Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
1 Manfaat teoritis
Skripsi ini nantinya diharapkan secara teoritis dapat bermanfaat untuk memberikan masukan untuk perkembangan kemajuan hukum pidana pada
khususnya serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai tindak pidana perdagangan illegal satwa liar yang dilindungi.
2 Manfaat praktis
a. Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa,
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, praktisi hukum, dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan tindak pidana
perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi. b.
Dapat memberikan masukan bagi pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat tentang hal-hal yang harus
dilakukan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap satwa liar yang di lindungi dengan menggunakan sarana hukum pidana.
c. Menumbuhkan sikap kecintaan dan kepedulian terhadap kelestarian satwa dan
satwa liar yang dilindungi tersebut sehingga satwa liar yang dilindungi tersebut tetap akan ada dan tidak mengalami kepunahan.
D. Keaslian Penulisan
Sepanjang penelusuran yang telah dilakukan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang tindak pidana
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
perdagangan illegal satwa liar yang dilindungi menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya belum pernah
dilakukan sebelumnya.
Penelusuran hal ini sejalan dengan pemeriksaan di perpustakaan Departeman Hukum Pidana dan tidak ada judul yang sama. Berdasarkan
permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini dengan demikian, maka dapat penulis katakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya
penulis yang asli. Apabila dikemudian hari ditemukan skripsi dengan isi dan materi yang sama maka penulis akan bertanggungjawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Pidana, dan Pemidanaan.
1.1 Pengertian Pidana
Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman yang berasal dari kata straf, istilah ini merupakan istilah umum dan konvensional, yang dapat
mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas, meskipun dalam berbagai literatur kedua istilah
tersebut dibedakan
14
. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada
seseorang. Pidana itu sendiri merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana.
15
14
Andi Hamzah 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita, Hal 1.
15
Ibid Hal 2.
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
Kepustakaan hukum pidana menjelaskan bahwa menurut alam pemikiran yang normatif murni, maka pembicaraan tentang pidana akan terbentur pada suatu
titik pertentangan yang paradoxal, yaitu bahwa pidana di satu pihak diadakan untuk melindungi kepentingan seseorang, akan tetapi di lain pihak ternyata
memperkosa dan mengabaikan kepentingan serta hak seseorang yang lain dengan memberikan hukuman berupa penderitaan kepada seseorang yang dipidana.
16
Berdasarkan beberapa defenisi pidana tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri antara lain
sebagai berikut
17
a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. :
b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan oleh yang berwenang c.
Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau badan hukum korporasi yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.
Pengertian pidana tidak terbatas hanya pada pemberian nestapa, tetapi pidana juga digunakan untuk menyerukan tata tertib, pidana pada hakikatnya
mempunyai dua tujuan utama yakni mempengaruhi tingkah laku dan untuk menyelesaikan konflik.
18
16
Dwidja Priyatno 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, Hal. 6.
17
Ibid Hal. 7.
18
Niniek Suparni 1993. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan Jakarta: Sinar Grafika, Hal. 12
Pidana di satu sisi tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan penderitaan kepada pelanggar atau membuat jera, tapi di sisi lain
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
juga ditujuka n agar membuat para pelanggar dapat kembali hidup bermasyarakat sebagaimana layaknya.
Pidana yang dikenakan pada seseorang harus dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang tertulis sebagai suatu legalitas dari
pidana yang diancamkan, hal ini ditemukan dalam KUHP sebagai induk dari hukum pidana Indonesia. KUHP memiliki suatu bagian yang paling penting dan
itu adalah stelsel pidananya, karena KUHP tanpa stelsel pidana tidak akan ada artinya.
19
Hukum pidana selain stelsel pidana juga memiliki bagian terpenting lainnya yaitu pemidanaan. Pemidanaan adalah suatu rangkaian cara untuk
memberikan kepada seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana, wujud dari penderitaan yang dapat dijatuhkan oleh negara, cara menjatuhkannya, dimana
dan bagaimana cara menjalankan pidana itu, oleh karena itu pemidanaan merupakan suatu proses.
1.2. Pengertian Pemidanaan
20
Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahannya tersebut. Pemidanaan terhadap
seseorang seyogyanya harus dipahami dengan melihat dari tujuan dijatuhkannya pidana terhadap seseorang tersebut. Tujuan pemidanaan pada umumnya tidak
dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, oleh karena itu para sarjana
19
Ibid hal. 20.
20
Ibid hal. 2.
