c. Alerg
Penelitian yang dilakukan Diniz 2005, terhadap tikus yang pada makanannya ditambah MSG 10 gkg BBhari, setelah 45 hari memperlihatkan
adanya disfungsi metabolik berupa peningkatan kadar glukosa darah, triasilgliserol, insulin dan leptin. Keadaan tersebut karena terjadinya stres oksidatif
berupa peningkatan kadar hiperperoksidasi lipid. Keadaan stres oksidatif juga dijumpai setelah pemberian MSG 4 gkg BB pada tikus ditandai dengan
peningkatan pembentukan malondialdehyde MDA pada hati, ginjal dan otak Farombi dan Onyema, 2006.
i, MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat
mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya
glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil
metabolisme seperti misalnya GABA Gama Amino Butyric Acid, serotinin atau bahkan oleh histamin Hidayah, 2012.
2.1.2 Efek MSG Terhadap Fungsi Reproduksi
Dari berbagai macam penelitian yang umumnya dilakukan pada hewan percobaan dalam periode neonatal atau infant dengan pemberian MSG dosis tinggi
melalui penyuntikan, telah ditemukan beberapa bukti bahwa MSG dapat menyebabkan nekrosis pada neuron hipotalamus, nukleus arkuata hipotalamus,
kemandulan pada jantan dan betina, berkurangnya berat hipofisis, anterior, adrenal, tiroid, uterus, ovarium, dan testis, kerusakan fungsi reproduksi, dan
berkurangnya jumlah anak Sukawan, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan Franca dan Suescun 2006, menunjukkan bahwa pada tikus neonetus yang dipajankan MSG terjadi gangguan perkembangan
testis, sel sertoli dan sel leydig pada masa prapubertasnya. Ternyata selain menyebabkan gangguan pada aksis neuroendokrin sistem reproduksi MSG juga
mengakibatkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi.
Pemberian MSG 4 gkg BB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan
dewasa, memperlihatkan pada usia prapubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah
sel sertoli dan sel leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone LH, Folicle Stimulating Hormone FSH, Thyroid T, dan Free T4 FT4.
Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptimia yang lebih tinggi dan penurunan dar FSH dan LH dan tidak nampak perubahan pada struktur testis
Miskowiak, et al., 1993. Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG
selama 15 hari pajanan jangka pendek dan 30 hari pajanan jangka panjang yang diberi 4 gkg BB intraperitonial memperlihatkan pengaruhnya berupa penurunan
berat testis, jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma yang rusak atau abnormal. Jumlah sperma yang normal pada tikus yang dipajankan dengan MSG
jangka panjang lebih sedikit dibanding dengan yang dipajankan dengan jangka pendek. Pada penelitian ini juga disimpulkan bahwa salah satu mekanisme yang
mungkin terjadi akibat dari efek toksik yang ditimbulkan oleh MSG pada sistem
Universitas Sumatera Utara
reproduksi mencit jantan adalah dengan cara menurunkan kadar asam askorbat testis Nayanatara dan Vinodini, 2008.
Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-
11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mgkg BB. Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina
yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit
jantan yang diberi MSG, terjadi pengurangan berat kelenjar endoktrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, atau testis. Setelah dewasa, pada mencit betina
yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang daripada kontrol. Setelah dewasa, pada mencit jantan
yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda infertilitas, misalnya berkurangnya berat testis Pizzi, et al.,1977.
Siregar 2009, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pemberian MSG 4 gkg BB tidak memberikan hasil yang bermakna terhadap penurunan
jumlah sperma tetapi memberikan hasil yang bermakna terhadap penurunan jumlah sel leydig, juga dengan pemberian antioksidan vitamin C 0,2 gkg BB tidak
memberikan hasil yang bermakna terhadap peningkatan jumlah sperma tetapi memberikan hasil yang bermakna terhadap peningkatan jumlah sel leydig.
Terdapat perbedaan jumlah sperma dan perbedaan rata-rata persentase morfologi sperma normal tetapi tidak menunjukkan hasil yang bermakna terhadap
kelompok perlakuan yang diberikan MSG 4 gkg BB dan vitamin C 0,2 gkg BB secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan Suparni, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Antioksidan