BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sosial Budaya
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial
timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah sosial tidak sama antara masyarakat yang satu
dengan yang lainnya karena adanya perbedaan dalam tingkatan perkembangan kebudayaannya, sifat kependudukannya dan keadaan lingkungan alamnya
Munandar, 1992. Teori sosial yang diartikan sebagai usaha mengerti hakikat masyarakat,
memerlukan landasan pengetahuan dasar tentang kehidupan manusia sebagai suatu sistem. Landasan ini dapat diperoleh dari ilmu sosial yang ruang
lingkupnya manusia dalam konteks sosial Sumaatmaja, 1986. Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil dan sekaligus
merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan
primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri
bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku
Hendra Yudi : Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 Bulan Di Kecamatan..., 2008 USU e-Repository © 2008
penerus keturunan saja, banyak hal-hal mengenai kepribadian yang dapat diyakini dari suatu keluarga yang pada saat-saat sekarang ini sering dilupakan
orang. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu sering kali dilepaskan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal
semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan pijakan.
Budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi, karena itu harus dibedakan antara budaya dengan
kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut Widagdho,
1993. Budaya dapat dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi perlakuan dan
tindakan-tindakan sosial manusia, atau sebagai pola-pola bagi kelakuan manusia. Di dalam masyarakat, manusia mengembangkan kebudayaannya. Ada
yang diterima dan ada yang tidak, atau diterima secara selektif karena berkenaan dengan nilai-nilai moral dan estetika, sistrem-sistem penggolongan,
benda-benda, berbagai hal lainnya yang diperlukan hidupnya. Kesemuanya ini merupakan masalah sosial, yang didalamnya masyarakat berada dalam suatu
proses perubahan sosial dan kebudayaan yang cepat Munandar, 1992. Budaya berisi norma-norma sosial, yakni sendi-sendi masyarakat yang
berisi sanksi atau hukuman-hukumannya yang dijatuhkan oleh golongan
Hendra Yudi : Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 Bulan Di Kecamatan..., 2008 USU e-Repository © 2008
bilamana peraturan yang dianggap baik untuk menjaga kebutuhan dan keselamatan masyarakat itu, dilanggar. Norma-norma itu mengenai kebiasaan-
kebiasaan hidup, adat-istiadat atau tradisi-tradisi hidup yang dipakai turun- temurun Shadily, 1984.
Pada dasarnya individu selalu berada dalam situasi sosial. Situasi sosial yang merangsang individu sehingga individu bertingkah laku disebut situasi
perangsang sosial atau social stimulus situation Ahmadi, 1999. Situasi perangsang sosial ini digolongkan menjadi 2 dua golongan besar,
yaitu : a.
Orang lain, yang dapat berupa : 1. Individu-individu lain sebagai perangsang.
2. Kelompok sebagai situasi perangsang, yang dapat dibedakan lagi atas : hubungan intragroup, hubungan intergroup.
b. Hasil kebudayaan yang dibedakan :
1. Kebudayaan materil materiil culture. 2. Kebudayaan non materil non materiil culture.
Persoalan kurang gizi disebabkan karena tidak tersedianya zat-zat gizi dalam kualitas dan kuantitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kecukupan zat-zat gizi ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh makanan
Hendra Yudi : Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 Bulan Di Kecamatan..., 2008 USU e-Repository © 2008
yang dikonsumsi, dan makanan yang dikonsumsi pada gilirannya amat ditentukan oleh kebiasaan yang bertalian dengan makanan. Kebiasaan makan
dan segala sesuatu yang berkaitan dengan makanan telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia yang berakar dalam setiap kebudayaan manusia. Oleh
sebab itu, berbicara mengenai kebiasaan makan berarti juga berbicara mengenai kebudayaan masyarakat.
Kebudayaan sebagai sistem pengetahuan memungkinkan untuk melihat berbagai perubahan dan variasi pengetahuan yang terjadi dalam berbagai
perubahan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan gaya hidup atau perilaku jangka panjang sebagai
konsekuensi langsung ataupun tidak langsung dari perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Perubahan gaya hidup pada gilirannya akan
mempengaruhi kebiasaan makan, baik secara kualitas maupun kuantitas Pelto, 1980.
Dengan adanya pernyataan di atas, dapat menimbulkan pertanyaan tentang mengapa satu keluarga mengkonsumsi jenis makanan bergizi
sedangkan keluarga lainnya tidak. Disamping faktor ekonomi, faktor sosial dan budaya sangat menentukan dalam hal ini. Karena kebiasaan makan, nilai-nilai
dan kepercayaan terhadap makanan, cara memasak, merupakan konsep yang diciptakan masyarakat berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
Hendra Yudi : Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 Bulan Di Kecamatan..., 2008 USU e-Repository © 2008
2.2. Indikator Sosial Budaya