Namun, Ini bukan berarti bahwa ajaran agama yang terkandung dalam hadis itu harus disesuaikan dengan semua kenyataan yang berlawanan dengan
prinsip ajaran agama, tetapi isi ajaran yang terkandung dalam hadis itu jangan dipisahkan dengan kenyataan dan harus diusahakan dapat mengikuti
kenyataan dan merangkul kenyataan itu sesuai dengan prinsip ajaran yang tekandung dalam hadis itu. Hal yang demikian tentu tidak mudah bagi seorang
guru hadis, tetapi dengan latihan dan kelincahan guru, diperkuat dengan pengetahuan guru yang komprehensif, hal itu akan dapat dicapai.
43
4. Macam-Macam Metode Pembelajaran Hadis
Dalam proses pembelajaran harus diupayakan mengunakan metode pembelajaran yang bervariasi, karena berdasarkan hasil penelitian
dikemukakan oleh Dr. Vernon A. Magnesen, 1983 ternyata penguasaan materi pelajaran oleh anakpeserta didik menunjukkan:
10 dari apa yang dibaca 20 dari apa yang didengar
30 dari apa yang dilihat 50 dari apa yang dilihat dan didengar
70 dari apa yang dikatakan 90 dari apa yang dikatakan dan dilakukan
44
Secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran
yang diinginkan. Pemilihan, penetapan dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Apabila guru hanya
menggunakan satu metode saja dalam mengajar maka akan membosankan, yang akhirnya siswa tidak tertarik memperhatikan pelajaran. Jadi hendaknya
guru dapat menggunakan berbagai metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran khususnya dalam pembelajaran hadis.
Berikut ini adalah beberapa metode yang biasa diterapkan dalam proses pembelajaran hadis, diantaranya yaitu:
43
Zakiah Daradjat, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam..., h. 104
44
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan..., h. 167
a. Metode KisahCerita
Metode kisahcerita yaitu suatu metode yang digunakan guru dengan cara bertutur kata atau memberikan peneranganpenjelasan kepada anak didik
secara lisan. Dalam penggunaan metode ini, seorang guru harus mampu menyesuaikan tokoh dalam cerita tersebut membuat suara dan mimik muka
yang berubah-ubah sehingga pesan yang terkandung di dalamnya dapat tersampaikan. Adapun penggunaan metode kisahcerita ini terkandung dalam
Firman Allah swt yaitu:
☺ ⌧
☺
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-quran inikepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum aku
mewahyukan adalah termasuk orang-orang yang lalai. Q.S Yusuf: 3
Kandungan ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada dalam al-Qur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai pedagogis. Metode
kisahcerita dalam Pendidikan Islam menggunakan paradigma al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw sehingga dikenal istilah “kisah Qur’ani dan kisah Nabawi.”
Kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang valid tanpa diragukan lagi kebenarannya. Oleh karenanya, metode kisahcerita ini dapat digunakan
dalam menyampaikan materi pembelajaran hadis. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam materi pembelajaran hadis banyak meredaksikan kisah yang
menyimpan nilai-nilai pedagogis-religius yang memungkinkan anak didik mampu meresapinya.
45
Disamping itu, kisah-kisah yang berasal dari Rasulullah Saw selalu lengkap karena mengandung sekian banyak manfaat
dan terkait dengan sekian masalah. Ada kisah yang bertalian erat dengan tauhid yang mana dengan kisah itu beliau menerangkan keimanan kepada
Allah swt perintah shalat yang didalamnya terdapat kisah nabi ketika melaksanakan isra’ mi’raj, keharusan bersabar terhadap takdir-Nya,
45
Pupuh Faturrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar…, h. 62
menyerahkan secara penuh segala urusan kepada-Nya, keutamaan bertaubat, jujur dalam pergaulan, keutamaan tawakal, dan sebagainya. Ada pula kisah
yang bertalian erat dengan akhlak yaitu akhlak terhadap Ibu Bapak, sesama manusia, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, dapat difahami bahwa metode cerita atau kisah yang digunakan guru dalam pembelajaran hadis dianggap efektif dan
mempunyai daya tarik yang kuat sesuai dengan sifat alamiah manuisa yang menyenangi cerita. Hal ini terlihat dari perhatian dan kegembiraan yang
mereka ekspresikan ketika mendengarkan cerita guru. b.
