BAB IV ANALISIS TENTANG TRADISI RITUAL NYADAR
Sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumya, tradisi ritual Nyadar merupakan adat istiadat masyarakat Pinggirpapas yang kerap dilaksanakan sebagai perwujudan rasa syukur atas hasil panen
garam juga sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa leluhur mereka, yakni Anggasuto beserta kerabatnya.
Adapun hubungannya dengan judul yang terdapat dalam bab ini, penulis akan menguraikan beberapa hal dari hasil penelitian yang telah diperoleh. Hal ini dilakukan guna mendapat kajian isi atau
bahasan secara menyeluruh hingga di dapatkan hasil analisis yang telah penulis lakukan. Oleh karena itu penulis akan menguraikannya dalam empat pokok pembahasan berikut ini :
A. Sejarah Munculnya Tradisi Ritual Nyadar
Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, sebagaimana yang dikisahkan oleh Bapak Kasa selaku sesepuh dan Ketua Adat di Desa Pinggirpapas, ritual Nyadar itu tidak diketahui pasti tahun
berapa mulai dilaksanakannya tetapi yang jelas Nyadar itu adalah tradisi yang sudah turun temurun mulai dari nenek moyang hingga sekarang dan sudah seperti menjadi sebuah kewajiban bagi
masyarakat Pinggirpapas untuk melaksanakannya. Namun dari berbagai cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Pinggirpapas, dapat dipastikan bahwa sejarah munculnya tradisi Nyadar
bertepatan dengan ditemukannya garam pertama kali oleh Anggasuto. Pada saat itu Anggasuto bermunajat atau memohon kepada Allah SWT, agar diberikan petunjuk bagaimana caranya memberikan
sumber kehidupan yang layak bagi rakyatnya. Pada saat itu selain penduduk asli yang tinggal di daerah Pinggirpapas, terdapat pula para pendatang yakni bekas tentara Bali yang diselamatkan oleh Anggasuto
sebagai akibat adanya kalah berperang melawan kerajaan Sumenep. Pada saat itu kerajaan Sumenep dipimpin oleh Pangeran Lor dan Pangeran Wetan dari 1562 M-1567 M.
1
Dari sini penulis akhirnya mencoba menyimpulkan bahwa munculnya tradisi Nyadar sekitar abad 16. Hal ini bertepatan dengan
1
RB. Ahmad Rifa’ie Agil, Riwayat Singkat Raja-Raja Sumenep dan Peninggalannya, Sumenep: Oktober 2002, h. 4
terjadinya peristiwa perang antara kerajaan Bali dan kerajaan Sumenep yang ditandai dengan upaya penyelamatan oleh Anggasuto kepada para tentara Bali yang mengalami kekalahan dari pasukan
kerajaan Bali. Dan akhirnya para bekas tentara Bali tersebut mendiami daerah Pinggirpapas dengan bimbingan seorang Anggasuto.
Menurut bapak Suliman selaku salah satu tokoh pelaksana Nyadar, nama desa Pinggirpapas juga mempunyai makna historis. Menurut cerita beliau nama Pinggirpapas diambil dari sejarah tentara bali
yang lari terbirit-birit dan hampir jatuh ke pinggir-pinggir atau pesisir pantai. Kata orang Pinggirpapas menyebutnya dengan istilah “la lare ka penggirna ma tagerpas keya”,yang artinya lari terbirit-birit
sampai akhirnya jatuh ke pinggir-pinggirnya pantai. sehingga disingkat dengan nama “Pinggirpapas”.
2
Mengenai ditemukannya garam oleh Anggasuto, banyak versi yang membahasnya. Konon, Anggasuto menemukan garam pertama kali melalui ilham yang menyuruhnya berjalan-jalan di pesisir pantai
sampai kena air sebatas mata kaki. Seperti halnya kondisi pantai dimanapun, pantai Pinggirpapas dipenuhi pasir dan sedikit berlumpur. Sehingga apabila permukaan pasir itu diinjak maka akan dijumpai
lubang-lubang bekas injakan kaki itu. Demikian halnya ketika Anggasuto menunaikan perintah bisikan itu, maka tanah pasir pinggir pantai yang ia lewati terlihat lubang-lubang bekas injakan yang berair.