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
menyebutnya dengan teori yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat
21
. Manfaat terbesar dengan dijatuhkannya pidana terhadap pembuat adalah pencegahan dilakukannya tindak pidana termasuk juga pencegahan atas
pengulangan oleh pembuat prevensi khusus maupun pencegahan mereka yang sangat mungkin potential offender melakukan tindak pidana tersebut prevensi
umum.
22
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum
demi pengayoman masyarakat. Tujuan pengenaan pidana didalam KUHP peninggalan kolonial Belanda
yang berlaku selama ini memang tidak dirumuskan secara eksplisit, namun demikian Rancangan KUHP tahun 2006 telah merumuskan secara eksplisit tujuan
pemidanaan yang terdapat dalam Pasal 51 yaitu :
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadikannya orang yang baik dan berguna. c.
Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pasal 51 ayat 2 Konsep Rancangan KUHP sendiri menyebutkan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan bertujuan semata-mata untuk menderitakan dan
tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Tujuan pidana yang
21
Adami Chazawi 2002. Pelajaran Hukum Pidana I Jakarta: Rajawali Press, Hal 156 didalam literatur hukum pidana terdapat beberapa teori pemidanaan yang dapat
dikelompokkan antara lain teori absoluteteori pembalasan, teori relative atau teori tujuan dan teori gabungan.
22
Ibid
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
diharapkan ialah untul mencegah terjadinya suatu kejahatan berikutnya, untuk perbaikan terhadap diri si penjahat, menjamin ketertiban umum dan berusaha
menakut-nakuti calon penjahata agar tidak melakukan kejahatan.
23
Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna serupa. Terjemahan
atau tafsiran tersebut diantaranya ada yang menyebutkan delik sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak
pidana
2. Pengertian Tindak Pidana
24
. Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi bahasa yang ada serta untuk menunjukkan tindakan hukum apa saja yang
terkandung didalamnya.
25
Tindak pidana atau delik menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti
bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata pergaulan dalam masyarakat yang dianggap baik dan adil. Perbuatan yang anti sosial dapat juga
dikatakan sebagai suatu tindak pidana. Beberapa pendapat lainnya yang
23
SR Sianturi 2002. Azas-Azas Hukum Pidana Jakarta: Storia Grafika, Hal. 60.
24
Ibid hal 204
25
Ruslan Saleh 1983. Perbuatan dan Pertanggungjawaban pidana. Jakarta: Aksara Baru, Hal 20.
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah straafbaar feit antara lain
26
Moeljatno yang memakai istilah “perbuatan pidana” untuk menggambarkan isi pengertian straafbaar feit dan beliau mendefenisikannya sebagai suatu perbuatan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Berdasarkan definisi diatas, Moeljatno
27
a. Perbuatan
menjabarkan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :
b. Yang dilarang oleh aturan hukum
c. Ancaman pidana bagi yang melanggar
Menurut R.Tresna straafbaarfeit atau perbuatan pidana atau juga peristiwa pidana tersebut adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang
bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Beliau kemudian
memberikan defenisi bahwa untuk memenuhi syarat telah terjadinya suatu perbuatan atau peristiwa pidana tersebut adalah
28
a. Harus ada suatu perbuatan manusia
:
b. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan
hukum c.
Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat yaitu bahwa orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan
26
Satochid Kartanegara Tanpa Tahun. Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian I Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Hal 74
27
Loc cit
28
Adami Chazawi 2002. Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta: Rajawali Press, Hal 73
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
d. Perbuatan tersebut harus berlawanan dengan hukum
e. Terhadap perbuatan tersebut harus tersedia adanya ancaman hukumannya
didalam undang-undang.
3. Pengertian Penegakan Hukum Pidana
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam alinea ke IV mengamanatkan bahwa tujuan yang dikehendaki oleh Negara dalam hal ini
Pemerintah Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa: “ …untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….”
Pembukaan UUD 1945 diatas menekankan pentingnya menciptakan suatu kesejahteraan umum dalam Negara welfare state
29
29
Siswanto Sunarso 2005. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Bandung: Citra Aditya, Hal 3
Usaha-usaha untuk memajukan dan mewujudkan suatu kesejahteraan umum tersebut mutlak
membutuhkan adanya suatu ketertiban sosial yang hanya dapat terwujud dengan terselenggaranya penegakan hukum yang berfungsi sebagai kontrol sosial melalui
sanksi-sanksinya. Korelasi antara penerapan hukum sebagai suatu kebijakan kriminal criminal policy dengan kebijakan sosial dan penerapan sanksi-sanksi
hukum yang adil melalui suatu proses penegakan hukum tentunya diperlukan
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
untuk mewujudkan ketertiban sosial yang diinginkan dan hukum yang dimaksud disini adalah hukum Pidana.