Metode Bandongan Dalam dunia pendidikan Islam terdapat dua metode pembelajaran yang
dikenal dengan istilah sorogan dan bandongan. Metode sorogan merupakan metode pembelajaran di mana santri membacakan dan menjelaskan dari kitab
dan kyai hanya menjadi pengawas atau penguji sedangkan metode bandongan adalah kebalikan dari metode sorogan yaitu kyai membacakan penjelasan
kitab kuning dan didengarkan semua santrinya. Metode ini relative cocok dengan pertimbangan jumlah santri yang cukup banyak dan kyai pengampu
yang relatif sedikit. Metode bandongan ini didasarkan kepada pristiwa yang dialami Nabi Saw
ketika menerima wahyu melalui Malaikat Jibril, mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara Malaikat Jibril dan Nabi Saw. Dan juga ketika Nabi
Saw setelah menerima wahyu kemudian menyampaikan kepada para sahabatnya serta membimbing bacaannnya, kemudian di antara para sahabat
juga ada yang mencatat bacaan-bacaan yang disampaikan Nabi. Metode bandongan menurut Imran Arifin, yaitu ”kyai membaca suatu
kitab dalam waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan kyai tersebut.”
46
Definisi serupa dikemukakan pula oleh Zamakhsyari Dhofier yang mengatakan bahwa:
46
Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam…, h. 154
Metode bandongan adalah sekelompok murid antara 5-500 mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan,
menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam Bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-
catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah fikiran yang sulit.
47
Sedangkan Armei Arief berpendapat bahwa: Metode bandongan adalah kyai menggunakan bahasa daerah setempat,
kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan, kalimat demi kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang
diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode-kode tertentu sehingga kitabnya
disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan yang menyerupai jenggot kyai.
48
Selain itu, metode bandongan disebut juga dengan wetonan. Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau Ustadz terhadap sekelompok
santri yang akan mendengarkan dan menyimak kitab yang dibacanya. Sementara sang Kyai atau Ustadz membaca, menerjemahkan, menerangkan,
dan mengulas teks-teks kitab berbahasa arab tanpa harakat gundul, dengan memegang kitab yang sama, masing-masing santri melakukan pendhabithan
harakat, pencatatan simbol-simbol kedudukan kata, dan arti-arti kata langsung di bawah kata yang dimaksud. Selain itu juga keterangan lain yang dianggap
penting dan dapat membantu dalam memahami teks.
49
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode bandongan adalah salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan Islam termasuk
pembelajaran hadis. Dimana siswasantri tidak menghadap gurukyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru dengan membawa
bukukitab masing-masing. Kemudian guru membacakan, menerjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab berbahasa arab ke dalam bahasa
lokal, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu. Metode ini dilakukan
47
Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam..., h. 153
48
Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam…, h. 154
49
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, Tangerang: Media Nusantara, 2006, Cet.1, h. 60-61
dalam rangka memenuhi kompetensi kognitif dan memperluas referensi keilmuan bagi siswa.
Dalam tahammul al-hadis menerima hadis metode bandongan atau wetonan disebut juga dengan metode sama’ yang artinya mendengarkan secara
langsung hadis dari syekh. Dalam prakteknya seorang syeikhkyai membaca hadits dan seorang murid mendengarkannya, baik dia membaca dari kitabnya
atau dari hafalannya.
