BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental Experimental research. Metode eksperimental dengan maksud mengetahui pengaruh atau
hubungan antara variabel bebas X yang disebut faktor perlakuan dengan variabel terikat Y yang disebut faktor pengamatan Hanafiah, 1995. Dalam penelitian ini
yang termasuk variabel bebas adalah monosodium glutamat, vitamin C dan vitamin E. Sedangkan variabel terikat adalah mutu sperma yaitu jumlah sperma,
persentase morfologi sperma normal dan gambaran histologis dari tubulus seminiferus mencit.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkembangan Struktur Hewan Departemen Biologi Fakultas MIPA USU dan Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran USU. Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Universitas Sumatera Utara Lampiran 1.
Waktu penelitian dilakukan selama 3 tiga bulan.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah jarum gavege, bak bedah dan dissecting set, kaca arloji, cawan petri, timbangan digital Preset Counter, objek glass, cover
glass, spuit 1 ml, kamar hitung Improved Neubaur, mikroskop cahaya Griffin, mikrotom Reichert Jung, oven Jouan, holder blok kayu ukuran 2x2 cm,
frezzer, bunsen, camera digital Canon, pisau silet, botol organ, pipet tetes.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah monosodium glutamat murni Sigma Aldrich, vitamin E Sigma Aldrich, vitamin C, NaCl 0,9, castor oil, giemsa,
eosin-Y, bouin, xylol, parafin, alkohol 70, 80, 90, 96, alkohol absolut, hematoxilin erlich, aquadest, tissue gulung, kertas milimeter blok, kertas saring
dan kertas label.
3.3 Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit jantan Mus musculus L strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat
badan 25-35 gram. Hewan dikondisikan selama lebih kurang satu minggu di laboratorium dengan diberi makanan pelet dan minuman air mineral yang sesuai,
dibagi dalam 5 kelompok masing-masing terdiri dari 5 hewan uji yaitu: a. Kelompok I PO = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi larutan NaCl 0,9
secara oral selama 30 hari. b. Kelompok II P1 = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 gkg BB secara
oral selama 30 hari. c. Kelompok III P2 = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 gkg BB
disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 gkg BB secara oral selama 30 hari. d. Kelompok IV P3 = 5 ekor mencit jantan dewasa diberi MSG 4 gkg BB
disertai dengan pemberian vitamin E 0,026 gkg BB secara oral selama 30 hari.
e. Kelompok V P4 = 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG 4 gkg BB disertai dengan pemberian vitamin C 0,26 gkg BB dan vitamin E 0,026 gkg
BB secara oral selama 30 hari.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Prosedur
Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah, selanjutnya dilakukan
pengamatan sebagai berikut:
3.4.1. Pengambilan Sekresi Cauda Epididimis
Untuk mendapatkan sperma didalam sekresi cauda epididimis dilakukan sebagai berikut: Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan percobaan
dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Kemudian organ testis beserta epididimis sebelah kanan dan kiri diambil dan diletakkan
kedalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9. Dibawah mikroskop cahaya bedah dengan perbesaran 400 kali cauda epididimis dengan cara memotong bagian
proximal corpus epididimis dan bagian distal vas deferens. Selanjutnya epididimis dimasukkan kedalam gelas arloji yang berisi 1 ml NaCl 0,9, kemudian bagian
proximal cauda dipotong sedikit dengan gunting lalu cauda ditekan dengan perlahan hingga sekresi cairan epididimis keluar dan tersuspensi dengan NaCl
0,9. Suspensi sperma dari cauda epididimis yang telah diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan yang meliputi jumlah sperma dan morfologi sperma.
Suparni, 2009.
3.4.2 Pengamatan Jumlah Sperma
Pengamatan jumlah sperma dilakukan sebagai berikut: Suspensi sperma yang telah diperoleh terlebih dahulu dihomogenkan.
Selanjutnya diambil sebanyak 10 µl sampel dan dimasukkan ke dalam kotak- kotak hemositometer Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup.
Dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali, hemositometer
Universitas Sumatera Utara
diletakkan dan hitung jumlah sperma pada kotakbidang A, B, C, D dan E. Hasil perhitungan jumlah sperma kemudian dimasukkan kedalam rumus penentuan
jumlah spermaml suspensi sekresi cauda epididimis sebagai berikut:
Jumlah sperma = N2 x 10
5
dimana N = jumlah sperma yang dihitung pada kotak A, B, C, D dan E.
spermaml
Kamar hitung Improved Neubauer dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.4.3 Pengamatan Morfologi Sperma
Untuk menentukan morfologi sperma diambil sperma dari cauda epididimis tersebut diatas dan dibuat sediaan hapus pada kaca objek, dikeringkan.
Kemudian diberi alkohol 70 selama 15 menit, dikeringkan dan diberi pewarnaan Giemsa selama 15 menit. Setelah itu dibilas dengan air kran dan dikeringkan.