30
Sudarto
31
a. Dalam arti sempit yaitu keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari
reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana; mengemukakan bahwa kebijakan
kriminal memiliki tiga pengertian yang berkaitan dengan asas dan metode, fungsi dan kebijakanpolitik kriminal itu sendiri yaitu :
b. Dalam arti luas ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum,
termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; c.
Dalam arti yang paling luas yaitu keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan resmi yang bertujuan untuk
menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Hukum pidana sebagai bagian dari politik hukum pemerintahan suatu
negara bertujuan untuk menegakkan dan menciptakan suatu keteraturan sosial social order dan ketertiban hukum law order
32
. Moeljatno mengemukakan, pada dasarnya hukum pidana tersebut mengatur tentang
33
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang, yang tidak boleh
dilakukan, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya
:
30
Ibid
31
Barda Nawawi 1996. Bunga rampai kebijakan hukum pidana. Bandung: Citra Aditya, Hal 1
32
Ibid hal 5
33
Ibid. hal 7
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
b. Menentukan kapan saja dan dalam hal apa saja keadaan mereka yang telah
melakukan larangan-larangan tersebut dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang telah disebutkan diatas
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangkakan telah melanggar larangan-larangan tersebut.
Hukum pidana itu sendiri memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai yaitu melindungi dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Metode atau cara
bagaimana menjalankan hukum pidana itu sendiri yang diwujudkan dalam suatu perundang-undangan, oleh karena itu dengan kata lain diperlukan adanya suatu
politik hukum dalam arti politik hukum pidana. Sudarto
34
Tujuan Negara sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 hanya akan dapat dicapai melalui serangkaian kebijakan untuk menciptakan
adanya suatu keamanan dan ketertiban. Usaha-usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik
juga mengemukakan bahwa politik hukum pidana ialah suatu cara bagaimana mengusahakan atau
membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik, dengan kata lain merupakan suatu bentuk cara melakukan pemilihan untuk mencapai hasil
perundang-undangan yang baik, yang memenuhi syarat keadilan dan daya guna.
35
34
Ibid Hal 6
35
Ibid
oleh karena itu mutlak harus dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi berbagai kejahatan.
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
Pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat salah satunya ialah berusaha untuk melindungi lingkungan hidup dan ekosistemnya,
termasuk satwa-satwa liar yang ada didalamnya, hal ini dikarenakan lingkungan kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari alam lingkungan sekitarnya menjadi
salah satu sebab pentingnya perlindungan terhadap keseimbangan ekosistem tersebut. Untuk itu dibutuhkan adanya suatu kebijakan kriminal dengan
menggunakan politik hukum pidana yang baik yang diantaranya ialah berusaha untuk menciptakan serangkaian peraturan perundang-undangan ataupun produk
hukum lainnya untuk mencegah berbagai perbuatantindak pidana yang mengancam keutuhan suaka alam dan satwa-satwa liar tersebut, misalnya saja
dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya maupun serangkaian peraturan lainnya.
Penggunaan sanksi pidana dalam mengatur masyarakat lewat suatu perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian dari salah satu kebijakan
terutama kebijakan dengan upaya Penal walaupun terkadang hasil kebijakan tetap belum mampu untuk mencegah dan menghapus kejahatan. Menurut Habib-Ur-
Rahman Khan
36
36
Barda Nawawi Arif 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya, Hal 49
konsep kebijakan pemidanaan yang selama ini berorientasi kepada orang, lebih mengutamakan filsafat pemidanaan ataupun perawatan si
pelaku kejahatan. Kejahatan tersebut apabila dipandang sebagai suatu produk masyarakat, maka masyarakatlah yang membutuhkan pembinaan dan bukan hanya
kepada si pelaku semata. Pendekatan integral atau dengan kata lain sistemik
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kejahatan seperti yang pernah dikemukakan dalam kongres PBB
37
a. Pencegahan kejahatan dan peradilan pidana jangan dilihat sebagai problem
yang terisolir dan ditangani dengan metode yang fragmentair tetapi harus dilihat sebagai masalah yang lebih kompleks dan ditangani dengan kebijakan
yang luas dan menyeluruh. yaitu:
b. Pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan
kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kejahatan, upaya penanggulangan dan kondisi-kondisi yang demikian harus merupakan suatu
strategi mendasar dalam upaya pencegahan kejahatan. c.