50
Adapun syarat-syarat penggunaan metode bandongan adalah: 1
Metode ini cocok diberikan kepada anak yang baru belajar kitab 2
Murid yang diajarkan sekurang-kurangnya lima orang 3
Tenaga guru yang mengajar sedikit sedangkan yang diajarkan banyak 4
Bahan yang akan diajarkan terlalu banyak, sedangkan alokasi waktunya sedikit.
51
Sejalan dengan hal tersebut, maka seorang kyai atau ustadz sebelum melangsungkan proses pembelajaran harus memperhatikan beberapa hal,
diantaranya yaitu: 1
Santri yang mengikuti kegiatan pembelajaran adalah santri yang sudah bisa membaca
2 Penentuan mata pelajaran, kitab, bab, bagian dan topik yang dipelajari
disesuaikan dengan urutan dan jadwal yang telah ditentukan serta tetap memperhatikan tingkat kemampuan santri
3 Walaupun yang lebih aktif dalam pembelajaran adalah kyai atau
ustadz, tetapi para santri juga perlu dilibatkan dengan berbagai macam cara, seperti tanya jawab, dan lain sebagainya.
4 Untuk membantu pemahaman santri, kyai atau ustadz dapat
mempergunakan alat peraga, alat bantu, atau alat media pengajaran seperti: papan tulis, OHP, pengeras suara, peta, dan lain sebagainya.
52
Adapun evaluasi dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode bandongan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pertama, pada setiap tatap muka atau pada tatap muka tertentu. Kedua, pada saat telah dikhatamkannya pengkajian sebuah kitab.
50
Azis, http:hanumsyafa.wordpress.com20100316tahammul-hadits-cara-menerima-dan-
menyampaikan-hadits , 20 Mei 2010
51
Armei Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam..., h. 156
52
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren..., h. 61-62
Dalam kaitan ini, kyai atau ustadz menilai berbagai aspek yang berada pada santri, diantaranya yaitu:
1 Aspek kognitif pengetahuan dilakukan dengan menilai kemampuan
santri dalam membaca, dan menjelaskan materi kitab. 2
Aspek afektif sikap dapat dinilai dari sikap dan kepribadian santri dalam kehidupan keseharian.
3 Aspek skill keterampilan yang dikuasi oleh para santri dapat dilihat
melalui praktik kehidupan sehari-hari dalam bidang ibadah, akhlaqul karimah dan lain sebagainya.
53
c. Metode Hafalan Pengertian metode hafalan menurut beberapa ahli pendidikan diantaranya
yaitu: ”Metode hafalan adalah cara mempelajari isi kitab yang telah dipelajari
dari kyai para pembantunya dengan cara menghafal, dimana para santri diharuskan menghafal satu bab dari satu pelajaran untuk di perdengarkan
kepada kyai para pembantunya”.
54
Metode hafalan adalah suatu metode yang berlangsung dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi
hafalan biasanya dalam bentuk syairnazham. Sebagai pelengkap metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat memorizing santri
terhadap materi yang dipelajari, karena dapat dilakukan baik di dalam maupun diluar kelas.
55
Metode hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadzkyai. Para
santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertantu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian di demonstrasikan di
hadapan sang ustadkyai, baik secara periodik atau insidental, tergantung kepada keinginan sang guru.
56 53
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren..., h. 65-66
54
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren…, h. 75
55
M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2005, cet. 2, h. 89
56
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren…,h. 72-73
Metode hafalan umumnya digunakan dalam pembelajaran kitab yang berbentuk nazham atau syair. Dalam pelaksanaannya, santri ditugasi untuk
menghafalkan bagian tertentu dari kitab, untuk kemudian di demonstrasikan di depan sang kyai atau ustadz. Setelah mendapat materi pelajaran tertentu dari
kitab, mereka kemudian disuruh menghafal teks yang telah dipelajari untuk disetorkan, disorogkan diucapkan secara hafal pada pertemuan berikutnya di
hadapan kyai atau ustadz.
