2. Untuk mengetahui standar kepentingan umum yang harus diperhatikan dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh kejaksaan
berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004. 3. Untuk mengetahui proses pengajuan permohonan pernyataan pailit yang diajukan
oleh kejaksaan untuk kepentingan umum melalui Pengadilan Niaga.
E. Manfaat Penulisan
Dari sudut penerapannya dalam ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan dalam bidang hukum kepailitan di Indonesia
pada umumnya dan khususnya tentang permohonan pernyataan kepailitan yang diajukan oleh kejaksaan.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, bagi berbagai kalangan, yaitu :
1. Masyarakat umum
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum yang mencari keadilan yang hak-haknya telah dirugikan oleh orang perorang ataupun
person maupun badan hukum, sehingga masyarakat mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum dari pihak-pihak yang telah merugikan mereka tersebut.
2. Lembaga Kejaksaan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi lembaga kejaksaan dalam rangka membantu masyarakat umum yang mencari keadilan dan memperjuangkan
hak-haknya yang telah dilanggar baik oleh orang perorangan maupun badan hukum,
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
sehingga lembaga kejaksaan dapat memberikan solusi yang tepat sehubungan dengan kedudukan lembaga kejaksaan dalam menangani perkara kepailitan di Indonesia
khususnya mengajukan permohonan kepailitan demi kepentingan umum yang selama ini kurang efektif walaupun telah diatur di dalam undang-undang, yaitu UU No. 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 3. Pemerintah secara umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah khususnya untuk lebih menegaskan indikasi dan standar kepentingan umum dalam peraturan
perundang-undangan terhadap permohonan pernyataan kepailitan yang diajukan oleh kejaksaan, sehingga akan lebih menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum.
F. Kerangka Teori
Bila ditelusuri secara lebih mendasar, istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Prancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang
berbeda-beda. Di dalam bahasa Prancis, istilah “Faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu, orang mogok atau macet
atau berhenti membayar utangnya didalam dalam bahasa Prancis disebut “lefailli”. Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan
“pailit”. Di Negara-negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan mempergunakan istilah-istilah bankrupt dan bankruptcy. .
14
14
Ibid.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
Salah satu pengertian kepailitan dapat kita lihat seperti apa yang dikemukakan dalam salah satu kamus karangan Black Henry Campbell Black’s Law Dictionary
yang mengatakan bahwa : Pailit atau bankrupt adalah : “the state or condition of a person individual,
partnership, corporation, municipality who is unable to pay its debt as they are, or become deu”. The term includes a person against whom an involuntary petition has
been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt”.
15
Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan
dengan “ketidakmampuan untuk membayar” dari seorang debitor atas utang- utangnya yang telah jatuh tempo.
Pengertian kepailitan, secara defenitif tidak ada pengaturannya atau penyebutannya di dalam Undang-Undang Kepailitan. Namun para sarjana
kebanyakan mendasarkan defenisi kepailitan dari berbagai sudut pandang, juga dari berbagai pasal di dalam Undang-undang itu sendiri. Kepailitan adalah suatu sitaan
dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur orang-orang yang berhutang untuk kepentingan semua kreditur-krediturnya orang-orang berpiutang bersama-sama,
yang pada waktu itu debitur dinyatakan pailit mempunyai hutang dan untuk jumlah piutang masing-masing kreditur memiliki pada saat itu.
Jika diperhatikan didalam pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 disebutkan bahwa : Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan
15
Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis“Kepailitan”, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999, hal. 26.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih
krediturnya.
16
Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata berpendapat bahwa kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran semua
berpiutang.
17
JCT. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoyo, dalam bukunya Pelajaran Hukum Indonesia menyatakan bahwa kepailitan adalah suatu Beslag
Eksekutorial yang dianggap sebagai hak kebendaan seseorang terhadap barang kepunyaan debitor.
18
Kartono dalam bukunya Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, bahwa kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan
si debitor untuk kepentingan seluruh kreditornya bersama-sama, yang pada waktu si debitor dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-
masing kreditor miliki pada saat itu.
19
Jadi, berdasarkan definisi atau pengertian di atas, maka dapatlah ditarik unsur-unsur kepailitan, sebagai berikut :
20
1. Adanya sita dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitor. 2. Sita itu semata-mata mengenai harta kekayaan.
