Distribusi Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia

insomnia. Sedangkan diketahui 48 orang tidak mengkonsumsi alkohol 50 yang tidak mengalami insomnia, dan 45 orang tidak mengkonsumsi alkohol 46,9 yang mengalami insomnia. Karena nilai p0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara minum alkohol dengan kejadian insomnia. Alkohol dapat meningkatkan depresi terhadap sistem saraf pusat. Alkohol diserap oleh tubuh melalui berbagai cara, termasuk juga melalui pernapasan. Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk ke dalam usus halus.Alkohol didistribusikan ke jaringan tubuh dan dimetabolisasi menjadi asetaldehida, asam asetat, dan akhirnya karbon dioksida. Metabolisme tersebut terjadi di hati, ginjal, paru-paru dan otot. Metabolisme tersebut kira-kira 8 gram tiap jam. Alkohol yangtidak dimetabolisasi diekskresi melalui urin dan paru-paru. Dengan efek depresi terhadap system saraf pusat juga mempengaruhi kerja neurotransmitter-neurotransmiter yang bekerja di otak sehingga menyebabkan keadaan insomnia 13

4.5 Hubungan antara Konsumsi Kopi dengan Insomnia

Distribusi responden menurutriwayat konsumsi kopi dengan insomnia dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6 Hubungan antara konsumsi kopi dengan insomnia Konsumsi kopi Insomia Tidak Insomnia N Insomnia N p Ya 37 38,5 29 30,2 0,078 Tidak 11 11,5 19 19,8 Ket: Analisis Chi Square Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa 37 orang mengkonsumsi kopi 38,5 yang tidak mengalami insomnia, dan 29 orang mengkonsumsi kopi 30,2 yang mengalami insomnia. Sedangkan diketahui 11 orang tidak mengkonsumsi kopi 11,5 yang tidak mengalami insomnia, dan 19 orang tidak mengkonsumsi kopi 19,8 yang mengalami insomnia. karena nilai p 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan insomnia. Pada literatur disebutkan bahwa efek overdosis dari kafein mulai terjadi jika dikonsumsi lebih dari 300 mg yang salah satu efeknya adalah insomnia 5. .Pada penelitian kali ini peneliti hanya menanyakan riwayat konsumsi kopi responden,sehingga peneliti tidak mendapatkan data spesifik riwayat konsumsi kopi respoden. 5

4.6 Hubungan antara Depresi dengan Insomnia

Distribusi responden menurut riwayat depresi dengan insomnia dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Hubungan antara riwayat depresi dengan insomnia Depresi Insomia Tidak Insomnia N Insomnia N p Odd Ratio Ya 16 16,7 6 6,3 0,015 3,5 1,231-9,951 Tidak 32 33,3 42 43,8 Ket: Analisis Chi Square Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa 16 orang yang mengalami depresi 16,7 tidak mengalami insomnia, dan 6 orang mengalami depresi 6,3 yang mengalami insomnia. Sedangkan diketahui 32 orang tidak mengalami depresi 33,3 yang tidak mengalami insomnia, dan 42 orang tidak mengalami depresi 43,8 yang mengalami insomnia. karena nilai p 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara depresi dengan insomnia. Pada penelitian didapatkan bahwa depresi memiliki risiko 3,5 kali lipat mengalami insomnia OR = 3,5 CI 1,231-.9,951 Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi. Sejumlah neuron penyekresi nrepinefrin terletak di batang otak,terutama pada lokus sereolus. Neuron-neuron ini mengirimkan serabut- serabutnya menuju ke atas menuju sebagian besar sistem limbik otak,thalamus,dan korteks serebri.selain itu,neuron penghasil serotonin yang terletak di pertengahan nukleus raph pada bagian bawah pons dan medula ,mengirimkan serabut-serabut ke sejumlah besar area sistem limbik dan beberapa area lain di otak. 4 Serotonin merupakan hasil metabolisme asam amino triptopan.Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat sehingga timbulnya keadaan mengantuk. Apabila terjadi penghambatan pembentukan serotonin maka terjadi keadaan tidak bisa tidur yang terjadi pada depresi. 4 penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari North Carolina, Eric Johnson, yang melakukan penelitiannya pada Research Triangle Institute International pada tahun 2006, Ia menemukan dalam penelitiannya bahwa setengah dari remaja yang pernah mengalami gangguan Insomnia didapati mengembangkan gangguan psikiatris. Diantara itu semua, mereka yang mengalami Insomnia dan depresi, ditemukan bahwa 69 dari kasus depresi diawali dengan insomnia 7

4.7 Hubungan antara Ansietas dengan Insomnia

Distribusi responden menurut riwayat ansietas dengan insomnia dapat dilihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 Hubungan antara ansietas dengan insomnia Ansietas Insomia Tidak Insomnia N Insomnia N P Odd Ratio Ya 28 29,2 6 6,3 0,000 9,8 3,499-27,451 Tidak 20 20,8 42 43,8 Ket: Analisis Chi Square Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa 28 orang yang mengalami ansietas 29,2 tidak mengalami insomnia, dan 6 orang yang mengalami ansietas 6,3 mengalami insomnia. Sedangkan diketahui 20 orang yang tidak mengalami ansietas 20,8 yang tidak mengalami insomnia, dan 42 orang tidak mengalami ansietas 43,8, mengalami insomnia. Pada penelitian didapatkan bahwa ansietas memiliki risiko 9,8 kali lipat mengalami insomnia OR = 9,8 CI =3,499-.27,451 karena nilai p 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara ansietas dengan insomnia. Ansietas dan depresi merupakan gangguan psikiatrik yang sering berkomorbiditas dengan insomnia. Sepertiga pasien yang mengeluh insomnia kronik juga di diagnosis dengan gangguan psikiatrik primer, misalnya gangguan ansietas dan depresi. Sebuah penelitian melaporkan bahwa sekitar 17 subjek dewasa menyatakan bahwa mereka mengalami gangguan masuk atau mempertahankan tidur dalam satu tahun sebelumnya. Sekitar 47 pasien yang mengalami gangguan tidur tersebut menderita gangguan depresi dan ansietas. Sebaliknya, hanya 11 subjek yang tidak mengalami keluhan tidur yang mengalami gejala-gejala psikiatrik. 14