57
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode hafalan adalah suatu cara yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar dimana
siswa diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan pilihan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki siswa ini kemudian di setorkan
dihadapan kyai atau ustadz. Dengan demikian, titik tekan pada pembelajaran ini adalah siswa mampu mengucapkan atau melafalkan sekumpulan materi
pembelajaran secara lancar dengan tanpa melihat atau mem\baca teks. Al-Qabisy mengemukakan bahwa metode belajar yang efektif, yaitu
dengan cara menghafal, melakukan latihan dan demonstrasi. Belajar dengan cara menghafal yang dimulai dengan memahami pelajaran dengan baik akan
membantu hafalan yang baik. Oleh karenanya, baik pendidikan pada zaman nabi maupun pendidikan modern sekarang ini menganjurkan agar mengajar
anak-anak dengan cara menghafalkan pelajaran agama serta memahami maksudnya secara jelas. Metode hafalan yang di ajukan Al-Qabisy didasarkan
pada hadis nabi saw yang menyebutkan bahwa: Perumpamaan Al-Quran itu seperti unta yang diikat dengan tali, jika
pemiliknya mengokohkan ikatannya, unta itu akan terikat erat pula, dan jika ia melepaskan tali ikatannya, maka ia akan pergi.
58
Atas dasar hadis di atas dapat diketahui bahwa meskipun metode hafalan umumnya dipakai untuk menghafal kitab-kitab tertentu dalam bentuk syair
semisal Alfiyah Ibnu Malik, Imriti, dan sebagainya. Namun metode ini juga sering digunakan untuk menghafalkan al-Quran baik surat-surat pendek
57
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren…,h. 73
58
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, h. 34
maupun secara keseluruhan serta digunakan untuk menghafalkan hadis. Hal tersebut dikarenakan hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah al-
Quran, oleh karenanya sebuah keharusan bagi umat Islam untuk dapat memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan salah
satu caranya yaitu dengan menghafal. Jika hafalan itu diulang-ulanginya, maka ia akan tetap mengingatnya, dan jika ia tidak pernah membacanya, maka
ia akan melupakannya hilang hafalannya. Berdasarkan hal tersebut, maka SMP Riyadlul Jannah dalam
menyampaikan materi hadis menggunakan metode hafalan. Adapun langkah- langkahnya yaitu pertama-tama guru memberikan beberapa hadis pilihan
kepada siswa, kemudian hadis yang telah diberikan tersebut dibaca bersama- sama secara lantang dengan dituntun oleh guru biasannya diulang sebanyak 3
kali, setelah itu guru memberikan waktu kepada siswa ± 15 menit untuk menghafal hadis secara individu. Setelah dirasa cukup, maka hafalan yang
dimiliki siswa tersebut disetorkan kepada guru. Bagi siswa yang telah menghafal hadis secara baik, guru memintanya untuk menuliskan hafalan
hadisnya di papan tulis. Sedangkan bagi siswa yang belum menyetorkan hafalannya, maka guru akan memberikan waktu tambahan yaitu sampai
dengan pertemuan minggu depan. Adapun Cara mengevaluasi kegiatan belajar santri dalam menggunakan metode hafalan dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pertama, evaluasi pada setiap kali tatap muka yaitu santri menyetorkan tugas hafalannya kepada kyai atau ustadz. Jika dapat menghafal dengan
baik, dia diperbolehkan untuk melanjutkan pelajarannya. Sebaliknya, jika belum, dia harus mengulang hafalannya sampai
lancar pada pertemuan yang akan datang. Kedua, evaluasi pada waktu telah diselesaikannya seluruh hafalan yang
ditugaskan kepada santri. Praktiknya, sang kyai atau ustadz membacakan sepotong teks yang kemudian santri diminta untuk
melanjutkan hingga sempurna.
59
59
Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren..., h. 73-74
D. Kerangka Berfikir