3. Sita dan eksekusi tersebut untuk kepentingan para kreditornya bersama-sama.
16
Warta Perundang-undangan : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 1998 Perubahan Undang-undang Tentang Kepailitan Menjadi
Undang-undang, Jakarta, Warta Perundang-undangan, 1998.
17
Ibid.
18
Ibid, hal. 20.
19
Ibid.
20
Victor M. Situmorang Hendri Soekarso, Loc.cit.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dewasa ini hampir tidak ada negara yang tidak mengenal kepailitan dalam hukumnya. Di Indonesia sendiri, secara formal hukum kepailitan sudah diatur dalam
sebuah undang-undang khusus. Sementara seiring dengan waktu yang berjalan, kehidupan perekonomian berlangsung pesat, maka wajarlah bahkan sudah semakin
mendesak untuk menyediakan sarana hukum yang dapat menjawab berbagai kondisi yang terjadi, yang cepat, adil, terbuka dan efektif guna menyelesaikan utang piutang
perusahaan yang besar penyelesainnya terhadap kehidupan perekonomian nasional. Mengingat restrukturisasi utang masih belum dapat diharapkan akan
berhasil baik, sedangkan upaya melalui kepailitan dengan menggunakan Faillissementsverordening yang masih berlaku dapat sangat lambat prosesnya dan
tidak dapat dipastikan hasilnya, maka kreditur, terutama kreditur luar negeri, menghendaki agar Peraturan Kepailitan Indonesia, yaitu Faillissements Verordening,
secepatnya dapat diganti atau dirubah. IMF sebagai pemberi utang kepada pemerintah Republik Indonesia berpendapat pula bahwa upaya mengatasi krisis moneter
Indonesia tidak dapat terlepas dari keharusan penyelesaian utang-utang luar negeri dari para pengusaha Indonesia kepada para kreditur luar negerinya dan upaya
penyelesaian kredit-kredit macet perbankan Indonesia. Oleh karena itu, sebagaimana telah disebutkan di atas, maka IMF mendesak pemerintah Indonesia agar secara resmi
mengganti atau mengubah Peraturan Kepailitan berlaku, yaitu Faillissements Verordening, sebagai sarana penyelesaian utang-utang pengusaha Indonesia kepada
para krediturnya. Sebagai hasil desakan IMF tersebut, akhirnya lahirlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
Undang-Undang tentang Kepailitan Perpu Kepailitan. Perpu tersebut mengubah dan menambah Peraturan Kepailitan Faillissementsverordening. Berdasarkan
perkembangan yang terjadi, selanjutnya oleh Pemerintah dianggap perlu untuk melakukan perubahan terhadap undang-undang kepailitan di atas yang dilakukan
dengan memperbaiki, menambah dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum
dalam masyarakat, yang jika ditinjau dari materi yang diatur masih memiliki banyak kelemahan. Oleh karena hal tersebut di atas, maka pemerintah menganggap perlu
untuk menerbitkan undang-undang kepailitan yang baru, yaitu UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang yang dianggap perlu
karena :
21
1. untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur.
2. untuk menghindari adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan
kepentingan debitur atau para kreditur lainnya. 3. untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah
seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya, debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditur tertentu sehingga kreditur
lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan
21
Penjelasan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur.
Sebagaimana telah disinggung di atas, di dalam perkara kepailitan ditemukan pihak-pihak yang mengajukan di diajukan dalam permhonan pernyataan kepailitan.
Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak yang mengajukan atau pemohon pailit yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk
mengajukan permohonan pailit ke pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak Penggugat Pemohon Pailit.
Di dalam Pasal 2 UU Kepailitan yang baru yaitu UU No. 37 Tahun 2004 terdapat 6 enam pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yaitu :
1. Debitor itu
sendiri. 2. Satu atau lebih kreditor.
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum. 4. Bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank.
5. Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam jika debitornya adalah perusahaan Efek.
6. Menteri Keuangan jika debitornya adalah Perusahaan Asuransi. Demikian beberapa pihak yang dapat mengajukan kepailitan seperti yang
diatur di dalam UU No. 37 Tahun 2004. Dengan diaturnya pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan kepailitan sebagaimana tersebut di atas, diharapkan dapat
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
tercapai proses penegakan hukum, sehingga keadilan dan kepastian hukum dan kemanfaatan.
