Pembakuan Tata Bahasa Arab (Nahwu)

3. Pembakuan Tata Bahasa Arab (Nahwu)

Bahasa Arab menjadi jendela untuk memahami ilmu agama (al-Qur'an dan hadis), dan terutama bagi penduduk muslim non Arab, seperti Persia, India, Afrika, dan lain sebagainya. Tanpa memahami bahasa Arab, ia bisa menjadi penghalang untuk mempelajari Islam dari sumbernya. Oleh karena itu, demi menyadari pentingnya memahami al-Qur'an dan hadis yang berbahasa Arab, maka para ulama

muslim, khususnya yang non Arab merasa perlu untuk menyusun tata bahasa Arab yang mampu memfasilitasi umat untuk memahami sumber pokok agamanya. Berbagai riset dilakukan untuk tujuan ini, hingga melahirkan sistem tata bahasa Arab

(nahwu dan sharaf). Pada dasarnya, penelitian di bidang grammar bahasa Arab dilakukan di empat aspek utama, yaitu ortografi (meneliti bagian-bagian terkecil dari

sebuah kata), etimologi (penelitian pada kata sebagai komponen dari kalimat), sintaks (penelitian hubungan kata dalam sebuah kalimat), dan prosodi (meneliti tentang

bentuk-bentuk puisi Arab). 141 Menurut Ibn Khaldûn, orang yang pertama membukukan ilmu nahwu adalah

Abû al-Aswad al-Du’ali, dari Bani Kinanah, atas isyarat ’Ali bin Abî Thâlib. Para pakar tata bahasa setelah Abû al-Aswad al-Du’ali kemudian meneruskan dan mengembangkan teori nahwu. Nama-nama mereka bederet sampai pada al-Khalîl bin Ahmad al-Farâhidî pada masa pemerintahan al-Rasyîd, masa ketiga orang sangat

memerlukan ilmu nahwu menyusul lenyapnya ketrampilan berbahasa Arab dari orang-orang Arab. Dia menyusunnya dengan sangat sistematis, yang dibagi dalam

bab-bab. Dari dia Sibawaih 142 mewarisi ilmu nahwu, yang kemudian dia lengkapi

Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, (Jakarta: Penerbit Baitul Ihsan, 2006), hlm. 177. 142 Mengenai profil Sibawah bisa dilihat di Al-Nadîm, al-Fihrist, hlm. 81.

mengikuti sistem dan metode yang dipergunakan sang Imam (al-Khalîl). 143 Mereka bertiga adalah muslim keturunan Persia yang dibesarkan di tengah pergaulan

berbahasa Arab dan memperoleh pengetahuan tentang bahasa Arab melalui didikan dan kontak dengan orang-orang Arab. Dengan cara seperti ini mereka menemukan kaedah-kaedah kebahasaan (nahwu) dan menyusunnya menjadi suatu disiplin ilmu

yang bisa dimanfaatkan oleh generasi setelahnya. 144 Pendapat yang sama disampaikan al-Zarkasyî. Menurut dia, orang pertama yang

meletakkan kaedah tata bahasa Arab dalam bentuk sistematis adalah Abû al-Aswad al-Du’ali (m. 69 H/ 689). Dia adalah seorang tabi’ûn (generasi kedua muslim), dan

pernah menyertai ’Ali bin Abi Thâlib, khalifah keempat, dalam Perang Shiffin. 145 Pendapat yang sama juga terdapat al-Fihrist-nya al-Nadîm. Menurut riwayat

Muhammad bin Ishâq, sebagaimana dikutip al-Nadîm, sudah menjadi anggapan umum di kalangan ulama bahwa kaedah nahwu dipelajari dari Abû al-Aswad al-

Du’ali yang mempelajari dari ’Ali bin Abi Thâlib. 146 Menurut al-Faruqi, al-Du’ali juga bertanggung jawab merancang tanda-tanda

vokalisasi, yang ditentukan oleh status tata bahasa kata-kata dan membentuk indeks status itu, sehingga memungkinkan pemahaman. Tanda-tanda vokalisasi pertama yang dipakai dalam bahasa Arab adalah yang dipakai dalam Syiria dan kemudian dipakai bahasa Ibrani: satu titik di atas untuk ’a’ pendek dari objek langsung; dan satu titik di dalam huruf itu untuk ’u’ nominatif; dan satu titik di bawah huruf untuk

menunjukkan bunyi ’i’ penghabisan dari objek tidak langsung. Sistem ini tidak

143 Al-Zajjâj adalah Abû Ishâq Ibrahîm bin Muh ammad bin al-Sarî al-Zajjâj. Lihat di Al-Nadîm, al-Fihrist, hlm. 95.

144 Ibn Khaldûn, Mukaddimah, hlm. 417. 145 Al-Zarkasyi, al-Burhân, hlm. 259. 146 Al-Nadîm, al-Fihrist, (Baerut: Darl al-Kutub al-Islamiyyah, 1996), hlm. 62.

bertahan lama. Sebelum abad pertama periode Islam berlalu, dipernalkan tanda-tanda yang sekarang dipakai. Pada masa itu juga, tanda-tanda ini ditetapkan untuk menunjukkan hubungan dua kata atau pemisahan mereka, penggandaan konsonan,

dan titik-titik untuk membedakan huruf-huruf yang bentuknya sama. Pada masa al- Hajjaj, gubernur Irak dan provinsi-provinsi timur, proses ini selesai. Dialah yang

memasukannya ke dalam tulisan al-Qur'an pada masa kekhalifahan ’Abdul Mâlik bin Marwan (66-86 H/ 685-705). Perkembangan dalam bidang ini juga didukung oleh para khalifah Umawi, yang menjanjikan hadiah besar bagi rakyat terpelajarnya yang mampu secara baik meletakkan fondasi bahasa Arab. Karena ini, akhirnya orang Arab mampu menciptakan beratus-ratus risalah dan dasar linguistik Arab. Selain karya al-

Ashma’i, yang paling terkenal adalah Fiqh al-Lughah karya al-Tsa’alibî, dan al- Mukhashshash karya Ibn Sîdah. Guru bahasa Arab yang paling awal dan mungkin

terbesar adalah Khalîl bin Ahmad (m. 170/796), 147 guru Sibawaih. Dia adalah ahli tata bahasa terbesar, dan ahli sastra abad kedua Hijrah. Dia menemukan, membuat

teori, dan menetapkan mode ritmis puisi Arab dan menamainya—’ilm al-’arudh. Dia menulis Kitâb al-’Ayn, kamus pertama kata Arab dan kitab tata bahasa dan sintaks. Dia mensurvei dan menghitung kata-kata dalam bahasa Arab serta menemukan

1.235.412 kata. 148 Abu Bakar al-Zabidi (379/989), yang menerbitkan ringkasan mahakarya Ibn Ahmad, mendaftar bahasa ini, dan memetakan kata-kata

berdasakrakan bentuk akar katanya, yang terpakai dan yang tidak terpakai. 149 Adapun yang pertama memberikan penjelasan dan pembenaran untuk aturan

tata bahasa adalah Ibn Abû Ishâq al-Hadhrami (117 H/735). ’Isâ bin ’Umar al-Tsaqafi (149 H/766) dan Hârun bin Mûsâ adalah yang pertama kali menulis buku-buku teks,

147 Abû ‘Abdurrahmân al-Khalîl bin Ah mad. Lihat Al-Nadîm, al-Fihrist, hlm. 67. 148 Khalîl bin Ahmad memiliki perhatian yang tinggi terhadap perkembangan sastra dan bahasa

Arab. Melihat banyak kata serapan dalam bahasa Arab, dia berfikir keras untuk mengembalikan bahasa Arab kepada keotentikan kata-katanya. Dia akhirnya mendata kata-kata, menyeleksi, dan membedakannya: mana yang asli kata Arab dan mana yang serapan dari bahasa lain. Langkah yang dia tempuh adalah dengan menyensus kata-kata yang dituturkan masyarakat Badui, alasannya, masyarakat badui pedalaman belum terkontaminasi budaya pasaran. Langkah Khalîl bin Ah mad ini dikritik al-

Jabiri. Baca Al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000). 149 Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, hlm 232.

sedangkan Sibawayh (183 H/ 799) adalah yang pertama kali menjadikannya sajak. Bukunyalah yang pertama kali memberikan pengetahuan tata bahasa dalam bentuk

sastra, sehingga membuat pengkajiannya menjadi sesuatu kenikmatan intelektual. Bukunya segera menjadi buku klasik dan dinikmati oleh setiap orang. Buku ini mendapat sebutan al-Kitâb (kitab) dan al-Bahr (samudera). Yahyâ bin Ziyâd al-Farrâ’

(207 H/ 822) murid Banû Asad, orang alim yang sangat disukai Khalifah al-Ma’mûn, menulis dua karya tentang tata bahasa, al-Hudûd dan al-Ma’âni. Dan Ya’qûb bin Ishâq bin al-Sakit (244 H/ 858), guru anak-anak Khalifah al-Mutawakkil, menulis

Ishlâh al-Manthîq dan Tahdzîb al-Alfâzh. 150 Karya Khalîl bin Ahmad dalam bidang tata bahasa begitu mendasar dan

sempurna, sehingga memenuhi kebutuhan beberapa generasi. Dalam Kitâb al-’Ayn, Khalîl bin Ahmad menerangkan kata-kata yang sering tidak dipakai dalam kalimat dan yang sering dipakai. Dia menjelaskan masalah ini dengan komprehensif dan mendetail. Banyak karya tulis sebagai tafsiran dan penjelasan tambahan terhadap

Kitâb al-’Ayn-nya. 151 Di antara intelektual yang menulis buku sebagai reaksi terhadap karya Khalîl bin Ahmad adalah Abû Bakar al-Zubaidî, guru Hisyâm al-Mu’ayyad di

Andalusia. Pada abad keempat Hijriah (10 M) dia meringkas Kitâb al-’Ayn—tanpa mengurangi keutuhannya. Dalam kerja ilmiahnya, dia membuang kata yang tidak terpakai, menggantinya dengan kata yang terpakai. Dia menulisnya dengan ringkas,

padat dan baik agar mudah dihafal. 152 Kitâb al-’Ayn juga secara khusus disinggung al-Nadîm dalam al-Fihrist-nya. 153

Ibn Ahmad dan tokoh sezamannya, Abû ’Ubaidah dan al-’Ashma’i, meluluskan ratusan ahli tata bahasa ternama yang memimpin bidang ini setelah mereka. Bersama mereka mengembangkan tashrîf (konjugasi kata kerja dan foliasi kata) menjadi ilmu sekaligus menuliskannya. Abû al-’Abbâs Tsa’lab (291 H/ 903) juga merupakan murid

150 Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, hlm 236.

Khalîl bin Ahmad adalah yang menyempurnakan sistem harakat yang konon digagas Al- Du’âli. Lihat Ma'rifat, Sejarah Al-Qur'an, hlm. 182.

152 Ibn Khaldûn, Mukaddimah, hlm. 417. 153 Al-Nadîm, al-Fihrist, (Baerut: Darl al-Kutub al-Islamiyyah, 1996), hlm. 62.

Ibn Ahmad, Abû ’Ubaidah dan al-’Ashma’i. Dia menulis dua puluh dua buku tentang tata bahasa, di antaranya adalah Kitâb al-Fashîh dan Kitâb al-Qawâ’id al-Syi’r. Abû

Ishaq al-Zajjâj (311 H/ 923) menulis Kitâb Sirr al-Nahw. Dalam kitab ini dia juga menganalisis ”apa yang dapat dikonjugasi dan apa yang tidak dapat dikonjugasi.” dia juga menulis buku tentang tubuh manusia, Khalq al-Insân, dan buku tentang makna al-Qur'an, Ma’âni al-Qur'ân. Abû al-’Abbâs Muhammad al-Mubarrâd (285 H/ 898)

menyumbangkan karya klasiknya, al-Kâmil. Tata bahasa Arab tetap menjadi pemikiran ahli-ahli ternama, dan karya-karya besar terus lahir di bidang ini. 154

Pada abad berikutnya, Ibn Khalawaih (370 H/ 980) memimpin pelajaran menguraikan kalimat, yang secara sistematis dia terapkan pada tiga puluh surah al- Qur'an. Kemudian ’Utsman bin Jinnî (392 H/ 1001), putera seorang budak Yunani, mempersembahkan dua belas karya termasyhur tata bahasa pada abad ini. Abad besar ahli tata bahasa yang berikutnya adalah abad ketujuh Hijrah. Abad ini menyaksikan

karya Muhammad bin Mâlik (672 H/ 1273), Alfiyyah ibn Mâlik, 155 rangkaian tata bahasa Arab dalam seribu bait puisi indah. Abad ini juga menyaksikan Muhammad

bin Ajarrum (723 H/ 1323), al-Ajarrûmiyyah, yang tetap menjadi teks baku tata bahasa Arab di seluruh dunia Arab hingga sekarang. 156

Kitab-kitab nahwu yang ditulis pada masa perintisan KARYA ILMIAH

TOKOH/PENULIS

FOKUS KAJIAN/GAGASAN

’Alî bin Abî Thâlib

Menginstruksikan kepada al-

(m. 41/661)

Dualî untuk merumuskan kaedah yang bisa memelihara kebenaran dalam membaca al- Qur'an dan berbasa Arab

Merumuskan ilmu nahwu Kitâb al-’Ain

al-Du’ali (m. 69 H/ 689)

al-Khalîl (m. 170 H/796) Kamus besar bahasa Arab Al-Kitâb & al-Bahr

Sibawaih (m. 183 H/ 799) Pelopor penulisan tata bahasa Arab berbentuk sajak

154 Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, hlm 237. 155 Nazham Ibn Mâlik merupakan pedoman tata bahasa Arab yang menjadi rujukan penting para

mahasiswa tata bahasa Arab klasik. Begitu besarnya, sehingga banyak ilmuwan yang menguraikan (syarh) ulasan Ibn Mâlik. Di antaranya adalah Bah⠒uddîn ‘Abdullâh ibn ‘Aqîl, dengan Syarh Ibn ‘ Aqîl-nya.

156 Al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, hlm 236.

Al-Mukhashshash

Tata bahasa Arab Fiqh al-Lughah

Ibn Sîdah

al-Tsa’alibî

Penyimpangan dalam menggunakan bahasa Arab

al-Hudûd Al-Farr⒠(m. 207 H/ 822) Tentang tata bahasa al-Ma’âni Ishlâh al-Manthîq

al-Sakit (m. 244 H/ 858) Tata bahasa Arab Tahdzîb al-Alfâzh al-Kâmil

Al-Mubarrâd (m. 285/

Tata bahasa Arab

Tata bahasa Arab al-Qawâ’id al-Syi’r Sirr al-Nahw

al-Fashîh