Akan tetapi, anehnya setelah beberapa hari ia lihat kembali, di dalam lubang-lubang bekas injakan itu ternyata ada kristal-kristal garam. Maka ia ceritakan kepada keluarganya bahwa ia telah menyaksikan
sebuah kristal-kristal garam dari bekas injakan kakinya di pinggir pantai Pinggirpapas. Dari situlah kemudian ia mengajak keluarganya untuk memperluas dan memperlebar bekas injakan itu, yang pada
akhirnya menjadi tambak-tambak garam.
40
Versi lain menceritakan bahwa pada saat Anggasuto berjalan-jalan di pantai ia menemukan enam buah kotak yang berisi air laut. Keesokan harinya satu kotak itu mengkristal dan berwarna putih. Hari
berikutnya kotak yang kedua mengkristal pula diikuti oleh kotak yang ketiga sampai hari yang keenam.
Kristal warna putih itu dinamakan buje garam oleh Anggasuto. Dari pengalaman tersebut Anggasuto
mencoba membuat talangan bersama-sama rakyatnya. Dia Anggasuto berkata kalu bulan depan air laut dalam talangan itu bisa jadi garam, dia akan melakukan tasyakuran. Percobaan Anggasuto itu ternyata
2
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suliman, “Tokoh Pelaksana Nyadar”, Pinggirpapas, Tanggal 14 Pebruari 2006
40
Aminuddin Kasdi, dkk, Sejarah Pelopor Garam di Sumenep, Surabaya: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, 2003, h. 10-11
berhyasil dan kemudian diikuti oleh adiknya yang pertama, bernama Kuasa yang juga bernazar kalau bulan depan berikutnya talangan yang ia buat jadi garam, ia akan selamatan bersama-sama dengan
seluruh masyarakat. Adik Anggasuto yang perempuan bernama Indusari, istri dari Embah Bangsa, seperti saudaranya ia pun bernazar, kalau garam yang ia buat bulan depan jadi, ia akan melaksanakan
nazar di rumah sendiri.
41
Merujuk pada uraian ini, maka sebenarnya tradisi Nyadar yang dilakukan oleh masyarakat Pinggirpapas sama halnya dengan nazar yang mengandung arti janji berbuat sesuatu jika
niatnya tercapai. Namun dalam pengucapannya atau dialek bahasa orang Madura, khususnya
masyarakat Pinggirpapas menyebut tradisi Nazar berubah menjadi Nyadar. Dengan adanya ketiga
peristiwa ini, maka tradisi Nyadar atau Nazar dilaksanakan sebanyak tiga kali oleh masyarakat Pinggirpapas hingga sat ini, yakni nazar yang dilakukan oleh Embah anggasuto, Embah Kuasa dan Nyai
Indusari istri Embah Bangsa. Sebagaimana yang telah diceritakan oleh Bapak Mohammad Sadek selaku Kepala Desa Pinggirpapas melalui hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis.
42
Namun di balik berbagai cerita tersebut, sesungguhnya terdapat nilai-nilai histories masyarakat Pinggirpapas pada awalnya. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perang antara Sumenep dan Bali.
Sebagai akibat Raja Bali yang bernama Menakjayengpati tidak mau membayar upeti kepada Sumenep sebelumnya. Pada waktu itu roda pemerintahan Sumenep dikuasai oleh pangeran Lor dan Pangeran
Wetan saudara kembar yang mengalahkan Bali. Akhirnya bala tentara Bali merasa terdesak oleh kemenangan Sumenep dan mereka melarikan diri ke daerah-daerah terpencil, salah satunya yaitu
Pinggirpapas.Di daerah inilah bala tentara Bali bertemu dengan Anggasutoyang melindungi mereka dari kejaran pasukan Sumenep. Hingga pada akhirnya Anggasuto mengislamkan mereka.
43
Keberadaan bekas tentara Bali ini semakin menambah populasi jumlah penduduk yang ada di Pinggirpapas. Jumlah penghuni Pinggirpapas yang semakin bertambah membuat Anggasuto berpikir
untuk mencari pemecahan bagaimana mereka penduduk Pinggirpapas bisa bertahan hidup bila tanpa ada mata pencaharian yang memadai. Penduduk Pinggirpapas yang hidup di pesisir itu hanya
mengandalkan hasil tangkapan ikan pekerjaan nelayan yang dipandang masih belum mencukupi.
