Potensi Spiritual (al-Quwwah al-Ruhaniyyah)

2. Potensi Spiritual (al-Quwwah al-Ruhaniyyah)

Term yang dipakai al-Quran dalam menunjuk potensi spiritual manusia adalah al- Insân . Kata ini dan derivasinya dalam al-Quran disebut sebanyak 366 kali yang locusnya tersebar dalam 327 ayat. 313 Potensi spiritual ini antara lain:

a. Potensi rasional (al-Quwwah al-'Aqliyyah) atau kemampuan manusia untuk memahami diri dan segala fenomena yang terkait dengannya. 314 Potensi rasional

bekerja dengan otak yang ada di kepala dengan mengembangkan kekuatan penalaran logis.

ﻢﹸﻛﺭ ﻮﺻ ﻦﺴﺣﹶﺄﹶﻓ "dubentuklah benuk rupamu" dan; al-Mu'min (40): 64 memakai istilah ﻢﹸﻛﺭﻮـﺻ ﻦﺴﺣﹶﺄﹶﻓ atau

membaguskan atau menyempurnakan rupamu. 310 Adalah simbol verbal keistimewaan manusia. Simbol bersifat sosial sehingga tidak dapat

difahami secara alamiah melainkan hanya dapat dimengerti oleh komunitas pemakaianya. Sebenarnya binatang juga memiliki bahasa, tapi tanpa disertai kesadaran sehingga menjadi statis dan tidak berkembang secara dinamik. Bahasa binatang merupakan jawaban atau respon yang selalu pasti dan monoton. Hal ini karena bahasa pada binatang hanya berupa reaksi atas rangsangan tertentu. Baca FX. Muji Sutrisno (editor), Manusia dalam Pijar-Pijar Kekayaan Dimensinya (Yogyakarta: Kanisius, 1993) h. 48-50.

311 Sudarto P. Hadi, "Manusia dan Lingkungan: Perspektif Sosial", Diktat Seminar Nasional (Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 1995) h. 4, t.d., sebagaimana dikutip Mujiono, Agama

Ramah Lingkungan , h. 179. 312 Genetik berarti kemampuan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan karena

memiliki cirri-ciri khas yang kuat dan bersifat turun menurun. Semotik adalah kemampuan manusia menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik, biotik dan sosialnya. Baca Fuad Amsari, Prinsip- Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996) cet. 3, h. 23.

313 Muhammad Fuad 'Abd al-Bâqi, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qurân (Mesir: Dâr al- Fikr, 1992) cet. 3, h. 119-120.

314 Isyarat tentang hal ini terdapat di berbagai surat dalam al-Quran, di antaranya, Q.S. az- Zukhruf (43): 3; al-Baqarah (2): 73 dan 242.

b. Potensi Moral (al-Quwwah al-Khuluqiyyah), yang bekerja dengan hati yang ada di dada dengan mengembangkan suara hati dan nurani.

Lalu, dengan kelebihan dan kesempurnaan yang dimilikinya, bagaimana manusia mengemban fungsi dan amanah Tuhan yang diberikan kepadanya sebagai khalifah Tuhan di bumi? Atas dasar apakah manusia disebut sebagai khalifah? Dari sini bisa dilihat bahwa manusia memiliki fungsi untuk mengelola alam dan mengambil manfaat dari alam. Namun tugas tersebut merupakan tanggung jawab dalam bentuk

amanah. 315

Sebagaimana yang dinyatakan di atas bahwa manusia memiliki akal sebagai media kesadaran, yang dengan akal tersebut manusia dibedakan dengan makhluk lain. Maka dengan kemampuan berpikir itulah manusia mampu menemukan hakikat dirinya. Manusia yang memiliki kemampuan dalam bentuk akal, indra, menentukan pilihan, memiliki ilmu pengetahuan dsb., atau dengan kata lain manusia adalah makhluk multidimensional. Secara garis besar manusia dilihat dari sisi makhluk yang telah dibekali akal, indra, hati, merupakan media untuk mendapatkan pengetahuan; tentang dirinya dan alam semesta. Pengetahuan tentang dirinya, dimaksudkan, bahwa manusia menyadari akan eksistensinya sebagai makhluk hidup yang memiliki kebutuhan, kepentingan dan tujuan. Dengan kesadaran tersebut manusia melakukan kegiatan yang produktif untuk mengaktualisasikan diri dan memenuhi kesadaran yang telah terformat sebagai agenda hidup. Maka dengan kesadaran tersebut, manusia berusaha untuk mencari jalan hidup untuk memenuhi kebutuhan material.

Dengan ditunjuknya manusia sebagai khalifah, dan dengan diberikannya kemampuan untuk memberikan alasan dan berpikir, maka menjadi tanggung jawabnya untuk menjalin hubungan yang baik dengan alam yang diciptakan berdasarkan aturan keseimbangan. Tugas manusia adalah menjamin tidak terjadinya

Dalam arti menjadikannya partner untuk bersama-sama mengabdikan diri kepada Tuhan. Baca Nasaruddin Umar, "Dimensi Spiritual", h. 84-85.

ketimpangan di alam. Penunjukan manusia sebagai pemelihara, bukanlah upaya menjadikan manusia menjadi lebih superior dari makhluk lainnya. Karena, kepemilikan bukanlah tugas manusia. Kepemilikan hanya ada pada realitas transenden di luar jangkauan alam pikiran manusia itu sendiri. Menjadi pemelihara adalah suatu investasi manusia dalam pertanggungjawaban moral terhadap semua

ciptaan Tuhan. 316 Pemeliharaan memerlukan kehidupan yang harmoni dari manusia dan alam, dan bukan manusia mencoba menaklukkan alam. Itulah sebabnya, untuk

mengetahui dasar-dasar dari ajaran Islam, salah satu caranya adalah dengan menghormati alam dan berusaha memahami hukum-hukum yang menyertai eksistensinya.