Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
k. Menghilangkan risiko-risiko yang dihadapi bank antara lain dengan memindahkan risiko kredit dan risiko suku bunga dari bank sebagai Kreditur
Asal kepada Penerbit. Risiko suku bunga, yaitu risiko yang ditimbulkan dari berfluktuatifnya suku bunga di Indonesia, karena dengan terus menerus
mengucurkan kredit yang berjangka waktu panjang maka bank akan mengalami kesulitan bila terjadi kenaikan suku bunga seperti yang terjadi di
masa krisis moneter. Dengan melakukan sekuritisasi melalui Lembaga SMF ini, maka bank dapat meminimalkan risiko suku bunga tersebut. Sedangkan
risiko kredit, dengan penerapan sekuritisasi dengan mekanisme jual putus true sale maka risiko kredit yang ditanggung oleh bank akan dipindahkan ke
Lembaga Secondary Mortgage Facility SMF.
46
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tanggal 7
Februari 2005 Tentang Pembiayaan Sekunder perumahan dalam pasal 3, pasal 4 ayat 1, 2, 3, pasal 8, pasal 9, pasal 15 ayat 1, 2.
D. Landasan Peraturan Secondary Mortgage Facility SMF
Adapun yang menjadi Landasan peraturan Secondary Mortgage Facility SMF adalah sebagai berikut:
2. Peraturan Bank Indonesia No. 74PBI2005 Tanggal 20 Januari 2005 Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank
Umum dalam pasal 3 ayat 1, 2, pasal 4 ayat 3, pasal 5 ayat 1,2, pasal 7 ayat 1, 2, 3, pasal 8 ayat 1 , pasal 9 ayat 1.
46
Ardin Simanjuntak, Op. Cit., hal 11-12.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam rangka menigkatkan kegiatan pembangunan di bidang perumahan, perlu diupayakan tersedianya dana yang memadai melalui pembiaayaan sekunder
perumahan, dan untuk mendukung upaya penyediaan dana pembangunan perumahan secara efektif dan efisien perlu diatur ketentuan mengenai pembiayaan
sekunder perumahan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Februari 2005, Pemerintah Repuplik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 19
Tahun 2005 tersebut diantaranya diatur hal-hal sebagai berikut :
47
2. Pasal 4
1. Pasal 3 Pembiayaan Sekunder Perumahan dilakukan oleh suatu Lembaga Keuangan
yang didirikan khusus untuk itu.
1 Pembiayaan Sekunder Perumahan dilakukan dengan cara pembelian kumpulan Aset Keuangan dari Kreditur Asal dan sekaligus penerbitan Efek Beragun
Aset EBA 2 Efek Beragun Aset dapat berbentuk Surat Utang atau Surat Partisipasi
3 Efek Beragun Aset harus diperingkat oleh lembaga pemeringkat. 3.
Pasal 8 Pembelian kumpulan Aset Keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
ayat 1 hanya dapat dilakukan atas Aset Keuangan yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan standardisasi desain, standardisasi dokumen KPR,
47
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tanggal 7 Februari 2005 Tentang Pembiayaan Sekunder perumahan.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
pedoman analisa risiko, dan pedoman penilaian real estat yang ditetapkan oleh lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3.
Penjelasan : a.
Standarisasi desain, misalnya Fixed Rate Mortgage, Adjustable Rate Mortgage, Suku Bunga Efektif, Suku Bunga Annuitas.
b. Standarisasi dokumen KPR, misalnya PK mencantumkan pengalihan hak
tagih. c.
Pedoman analisa resiko, misalnya minimum 6 bulan lancar, Loan to Value Ratio maksimal 80 , analisa kredit menggunakan Credit scoring Model.
d. Pedoman penilaian real estat yang ditetapkan oleh Lembaga Keuangan,
misalnya standardisasi dalam proses penilaianappraisal agunan. 4.
Pasal 9 Dana yang diperoleh dari pembelian kumpulan Aset Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 hanya dapat digunakan oleh Kreditur Asal untuk pemberian KPR.
