Pengertian Al-Qur'an

A. Pengertian Al-Qur'an

Mengawali pembahasan Ulumul Qur’an, Sub i al-Shâli 1 dalam bukunya Mabâhits fî Ulûm al-Qur’ân (edisi perdana terbit 1958) menjelaskan perdebatan para

intelektual muslim mengenai bentuk penulisan kata ( lafazh) al-Qur'ân serta makna Al-Qur'an secara etimologi (asal kata). Uraian Al-Shâli mengingatkan penulis pada

penjelasan Al-Zarkasyi 2 (745-794 H) dalam Al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân-nya. Sependek pengamatan penulis, Al-Shâli adalah intelektual muslim abad ke-20 yang

memiliki dedikasi tinggi di bidang Ulum ul Qur’an. Dia melacak (riset) literatur keislaman klasik (Ulumul Qur’an) di berbagai perpustakaan terlengkap di Timur

Tengah, seperti Muradmala, Dzahiriyah, Baladiyah dan lain-lain. 3 Hasil penelitian inilah yang kemudian diterbitkan, dengan judul Mabâhits fî Ulûm al-Qur’ân. 4

Sedangkan Al-Zarkasyi adalah intelektual yang jauh lebih senior dari Al-Shâli, baik dari sisi angkatan geberasi maupun kapasitas keilmuannya. Karya monumentalnya, Al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân diakui banyak pemikir muslim sebagai kitab berkualitas dan dijadikan rujukan (maraji’) dalam kajian Ulumul Qur’an, tidak

terkecuali Al-Suyuthi, penulis Al-Itqân fî ’Ulûm al-Qur’ân. 5

1 Baca Sub i al-Shâlih, Mabâhits fî Ulûm al-Qur’ân, cet. ke-9,Beirut: Dar al-‘Ilm al-Malayin, 1977, hlm. 18-19.

2 Al-Zarkasyi, Al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân, Kairo: Dâr Al-Hadîts, 2006, hlm. 191-198. 3 Kerja keras Sub i al-Shâlih ini nampak jelas pada footnote dalam karyanya, Mabâhits fî Ulûm

al-Qur’ân. 4 Sebagaimana diakui Al-Shâlih sendiri, Mabâhits fî Ulûm al-Qur’ân merupakan upaya menyajikan sejumlah masalah pokok Al-Qur'an dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, yang umumnya (bahasan-bahasan itu) disarikan dari kitab-kitab klasik peninggalan para ulama zaman dulu—namun dengan tetap memperhatikan kontribusi terbaik dari para pakar kontemporer. Antara penyajian Al-Zarkasyi dan Al-Shalih, pada keduanya sedikit banyak ada perberbedaan, seperti dalam pengelompokan para pakar yang berbeda pendapat; namun banyak juga kemiripannya. Masing-masing memperlihatkan sebagai penjelasan yang komprehensif. Yang pasti, sebagaimana diakui sendiri oleh al-Shâli , dia juga banyak mengutip statemen Al-Zarkasyi. Baca Al-Shâlih, Mabâhits fî Ulûm al- Qur’ân, cet. ke-9, Beirut: Dar al- ‘Ilm al-Malâyîn, 1977, hlm. 5. Bandingkan dengan Al-Zarkasyi, Al- Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân, Kairo: Dâr Al-Hadîts, 2006.

5 Periksa Al-Suyuthi, Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, juz 1, Baerut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000.

Menurut Al-Shâli , ada dua pendapat mengenai bentuk penulisan dan makna kata al-Qur'ân. Pendapat pertama mengatakan bahwa penulisan kata al-Qur'ân tanpa dibubuhi huruf hamzah. Al-Syâfi’î (pendiri salah satu madzhab dalam fikih, wafat 204 H), Al-Farr⒠(ahli grammar dan bahasa Arab di Kufah, wafat 207 H) dan Al- Asy’arî (pimpinan golongan ’Asy’ariyyah, wafat 324 H) adalah di antara ulama- ulama yang berpendapat demikian, tetapi setiap dari mereka memiliki catatan tersendiri. Al-Syâfi’î mengatakan bahwa kata al-Qur'ân yang sangat masyhur itu bukan diderivasi dari akar kata apa pun, dan tidak diberi tambahan huruf hamzah (mahmûz) di tengahnya. Kata al-Qur'ân bukan berasal dari akar kata qa-ra-a, yang berarti ”membaca”. Karena, menurut Al-Syâfi’î, kalau kata tersebut berasal dari akar kata qa-ra-a maka setiap sesuatu yang dibaca dapat dinamai Al-Qur'an. Kata al- Qur'ân secara khusus digunakan untuk menamai Kitâb Allâh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad; sama persis seperti kata Taurâh yang secara khusus dipakai untuk menyebut Kitâb Allâh yang diturunkan kepada Nabi Musa; serta Injîl untuk menyebut Kitâb Allâh yang diturunkan kepada Nabi Isa. Al-Farr⒠sedikit beda dengan Al- Syâfi’î. Menurut dia al-Qur'ân berasal (musytaq) dari kata qarâ’in (jamak dari kata qarînah) yang memiliki arti ’kaitan’, karena satu ayat dengan ayat lain dalam Al- Qur'an saling berkaitan. Dan huruf nûn pada akhir kata al-Qur'ân adalah asli, bukan

