5.3.2. Pekerjaan Ayah dan Ibu dengan Status Gizi
Pekerjaan ayah tidak memiliki hubungan dengan status gizi anak, dimana p = 0,211, sedangkan pekerjaan ibu berhubungan dengan status gizi
anak, dimana p = 0,031. Hal ini terjadi karena ibu yang bekerja tidak dapat mengasuh anaknya secara langsung, ibu tidak dapat menyediakan dan memberikan
makan pada anak. Pada ibu yang memiliki penghasilan tetap diketahui memiliki anak yang status gizi tidak baik lebih besar 70 dibandingkan anak yang
berstatus gizi tidak baik 30. Hasil survey di lapangan ditemukan bahwa ibu yang berpenghasilan tidak
tetap memiki anak status gizi baik dengan angka lebih tinggi 67 dibandingkan ibu berpenghasilan tetap 30. Hal ini terjadi karena ibu yang memiliki
penghasilan tetap lebih banyak waktu diluar rumah dan bekerja dibandingkan ibu yang penghasilannya tidak tetap. Dikarenakan ibu yang berpenghasilan tetap
kebanyakan bekerja sebagai karyawan swasta dengan rutinitas lebih banyak diluar rumah, sehingga pola asuh anak lebih banyak dilakukan orang lain sebagai
pengasuhnya yang kemungkinan besar pengetahuan terhadap pola asuh yang baik masih kurang. Sementara ibu yang berpenghasilan tidak tetap sebagian besar adalah
ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya di rumah. Dengan demikian secara langsung dapat merawat dan mengasuh anaknya sendiri, sehingga ibu dapat
memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama status gizinya.
Hendra Yudi : Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 Bulan Di Kecamatan..., 2008 USU e-Repository © 2008
5.3.3. Penghasilan dengan Status Gizi
Hasil penelitian menunjukan bahwa penghasilan tidak berhubungan dengan status gizi anak, dimana nilai p = 0,294 p 0,05. Hal ini karena penghasilan rata-
rata di Kecamatan Medan Area hanya berkisar 1 satu juta rupiah, sedangkan yang di bawah rata-rata ada 73,8 persen. Sebagian besar keluarga di Kecamatan Medan
Area mempunyai penghasilan yang homogen sehingga penghasilan tidak mempengaruhi kepada status gizi anak.
Pendapatan dikatakan mempunyai hubungan dengan status gizi anak, menurut yang tertulis dalam buku Berg 1989, anak-anak yang lebih banyak di dalam
keluarga yang mempunyai pendapatan yang sama dengan keluarga lain, maka status gizi anak dalam keluarga yang mempunyai anggota yang lebih banyak akan
lebih rendah daripada status gizi anak dalam keluarga yang mempunyai anggota lebih sedikit. Jumlah yang diberi makan akan lebih banyak, sementara pendapatan
tidak mencukupi. Pendapatan yang tidak mencukupi lebih bayak habis untuk makanan. Menurut pernyataan dalam buku Soekirman 2000, setiap pertambahan
penghasilan akan menambah keragaman jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Tetapi dalam penelitian ini penghasilan tidak mempunyai hubungan dengan
status gizi anak karena rata-rata pendapatan keluarga sebanyak 1 satu juta rupiah, rata-rata pendapatan seperti ini untuk ukuran hidup di kota sangat minim dan tidak
mencukupi untuk kebutuhan hidup satu keluarga. Pendapatan hanya dihabiskan sebahagian besar untuk membeli makanan, sehingga untuk kelompok keluarga
yang mempunyai pendapatan diatas atau sama dengan 1 satu juta rupiah tidak
Hendra Yudi : Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 Bulan Di Kecamatan..., 2008 USU e-Repository © 2008
mempunyai perbedaan yang mencolok dengan yang dibawah rata-rata, sama-sama mempunyai anak dengan status gizi tidak baik. Dimana 46,4 anak dengan status
gizi tiedak baik berasal dari keluarga yang mempunyai pendapatan ≥ 1 satu juta
rupiah dan 32,9 anak status gizi tidak baik berasal dari keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah 1 satu juta rupiah.
5.3.4. TradisiKebiasaan dengan Status Gizi