Pemeriksaan Fisik Diagnosis 1. Anamnesis

2.5. Diagnosis 2.5.1. Anamnesis Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan keluhan yang paling sering yang menyebabkan penderita KNF berobat. Gejala hidung, telinga, gangguan neurologi juga sering dikeluhkan penderita KNF Soetjipto, 1993; Ahmad, 2002.

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

1. Endoskopi. Pada kasus yang dicurigai ke arah KNF, perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh daerah kepala dan leher, terutama di nasofaring. Pemeriksaan menggunakan nasofaringoskop kaku atau fleksibel, lebih dianjurkan agar dapat melakukan inspeksi langsung sehingga tumor kecil dapat tampak lebih jelas Soetjipto, 1993. a Nasofaringoskopi kaku Rigid nasopharyngoscopy . Alat yang digunakan terdiri dari teleskop dengan sudut bervariasi, yaitu sudut 0, 30 dan 70 derajat dan forsep biopsi. Nasofaringoskopi dapat dilakukan dengan cara: • Transnasal, teleskop dimasukkan melalui hidung. • Transoral, teleskop dimasukkan melalui rongga mulut. Wei, 2006. Benny Hidayat : Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 b Nasofaringoskopi lentur Flexible nasopharyngoscopy . Alat ini bersifat lentur dengan ujungnya dilengkapi alat biopsi. Endoskopi fleksibel memungkinkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap nasofaring meskipun masuknya hanya melalui satu sisi kavum nasi. Ujungnya dapat melakukan manuver di belakang septum hingga mencapai sisi yang berlawanan. Biopsi massa tumor dapat dilakukan dengan melihat langsung sasaran. Alat endoskop fleksibel ini memiliki saluran khusus untuk suction dimana forsep biopsi dapat dimasukkan melaluinya sehingga biopsi tetap dapat dilakukan dengan pandangan langsung. Namun meskipun memiliki banyak keunggulan, kualitas gambar yang didapat dengan endoskopi fleksibel masih di bawah kualitas gambar endoskopi kaku, begitu juga ukuran biopsi yang dilakukan dengan endoskopi fleksibel jaringan biopsi yang didapat lebih kecil dan lebih superfisial dibandingkan endoskopi kaku Wei, 2006. 2. Biopsi nasofaring. a Dengan anestesi lokal. Dengan adanya alat endoskop, biopsi dilakukan dengan tuntunan endoskop. Caranya sebagai berikut; pasien duduk atau setengah duduk, diberi anestesi lokal kemudian endoskop dimasukkan kedalam kavum nasi sisi yang berlawanan dengan perkiraan sisi tumor. Setelah tampak tumor atau tampak daerah yang mencurigakan, cunam biopsi Benny Hidayat : Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 yang agak besar dimasukkan melalui kavum nasi sisi lainnya dan dibawah tuntunan endoskop, cunam mengambil jaringan biopsi yang cukup besar dan representatif pada tumor atau daerah yang mencurigakan Soetjipto, 1993. b Eksplorasi nasofaring dengan anestesi umum. Cara ini dapat dilakukan pada hal-hal tertentu, yaitu: • Jika biopsi dengan anestesi lokal tidak mendapatkan hasil yang positif sedangkan gejala dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri KNF. • Keadaan umum penderita kurang baik, tidak kooperatif atau faringnya terlalu sensitif, trismus dan anak-anak. 3. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat kecurigaan adanya tumor di daerah nasofaring, menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya Her, 2001. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan antara lain: a Foto polos nasofaring dan dasar tengkorak dengan posisi lateral, submentovertikal, oksipitosubmental, oksipitomental, oksipitofrontal. b Foto toraks Posterior-Anterior untuk menilai adanya metastasis paru Wei Sham, 2005. Benny Hidayat : Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 c CT-Scan Nasofaring mempunyai nilai diagnostik tinggi. Tumor dini di fossa Rosenmuller akan tampak sebagai penebalan otot levator veli palatini dan obliterasi atau penumpulan sudut resesus setempat sehingga tampak gambaran yang asimetri dalam rongga nasofaring Soetjipto, 1993. Pemeriksaan CT-Scan Nasofaring dapat pula mengetahui penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya yang belum terlalu luas dan juga dapat mendeteksi erosi basis kranii dan penjalaran perineural melalui foramen ovale sebagai jalur utama perluasan ke intrakranial. CT-Scan dilakukan tanpa zat kontras atau bila