5. Pasal 15
1 Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pembiayaan Sekunder Perumahan, Pemerintah mendirikan perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagai
lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3. 2 Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbadan hukum perseroan
terbatas.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
Sebagaimana regulator dan pengawas perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 74PBI2005 tanggal 20 Januari
2005 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekur itisasi Aset Bagi Bank Umum yang antara lain mengatur hal hal sebagai berikut :
48
1. Pasal 3
1 Dalam Sekuritisasi Aset, Bank dapat berfungsi sebagai : a.
Kreditur Asal Originator Kreditur Asal adalah pihak yang mengalihkan aset keuangan kepada
penerbit. b.
Penyedia Kredit Pendukung Kredit Pendukung Credit Enhacement adalah fasilitas yang diberikan
kepada penerbit untuk meningkatkan kualitas aset keuangan yang dialihkan dalam rangka pembayaran kepada pemodal.
c. Penyedia Fasilitas Likuiditas
Fasilitas Likuiditas Liquidity Facilty adalah fasiltas talangan yang diberikan kepada Penerbit untuk mengatasi mismatch pembayaran
kewajiban kepada pemodal. d.
Penyedia Jasa Servicer Penyedia Jasa adalah pihak yang menata usahakan, memproses,
mengawasi, dan melakukan tindakan-tindakan lainnya dalam rangka mengypayakan kelancaran arus kas aset keuangan yang dialihkan kepada
Penerbit sesuai perjanjian antara pihak tersebut dengan Penerbit, termasuk
48
Peraturan Bank Indonesia No. 74PBI2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
memberikan peringatan kepada Reference Entity pihak yang berhutang atau mempunyai kewajiban membayar dari aset keuangan yang dialihkan
apabila terjadi keterlambatan pembayaran, melakukan negosiasi dan menyelesaikan tuntutan.
e. Bank Kustodian
Bank Kustodian adalah Bank yang memberikan jasa penitipan EBA dan harta serta jasa lain yang berkaitan dengan Sekuritisasi Aset sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. f. Pemodal Investor
Pemodal adalah pihak yang membeli EBA. 2 Bank yang melakukan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Tidak mengakibatkan rasio kewajiban penyediaan modal minimum Bank
lebih rendah dari ketentuan yang berlaku; dan b.
Melakukan fungsi tersebut sesuai dengan peraturan Bank Indonesia ini serta memprehatikan prinsip kehati-hatian.
2. Pasal 4 ayat 3 Bank sebagai Kreditur Asal hanya dapat mengeluarkan aset keuangan yang
dialihkan dari neraca derecognition , apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Aset keuangan yang dialihkan dari Kreditur asal kepada Penerbit
memenuhi kondisi jual putus; dan b.
Kreditur Asal bukan merupakan pihak terkait dengan penerbit.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
3. Pasal 5 1 Kondisi jual putus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a terjadi
apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.
seluruh manfaat yang diperoleh dan atau akan diperoleh dari aset keuangan telah dialihkan kepada Penerbit;
b. risiko kredit dari aset keuangan yang dialihkan secara signifikan telah beralih kepada Penerbit; dan
c. Kreditur Asal tidak memiliki pengendalian baik langsung maupun tidak langsung atas aset keuangan yang dialihkan.
2 Pemenuhan kondisi jual putus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dilengkapi dengan pendapat auditor independen dan pendapat hukum yang
independen. 4. Pasal 7
1 Bank yang berfunsi sebagai penyedia Kredit Pendukung dapat memberikan fasilitas Kredit Pendukung berupa fasilitas penanggung risiko kedua second
loss facility 2 Setiap penyediaan kredit Pendukung oleh Bank sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Diperjanjikan pada awal aktivitas Sekuritisasi Aset yang antara lain
menetapkan : 1 jumlah fasilitas yang diberikan; dan
2 jangka waktu fasilitas
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
b. Diberikan maksimun sebesar 10 sepuluh perseratus dari Nilai Aset keuangan yang dialihkan dalam hal Bank juga bertindak sebagai Kreditur
Asal. 3 Jumlah fasilitas Kredit Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf
a tidak dapat diubah selama jangka waktu perjanjian. 5. Pasal 8 ayat 1:
Penyediaan Kredit Pendukung yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 2 dan ayat 3 diperlakukan sebagai penyediaan
dana dan diperhitungkan dalam kewajiban penyediaan modal minimum dengan ketentuan sebagai berikut :
a. apabila Kredit Pendukung merpakan fasilitas penaggung risiko pertama,
maka Kredit Pendukung akan menjadi faktor pengurang Modal sebesar nilai terkecil antara jumlah beban Modal capital charge dari Nilai Aset
Keuanga yang dialihkan; b.