Lembaga kejaksaan sebagai salah satu pihak yang berhak mengajukan permohonan kepailitan, berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia, mempunyai tugas dan wewenang kejaksaan, sebagai berikut :
22
1. Di bidang Pidana : a.
Melakukan penuntutan.
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putuan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyararat.
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang.
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 2. Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan :
22
Pasal 30 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Peningkatan
kesadaran hukum masyarakat. b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum.
c. Pengawasan peredaran barang cetakan. d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan msyarakat dan negara.
e. Pencegahan penyalahgunaan danatau penodaan agama. f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa lembaga kejaksaan di Indonesa sebagai salah satu aparat penegak hukum, memiliki fungsi yang besar dan
strategis. Hal ini disebabkan karena kejaksaan memiliki tugas dan wewenang yang bukan hanya di bidang Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, juga dalam bidang
ketertiban dan ketentraman umum, termasuk mengajukan permohonan kepailitan apabila memang kepentingan umum mengharuskan hal tersebut.
UU No. 16 Tahun 2004 mengukuhkan beberapa fungsi dan tugas lembaga kejaksaan yang bersifat represif maupun preventif yang berkenaan dengan ketertiban
dan ketenteraman umum, antara lain meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, mengamankan kebijakan penegakan hukum, mengawasi peredaran barang cetakan
dan mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.
Fungsi lembaga kejaksaan dalam penegakan hukum pidana sudah lama dikenal, tetapi fungsi kejaksaan di luar hukum pidana, termasuk penegakan hukum
kepailitan nampaknya masih kurang popular. Sebenarnya fungsi lembaga kejaksaan di luar hukum pidana sudah dikenal sejak tahun 1922 dimana lembaga kejaksaan
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
merupakan wakil negara dalam hukum, yang selanjutnya dikenal dan ditegaskan lagi sebagai Jaksa Pengacara Negara. Sebenarnya fungsi jaksa sebagai pengacara negara
bukanlah hal yang baru, karena telah menjadi hukum berdasarkan Koninklijk Besluit tertanggal 27 April 1922 Stb. 22 – 522. Selanjutnya di dalam UU No. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa pejabat pemerintah manapun yang melakukan tindakan hukum melalui keputusan dan
ketetapannya harus menerapkan asas pemerintahan yang baik. Kalau hal tersebut tidak dilaksanakan, maka hakim Tata Usaha Negara dapat membatalkan keputusan
atau ketetapan tersebut. Dalam rangka inilah kejaksaan dapat memainkan peranan yang penting sebagai pengacara negara untuk membela dan memberikan nasihatnya
kepada para pejabat pemerintah.
23
Berdasarkan perkembangan selanjutnya mengenai Jaksa Pengacara Neara dalam bidang Perdata dan Tata Usaha Negara diatur di dalam KEPJA nomor : KEP-
039J.A41993 tanggal 1 April 1993 tentang Administrasi Perkara DATUN dan surat edaran JAM DATUN nomor : B-039G41993, tanggal 27 April 1993, tanggal
27 April 1993 tentang Sebutan Jaksa Pengacara Negara bagi Jaksa yang melaksanakan tugas DATUN, maka istilah resmi yang digunakan para Jaksa dalam
melaksanakan tugas serta fungsi DATUN adalah Jaksa Pengacara Negara JPN dan diatur juga pada Pasal 27 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1991 tentang Lembaga Kejaksaan
23
Kejaksaan juga dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. Lihat Pasal 34 UU No. 16 Tahun 2004 Kejaksaan Republik Indonesia.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
Republik Indonesia dan sekarang diatur dalam Pasal 32 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Lembaga Kejaksaan Republik Inonesia.
24
Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, fungsi lembaga kejaksaan dilaksanakan dengan melakukan kegiatan-kegiatan bantuan hukum, penegakan
hukum, pelayanan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain. Tata cara pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diatur dalam Instruksi Jaksa Agung nomor :
INS-01Q121992, nomor : INS-02Q121992 dan nomor : INS-03Q121992.
25
Apabila dicermati lebih lanjut ada persamaan antara fungsi lembaga kejaksaan dalam penegakan hukum pidana dengan fungsi lembaga kejaksaan dalam hukum perdata
khususnya dalam hukum kepailitan, dimana keduanya berasal dari peraturan perundang-undangan.
Dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat disimpulkan bahwa tugas dan wewenang lembaga kejaksaan meliputi :
26
1. Penuntut umum.
27
24
Suhadibroto, Himpunan Pentunjuk Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Jakarta : Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung RI, 1994, hal. 154.
25
Ibid.
26
Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi,: http:www.geocities.comtapakkaki2002undang2.htm, terakhir diakses pada tanggal 12 Februari
2008. Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara yang merulpakan landasan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, Pasal 33 ayat 3
UUD 1945 menyebutkan bahwa : bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sumber daya
alam tersebut berdasarkan Penjelasan UUD 1945 tersebut adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
27
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, UU No. 8 Tahun 1981, http:www.wirantaprawira.delawcriminalkuhapindexhtm1, terakhir diakses pada tanggal 15
Desember 2007. Tentang Penyidik dan Penuntut Umum, Pasal 13 : Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Penyidik
28
tindak pidana tertentu. 3. Mewakili negarapemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha negara.
4. Memberi pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah. 5. Mewakili kepentingan umum.
Tugas dan wewenang lembaga kejaksaan tersebut sangat luas untuk kepentingan umum yang di dalamnya menjangkau area hukum pidana, perdata
maupun tata usaha negara. Tugas dan wewenang yang sangat luas ini pelaksanaannya dipimpin dan dikendalikan serta dipertanggungjawabkan oleh seseorang yang diberi
predikat Jaksa Agung. Oleh karena itu, peranan Jaksa Agung dalam kehidupan bernegara menjadi sangat krusial vitally important, lebih-lebih pada saat ini, dimana
negara sedang dalam proses reformasi yang salah satu agendanya adalah terwujudnya supremasi hukum.
Salah satu wewenang kejaksaan di bidang perdata adalah kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit demi kepentingan umum terhadap debitor yang tidak
mampu lagi membayar beberapa utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Berdasarkan keputusan Hof Amsterdam 9 November 1922, N.J. 1923, 171,
alasan kepentingan umum itu ada bilamana tidak dapat lagi dikatakan ada
28
Keterangan AhliKeterangan Visum Et-Repertum, http:www.informatika.polri.go.idinformatikam2_link_042.html, terakhir diakses pada tanggal 3
April 2008. Syarat kepangkatan Penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1983, tentang pelaksanaan KUHAP Pasal 2 yang berbunyi :
1. Penyidik adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya berpangkat Pelda Polisi. 2. Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurangnya berpangkat Serda Polisi.
3. Kapolsek yang berpangkat Bintara di bawah Pelda Polisi karena jabatannya adalah Penyidik.
Kapolsek yang dijabat oleh Bintara berpangkat Serda Polisi, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Pasal 2 ayat 2, maka Kapolsek yang berpangkat Serda tersebut
karena jabatannya adalah Penyidik.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
kepentingan-kepentingan perseorangan, melainkan alasan-alasan yang bersifat lebih umum dan lebih serius yang memerlukan penanganan oleh suatu lembagaalat
perlengkapan negara.
29
Oleh sebab itu, penafsirannya diserahkan pada doktrin dan jurisprudensi. Praktik hukum menunjukkan bahwa kepentingan umum ada apabila
tidak ada lagi kepentingan perseorangan, melainkan alasan-alasan yang bersifat umum dan lebih serius yang mengesankan penanganan oleh lembagaalat
kelengkapan negara.
30
Menurut M.H. Tirtaatmidjaja, pailit itu juga dapat dinyatakan atas tuntutan jaksa, tuntutan mana harus berdasarkan alasan-alasan untuk tidak
menyelesaikan urusan-urusannya, atau ia sedang berusaha menggelapkan harta kekayaannya dengan merugikan kreditur-krediturnya.