41
Budiyono, Tradisi Nyadar, h. 11-12
42
Wawancara Pribadi dengan Bapak Mohammad Sadek, “ kepala Desa Pinggirpapas”, Pinggirpapas, tanggal 10 Februari 2006
43
Iskandar Zulkarnain, dkk, Sejarah Sumenep, Surabaya: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, 2003, h. 73-75
Anggasuto sebagai seorang yang memiliki kelebihan, terutama dalam ilmu agama termasuk juga memiliki karamah mencoba memohon kepada Allah SWT, untuk dapat diberi jalan keluar terhadap
persoalan hidup masyarakat Pinggirpapas.
44
Dan akhirnya penemuan garam menjadi petunjuk sebagai tanda awal kemakmuran masyarakat Pinggirpapas sebagaimana yang telah diceritakan sebelumnya.
Mengenai siapakah sebenarnya Anggasuto hingga kini masih dalam perdebatan yang panjang untuk menemukan kebenarannya. Namun menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat
Pinggirpapas umumnya dan sesuai dengan literatur yang penulis temukan menyatakan bahwa Anggasuto sebenarnya adalah Brawijaya V Raja Majapahit. Beliau melarikan diri ke Madura sesudah
ia ditaklukkan oleh Raden Fatah dari Demak. Sebenarnya dikatakan bahwa Brawijaya mengakui bahwa agama yang dibawa oleh Raden Fatah itu merupakan suatu kebenaran, tetapi karena Brawijaya seorang
raja, maka ia tidak berani mengakui secara terbuka kebenaran dari agama Islam. Karena ia mengakui ajaran Islam ia menghilang dari kerajaan Majapahit dan hidup sebagai pertapa di Madura dengan nama
Syeh Anggasuto. Masyarakat setempat menganggap cerita ini benar sebab dahulu seorang utusan dari kesultanan Yogyakarta mencari sebuah makam yang berundak sebelas. Ternyata dari makam raja-raja
yang ada di Indonesia, hanya yang di desa Kebundadap Sumenep ada yang berbentuk demikian. Menurut utusan itu, makam ini merupakan makam Raja Majapahit yang telah menghilan yaitu
Brawijaya V.
45
Menurut cerita bapak Harun Rasyid selaku tokoh agama di desa ini, ritual Nyadar itu sudah rutin dilaksanakan setiap tahunnya, hanya saja perbedaannya ritual Nyadar pada jaman dahulu dengan ritual
Nyadar sekarang terdapat sedikit perbedaan. Karena kurangnya pendidikan masyarakat setempat di jaman dahulu di bidang keagamaan maupun di bidang ilmu pengetahuan, ritual Nyadar pada jaman
dahulu dilaksanakan benar-benar hanya memberikan sesajen saja, berbeda dengan sekarang ritual Nyadar dilaksanakan dengan dilengkapi doa-doa khusus dan tujuan-tujuan tertentu.
46
Hal ini tentunya tidak terlepas oleh adanya penyebaran agama Islam yang bertepatan dengan dimulainya tradisi Nyadar
pada abad ke 16. Sehingga tradisi kepercayaan nilai-nilai animisme dan dinamisme budaya Hinduisme yang ada sebelumnya, perlahan-lahan mulai diberikan pengaruh nilai-nilai ajaran Islam adanya proses
Islamisasi.
44
Aminuddin Kasdi, Sejarah Pelopo Garam di Sumenep, h. 9-10
45
Budiyono, Tradisi Nyadar, h. 9
46
Wawancara Pribadi dengan Bapak Harun Rasyid, “Tokoh Agama”, Pinggirpapas, tanggal 13 Februari 2006
Menurut Bapak Kasa salah satu sesepuh sekaligus ketua umum perayaan ritual Nyadar 2006, ritual Nyadar ini pantang sekali untuk dilanggar atau dilewatkan, walaupun kondisi ekonomi masyarakat
setempat sedang tidak memungkinkan tetapi yang namanya tradisi atau kebudayaan tetap harus dilaksanakan. Karena menurut beliau di samping untuk mempererat kekerabatan masyarakat
Pinggirpapas mengadakan ritual Nyadar juga mempunyai tujuan untuk melestarikan kebudayaan.
47
B. Penetapan Waktu dan Praktik Ritual Nyadar 1. Penetapan Waktu