Standar Kepentingan Umum Dalam Pengajuan Permohonan Kepailitan

Dari analisis di atas dapat dibuat asumsi bahwa kepentingan umum dalam pandangan ilmu sosiologi hukum: ”Kepentingan umum adalah suatu keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa, serta negara.” Sebagai bahan kajian kita dapat memberikan satu pandangan tentang pengertian kepentingan umum dari segi yuridis bahwa kepentingan umum dapat berlaku sepanjang kepentingan tersebut tidak bertentangan dengan hukum positif maupun hukum yang tumbuh hidup dan berkembang dalam masyarakat yang penerapannya bersifat kasuistis, sedangkan dari segi sosiologis kepentingan umum adalah adanya keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa, dan negara yang bertujuan untuk memelihara ketertiban dan mencapai keadilan di masyarakat yang luas dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, pendidikan, dan kesehatan.

D. Standar Kepentingan Umum Dalam Pengajuan Permohonan Kepailitan

Pasal 1 ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum. UU No. 37 Tahun 2004 baik di dalam pasal-pasalnya maupun di dalam penjelasannya, sama sekali tidak menentukan atau menjelaskan mengenai apa yang dimaksudkan dengan kepentingan umum, atau peristiwa-peristiwa apa yang dapat dikategorikan sebagai merugikan kepentingan umum. Ada di antara undang-undang lain itu yang memberikan uraian mengenai apa yang dimaksudkan dengan kepentingan umum namun pengertian itu tidak dapat dipakai disini. Contoh: kepentingan umum Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 misalnya disebut di dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan benda–benda yang ada diatasnya . Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Ketentuan lain yang menyangkut tanah yang menyebut mengenai kepentingan umum adalah Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal 1 butir 3 dari keppres tersebut menyebutkan: Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Jelas definisi ini sangat tidak membantu. Kemudian, Keputusan Presiden tersebut juga menyebutan: 1 Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh Pemerintah serta tidak digunakan untuk menerima keuntungan, dalam bidang-bidang antara lain sebagai berikut: a. Jalan umum, saluran pembuangan air. b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi. c. Rumah Sakit Umum dan Pusat Kesehatan Masyarakat. d. Pelabuhan atau bandar udara atau terminal. e. Peribadatan. f. Pendidikan atau sekolahan. Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 g. Pasar Umum atau Pasar Inpres. h. Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana. i. Pos dan telekomunikasi j. Sarana olah raga. k. Stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya. l. Kantor pemerintah. m. Fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. 2 Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain dimaksud dalam angka 1 adalah yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. “Keputusan Presiden” disini dapat membuka peluang untuk penafsiran subyektif dari penguasa mengenai kepentingan umum. Dengan terbukanya peluang yang demikian itu tidak mustahil pengadaan tanah yang seharusnya hanya boleh untuk kepentingan umum kepentingan seluruh lapisan masyarakat saja, kenyataannya hanyalah untuk kepentingan kroni penguasa sebagai akibat kolusi penguasa dengan pengusaha yang lebih lanjut akan melahirkan korupsi. Penjelasan Pasal 4 ayat 3 huruf i Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyebut pula tentang kepentingan umum: Pengertian usaha yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan umum ialah kegiatan usaha yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1 Kegiatan usaha harus semata-mata bersifat sosial dalam bidang keagamaan, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan. Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 2 Kegiatan usaha harus semata-mata bertujuan meningkatkan kesejahteraan umum. 3 Kegiatan usaha ini tidak mempunyai tujuan menerima laba. Namun pengertian ini hanya cocok untuk pasal tersebut, yaitu bersifat limitatif, dengan demikian, pengertian kepentingan umum hanya ditentukan secara kasus demi kasus oleh hakim pada setiap terdapat perkara yang harus diadili. “Kepentingan umum” di pasal-pasal lainnya adalah dalam Penjelasan Pasal 49 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dimana disebutkan: Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara danatau kepentingan masyarakat bersama danatau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, Penjelasan Pasal 32 huruf c Undang-undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi: Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara danatau kepentingan masyarakat luas Penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya: .... Pelestarian tersebut ditujukan unturuk kepentingan umum, yaitu penga- turan benda cagar budaya has dapat menunjang pembangunan nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan lain-lain Penjelasan Pasal 2 huruf d Undang-undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian mengemukakan: Asas kepentingan umum yaitu perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 Penjelasan Pasal 2 huruf e Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan penjelasan Pasal 1 huruf e Undang-undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan: Asas kepentingan umum yaitu perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada batasan yang baku mengenai apa yang dimaksudkan dengan kepentingan umum. Apabila ada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah memberikan batasan mengenai apa yang dimaksudkan dengan kepentingan umum, batasan kepentingan umum yang dimaksud oleh pengertian itu hanya untuk pengertian peraturan perundang-undangan yang dimaksud itu saja. Pengertian itu tidak dapat dipakai untuk diterapkan bagi pengertian kepentingan umum dalam undang-undang yang lain. Dari uraian tersebut di atas dapat pula disimpulkan bahwa kepentingan umum memiliki pengertian yang luas. Maka dari itu tolak ukur untuk menentukan ada atau tidak adanya unsur kepentingan umum dalam hal Kejaksaan mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap seorang Debitor diserahkan saja secara kasuistis kepada hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa permohonan pernyataan pailit itu. Hal ini sejalan semangat ketentuan Pasal 57 Undang-undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang memberikan wewenang kepada Ketua Pengadilan untuk menentukan bahwa suatu perkara menyangkut kepentingan umum. Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 Penjelasan Pasal 2 ayat 2 dari UU No. 37 Tahun 2004 yang berbunyi Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat juga diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum: Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas, misalnya: a. debitor melarikan diri; b. debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan; c. debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat; d. debitor mempunyi utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas; e. debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang-piutang yang telah jatuh waktu; atau f. dalam hal lainnya menurut Kejaksaan merupakan kepentingan umum. Menurut pendapat penulis, kepentingan umum sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004 tersebut begitu luas. Setiap Debitor bank dapat diajukan permohonan pailit oleh Kejaksaan, selain tentunya oleh banknya sendiri, yaitu karena menurut penjelasan tersebut Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dalam hal debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat dan apabila debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas. Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 Apakah tidak akan terjadi tarik-ulur antara bank dan Kejaksaan? Juga dapat terjadi tarik-ulur antara Kejaksaan dan bank atau Kreditor lain berkaitan dengan ada atau tidak adanya itikad baik atau kooperatif atau tidak kooperatifnya seorang Debitor dalam menyelesaikan utangnya, karena menurut penjelasan Pasal 2 ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004 itu Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang- piutang yang telah jatuh waktu. Hal ini dapat membuka peluang terjadinya abuse of power oleh pihak Kejaksaan. Seyogianya UU No. 37 Tahun 2004 memberikan hal- hal yang spesifik dan limitatif mengenai apa saja yang dikategorikan sebagai kepentingan umum menurut Pasal 2 ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004 tersebut. Peranan Penasihat Hukum dalam Kepailitan yang Diajukan Kejaksaan. Pasal 5 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang penasihat hukum yang memiliki izin praktik, namun tidak jelas apakah apabila Kejaksaan mengajukan permohonan pernyataan pailit maka Kejaksaan harus pula menunjuk atau memberi kuasa kepada seorang penasihat hukum yang memiliki izin praktik yang dimaksudkan dalam Pasal 5 UUK itu. Ataukah Kejaksaan dapat mengajukan sendiri permohonan itu? Sayang sekali penjelasan dari Pasal 5 itu hanya menyebutkan cukup jelas. Tidak seyogianya Kejaksaan tidak dapat mewakili dirinya sendiri sebagai pemohon pernyataan pailit. Kejaksaan adalah dalam kapasitasnya selaku kuasa dari dan untuk kepentingan umum; oleh karena itu adalah janggal apabila untuk dapat Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 mengajukan permohonan pernyataaan pailit itu Kejaksaan masih harus mengangkat seorang penasihat hukum untuk mewakilinya. Ketidakjelasan atau kejanggalan mengenai ketentuan tersebut dijawab di dalam UU No. 37 Tahun 2007, yang mengatur : 1 Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 9, Pasal 10 Pasal 11, Pasal 13, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 67, Pasal 160, Pasal 170, Pasal 206, dan Pasal 211 harus diajukan oleh seorang advokat. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku dalam hal permohonan diajukan oleh Jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2. Permohonan Pailit terhadap Debitor yang Merupakan Bank Menurut Pasal 1 ayat 3, dalam hal menyangkut Debitor yang Merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Penjelasan Pasal 1 ayat 3 tidak mengemukakan apa yang menjadi alasan mengapa hanya Bank Indonesia saia yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor adalah suatu bank. Dengan demikian, ketentuan Pasal 1 ayat 3 itu telah memberlakukan standar ganda double standard. Hal ini telah merampas hak Kreditor dari bank biasanya nasabah. Keadaan tidak membayar kewajiban dari suatu Debitor kepada para Kreditor, hanya akan dapat dirasakan dan dialami langsung oleh Kreditor. Kreditorlah yang mengalami keadaan Debitor ingkar janji in-default sehubungan dengan perjanjian utang-piutang perjanjian kredit antara Debitor dan Kreditor. Bank Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 Indonesia tidak pernah menjadi pihak dalam perjanjian kredit antara Debitor dan Kreditor itu. Untuk menghindarkan adanya standar ganda dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit, seyogyanya dalam hal menyangkut Debitor yang merupakan bank hendaknya permohonan pemyataan pailit tetap dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berhak intuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu bank itu sendiri selaku Debitor, Kreditor dan Kejaksaan untuk kepentingan umum, namun permohonan tersebut hanya dapat diajukan setelah sebelumnya nemperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Dengan demikian Bank Indonesia tetap memiliki kata putus final say dalam hal ada suatu bank ang dinyatakan pailit. Ketentuan undang-undang yang menyatatakan bahwa hanya Bank Indonesia saja yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal Debitor adalah suatu bank, tidak mustahil dapat membahayakan kedudukan Bank Indonesia. Mengapa demikian? Misalnya saja dalam suatu kasus, seorang Kreditor dari suatu bank mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia agar Bank Indonesia mengajukan permohonan pernyataan pailit Jerhadap bank yang dimaksud, tetapi ternyata Bank Indonesia berdasarkan Pertimbangan-pertimbangan tertentu menolak permohonan tersebut maka tidak mustahil Bank Indonesia dapat digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara sehubungan dengan penolakannya itu. Dalam hal Debitor merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam. Demikian ditentukan menurut Pasal 1 ayat 4 UUK. Menurut penjelasan Pasal 1 ayat 4, yang Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 dimaksud dengan perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Namun keterlibatan Bapepam jangan sampai memasung hak Kreditor maupun Kejaksaan untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap perusahaan efek. Dengan kata lain, Pengadilan Niaga tidak boleh memutuskan pailit suatu perusahaan efek apabila Bapepam tidak menyetujuinya. Dengan ketentuan yang demikian itu, maka akan tetap terpelihara semangat dan asas Undang-undang Pasar Modal bahwa tugas Bapepam adalah memberikan perlindungan bagi investor publik, bukan merampas dan mengambil alih hak-hak dari para Kreditor investor publik yang harus dilindunginya. Permohonan Pailit terhadap Perusahaan Asuransi Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian memuat ketentuan khusus, yaitu dalam Bab X, Pasal 20, menyangkut kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi. Pasal 20 ayat 1 undang-undang tersebut menentukan sebagai berikut: 1 Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Peraturan Kepailitan, dalam hal terdapat pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, maka Menteri, berdasarkan kepentingan umum dapat memintakan kepada pengadilan agar perusahaan yang bersangkutan di-nyatakan pailit. 2 Yang dimaksud dengan Menteri dalam Pasal 20 ayat 1 itu, menurut Pasal 1 angka 14 ialah Menteri Keuangan Republik Indonesia. Dengan adanya ketentuan Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008 Pasal 20 ayat 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 itu, maka ada 2 dua otoritas yang dapat mengajukan Permohonan pernyataan pailit berdasarkan kepentingan umum terhadap suatu perusahaan asuransi. Otoritas yang pertama ialah Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal I ayat 2. Otoritas yang kedua adalah Menteri Keuangan sebagaimana ditentukan Pasal 20 ayat 1 Undang-undang Usaha Perasuransian tersebut di atas. Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008

BAB IV PROSEDUR PERMOHONAN KEPAILITAN YANG DIAJUKAN OLEH

KEJAKSAAN DEMI KEPENTINGAN UMUM A. Para Pihak Yang Terlibat dalam Proses Kepailitan berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Seperti telah disinggung di atas, para pihak yang terlibat dalam proses kepailitan berdasarkan UU No. 37 Tahun 2007, adalah : 1. Para Debitor Debitor bisa perorangan, bisa juga berbentuk suatu badan hukum. Permohonan kepailitan dapat diajukan sendiri oleh debitor, apabila debitor tidak mempunyai harapan untuk memenuhi kewajibannya. 2. Kreditor Permohonan kepailitan yang diajukan oleh kreditor bagi debitornyan, harus memenuhi syarat-syarat yaitu kreditor harus dapat membuktikan bahwa si debitor mempunyai 2 dua atau leibh kreditor dan debitor tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 3. Kejaksaan Permohonan kepailitan yang diajukan oleh lembaga kejaksaan adalah untuk kepentingan umum. Sedangkan yang dimaksud kategori untuk kepentingan umum itu adalah kepentingan bangsa dan negara danatau kepentingan masyarakat luas, misalnya debitor melarikan diri, debitor menggelapkan bagian dari harta Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008