31
Dalam ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur juga mengenai kedudukan, tugas dan wewenang lembaga kejaksaan mengenai
pembubaran perseroan berdasarkan putusan pengadilan yang dapat dimohonkan oleh lembaga kejaksaan, yakni :
32
a. Lembaga kejaksaan berdasarkan alasan yang kuat bahwa perseoran melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar
peraturan perundang-undangan. b. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum
dalam akta pendirian;
29
Chaidir Ali, Himpunan Yurisprudensi, Hukum Dagang di Indonesia, Jakarta : Pradnya Paramita, 1982, hal. 219.
30
Zainal Asikin, Op.cit, hal. 36.
31
Viktor M. Situmorang Hendri Soekarso, Op. cit, hal. 49.
32
Pasal 146 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
Berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan tersebut tampak jelas bahwa lembaga kejaksaan memiliki wewenang dalam menangani perkara-perkara
perdata, termasuk di dalamnya perkara-perkara niaga di Indonesia. Permohonan kepailitan yang diajukan oleh lembaga kejaksaan berdasarkan
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk kepentingan umum. Pengertian umum mencakup arti yang sangat
luas. Pengertian kepentingan umum dalam hal tertentu memang tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, akan tetapi tidak diatur secara spesifik
dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai kepentingan umum.
Di dalam PP No. 17 Tahun 2000 dinyatakan bahwa kejaksaan memiliki wewenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah untuk dan atas
nama kepentingan umum kepada Pengadilan Niaga di daerah tempat kedudukan hukum Debitur.
33
Kewenangan tersebut dapat dilakukan oleh kejaksaan dengan alasan kepentingan umum, apabila :
a. Debitur mempunyai 2 dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya 1 satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih;
b. Tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit.
34
33
Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2000 tentang Permohonan Pailit untuk Kepentingan umum.
34
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2000 tentang Permohonan Pailit untuk Kepentingan umum.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
Di dalam Penjelasan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2000 tentang Permohonan Pailit untuk Kepentingan umum juga belum diberikan batasan yang
jelas mengenai kepentingan umum. Apabila Kejaksaan mengajukan permohonan pernyataan pailit, maka dengan sendirinya kejaksaan bertindak demi dan untuk
mewakili umum. Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” hanya dikatakan hanyalah kepentingan bangsa dan negara danatau kepentingan masyarakat,
misalnya : a. Debitor melarikan diri.
b. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan. c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
lainnya yang menghimpun dana dari masyarakat. d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari perhimpunan dana dari masyarakat
luas. e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah
utang-piutang yang telah jatuh tempo. f. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
35
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, juga tidak ditemukan definisi yang sifatnya definitif mengenai kepentingan umum.
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan tidak memberikan definisi tentang kepentingan umum. Di dalam undang-undang ini hanya dinyatakan bahwa perkara
35
Penjelasan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2000 tentang Kepailitan untuk Kepentingan Umum.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
permohonan kepailitan menjadi kewenangan Pengadilan Niaga untuk memeriksa atau memutuskannya. Undang-undang tersebut tidak mengenal atau tidak
membedakan adanya aspek kepentingan publik atau kepentingan orang perorang. Pasal 1 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004 hanya menentukan mengenai kepentingan
publik dalam hal : “debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan”. Berdasarkan hal tersebut, berarti tidak ada pembedaan mengenai kualitasstatus debitur, maka kreditur dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga yang memenuhi syarat undang- undang tersebut untuk dinyatakan pailit.
Selanjutnya PP No. 17 Tahun 2000 juga tidak memberikan pengertian yang konkrit mengenai kepentingan umum. PP No. 17 Tahun 2000 hanya memberikan
contoh mengenai alasan-alasan kepentingan umum yang memungkinkan lembaga kejaksaan mengajukan permohonan kepailitan. Selanjutnya dalam salah satu alasan
adalah bahwa kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepailitan apabila menurut kejaksaan hal tersebut memang merupakan kepentingan umum.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan PP No. 17 Tahun 2000, lembaga kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepailitan atas inisiatif sendiri atau
berdasarkan masukan dari masyarakat, lembaga, instansi pemerintah dan badan lain yang dibentuk oleh pemerintah seperti Komite Kebijakan Sektor Keuangan. Yang
menjadi persoalan adalah standar kepentingan umum seperti apa yang dapat
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
memungkinkan kejaksaan mengajukan permohonan kepailitan selain hal-hal yang disebutkan di dalam PP No. 17 Tahun 2000 di atas khususnya terhadap kasus-kasus
permohonan kepailitan yang diajukan oleh jaksa atas inisiatif sendiri karena lembaga kejaksaan menilai hal itu sebagaimana kepentingan umum. Karena itu, perlu
ditemukan definisi kepentingan umum kepentingan publik, untuk mencegah perdebatan yang tidak menentu tentang kepentingan umum.
