Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
C. Aspek-Aspek Hukum Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan
Berdasarkan uraian di atas, aspek hukum transaksi sekuritisassi berkaitan erat dengan ketentuan-ketentuan dalam KUHPer, hukum pasar modal, dan hukum
jaminan. 1. Jual Beli Tagihan
Salah satu prinsip utama dalam transaksi sekuritisasi adalah terlepasnya kumpulan tagihanpiutang dari kepemilikan Kreditur Asal Originator sehingga
terlepas dari risiko kepailitan pada Kreditur Asal. Untuk itu kumpulan tagihan tersebut dijual dan diserahkan oleh Kreditur Asal kepada pembeli kumpulan
tagihan, yaitu PPSP atau SPV yang selanjutnya akan menerbitkan EBA. Penjualan merupakan salah satu rechtstiteperistiwa perdata sebagai persetujuan untuk
memindahkan hak milik atau disebut juga perjanjian obligatoir dan penyerahan
levering merupakan syarat utama pengalihan hak kepemilikan menurut ketentuan Pasal 584 KUHPer. Berbeda dengan penyerahan untuk benda bergerak
berwujud yang dilakukan secara fisik, untuk penyerahan atas tagihan dilakukan
secara tertulis dalam bentuk akte cessie
62
Untuk jual beli tagihan, ada 2 hubungan hukum yang terjadi, yaitu 1 hubungan hukum antara penjual tagihan cedent dengan pembeli tagihan
cessionaris dengan debitur cessus. Jual beli dan penyerahan tagian antara cedent dan cessionaris tidak memerlukan persetujuan cessus sehingga dengan
baik otentik maupun bawah tangan sesuai ketentuan Pasal 613 ayat 1 KUHPer.
62
Akte cessie bersifat perjanjian kebendaan karena intinya adalah penyerahan hak milik atas tagihan.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
adanya perjanjian jual beli dan penyerahan tagihan, maka kepemilikan hak tagih telah beralih kepada cessionaris pembeli. Adapun hubungan antara cessionaris
dan cessus baru timbul apabila cessus telah diberitahu atau cessus telah mengakui adanya pengalihan hak tagih tersebut.
Pemberitahuan ini diatur dalam pasal 613 ayat 2 KUHPer, dan pemberitahuan ini bukan merupakan syarat beralihnya kepemilikan hak tagih dari
cedent kepada cessionaris. Dengan demikian, dalam transaksi sekuritisasi si debitur cessus dapat tetap membayar secara sah kepada Kreditur Asal sebelum
adanya pemberitahuan mengenai jual beli tagihan tersebut. Bilamana setelah pemberitahuan pemindahan hak tagih dilakukan ternyata debitur tetap membayar
pada si penjual cedent, pembayaran debitur tersebut adalah tidak sah sehingga ia tetap wajib melakukan pembayaran kepada si pembeli. Biasanya, penjual setelah
pemindahan tagihan tetap melanjutkan koleksi atas tagihan, akan tetapi tidak lagi sebagai pemilik, tetapi sebagai kuasa dari si pembeli. Pengaturan demikian
meniadakan kewajiban pemberitahuan kepada debitur cessus sehingga menghindari kerepotan pemberitahuan kepada tiap cessus.
Menurut sistem hukum perjanjian dalam KUHPer, yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian hanyalah subjek hukum, yaitu orang-perorangan atau
badan hukum rechtspersoon.
63
63
Hal serupa juga ditentukan dalam UU No. 4 tahun 1996 yang mengatur mengenai Hak Tanggungan, bahwa hanya orang perseorangan atau badan hukum yang dapat menjadi pemegang
HT Pasal 9.
Dengan demikian, dalam kaitan dengan transaksi sekuritisasi, sebagai pembeli tagihan yang juga sebagai pemegang HT haruslah
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
berbentuk badan hukum. Atas alasan itulah, maka Perpres 1905 menentukan bahwa SPV adalah berbentuk badan hukum perseroan terbatas.
2. Aspek Hukum Pasar Modal dalam Transaksi Sekuritisasi Aspek penting dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
”UUPM” untuk digunakan dalam transaksi sekuritisasi adalah adanya pemisahan kekayaan antara aset kustodian dengan aset pihak lain yang dititipkan
padanya.
64
Selain itu dikenalnya konsep ”trust” dalam penitipan kolektif pada kustodian yang tercatat sebagai pemegang efek bukan pemilik sesungguhnya,
dimana pemiliknya adalah pihak yang mempunyai rekening pada kustodian.
65
64
Pasal 44 ayat 3 UUPM menentukan bahwa efek yang disimpan pada rekening efek kustodian bukan merupakan bagian dari harta kustodian.
65
Pasal 56 UU Pasar Modal.
Adanya ketentuan tersebut sangat penting untuk melindungi para pemegang EBA apabila terjadi kepailitan pada kustodian sebagai pihak yang menjadi pemegang
kumpulan tagihan, kumpulan tagihan yang ada padanya tidak masuk dalam harta pailit boedel kustodian.
Aspek penting lainnya dalam UUPM adalah dikenalnya Lembaga perwaliamanatan yang bertindak untuk kepentingan investor. Adanya lembaga ini
dipergunkan dalam transaksi sekuritisasi untuk mewakili kepentingan pemegang EBA maupun terhadap Kreditor Asal selaku Pemberi Jasa yang melakukan tugas
koleksi pembayaran.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
Aspek-aspek hukum yang terdapat dalam ketentuan pasar modal tersebut kemudian diterapkan dalam transaksi sekuritisasi dengan melibatkan peranan
Lembaga Kustodian dan Wali Amanat dalam transaksi tersebut. 3. Aspek Hukum Jaminan
Yang menjadi jaminan utama dari sekuritisasi KPR adalah hak tanggungan ”HT” yang diberikan debitur untuk menjamin pelunasan atas KPR
yang diberikan dalam sekuritisasi KPR, terjadi jual-beli dan penyerahan tagihan dalam kumpulan portofolio tagihan yang besar dari Kreditor AsalOriginator
kepada pembeli tagihan. Sesuai ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan
Tanah ”UUHT”, maka HT demi hukum ikut beralih kepada pembeli tagihan.
66
Yang masih menjadi kendala dalam UUHT adalah belum dikenalnya penjualan tagihan berikut HT yang melekat padanya dalam jumlah yang besar.
Yang dikenal hanya penjualan tagihan berikut HT secara individual. Selain itu Atas dasar itu, sangat penting untuk dipastikan bahwa setiap portofolio KPR yang
diberikan, HT telah terpasang dengan sempurna. Sebagaiman diuraikan diatas, Perpres 1905 menetukan SPV adalah
berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Ketentuan ini juga dimaksudkan untuk mengakomodir ketentuan dalam Pasal 9 UUHT yang menentukan bahwa
hanya orang perseorangan atau badan hukum yang dapat menjadi pemegang HT, sehingga SPV dapat terdaftar sebagai pemegang HT.
66
Pasal 16 ayat 1 UU Hak Tanggungan.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
UUHT tidak mengenal pencatatan HT atas nama lembaga wali amanatkustodian sebagai pemegang HT. Untuk mengatasi kendala ini, BPN sedang menyiapkan
peraturan yang memungkinkan hal tersebut untuk menunjang transaksi sekur itisasi KPR.
67
D. Kendala-kendala Hukum dalam Sekuritisasi