Penyebab utama kejahatan diberbagai Negara adalah ketimpangan sosial, diskriminasi ras, diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, tingkat
pendidikan dan jumlah penduduk buta huruf dan jumlah pengangguran yang besar.
d. Pencegahan pidana seyogyanya dipertimbangkan dalam hubungan dengan
pembangunan ekonomi, sistem politik, nilai-nilai sosio kultural dan perubahan masyarakat serta hubungannya dengan tata ekonomi dunia internasional yang
baru. Kebijakan kriminal ataupun kebijakan penanggulangan kejahatan
seyogyanya ditempuh dengan pendekatan ataupun kebijakan yang integral, baik dengan menggunakan sarana penal maupun non penal
38
37
Ibid hal 51.
38
Ibid hal 53
. Penegakan hukum
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
pidana yang dilakukan tidak semata-mata hanya membuat serangkaian peraturan perundang-undangan yang memiliki sanksi kemudian menghukum para
pelanggarnya. Penegakan hukum pidana tidak harus selalu bersifat represif, tetapi juga harus bersifat preventif sebagai salah satu upaya pencegahan dan
penanggulangan kejahatan.
39
Kebijakan penanggulangan kejahatan seyogyanya tidak semata bertumpu pada upaya secara penal dengan penjatuhan hukuman semata, tetapi juga harus
melihat kesatuannya secara integral. Menurut Barda Nawawi Arif Penegakan hukum pidana dalam hal perlindungan
satwa liar misalnya, tidak hanya ditujukan semata-mata untuk membuat berbagai perundang-undangan terpadu dengan berbagai sanksi pidana yang diancamkan,
tetapi juga meliputi pembangunan kualitas kinerja dan profesionalisme aparat penegak hukum disamping juga serangkaian kebijakan pemerintah yang lainnya
seperti misalnya menata kawasan suaka alam maupun pelestarian hutan yang merupakan habitat alami dari hewan-hewan tersebut. Tindakan ini perlu dilakukan
dalam hal mencegah meluasnya dan terulang kembalinya tindak pidana tersebut.
40
a. Adanya keterpaduan integralitas antara politik kriminal dengan politik sosial.
diperlukan adanya pendekatan integral dalam kebijakan penanggulangan kejahatan tersebut
yang meliputi:
b. Adanya keterpaduan antara upaya penanggulanagan kejahatan secara penal dan
non penal.
39
Ibid hal 5
40
Barda Nawawi Arif. op cit., Hal. 4
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
Upaya secara penal lebih menekankan pada tindakan represif dari pemerintah melalui jalur hukum pidana untuk menindak para pelaku tindak
kejahatan.Tindakan lainnya yang harus dilakukan pemerintah dengan cara yang disebut non penal tersebut tentunya ialah memperhatikan kondisi sosial
lingkungan yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan kejahatan tersebut
41
Pengertian satwa itu sendiri menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya seperti yang tercantum
. Misalnya saja dengan lebih memperhatikan kesejahteraan penduduk lokal sehingga tidak tergiur untuk ikut membantu perdagangan satwa-
satwa liar tersebut secara illegal maupun pendidikan hukum bahwa tindakan menangkap dan memperjualbelikan satwa liar yang dilindungi adalah dilarang.
4. Pengertian Perlindungan Terhadap Satwa Liar 4.1. Pengertian Satwa dan Satwa Liar
Pengertian perlindungan satwa liar tersebut sebelum diuraikan lebih lanjut, maka pertama sekali yang perlu diketahui ialah pengertian dari satwa liar karena
tidak semua hewan dapat dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi. Pemakaian bahasa sehari-hari menunjukkan bahwa satwa dapat diistilahkan
dengan berbagai kata yaitu hewan, binatang maupun fauna ataupun mahluk hidup lainnya selain manusia yang dapat bergerak dan berkembang biak serta memiliki
peranan dan manfaat dalam kehidupan.
