Interpretasi Hukum oleh Hakim.

yang sama kuat dan sama akurat analisis yuridis, satu sama lain tidak mendukung dalam perkara yang dihadapinya, maka perkara tersebut dapat diselesaikan dengan alternatif yaitu: a. Persoalan tersebut dibawa ke rapat pleno Hakim yang ada di Pengadilan Agama tersebut yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama dan rapat ini tertutup dan rahasia. b. Ketua Majelis Hakim karena jabatannya dapat mempergunakan hak vetonya dalam menyelesaikan perkara tersebut, dengan catatan pendapat Hakim yang tidak sependapat tersebut dicatat dalam buku catatan yang rahasia.

2. Interpretasi Hukum oleh Hakim.

Untuk menjamin kepastian hukum harus ada kodifikasi, yaitu usaha untuk membukukan peraturan-peraturan yang tertulis yang masih berserak-serak ke dalam suatu buku secara sistematis, maksudnya adalah untuk mewujudkan kepastian hukum bagi masyarakat. Interpretasi merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang terhadap Undang-Undang agar ruang lingkup kaidah dapat searah dengan peristiwa tertentu. Penafsiran Hakim mengenai peraturan hukum merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pemahaman terhadap peristiwa yang konkret yang dapat diterima oleh masyarakat. Penggunaan penafsiran Undang-Undang ini dengan baik, mensyaratkan Hakim dengan sungguh-sungguh memahami berbagai macam metode penafsiran hukum, atau Undang-Undang, antara lain metode gramatikal, teleologis, sistematis, historis, komperatif, faturistik, restriktif, dan ekstensif, serta metode contrario. 29 Penafsiran undang-undang secara gramatikal atau tata bahasa yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut arti perkataan istilah yang terdapat dalam Undang-Undang yang bertitik tolak pada arti perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai dalam Undang- Undang. Dalam hal ini Hakim wajib mencari arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum. Oleh karena itu dipergunakan kamus bahasa atau meminta bantuan dari para ahli bahasa. Penafsiran undang-undang secara sisitematis suatu cara yang mengharuskan Hakim untuk memperhatikan hubungan suatu perkataan yang hendak ditafsirkan dalam rangka yang lebih besar, dengan kalimatnya yang merupakan suatu pasal. Akan tetapi pasal-pasal tersebut mempunyai hubungan lagi dengan beberapa pasal lainnya mengenai suatu hal yang tertentu, yang ada sangkut-pautnya dengan beberapa hal dalam hubungan yang lebih luas lagi. Akhirnya dengan penafsiran ini orang dapat memperolah gambaran atau pandangan yang luas dan jelas tentang arti suatu perkataan dalam undang-undang bahwa undang-undang tidak terlepas, tetapi akan selalu hubungannya antara yang satu dengan lainnya sehingga seluruh perundang-undangan itu merupakan kesatuan tertutup, yang rapi dan teratur. 29 Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta: Kencana, 2007, ed. 1, cet. 1. hal. 179. Penafsiran undang-undang secara historis adalah menafsirkan undang-undang dengan cara melihat sejarah terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Tiap ketentuan undang-undang mempunyai sejarah tersendiri dan dengan sejarah pembentukan undang-undang itu, Hakim dapat meneliti dan mempelajari maksud dari pembuatan undang-undang. Penafsiran ini dapat dilakukan oleh Hakim dengan cara menyelidiki asal-usul peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Caranya ialah dengan melihat dari suatu sistem hukum dahulu pernah berlaku yang sekarang tidak berlaku lagi. Penafsiran historis ada macam: 1 Penafsiran menurut sejarah hukum yaitu merupakan suatu cara penafsiran hukum dengan jalan menyelidiki dan mempelajari sejarah perkembangan segala suatu yang berhubungan dengan hukum seluruhnya. Penafsiran tersebut adalah penafsiran tersebut adalah penafsiran menurut sejarah penetapan perundang-undangan. 2 Penafsiran menurut sejarah hukum yaitu penafsiran yang menyelidiki maksud dari pembuat Undang-Undang dalam menetapkan peraturan perundang-undangan atau siapa yang membuat rancangan Undang- Undang. Penafsiran sistematis yang dimaksud penafsiran sistematis ialah suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan pasal-pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan atau pada perundang- undangan hukum lainnya, atau membaca penjelasan suatu perundangan- undangan, sehingga mengerti apa yang dimaksud. 30 Penafsiran sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat. Penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan yang pertama- 30 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, cet. 8, hal. 101. tama dimulai dari penafsiran menurut kata dan tata bahasa, penafsiran menurut sejarah, kemudian penafsiran sosiologis. Penafsiran sosiologis sangat penting sekali bagi Hakim terutama kalau diingat banyak Undang-Undang yang dibuat jauh daripada waktu dipergunakan. Penafsiran otentik atau penafsiran secara resmi ialah penafsiran secara resmi. Penafsiran ini dilakukan oleh pembuat Undang-Undang itu sendiri atau oleh instansi yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan tidak boleh siapapun dan pihak manapun. Penafsiran ini sifatnya subyektif, penafsiran yang dilakukan oleh pembuat Undang-Undang sendiri diikuti dalam penjelasan Undang-Undang sebagai lampiran dan tambahan Lembaran Negara dari Undang- Undang yang bersangkutan. Penafsiran perbandingan ialah suatu penafsiran dengan membandingkan antara hukum lama dengan hukum positif yang berlaku saat ini, antara hukum nasional dengan hukum asing dan hukum kolonial.

3. Penemuan Hukum oleh Hakim.