Kepentingan umum disini bisa disama artikan dengan kepentingan umum sebagai lawan kata dari kepentingan privat atau kepentingan orang perorang.
Namun, dapat diduga selanjutnya akan timbul pertanyaan mengenai apa arti “umum” dan “orang perorang” itu.
36
Pengertian kepentingan umum sering dijumpai sangat berbeda rumusannya satu dengan yang lainnya. Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, menentukan bahwa cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 tersebut,
kepentingan umum harus memenuhi syarat-syarat, yaitu : 1 Produksi yang penting bagi negara.
2 Menguasai hajat hidup orang banyak.
37
36
Parwoto Wignjosumarto, Aspek Perlindungan Kepentingan Publik dalam Peradilan Kepailitan, makalah disampaikan pada Diskusi bulanan Judicial Watch Indonesia, dengan tema :
“Aspek Perlindungan Publik dalam Peradilan Kepailitan, yang diselenggarakan oleh Judicial Watch Indonesia pada tanggal 29 Juli 2002 di Jakarta
37
Ibid.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dari Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, terlihat bahwa alasan penguasaan negara atas kedua syarat tersebut adalah agar tampuk produksi tidak
jatuh ke tangan orang perorang yang berkuasa dan rakyat banyak akan ditindasnya. Dari bunyi dan Penjelasan Pasal tersebut dapat ditarik batas antara kepentingan
umum dan orang perorang. Dari sinilah lahir pembentukan Badan Usaha Milik Negara BUMN untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945.
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa perseroan terbuka adalah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya
memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
38
Perseroan terbuka dapat diketahui dengan pencantuman kata “Tbk” di belakang Perseroan Terbatas PT tersebut,
39
dan hal ini untuk membedakan dengan perseroan Terbatas Tertutup.
40
Selanjutnya di dalam undang-undang ini juga dinyatakan bahwa hal ini dilaksanakan oleh suatu perusahaan publik,
41
yaitu perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 tiga
ratus pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3. 000.000.000,- tiga milyar rupiah atau suatu jumlah pemegang saham dan
modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
42
Dari ketentuan tersebut di atas, dapat ditarik suatu garis bahwa 300 tiga ratus pemegang saham
38
Pasal 1 ayat 7 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
39
Pasal 16 ayat 3 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
40
Penjelasan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
41
Pasal 1 ayat 8 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
42
Pasal 1 ayat 22 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
yang menyetor modal perseroan sebesar Rp. 3. 000.000.000,- tiga milyar rupiah menjadi syarat adanya kepentingan publik.
Pengertian kepentingan umum yang lain juga dapat dilihat seperti di dalam Pasal 1 Undang-Undang no 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah
dan benda-benda yang ada diatasnya: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula
kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan
dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Ketentuan lain yang menyangkut tanah yang menyebut mengenai
kepentingan umum adalah Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal 1 butir 3 dari
keppres tersebut menyebutkan :”kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Jelas definisi ini sangat tidak membantu. Kemudian, Keppres
tersebut juga menyebutkan : 1 Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh Pemerintah
serta tidak digunakan untuk menerima keuntungan, dalam bidang-bidang antara lain sebagai berikut:
a. Jalan umum, saluran pembuangan air. b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi.
c. Rumah Sakit Umum dan Pusat Kesehatan Masyarakat. d. Pelabuhan atau bandar udara atau terminal.
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
e. Peribadatan. f. Pendidikan atau sekolahan.
g. Pasar Umum atau Pasar Inpres. h. Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana. i. Pos dan telekomunikasi
j. Sarana olah raga. k. Stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya.
l. Kantor pemerintah. m. Fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
2 Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain dimaksud dalam angka 1 adalah yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
“Keputusan Presiden” disini dapat membuka peluang untuk penafsiran subyektif dari penguasa mengenai kepentingan umum. Dengan terbukanya peluang
yang demikian itu tidak mustahil pengadaan tanah yang seharusnya hanya boleh untuk kepentingan umum kepentingan seluruh lapisan masyarakat saja,
kenyataannya hanyalah untuk kepentingan kroni penguasa sebagai akibat kolusi penguasa dengan pengusaha yang lebih lanjut akan melahirkan korupsi.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 4 ayat 3 huruf i Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, menyebut pula tentang kepentingan
umum. Pengertian usaha yang semata-mata ditujukan untuk kepentingan umum ialah kegiatan usaha yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Kegiatan usaha harus semata-mata bersifat sosial dalam bidang keagamaan, pendidikan, kesehatan dan kebudayaan.
2. Kegiatan usaha harus semata-mata bertujuan meningkatkan kesejahteraan umum. 3. Kegiatan usaha ini tidak mempunyai tujuan menerima laba.
Namun pengertian ini hanya cocok untk pasal tersebut, yaitu bersifat limitatif, dengan demikian, pengertian kepentingan umum hams ditentukan secara kasus
demi kasus oleh hakim pada setiap terdapat perkara yang harus diadili. “Kepentingan umum” di dalam pasal-pasal lainnya adalah terdapat dalam
Penjelasan Pasal 49 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dimana disebutkan: “yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah
kepentingan bangsa dan Negara danatau kepentingan masyarakat bersama danatau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kemudian, Penjelasan Pasal 32 huruf c Undang-undang No. 5 Tahun 1991
tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi: “yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara danatau kepentingan
masyarakat luas. Penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya :.... Pelestarian tersebut ditujukan unturuk kepentingan umum,
yaitu penga-turan benda cagar budaya has dapat menunjang pembangunan nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan lain-lain
Penjelasan Pasal 2 huruf d Undang-undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian mengemukakan: Asas kepentingan umum yaitu perkeretaapian harus
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. Penjelasan Pasal 2 huruf e Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, dan penjelasan Pasal 1 huruf e Undang-undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Asas kepentingan umum yaitu perkeretaapian harus lebih
mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada batasan yang baku
mengenai apa yang dimaksudkan dengan kepentingan umum. Apabila ada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah memberikan batasan mengenai apa yang
dimaksudkan dengan kepentingan umum, batasan kepentingan umum yang dimaksud oleh pengertian itu hanya untuk pengertian peraturan perundang-undangan
yang dimaksud itu saja. Pengertian itu tidak dapat dipakai untuk diterapkan bagi pengertian kepentingan umum dalam undang-undang yang lain.
Akhirnya disimpulkan bahwa kepentingan umum memiliki pengertian yang luas dan tidak terdapat kesamaan mengenai kriteriasyarat tentang kepentingan
umum. Sehingga tidak aneh apabila dalam masyarakat selalu terjadi perdebatan perihal arti dan maksud kepentingan umum tersebut, dipandang dari segi
kepentingan masing-masing. Perdebatan ini bisa berakibat saling menyalahkan dan kadang disertai prasangka. Untuk mengakhiri persengketaan tiada ujung ini, sangatlah
terhormat apabila semua pihak berpikir untuk mencari solusinya. Kesatuan persepsi mengenai batasan kepentingan umum dapat dijadikan tolak ukur apakah suatu
permohonan kepailitan yang diajukan oleh lembaga kejaksaan sudah memperhatikan aspek kepentingan umum atau belum. Selama belum ada persepsi mengenai tolak
Agussalim Nasution : Standar Kepentingan Umum Dalam Permohonan Kepailitan Oleh Kejaksaan Menurut…, 2008 USU e-Repository © 2008
ukur unsu kepentingan umum tersebut, kebijaksanaan dan hati nurani hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa perkara kepailitan sangat dibutuhkan. Hakim
hendaknya dapat menetapkan tolak ukur kepentingan umum secara kasuistis terhadap permohonan kepailitan yang diajukan oleh lembaga kejaksaaan. Hal ini
sejalan juga semangat ketentuan Pasal 57 Undang-undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang memberikan wewenang kepada Ketua Pengadilan untuk
menentukan bahwa suatu perkara menyangkut kepentingan umum.
G. Metode Penelitian