41
Ibid hal 49
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
dalam Pasal 1 butir 5 yaitu: “Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani, baik yang hidup didarat maupun diair
42
Penjabaran mengenai berbagai pengertian tentang satwa liar yang dilindungi seperti yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan kriteria satwa
dan perlindungan seperti apa yang akan diberikan, dari berbagai uraian tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perlindungan satwa liar yang
dilindungi ialah suatu bentuk perlindungan yang tidak hanya mencakup terhadap satwa yang masih hidup saja tetapi juga mencakup kepada keseluruhan bagian-
bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari satwa liar tersebut seperti gading dengan gajahnya, cula dengan badaknya, harimau dengan kulitnya dan sebagainya.
Perdagangan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun yang sudah mati ataupun bagian-bagian tubuhnya adalah merupakan suatu tindak
pidana. Pasal 21 ayat 2 huruf d UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi ”
Pengertian satwa liar lainnya antara lain dirangkum dalam Pasal 1 butir 7 undang-undang tersebut yaitu ”Satwa liar adalah semua binatang yang hidup
didarat, danatau di air danatau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia”
Pembatasan dalam penggolongan atau pengkategorian lainnya terhadap satwa liar tersebut juga termuat dalam penjelasan Pasal 1 butir 7 yaitu sebagai
berikut: “Ikan dan ternak tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk dalam pengertian satwa”
42
UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga menjabarkan hal tersebut yaitu:
Pasal 21 2
Setiap orang dilarang untuk : d.Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-
bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang terbuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat ke
Indonesia ke tempat lain baik didalam maupun diluar Indonesia Perlindungan terhadap satwa tersebut umumnya ditujukan pada beberapa
karakteristik tertentu dimana satwa-satwa tersebut terancam kepunahan yaitu
43
a. Nyaris punah, dimana tingkat kritis dan habitatnya telah menjadi sempit
sehingga jumlahnya dalam keadaan kritis. :
b. Mengarah kepunahan, yakni populasinya merosot akibat eksploitasi yang
berlebihan dan kerusakan habitatnya. c.
Jarang, populasinya berkurang.
4.2 Bentuk-Bentuk Perdagangan Satwa Liar 4.2.1. Perdagangan satwa liar yang masih hidup
Bentuk-bentuk perdagangan satwa seperti ini pada umumnya ialah terhadap satwa-satwa liar yang biasanya diperjualbelikan untuk dipelihara oleh
manusia dengan harga tinggi. Satwa-satwa seperti ini kebanyakan ialah satwa langka dan untuk jenisnya kebanyakan ialah dari bangsa jenis burung-burungan
aves seperti kakatua raja, kakaktua jambul kuning, gelatik, burung bayan dan sebagainya maupun dari jenis mamalia atau primata seperti monyet hitam atau
43
Leden Marpaung 1995. Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa. Jakarta: Erlangga, Hal. 49
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
jenis lainnya yang kebanyakan dipelihara manusia sebagai unsur kesenangan terhadap hewan-hewan tersebut.
Satwa-satwa tersebut diburu dari alam kemudian diselundupkan untuk kemudian diperdagangkan diberbagai kota
besar bahkan hingga ke
mancanegara
44
. Satwa-satwa yang masih hidup ini
pada umumnya diperdagangkan oleh para pelaku dengan menggunakan jalur pelabuhan laut.
Satwa-satwa tersebut dibius terlebih dahulu untuk kemudian diangkut dengan kapal yang pada akhirnya tidak jarang mengakibatkan satwa-satwa tersebut mati
dalam perjalanan
45
Komoditas bagian tubuh seluruh satwa liar yang sudah mati umumnya banyak berbentuk berupa pajangan atau hiasan berupa satwa liar yang telah
diawetkan atau dikeraskan dengan kata lain telah diopset .
4.2.2 Perdagangan Satwa Liar Yang Sudah Mati Bagian-Bagian Tubuhnya
Bentuk perdagangan satwa liar seperti ini pada umumnya ialah memanfaatkan bagian-bagian tubuh satwa liar tersebut baik sebagian atau
seluruhnya yang kemudian diolah untuk dijadikan berbagai macam bahan ataupun komoditas yang bernilai tinggi bagi sebagian orang.
46
44
Jhon Maturbongs 2004. Surga Para Koruptor. Jakarta: Kompas, Hal 3.