tambahan. 6 Lain lagi menurut pendapat Al-Asy’arî, yang kemudian diamini oleh para pengikutnya. Bagi dia, kata al-Qur'ân diderivasi dari kata qarn yang berarti

’ gabungan’ atau ’kaitan’, karena surah-surah dan ayat-ayat dalam Al-Qur'an saling bergabung dan saling berkaitan satu sama lainnya. 7

Pendapat kedua mengatakan bahwa kata al-Qur'ân ditulis dengan imbuhan huruf hamzah di tengahnya. Di antara intelektual muslim yang mendukung pendapat ini adalah Al-Zajjâj (wafat 311 H), al-Li yanî (pakar bahasa Arab, wafat 215 H),

6 Al-Suyuthi, Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, dikutip Sub i al-Shâlih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, cet. ke-9,Beirut: Dar al- ‘Ilm al-Malayin, 1977, hlm. 18-19.

7 Menurut Al-Shâlih, tiga pendapat di atas lemah, karena argument mereka (yang mengatakan bahwa kata al-Qur'ân tertulis dengan tanpa huruf hamzah di tengahnya) jauh dari kaidah pemecahan

kata (isytiqaq) dalam bahasa Arab. Bandingkan dengan Al-Zarkasyi, Al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân, Kairo: Dâr Al-Hadîts, 2006, hlm. 193.

serta beberapa kelompok intelektual muslim lainnya. Menurut Al-Zajjâj, kata al- Qur'ân ditulis dengan huruf hamzah di tengahnya berdasarkan wazan (bentuk) fu’lân.

Kata al-Qur'ân berasal dari akar kata qar’un yang berarti ’kumpul’. Dalam konteks ini karena Al-Qur'an mengumpulkan hal-hal terpenting dari ajaran/kandungan kitab- kitab terdahulu. 8 Sementara menurut Al-Li yanî, kata al-Qur'ân ditulis dengan huruf

hamzah berdasarkan wazan (bentuk) ghufrân, bentuk mashdar dari kata qara’a, artinya ’yang dibaca’. 9

Di sisi lain, dari penjelasan Al-Qur'an (QS. Al-Qiyamah/75:17-18) 10 bisa diambil pengertian bahwa kata al-Qur'ân dalam bahasa Arab merupakan bentuk

mashdar yang maknanya sejajar (parallel) dengan kata qirâ’ah, yang berarti ’ bacaan’. Dengan berpegang pada ayat inilah, masing-masing Mann⒠Khalîl

11 12 Qaththân, 13 Mu ammad Sâlim Mu isan, Muhammad Bakar Ismâ’îl, dan tentu saja

14 Al-Sâli 15 menguatkan pendapat kelompok kedua. Penjelasan tentang pengertian kata al-Qur'ân juga disampaikan oleh Vincent J.

Cornell dalam artikelnya yang berjudul The Qur’ân as Scripture. 16 Menurut dia, istilah Al-Qur'an paling popular diterjemahkan sebagai ’bacaan’ (reading) atau

’ pengucapan’ (recital). Kata ini, secara etimologis, telah dihubungkan dengan qeryânâ, dalam bahasa Suriah, yang berarti ’bacaan kitab suci, bagian dari kitab suci

8 Al-Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin Abdullah, Al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur'ân, Kairo: Dâr Al-Hadîts, 2006, hlm. 287

9 Lihat lebih detail penjelasan Al-Suyuthi, Al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, juz 1, Baerut: Dar al- Kutub al-Ilmiyah, 2000, hlm. 87.

10 “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu .”

11 Manna’ Khalil Al-Qaththan, Mabâhits fî Ulûm al-Al-Qur'ân, Makkah: Maktabah al-Ma’arif, 1988, hlm. 20.

12 Muhammad Sâlim Mu isan, Târikh al-Qur’ân al-Kârîm, Iskandariyyah: Mu’assasah Syabbâb al-Jâmi’ah, tt, hlm. 5.

13 Muhammad Bakar Ismâ’îl, Dirâsât fî Ulûm al-Qur’ân, cet. I, Mesir: Dâr al-Manâr, 1991, hlm. 10.

15 Al-Shâlih, Mabâhits fî Ulûm al-Qur’ân, cet. ke-9,Beirut: Dar al-‘Ilm al-Malayin, 1977. Lihat juga Ilham Khoiri R, Al-Qur'an dan Kaligrafi Arab, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 21 16 Vincent J. Cornell, “The Qur’ân as Scripture” dalam John L. Esposito, (editor in chief), The

Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World , Vol. 3, New York: Oxford University Press, 1995, hlm. 387.

yang dibacakan pada acara kebaktian’ (scripture reading, lection). Selain itu kata ini juga dihubungkan dengan miqra, dalam bahasa Ibrani (Hebrew), yang berarti

’ pembacaan suatu kisah, kitab suci’ (recitation, scripture). Mengamati ragam pendapat tentang arti Al-Qur'an, sebenarnya bisa diketekukan titik kesamaan, yaitu kata simpul bahwa (secara etimologis) Al-Qur'an memiliki dua

makna: ’yang dibaca’ dan ’mengumpulkan’ (jam’u). 17 Ini mengecualikan pendapat Cornell. Meskipun dia menyetujui makna dasar Al-Qur'an adalah ’bacaan’, namun

dia kemudian mengaitkan kata Al-Qur'an dengan bahasa komunitas selain Arab. Definisi Al-Qur'an secara terminologi juga muncul dalam banyak versi. Dari

18 uraian yang diberikan Al-Zarqani, 19 Abu Syuhbah, dan Manna’ Khalil Al- Qaththan, 20 bisa diambil pengertian bahwa Al-Qur'an adalah kata (kalâm Allâh) yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang kata-katanya bermu’jizat, membacanya adalah ibadah, disampaikan secara mutawatir, dan ditulis dalam

mushaf-mushaf dari awal surah Al-Fatihah hingga surat Al-Nas. 21 Pengertian Al- Qur’an yang lebih comprehensive bisa kita ketemukan dalam penjelasan seorang

pakar di bidang Ushul al-Fiqh, ’Abd Al-Wahhâb Khalâf dalam ’Ilm Ushul al-Fiqh- nya. Menurut Khalâf, Al-Qur'an adalah kalâm Allâh yang diturunkan pada qalb Rasulullah melalui Al-Rûh Al-Amîn dengan kata-kata berbahasa Arab dan makna yang benar; selanjutnya digunakan sebagai argumentasi (pembenar) bagi Rasul bahwa dia (Muhammad) adalah utusan Allah; menjadi undang-undang; petunjuk; sarana pendekatan diri serta ibadah bagi manusia kepada Allah dengan membacanya. Al-Qur'an terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri

17 Dawud al-Aththar, Perspektif Baru Ilmu al-Qur’an (terj. Afif Muhammad dan Ahsin Muhammad), Jakarta: Pustaka Hidayah, 1994, hlm. 18. Lihat juga Al-Raghib al-Asfahani, Mu’jam

Mu’radat Alfad al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, tth, hlm. 402 18 Muhammad ‘Abd Al-’Adhim Al-Zarqani, Manahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an, juz 2, Bairut: Dar Al-Fikr, 1414 H, hlm. 16

19 Muhammad Ibn Muhammad Abu Syuhbah, Al-Madkhal li Dirâsât al-Qur’ân al-Karîm, cet. I, Mesir: Maktabah al-Sanah, 1992, hlm.19

20 Manna’ Khalil Al-Qaththan, Mabâhits fî Ulûm al-Al-Qur'ân, Makkah: Maktabah al-Ma’arif, 1988, hlm. 21

21 Lihat juga dalam Ilham Khoiri R, Al-Qur'an dan Kaligrafi Arab, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 21 21 Lihat juga dalam Ilham Khoiri R, Al-Qur'an dan Kaligrafi Arab, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 21