apabila Kredit Pendukung merupakan fasilitas penanggung risiko kedua, maka Kredit Pendukung akan menjadi komponen aktiva tertimbang
menurut risiko. 6.
Pasal 9 ayat 1: Setiap penyediaan fasilitas likuiditas oleh Bank wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut : a.
diperjanjikan pada awal aktivitas Sekuritisasi Aset yang antara lain menetapkan :
1. jumlah fasilitas likuiditas yang diberikan; dan
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
2. jangka waktu perjanjian; b.
jangka waktu Fasilitas Likuiditas maksimum 90 sembilan puluh hari; c.
jumlah Fasilitas Likuiditas yang dapat diberikan oleh Bank yang juga bertindak sebagai Kreditur Asal maksimum sebesar 10 dari Nilai Aset
keuangan yang dialihkan; 7.
Pasal 11 1 Bank yang berfungsi sebagai penyedia jasa wajib memenuhi persyaratan
antara lain sebagai berikut : a.
Diperjanjikan pada awal aktivitas Sekuritisasi Aset; dan b. Didukung oleh sistem administrasi yang memadai.
2 Bank sebagai Penyedia Jasa dapat melakukan Pembelian Kembali. 3 Pembelian Kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hanya dapat
dilakukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Nilai sisa aset keuangan yang dialihkan maksimum sebesar 10 dari Nilai
Aset Keuangan yang dialihkan; b. Biaya yang ditanggung oleh Bank lebih besar dari pendapatan yang
diperoleh dari penatausahaan aswt keuangan yang dialihkan; dan c. Dalam hal Bank juga merupakan Kreditur Asal dan penyedia Kredit
Pendukung, Pembelian Kembali tidak digunakan untuk menghindari kerugian yang harus ditanggung oleh Kreditur Asal sebagai penyedia
Kreditur Pendukung.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
8. Pasal 13 1 Bank yang berfunsi sebagai Bank Kustodian wajib menjalankan kegiatan
sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Bank yang berfungsi sebagai Kreditur Asal dan atau Penyedia Jasa tidak dapat
bertindak sebagai Bank Kustodian.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SEKURITISASI KREDIT PEMILIKAN
RUMAH KPR A. Pengertian Sekuritisasi
Black’s Law Dictionary, memberikan defenisi mengenai sekuritisasi, yaitu sebagai berikut; “Securitization- is the process of homogenezing and packaging
financial instruments into a new fungible ono. Acquisition, classification, collateralization, composition, pooling and distribution are functions within this
process“. Securitization, menurut Dictionary of Financial Risk Management,
adalah; The process of converting assets which would normally serve as collateral for a bank loan into securities which more liquid and can be traded at a
lower cost than the underlying assets. The largest category of securitized assets is real estate mortgage loans which serve as collateral for mortgage-backed
securities.
49
Menurut Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan
Sekunder Perumahan ”Perpres 1905”, sekuritisasi
50
adalah transformasi aset yang tidak likuid tagihan-tagihan yang semula sulit diperjualbelikan menjadi
likuid mudah diperjualbelikan dengan cara pembelian Aset Keuangan
51
49
Gunawan Widjaja E.Paramitha Sapardan, Aset Securitization Pelaksanaan SMF di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006, hal 9.
50
Konsep sekuritisasi securitization lahir dan pertama berkembang di Amerika Serikat. Karena Amerika Serikat menganut sistem hukum commcn lawmengenal institusi ”trust” dan
”trustee” sehingga dikenal adanya perbedaan ”holder of record” dan ”beneficial owner”, mereka tidak menjumpai masalah seperti yang timbul disini mengenai pendaftaran HT atas nama wali
Amanat trustee.
51
Yang dimaksud dengan Aset Keuangan menurut Pasal 1 angka 2 Perpres 1905 adalah piutang yang diperoleh dari penerbitan KPR, termasuk hak agunan yang melekat padanya.
dari
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
Kreditur Asal dan penerbitan Efek Beragun Aset
52
b. Surat Partisipasi yang dijual kepada dimiliki investor sebagai bukti kepemilikan secara proporsional atas portofolio tagihan yang merupakan
kumpulan tagihan-tagihan terpilih dari bank pemberi kredit Originator terhadap debiturpembeli rumah.
”EBA”. Adapun EBA yang
diterbitkan berupa : a. Surat Utang misalnya obligasi yang dijamin pembayarannya dengan
portofolio tagihan-tagihan terhadap debitur yang didalamnya melekat jaminan Hak Tanggungan ”HT”; atau
53
Sekuritisasi aset menurut Peraturan Bank Indonesia No.74PBI2005, dalam pasal 1 butir 2 adalah Penerbitan surat berharga oleh penerbit efek beragun
aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari kreditur asal yang diikut i dengan pembayaran yang berasal dari penjualan Efek Beragun Aset kepada
pemodal.
54
Sekuritisasi pada hakikatnya adalah teknik pembiayaan dengan mana dikumpulkan dan dikemas sejumlah aset aktiva keuangan berupa piutang
tagihan yang lahir dari transaksi keuangan atau transaksi perdagangan yang biasanya kurang likuid menjadi Efek yang likuid karena mudah diperjualbelikan.
Proses sekuritisasi yang dilaksanakan akan diserahkan kepada suatu wahana yang disebut Special Purpose Vehicle
SPV. Dalam pasar modal Indonesia, wahana sekuritisasi tersebut adalah berupa Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
KIK-EBA yang diatur berdasarkan Peraturan BAPEPAM Nomor IX.K.1 tentang
52
Pasal 1 angka 14 Perpres No. 192005.
53
Pasal 4 ayat 2 Perpres No. 1905.
54
Gunawan Widjaja E.Paramitha Sapardan, Op.Cit, hal 11.
Ulfa Rahyunito Daulay : Aspek Hukum Secondary Mortgage Facility SMF Dalam Rangka Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR Perbankan, 2008.
USU Repository © 2009
Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Asset Backed Securities sebagaimana dimuat dalam Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-
28PM2003 tanggal 21 Juli 2003.
55
Sekuritisasi adalah transformasi aset tidak likuid menjadi menjadi aset likuid dalam bentuk surat berharga yang dapat diperdagangkan. SMF akan
membeli hak tagih perumahan di perbankan dalam bentuk surat berharga, yang selanjutnya surat berharga bisa diperjualbelikan di pasar sekunder. Penyaluran
dana jangka panjang tersebut juga bisa dilakukan melalui proses sekuritisasi portofolio KPR dari Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya, dengan
menerbitkan Residential Mortgage-Backed Securities RMBS.
56
Sekuritisasi merupakan kegiatan mengalihkan aset keuangan dari kreditur Originator kepada pihak lain. Sekuritisasi aset dilakukan melalui penerbitan
surat berharga dalam bentuk ABS atau sering disebut Efek Beragun Aset EBA yang dapat diperjualbelikan di pasar modal. Perbedaan yang sangat mendasar
EBAABS dibandingkan dengan surat berharga lainnya adalah pada jaminan aset yang mem back-up nya, sehingga bagi investor instrumen ini lebih aman
disamping karena sudah ditransformasi maka EBA ini terlepas dari resiko kebangkrutan penerbitannya banckruptcy remoteness.
B. Mekanisme Sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah KPR