45
Tony Suhartono. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES. Jakarta: Hal. 8
46
Ibid hal 6
umumnya bentuk seperti ini banyak disukai oleh kolektor hewan langka. Pemanfaatan bentuk
sebagian tubuh hewan maksudnya adalah memanfaatkan atau mengambil bagian tubuh hewan tertentu yang dianggap memiliki nilai jual, bentuk seperti ini
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
misalnya saja adalah kulit harimau dan kulit ular untuk dijadikan mantel ataupun tas, dompet serta aksesoris lainnya. Bagian-bagian tubuh satwa lainnya seperti
cula badak, gading gajah maupun tempurung kura-kura dan telur penyu. Satwa- satwa tersebut umumnya dimanfaatkan untuk hiasan, peliharaan, sumber makanan
dan protein maupun dijadikan komoditas bisnis berupa bentuk barang. Data menunjukkan
47
Perdagangan satwa-satwa liar ini dikirim dengan cara diselundupka n ataupun diperdagangkan secara diam-diam maupun terang-terangan. Satwa liar
banyak juga yang diperdagangkan secara terbuka diberbagai pasar-pasar hewan, misalnya saja pasar burung pramuka Jakarta
bahwa omzet perdagangan satwa di Indonesia saja khususnya Papua memiliki nilai tidak kurang dari ratusan miliar rupiah setiap bulannya.
Perdagangan satwa liar bahkan disinyalir memiliki keuntungan yang sama besarnya dengan praktik ilegal logging dan narkotika.
48
. Pedagang-pedagang umumnya tidak merasa bersalah memperdagangkan hewan-hewan yang dilindungi tersebut.
Tindakan nyata dan permanent untuk melindungi satwa liar tersebut dari pemerintah sementara ini belum menunjukkan hasil yang maksimal
49
. Usaha yang dilakukan pemerintah terkadang hanya merazia sekali-sekali pasar burung dan
hewan-hewan tersebut tanpa ada usaha kelanjutannya
50
47
Jhon Maturbongs. Op Cit Hal. 4
48
Tony Suhartono. Op Cit Hal 4
49
Ibid
50
Ibid hal 5
yang menunjukkan kesan pemerintah tidak serius dalam menertibkan para pedagang tersebut sehingga bila
apabila razia dihentikan, perdagangan hewan-hewan tersebut kembali marak terjadi.
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yuridis normative, yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan
perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi atau disebut juga penelitian hukum doktrinal
51
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan menginventarisir dan mengelompokkan hukum positif yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi. Penelitian ini juga dilakukan dengan menganalisis putusan pengadilan negeri khususnya pengadilan negeri
Medan untuk mengetahui bagaimana implementasi hukum pidana terhadap tindak pidana dibidang perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan bertujuan
untuk menemukan norma hukum tetentu in concreto.
52
51
Bambang Sunggono 1998. Metode Penelitian Hukum Jakarta: Rajawali Press, Hal. 142
52
Ibid Hal. 143
Norma hukum tersebut kemudian dianalisis dengan tujuan untuk menemukan teori-teori tentang law in
procces dan law in action yang pada hakikatnya berfungsi dalan rangka menegakkan hukum pidana untuk melindungi satwa liar tersebut. Pendekatan
yang digunakan pertama-tama ialah mengumpulkan referensi ataupun literatur dan sumber-sumber hukum tentang perlindungan satwa liar kemudian mencoba
menganalisis penerapannya terhadap penindakan nyata kasus perdagangan ilegal satwa liar yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan skripsi ini.
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
2. Sumber Dan Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksudkan penulis adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan
ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yaitu berupa KUHP dan Undang- Undang.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau
hasil kajian tentang tindak pidana di bidang perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang
berkaitan dengan tindak pidana di bidang perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi berkaitan dengan persoalan di atas.
3. Metode Pengumpulan Data
Keseluruhan data skripsi ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan libraly research yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan
seperti : peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, pendapat sarjana dan bahan lainnya yang berkaitan dengan skripsi. Kumpulan daripada referensi
dan sumber-sumber hukum tersebut kemudian dipilah dan diinventarisir yang nantinya akan dipakai untu menganalisis secara yuridis penerapannya dalam
praktek.
4. Analisa Data
Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Studi Putusan
Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640Pid.B2006PN.Medan, Register
No.2.641Pid.B2006PN.Medan dan Register No.2.642Pid.B2006PN.Medan, 2008. USU Repository © 2009
Data yang diperoleh melalui studi pustaka dikumpulkan dan diurutkan kemudian diorganisasikan dalam satu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Analisis data dalam skripsi ini adalah analisis dengan cara kualitatif yaitu menganalisis melalui data
53
Bab III Penegakan Hukum Pidana terhada perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi Studi Putusan di Pengadilan Negeri Medan register No.
sehingga diperoleh data yang dapat mejawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan.