfologi sperma normal yang diberi pajanan MSG ternyata menunjukkan hasil yang baik, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian yang diperoleh baik dari jumlah sperma total maupun persentase morfologi sperma normal yang dihasilkan pada kelompok perlakuan P2 (pajanan MSG + vit C), P3 (pajanan MSG + vit E) dan P4 (pajanan MSG + vit C + vit E).

Pemberian vitamin C secara tunggal kelompok P2 (137 ± 22.03), mampu meningkatkan jumlah sperma total yang dihasilkan lebih baik bila dibandingkan


(55)

jumlah sperma total yang dihasilkan dari kelompok P3 (130 ± 15.04) yang diberikan vitamin E secara tunggal.

Vitamin C sedikit jumlahnya pada cairan laki-laki infertil. Vitamin C dapat meningkatkan jumlah sperma in vivo pada laki-laki infertil dengan dosis oral sekitar 200-1000 mg/hari. Vitamin C memberikan efek baik kepada integritas dari struktur tubular maupun terhadap fungsi sperma. Defisiensi vitamin C telah lama dihubungkan dengan jumlah sperma yang rendah. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa asupan vitamin C dapat memperbaiki kualitas sperma (Agarwal, et al., 2005).

Vitamin C sangat esensial untuk pembentukan sperma. Kekurangan vitamin C pada manusia dapat menghambat dalam memperoleh keturunan. Perbaikan untuk hal ini memerlukan waktu satu bulan dengan meningkatkan konsumsi vitamin C sebanyak 500 miligram. Kualitas dan kuantitas sperma serta aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan menambah konsumsi vitamin C (Jishage, 2005).

Peranan antioksidan vitamin E dalam meningkatkan persentase morfologi sperma normal ternyata memberikan hasil yang lebih baik sesuai dengan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh kelompok P3 (81 ± 4.18) yang diberikan antioksidan vitamin E secara tunggal dari pada hasil penelitian yang ditunjukkan oleh kelompok P2 (76 ± 5.47) yang diberikan vitamin C secara tunggal. Vitamin E dapat menetralisir hidroksil, superoksid, dan radikal hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma (Agarwal, et al., 2005).


(56)

4.2 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan kombinasinya terhadap gambaran Histologis Tubulus Seminiferus Mencit Jantan.

Pengaruh pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan kombinasinya terhadap gambaran histologis tubulus seminiferus mencit jantan dapat dilihat dari Gambar 4.4 di bawah ini.

A B

C D E

Gambar 4.4 Pengaruh Pajanan MSG, Vitamin C, Vitamin E dan kombinasinya terhadap Histologis Tubulus Seminiferus Mencit Jantan.

Keterangan:

A. Histologis Tubulus Seminiferus Kelompok (P0) Kontrol B. Histologis Tubulus Seminiferus Kelompok (P1) MSG

C. Histologis Tubulus Seminiferus Kelompok (P2) MSG + VIT C D. Histologis Tubulus Seminiferus Kelompok (P3) MSG + VIT E E. Histologis Tubulus Seminiferus Kelompok (P4) MSG + Kombinasi

1. Lumen tubulus 2. Sel Spermatogenia 3. Sel Intermedia


(57)

Berdasarkan dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa histologis tubulus seminiferus kelompok P1 (gambar B) yang dipajan dengan MSG mengalami kerusakan pada jaringan, ditandai dengan menyempitnya bagian lumen tubulus, dan berkurangnya jumlah sel-sel intermedia hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari pajanan MSG yang mengakibatkan peningkatan stres oksidatif pada jaringan yang menyebabkan kerusakan tubulus seminiferus mencit. Sedangkan pada kelompok P2 (gambar C), P3 (gambar D), dan kelompok P4 (gambar E) yang masing-masing diberikan antioksidan vitamin C, E juga kombinasinya ternyata menunjukkan adanya perbaikkan terhadap jaringan tubulus seminiferus, dan perbaikkan yang terbaik ditunjukkan oleh kelompok P4 (gambar E) yang merupakan kombinasi dari antioksidan vitamin C dan vitamin E.

Hasil penelitian ini secara umum juga menggambarkan adanya kerusakan dari jaringan tubulus seminiferus akibat pajanan dari MSG yang meningkatkan stres oksidatif, seperti yang terlihat pada gambar B (kelompok P1) bagian lumen tubulus menjadi berkurang dan terjadinya kerusakan jaringan dengan berkurangnya sel-sel intermedia. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan jaringan testis terutama tubulus seminiferus (Laksmi, 2010). Sedangkan perbaikan dari jaringan tubulus seminiferus dihasilkan dari adanya kombinasi antioksidan vitamin C dan vitamin E.

Stres oksidatif menyebabkan infertilitas melalui efek negatifnya ke spermatozoa seperti peningkatan hilangnya motilitas, peningkatan kerusakan membran, penurunan morfologi sperma normal dan kemampuan spermatozoa. Stres oksidatif merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan ROS yang akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ. Pada kondisi stres oksidatif,


(58)

radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel (Agarwal et al., 2005).

Kelompok yang diberi gabungan antioksidan vitamin C dan E menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah sperma total P4 (160 ± 50.87), persentase morfologi sperma normal P4 (81 ± 2.23), dan perbaikkan dari lumen tubulus seminiferus mencit (gambar E). Hal ini sesuai dengan Pavlovic (2005), yang menyatakan bahwa vitamin C mempunyai kemampuan mengubah vitamin C yang bersifat reaktif menjadi vitamin C yang stabil dan mampu meregenerasi vitamin E yang reaktif menjadi vitamin E yang stabil kembali. Pemberian kombinasi vitamin C dan E mampu meningkatkan jumlah sperma, morfologi sperma normal dan memperbaiki lumen tubulus seminiferus.

Hal ini menunjukkan bahwa adanya kerja sama yang sinergis dari vitamin C dan E, yaitu dengan cara radikal bebas yang dihasilkan oleh MSG akan ditangkap oleh vitamin E dengan menyumbangkan satu elektronnya kepada radikal yang kemudian berubah menjadi vitamin E radikal dan selanjutnya akan distabilkan oleh vitamin C. Vitamin C yang bersifat radikal karena kehilangan elektron nantinya akan berubah menjadi stabil kembali oleh enzim antioksidan di dalam tubuh. Vitamin E merupakan antioksidan yang bekerja pada membran sel yang memerlukan tekanan oksigen yang tinggi, sedangkan vitamin C bekerja pada sitosol dan secara ekstrasel. Dengan mekanisme kerja yang berbeda, jika kedua vitamin ini digunakan bersamaan diharapkan akan memberikan efek yang optimal dalam menghadapi aktifitas senyawa oksigen reaktif (ROS) (Christyaningsih, 2003).


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu antioksidan vitamin C, vitamin E dan kombinasinya dapat menunjukkan efek protektif terhadap mutu sperma mencit jantan yang dipanjan MSG, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan mutu sperma baik dari jumlah sperma total yang ditunjukkan oleh P2 (137 ± 22,03) dan P4 (160 ± 50,87) walaupun hasilnya belum bisa menyamai kontrol P0 (198 ± 38,58). Persentase morfologi sperma normal yang ditunjukkan oleh P3 (81 ± 4,18) dan P4 (81 ± 2,23) menunjukkan hasil yang lebih baik dari kelompok kontrol P0 (71 ± 2,23), sedangkan dari jaringan tubulus seminiferus menunjukkan perbaikan jaringan yang dihasilkan oleh kelompok P4 (gambar E) yang merupakan kombinasi dari antioksidan vitamin C dan vitamin E.

5.2 Saran

Perlu dilakukan fortifikasi penambahan vitamin C dan vitamin E terhadap bahan tambahan yang beredar dimasyarakat untuk meminimalisir efek negatifnya terhadap tubuh manusia terutama terhadap mutu sperma.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, U. dan Mishra, M. (2006). Testicular dysfunction and antioxidative defense system of Swiss mice after chromic acid exposure. Reprod Toxicol. 22: 87-91.

Agarwal, A. (2003). Oxidative stress and antioxidants in male infertility. Iranian journal of reproductive medicine. 3(1): 1-8.

Agarwal, A., Prabakaran, S., dan Said, T. (2005). Prevention of oxidative stress injury to sperm. Journal Androl. 26: 654-660.

Asmarawati. (2009). Pengaruh penambahan vitamin C dan E pada pengencer sperma ayam kampung yang disimpan pada suhu 4 derajad celcius terhadap kualitas sperma dan fertilitas telur. Tesis. S2 Ilmu Peternakan UGM.

Christyaningsih, J. (2003). Pengaruh suplementasi vitamin E dan C terhadap aktivitas enzim super oxide dismutase (SOD) dalam eritrosit tikus yang terpapar asap rokok kretek. JIPTU. Malang.

Dahlan, M.S., Tjokronegoro, A. (2002). Oxidative stress and male infertility. pathophisiology and clinical implication. Jurnal Kedokteran YARSI.10(1): 50.

Diniz, Y.S., dan Faine, L. A. (2005). Monosodium glutamat in standart and high-fiber diets: metabolic syndrome and oxidative stress in rats. Nutrition, 21: 749-755.

Farombi, E., dan Onyema, O. (2006). Monosodium glutamat-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat: modulatory role of vitamin C, vitamin E and quercetin. Human dan Experimental Toxicology, 25: 251-259. Fauzi. (2008). Pengaruh Pemberian Timbal Asetat dan Vitamin C Terhadap Kadar

Malondyaldehide dan Kualitas Spermatozoa di Dalam Sekresi Epididimis Mencit Albino Strain BALB/C. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

FDA. (1995). FDA and monosodium glutamat (MSG). Diakses tanggal 1 Juli 2011.

Franca, L. R., dan Suescun, M.O. (2006). Testis structure and function in a nongenetic hyperadipose rat model at prepubertal and adult ages. Endocrinology. 147: 1556-1663.

Geha, R., dan Beiser, A. (2000). Review of alleged reaction to monosodium glutamat and outcome of a multicenter double-blind placebo-controlled study. TheJournal of Nutrition. 130: 1058S-1062S.


(61)

Halpern, B. (2002). What’s in a name? Are MSG and Umami the Same? ChemicalSenses. Diakses tanggal 10 Juni 2011.

Hanafiah, K.A. (1995). Rancangan percobaan Teori dan Aplikasi. Edisi 3. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Hal. 19-20.

Hartini. (2011). Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava.L) Terhadap Jumlah Kecepatan Dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Tesis. Program Studi Ilmu Biomedik Unand. Hariyatmi. (2004). Kemampuan Vitamin E Sebagai Antioksidan Terhadap

Radikal Bebas Pada Lanjut Usia. Jurnal MIPA. 14(1): 53-54. Hidayah, M. (2012). Bahaya MSG. Diakses tanggal 20 Juli 2012.

Huszar, G., dan Vigue, L. (1994). Correlation between the level of lipid peroxidation and cellular maturity as measured by creatine kinase activity in human spermatozoa. Journal Androl. 15: 71-77.

Iswara, A. (2009). Pengaruh Pemberian Antioksidan Vitamin C Dan E Terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Terpajan Alletherin.Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Jishage, K. (2005). Vitamin E is Essensial for Mouse Placentation but Not for Embryonic Development Itself. Journal Biology of Reproduction. 73: 983-987.

Ken, J.B. (1992). Functional Cytology of The Human Testis. Baillieres Clin Endocrin Metab. 6: 235-250.

Laksmi. (2010). Gluthation Meningkatkan Kualitas Tubulus Seminiferus Pada Mencit Yang Menerima Pelatihan Fisik Berlebih. Buletin Veteriner. 3(2): 3.

Lamarinde, E. (1997). Reactive Oxygen Species and Sperm Physiology. Review of Reproduction. 2: 48–54.

Li. Y., dan Schellorn, H.E. (2007). New developments and novel therapeutic perspectives for vitamin C. The Journal of Nutrition. 137(10): 2171-2184. Lin, Y.F., dan Chang, S.J. (2005). Effects of supplemental vitamin E during the

mature period on the reproduction performance of Taiwan Native Chicken cockerels. Br Poult Sci. 46: 366-373.

Lolinger, J. (2000). Function and importance of glutamat for savory of foods. The Journal Of Nutrition. 130: 915S-920S.


(62)

Megawati, E.R. (2009). Penurunan Jumlah Sperma Hewan Coba Akibat Pajanan Monosodium Glutamat. Artikel Ilmiah. Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Hal. 8.

Miskowiak, B., Limanowski, A., dan Partyka, M. (1993). Effect of perinatal administration of monosodium glutamat (MSG) on the reproductive system of male rat. Endocrynol Pol. 44: 497-505.

Nalbandov, A.V. (1990). Fisiologi Reproduksi Pada Manusia dan Unggas. Cetakan I. Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 53. Nayanatara, A., dan Vinodini, N. (2008). Role of ascorbic acid in monosodium

glutamat mediated effect on testicular weight, sperm morphology and sperm count, in rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine. 3: 1-5. Nukman. (2005). Interprestasi Hasil Analisis Sperm: Sesuatu yang Hilang dalam

Kesehatan Reproduksi Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia. Kongres Pandi IX dan Konggres Persandi I, 19–23 April Hotel Borobudur, Jakarta.

Pavlovic, V., Rankovic, G., dan Stoiljkovic, N. (2005). Antioxidant and prooxidant effect of ascocbic acid. Acta Medica Medianae. 44(1): 65-69. Pizzi, W.J., Barnhart, J.E., dan Fanslow, D.J. (1977). Monosodium glutamat

administration to the newborn reduces reproductive ability in female and male mice. Science. 196: 452-454.

Pramudito. (2009). Perbandingan Kualitas Spermatozoa Pada Tikus Wistar Diabetes Melitus Dan Hiperlipedimia Artifisial. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedoteran Universitas Diponegoro.

Prawirohardjono, W., dan Dwiprahasto, I. (2000). The Administration to Indonesians of Monosodium L-Glutamat in Indonesian Foods: An assessment of adverse reactions in a randomized. Jurnal Of Nutrition. 130: 1074-1076.

Regina, B.F., dan Traber, M.G. (1999). Vitamin E: Function And Metabolism. Faseb J. 13: 1145-1155.

Sagi, M. (1994). Embriologi Vertebrata. Yogyakarta: UGM Press. Hal. 70. Salisbury, G.W., dan Vandemark, N.L. (1988). Fisiologi Reproduksi dan

Inseminasi Buatan pada Sapi. Penerjemah: Djanuar. Yogyakarta: UGM Press. Hal. 87.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 7. Surat Pernyataan Layak Uji

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Dr. Edy Suwarso, SU., Apt. Jabatan : Ketua Komisi Pembimbing

Telah memeriksa dan menyatakan bahwa tesis atas nama di bawah ini layak untuk diuji;

Nama Mahasiswa : Riza Fahlevi Wakidi, S. Farm., Apt.

NIM : 097014002

Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenarnya.

Medan, Oktober 2012 Ketua Komisi Pembimbing

(Dr. Edy Suwarso, SU., Apt.) NIP 130935857


(4)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : dr. Soekimin, Sp.PA.

Jabatan : Anggota Komisi Pembimbing

Telah memeriksa dan menyatakan bahwa tesis atas nama di bawah ini layak untuk diuji;

Nama Mahasiswa : Riza Fahlevi Wakidi, S. Farm., Apt.

NIM : 097014002

Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenarnya.

Medan, Oktober 2012 Anggota Komisi Pembimbing

(dr. Soekimin, Sp.PA.) NIP 194808011980031002


(5)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Jabatan : Anggota Komisi Pembanding

Telah memeriksa dan menyatakan bahwa tesis atas nama di bawah ini layak untuk diuji;

Nama Mahasiswa : Riza Fahlevi Wakidi, S. Farm., Apt.

NIM : 097014002

Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenarnya.

Medan, Oktober 2012 Anggota Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) NIP 195301011983031004


(6)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt. Jabatan : Anggota Komisi Pembanding

Telah memeriksa dan menyatakan bahwa tesis atas nama di bawah ini layak untuk diuji;

Nama Mahasiswa : Riza Fahlevi Wakidi, S. Farm., Apt.

NIM : 097014002

Demikian surat pernyataan ini di buat dengan sebenarnya.

Medan, Oktober 2012 Anggota Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt.) NIP 195006071979031001


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 46 78

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

3 83 66

Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

6 49 63

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Leydig Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa ( Mus musculus, L. ) Yang Dipapari Monosodium Glutamate (MSG)

0 62 54

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma Dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus, L.) Yang Dipaparkan Monosodium Dlutamate (MSG)

4 35 78

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT JANTAN (Mus musculus L) YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

0 9 40

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGI OTAK MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus L) YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

8 48 59

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP BERAT TESTIS, JUMLAH SEL LEYDIG, DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L)JANTAN DEWASA YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

2 33 97

b. Pembuatan Vitamin C - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit(Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Monosodium Glutamat (MSG) - Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)

0 0 11