diperlukan dapat digunakan zat kontras bila terdapat kesulitan dalam menentukan batas tumor atau untuk menilai kelenjar limfe dan pembuluh darah. Selain itu dapat pula menilai kekambuhan tumor setelah pengobatan, adanya metastasis dan juga akibat komplikasi paska radioterapi, seperti nekrosis lobus temporal dan atropi kelenjar hipofise Wei Sham, 2005. Pada umumnya peranan CT-Scan dalam pemeriksaan KNF adalah: o Membantu diagnosis, terutama dalam menentukan suatu proses dini di nasofaring. o Menentukan penyebaran tumor ke jaringan sekitar. o Menentukan stadium tumor. o Membantu tindakan radioterapi. o Menilai hasil pengobatan dan menentukan kekambuhan dini. Soetjipto, 1993. Benny Hidayat : Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 d Magnetic Resonance Imaging merupakan sarana pemeriksaan diagnostik terbaru dengan menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar. Berbeda dengan CT- Scan, MRI lebih baik dalam memperlihatkan jaringan lunak nasofaring baik yang superfisial maupun profunda dan membedakan tumor dari jaringan lunak di sekitarnya. MRI juga lebih sensitif untuk menilai metastasis ke daerah retrofaring, kelenjar getah bening leher yang profunda dan ke sumsum tulang Wei Sham, 2005. e USG hepar, jika dicurigai metastasis ke hati Her, 2001. 4. Pemeriksaan patologi anatomi yang dilakukan berupa: a Sitologi. Sediaan sitologi eksfoliatif dari nasofaring didapat dengan beberapa cara seperti kerokan scrapping , sikatan brushing , usapan swab atau dengan menggunakan alat khusus yang dihubungkan dengan penghisap. Cara ini sangat mudah, murah dan tidak menimbulkan rasa sakit, akan tetapi hasilnya sering meragukan sehingga pemeriksaan sitologi ini belum dapat diterima untuk mendiagnosis KNF. b Biopsi Aspirasi Jarum Halus. Sebagian besar KNF ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher. Untuk membuktikannya merupakan metastasis KNF dilakukan pemeriksaan biopsi aspirasi. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan pada massa tumor di nasofaring Wei Sham, 2005. Benny Hidayat : Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 c Histopatologi. Biopsi nasofaring mutlak dilakukan, tujuannya untuk konfirmasi dalam menentukan sub tipe histopalotogi. d Pemeriksaan Imunohistokimia. Merupakan teknik deteksi antigen dalam jaringan yang melibatkan deteksi substansi spesifik dalam jaringan dengan menggunakan derivat antibodi terhadap substans. Antibodi digunakan terhadap potongan jaringan dan dibiarkan berikatan dengan antigen yang sesuai. Sistem deteksi digunakan untuk identifikasi lokasi antibodi menggunakan penanda molekuler yang dapat dilihat. Deteksi antibodi ini dihubungkan dengan molekul penanda seperti zat fluoresens atau suatu enzim yang mengkatalis reaksi lebih lanjut membentuk produk berwarna yang dapat dilihat Sudiana, 2005. e Pemeriksaan Serologi. Adanya dugaan kuat virus Epstein Barr sebagai salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya KNF menjadi dasar dari pemeriksaan serologi ini. Antibodi terhadap VEB baik Ig A penderita KNF meningkat sampai 8-10 kali lebih tinggi dibandingkan penderita tumor lain atau orang yang sehat Notopuro et al , 2005. Titer immunoglobin A IgA terhadap virus Epstein Barr spesifik untuk kapsul virus viral capsid antigen VCA dan antigen awal early antigen EA sangat sensitif untuk KNF tetapi tingkat spesifitasnya kurang, terutama pada titer yang rendah sedangkan IgA VEB anti EA sangat spesifik untuk KNF tetapi Benny Hidayat : Hubungan Antara Gambaran Timpanometri Dengan Letak Dan Stadium Tumor Pada Penderita Karsinoma Nasofaring Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 kurang sensitif dan titernya akan menurun mendekati normal pada KNF stadium lanjut dan titer yang tinggi dapat merupakan indikator KNF. Pemeriksaan ini juga berguna untuk tindak lanjut penderita paska pengobatan untuk mengetahui kemungkinan residif Ahmad, 2002. f Polimerase Chain Reaction PCR. Digunakan untuk menyalin rantai DNA spesifik dalam jumlah besar sehingga dapat menunjukkan ada atau tidaknya sebuah gen, mendeteksi adanya mutasi, amplifikasi, rekayasa genetika dan untuk mendeteksi DNA virus atau bakteri Zachreni, 1999.

2.6. Histopatologi