Kemudiaan dengan mikroskop cahaya cahaya dihitung jumlah 100 sperma, ditentukan persentase sperma yang normal dan yang abnormal. Untuk
mendapatkan hasil akhirnya, jumlah persentase sperma yang normal kiri dan kanan pada cauda epididimis dijumlahkan dan diambil rata-ratanya. Ciri sperma
normal yaitu mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing dan ekor panjang lurus, sedangkan sperma abnormal mempunyai bentuk kepala tidak beraturan,
dapat berbentuk seperti pisang, tidak beraturan, atau terlalu bengkok, dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor atau terdapat ekornya saja tanpa kepala Suparni,
2009.
3.4.4 Pengamatan Histologis Testis
Pengamatan histologis testis dilakukan dengan cara pembuatan preparat dengan metode parafin yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Fiksasi
Mencit didislokasi dibagian leher dan dibedah. Diambil testis dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9 kemudian difiksasi selama 1 malam dengan
larutan bouin. b.
Washing Pencucian Setelah difiksasi, testis dicuci dengan alkohol 70 dan direndam selama 1
malam. c.
Dehidrasi Dehidrasi dilakukan dengan merendam testis dengan alkohol 70, 80,
96 dan alkohol absolut selama 1 jam dengan 2 kali pengulangan. d.
Clearing Penjernihan Clearing dilakukan dengan merendam testis kedalam xylol selama 1
malam. e.
Infiltrasi Infiltrasi dilakukan dengan merendam testis kedalam xylol yang berada di
dalam oven pada suhu 56ºC selama 1 jam. Dilanjutkan dengan merendam testis kedalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada
suhu 56ºC. f.
Embedding Penanaman Embedding dilakukan dengan meletakkan testis pada kotak berbentuk segi
empat yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu menuang perafin yang telah cair kedalam kotak tersebut, dan diberi label.
Dibiarkan sampai dingin sehingga membentuk blok parafin dan
Universitas Sumatera Utara
dimasukkan kedalam kulkas. Kemudian dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu yang berbentuk persegi.
g. Cutting Pemotongan
Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah di holder pada mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan
ukuran ketebalan 6-10 µm. h.
Attaching Penempelan Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin dengan
skapel, kemudian diletakkan pada objek glass, dan dilcelupkan pada air dingin dan air hangat. Kemudian diletakkan diatas hotplate beberapa detik
untuk meletakkan pita parafin pada objek glass. i.
Pewarnaan Pewarnaan sediaan testis diwarnai dengan menggunakan Hematoxilin
Eosin dengan cara sebagai berikut: 1.
Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai parafin habis kira-kira selama ± 15 menit.
2. Dealkoholisasi, dilakukan secara bertingkat dengan alkohol
konsentrasi menurun, dengan alkohol absolut, alkohol 96, alkohol 80, dan alkohol 70.
3. Pewarnaan dilakukan dengan cara objek glass dimasukkan kedalam
larutan pewarna Hematoxilin Erlich selama 3-7 menit, dicuci dengan air mengalir ± 10 menit, dimasukkan kedalam alkohol 30, 50,
dimasukkan kedalam larutan pewarna eosin 0,5 lalu kedalam alkohol 70 selama 1-3 menit, preparat dimasukkan berturut-turut kedalam
Universitas Sumatera Utara
alkohol 70, 80, 96, dan alkohol absolut, dikeringkan, selanjutnya preparat dimasukkan ke xylol.
j. Mounting
Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusakan supaya tidak terdapat gelembung udara. Diberi label dan diamati
dibawah mikroskop cahaya Sinaga, 2011.
3.5 Analisa Data
Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan ANAVA Analisis Variansi. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS versi 15,0.
Dalam penelitian ini hanya perbedaan rata-rata pada p 0,05 yang dianggap bermakna signifikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi dari sel sperma yang normal adalah terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutupi oleh tulang protoplasmic galea kapitis
Siregar, 2009. Beberapa penyimpangan dari morfologi sperma normal dianggap sebagai abnormalitas antara lain adalah sel sperma dengan kepala raksasa atau
kepala kerdil, kepala rangkap, sel sperma tanpa kepala atau tanpa ekor, kepala dengan banyak ekor, ekor bengkok atau melingkar, dan kepala-kepala
protoplasmik dibagian tengah Nalbandov, 1990. Morfologi dari sel sperma nomal dan abnormal pada penelitian ini dengan menggunakan kamar hitung
Improved Neubauer ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan pada Lampiran 2.
A B
Gambar 4.1 Morfologi sel sperma dengan menggunakan kamar hitung Improved
Neubauer. Keterangan: Morfologi sel sperma normal A terdiri dari kepala dan ekor,
morfologi sel sperma abnormal B kepala dengan banyak ekor.
Universitas Sumatera Utara