Bahasa-bahasa dalam Al-Qur'an yang Identik dengan Tradisi Literasi

4. Bahasa-bahasa dalam Al-Qur'an yang Identik dengan Tradisi Literasi

Selain memerintahkan untuk berbudaya membaca dan menulis serta memerintahkan untuk mengoleksi sebanyak mungkin ilmu pengetahuan, dalam banyak tempat ayat-ayat Al-Qur'an juga menyebut seperangkat peralatan baca-tulis. Bahkan terdapat pengertian atau nama lain dengan Al-Qur'an yang sangat dekat dengan pengertian baca-tulis itu sendiri.

65 J. Pedersen misalnya, mencatat bahwa al-Marzubani telah menulis 37.580 hlaman, Yaqut berhasil mencapai 33.180 halaman, al-Thabari diperkirakan telah menulis rata-rata empat puluh

halaman per hari, al-Suyuthi (w. 1505 M.) mengarang buku berjumlah 600 buah, dan al-Ghazali mampu mewariskan 70 karya tulis. Baca J. Pedersen, Fajar Intelektualisme Islam, cet. ke-1 (terj. Alwiyah Abdurrahman), Bandung: Mizan, 1996, hlm. 57-59.

66 ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara

kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan

janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya... ” (QS. Al-Baqarah/2:282). 67

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan masyarakat, cet. IV, Bandung: Mizan, 1994, hlm. 44-45. 68 ”...Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat

perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu... (QS. Al-Nur/24:33).

a. Penyebutan Al-Qur'an terhadap Peralatan Baca-Tulis

Secara implisit, penyebutan Al-Qur'an terhadap peralatan yang berhubungan dengan aktivitas baca-tulis ini mengindikasikan bahwa Al-Qur'an sebenarnya sedang ingin mengatakan bahwa tradisi baca-tulis adalah sesuatu yang bersejarah dan (karenanya) penting.

Di antara perkakas yang disebut Al-Qur'an terdapat kata ’midâd’ (yang bermakna ’tinta’). Kata ’midâd’ disebut pada QS. Al-Kahfi/18:109 dan QS. Luqman/31:27. Terdapat juga kata ’qalam’ (yang bermakna ’pena’), yang disebut pada QS. Luqman/31:27; QS. Al-Qalam/68:1; QS. Al-’Alaq/96:3-4; serta pada QS. Ali ’Imran/3:44. Kata ’qirthas’ (yang bermakna ’kertas’) terdapat pada QS. Al- An’am/6:7,9. Kata ’lauh’ (yang bermakna ’batu tulis’) bisa dijumpai pada QS. Al- Burûj/85:21-22; QS. Al-Qamar/54:13; QS. Al-A’râf/7:145; QS. Al-An’am/6:150,154; dan QS. Al-Muddatstsir/74:27-29. Sementara kata ’raqq’ (yang bermakna ’ lembaran’) bisa dilacak pada QS. Al-Thûr/52:1-3; QS. Al-Muzzammil/73:8-9,19-20; dan pada QS. Al-Kahfi/18:9. Adapun kata ’shuhuf’ (yang berarti ’helai-helai kertas’) disebut pada QS. Al-Zukhruf/43:71; QS. Al-Najm/53:36; QS. Al-A’la/87:18-19; QS. ’ Abasa/80:12-13; QS. Al-Muddatstsir/74:52; QS. Al-Bayyinah/98:2; QS. Al- Takwîr/81:10; QS. Thâhâ/20:133; serta bisa dilihat juga pada QS. Al-A’la/87:18-19.

Penyebutan Al-Qur'an terhadap piranti yang berhubungan dengan aktivitas baca-tulis ini jelas mengisyaratkan keutamaan dan dorongan untuk menguasai tradisi baca-tulis.

Yang pasti, penyebutan Al-Qur'an terhadap alat-alat dan bahan-bahan baca-tulis telah menjadi pendorong tersendiri bagi semangat dan lahirnya peradaban literasi, peradaban yang kelak melahirkan bangsa (muslim) yang akrap dengan dunia intelektual. Umat muslim seakan mendapat perintah dan petunjuk yang jelas atas peradaban baru, yaitu tradisi membaca dan menulis; tradisi mengakses informasi dan ilmu pengetahuan. Petunjuk Al-Qur'an menjadi semakin jelas ketika Nabi Muhammad memerintahkan para sahabat yang bisa membaca-menulis untuk mengabadikan wahyu yang turun. Pada masa Nabi, penulisan wahyu yang turun Yang pasti, penyebutan Al-Qur'an terhadap alat-alat dan bahan-bahan baca-tulis telah menjadi pendorong tersendiri bagi semangat dan lahirnya peradaban literasi, peradaban yang kelak melahirkan bangsa (muslim) yang akrap dengan dunia intelektual. Umat muslim seakan mendapat perintah dan petunjuk yang jelas atas peradaban baru, yaitu tradisi membaca dan menulis; tradisi mengakses informasi dan ilmu pengetahuan. Petunjuk Al-Qur'an menjadi semakin jelas ketika Nabi Muhammad memerintahkan para sahabat yang bisa membaca-menulis untuk mengabadikan wahyu yang turun. Pada masa Nabi, penulisan wahyu yang turun

ditemukan di Cina dan berhasil diproduksi besar-besaran di Arab, maka sejarah perbukuan Islam mulai mencuat. Selama pemerintahan Harun Al-Rasyid, kertas diperkenalkan sebagai barang yang banyak manfaatnya di Irak oleh Ja'far ibn

Yahya. 69

b. Arti dan Nama Al-Qur'an yang Identik dengan Tradisi Baca-Tulis

Al-Zarkasyi dalam Al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân-nya mengutip perkataan Abû Al-Ma’âlî yang mengatakan bahwa ”Allah telah menyebut (memberi nama) kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad (Al-Qur'an) dengan lima puluh lima

nama.” 70 Di antara nama untuk menyebut kitab yang diwahyukan kepada Rasul terakhir itu adalah qur’ân (QS. Al-Wâqi’ah/56:77) dan kitâb (QS. Al-Zukhruf/43:1-

Al-Qur'an berarti al-Maqrû’

Al-Suyûthi dalam Al-Itqân fî Ulûm al-Qur’ân menjelaskan, bahwa Kata al- Qur'ân digunakan untuk menamai ’sesuatu yang dibaca’, yakni obyek dalam bentuk mashdar (qara'a-qirâ'atan-wa qur'ânan: al-maqrû'). 71 Pendapat ini dikuatkan oleh

para jumhur ulama, dan biasanya dikaitkan dengan QS. Al-Qiyâmah/75:17-18. Pemaknaan Al-Qur'an sebagai ’sesuatu yang dibaca’ mengandaikan adanya aktivitas membaca, yang hanya mungkin dilakukan jika ada obyek berbentuk materi (tulisan) yang bisa dibaca. Sebuah materi dapat dibaca ketika ia, secara fisik,

69 Lihat pula, Ibnu Khaldun, Muqaddimah, juz 1, Mesir: Musthafa Muhammad, t.th., hlm.334 70 Al-Zarkasyi, Al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân, Kairo: Dâr Al-Hadîts, 2006, hlm. 191-198.

71 Baca Jalal al-Din al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-qur'an, Bairut: Dar al-Fikr, tth., hlm.87. Lihat pula Muhammad Ibn Muhammad Abu Syuhbah, Al-Madkhal Li Dirasah al-Qur'anul Karim, cet,

I, Kairo: Maktabah al-Sanah, 1992, hlm.19 I, Kairo: Maktabah al-Sanah, 1992, hlm.19

pengartian tersebut merupakan sebuah rekomendasi tentang pentingnya tradisi baca- tulis, dan urgennya berperadaban literasi.

Al-Qur'an sebagai Al-Kitab

Urgensi tradisi baca-tulis juga bisa dilihat dari penamaan Al-Qur'an dengan bahasa ’al-kitab’ dalam pengertian ’lembaran-lembaran yang memuat sekumpulan

makna yang tertulis’. 72 Kata ’al-kitab’ bisa lacak dalam QS. Al-Baqarah/2:2,121,146; QS. Ali ’Imran/3:3,23; QS. Al-Nisa’/4:105; QS. Al-An’am/6:155; QS. Al-A’raf/7:2;

QS. Ibrâhîm/14:1; QS. Al-Na l/16:89QS; Al-Anbiyâ’/21:10; QS. Al-Dukhân/44:1-3; QS. Al-Zukhruf/43:1-2; serta di beberapa ayat lain. 73

Sekali lagi, penamaan Al-Qur'an sebagai ’al-kitab’ menunjukkan pentingnya tradisi baca-tulis dan motivasi untuk berperadaban literasi.

72 Lihat Dawud al-Aththar, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur'an, cet. I, (terj. Afif Muhammad dan Ahsin Muhammad), Bandung: Mizan, 1994, hlm. 18. Lihat pula Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulûm al-

Qur'an, jilid 1, Bairut: Dar al-Fikr, 1988, hlm. 278 73 M. Fuad al-Baqi, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur'an al-Karim , cet. II, Bairut: Dar al-

Fikr, 1981, hlm. 591-595. Baca pula Al-Raghib al-Ashfahani, Mu'jam Mufradat Alfazh al-Qur'an, Bairut: Dar al-Fikr, hlm. 440-442.