Spiritualitas Alam Sebagai Paradigma Nilai

D. Spiritualitas Alam Sebagai Paradigma Nilai

Dalam pembahasan ini sebetulnya tidak akan berbicara dalam konteks bahwa paradigma nilai spiritual itu tidak didapat melalui media yang dipakai oleh manusia,

dalam hal ini adalah media sains 440 dalam perspektif Barat dan Timur (ajaran-ajaran keagamaan atau khazanah perenialisme). Kajian ini akan melihat bagaimana media

dalam bentuk sains, baik sains sekuler maupun sains yang didasarkan pada

Lihat misalnya Q.S. az-Zukhruf (32): 43; at-Taubah (9): 103; al-Isra' (17): 26-27. 440 Sains dalam konteks penelitian ini adalah ilmu pengetahuan yang mengkhususkan

kajiannya pada riset yang mencakup bidang tertentu dan fenomena spasio-temporal mencakup disiplin ilmu fisika dan biologi dengan berbagai macamnya, antara lain kimia, organik-non organik, fisiologi, biotik-abiotik dan lain sebagainya.

pandangan keagamaan mampu diartikulasikan oleh manusia sebagai perangkat paradigmatik dalam mengakomodir nilai-nilai spiritualitas dalam alam.

Dengan membahas secara umum bagaimana sains Barat melihat alam dengan sains kealamannya, maka berdasarkan tema kajian dalam penulisan tesis ini, melihat dan mengkaji alam sebetulnya harus dilihat dari sisi aksiologisnya pada manusia, yaitu segi pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia, sebagaimana yang ada di Barat. Di samping itu melihat dan mengkaji alam juga memiliki dimensi aksiologis dalam bidang spiritual, sebagaimana yang ada dalam sains Timur, khususnya Islam, bahwa

alam merupakan ayat-ayat kekuasaan Tuhan, firman Tuhan. Disini sains dan teknologi juga terlihat sebagai bagian dari lingkungan, karena fungsinya sebagai

media dalam memudahkan manusia memahami alam. Dalam sebuah hadis Qudsî 441 diuraikan bahwa berfikirlah tentang ciptaan Tuhan tapi jangan kau berfikir tentang

Tuhan. Dalam konteks hadis ini sebetulnya mengisyaratkan bahwa alam jika ditelusuri akan mengantarkan manusia pada Tuhan. Inilah yang disebut dengan dimensi aksiologis dalam bidang spiritual. Karena manusia sebagai makhluk multidimensional membutuhkan dua hal di atas. Dengan demikan sains mampu mengungkap alam yang dalam pandangan banyak orang masih dianggap sebagai misteri yang tidak akan selesai untuk diungkap dan dipecahkan. Dari sebagian misteri alam itu, sains modern mampu menyumbangkan pemahaman kepada manusia tentangnya, bahkan dengan sains modern tersebut manusia mampu mendapatkan manfaat dari alam tersebut.

Dari awal pembahasan tesis ini, sudah dijelaskan bahwa alam bisa mengantarkan manusia pada tingkat ketaqwaan dan kedekatan pada Tuhan,

disamping alam juga mampu mengantarkan manusia pada mengenal Tuhan. 442 Dalam

Hadis yang kandungan maknanya dari Allah dan redaksinya disusun oleh Nabi. Lebih lanjut tentang hadis, baca Muhammad ‘Ajjâj al-Khatîb, Ushûl al-Hadîts: Ulûmuhu wa Mushtalahuhu (Beirut: Dâr al-Fikr, 1989), Ibnu Taimiyyah, 'Ilmu al-Hadîts (Beirut: ‘Alam al-Kutub, 1985)

442 Dalam hal ini penulis tidak bermaksud masuk ke dalam pandangan sufistik tentang alam, terutama pandangan ibnu Arabi dalam konsep tajjallî (pantheisme), bahwa alam merupakan cerminan 442 Dalam hal ini penulis tidak bermaksud masuk ke dalam pandangan sufistik tentang alam, terutama pandangan ibnu Arabi dalam konsep tajjallî (pantheisme), bahwa alam merupakan cerminan

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-

Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun (Q.S. al-Isra' (17): 44)

Bertasbih dalam terminologi al-Quran adalah menyebut nama Allah atau mengingatnya dalam setiap perbuatan (Q.S. Ali Imran (3): 191). Al-Quran secara jelas menyebut semua entitas alam itu bertasbih. Semua wujud yang ada di alam merupakan makhluk hidup yang akan mengantarkan manusia pada peningkatan nilai spiritualitas atau ketaqwaan pada Tuhan. Alam merupakan cerminan kearifan Tuhan (hikmah) dan keinginan-Nya (Irâdah) sebagaimana dikatakan al-Quran bahwa alam

tercipta dengan kebenaran, bukan kedustaan (Q.S. Fushshilat (41): 53 443 ). Sebagai wujud yang benar (haq) maka alam juga memiliki wujud yang nyata. Berbeda halnya

dengan pandangan yang menyatakan bahwa alam adalah semu (mayapada) sehingga dengan sendirinya berarti bahwa pengalaman hidup manusia juga semu. Akibatnya, pengalaman semu itu tidak dapat memberikan kebahagiaan hidup kepada manusia. Atas dasar bahwa alam diciptakan secara haq maka al-Quran mengajarkan manusia untuk berusaha mencari kebahagiaan dunia akhirat (Q.S. al-Baqarah (2): 201).

Tuhan, lewat alam Tuhan menampakkan dirinya. Dalam pantheisme Barat, bahwa alam memiliki keserupaan dengan Tuhan atau konsep Tasyabbuh ibn Arabi.

443 Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu benar.Dan apakah

Rabbmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.

Pandangan yang demikian, oleh Nurcholish Madjid disebutnya sebagai pandangan positif-optimis, 444 dimana alam memiliki keterkaitan erat dengan manusia untuk

memperoleh kebahagiaan. Sejauh manusia mampu mengaktualisasikan dirinya dalam alam dengan hubungan yang harmonis, maka dengan sendirinya alam akan mendatangkan kebahagiaan baginya.

Meski demikian, alam juga diciptakan bukan sekedar untuk dimanfaatkan bagi manusia, melainkan juga sebagai cerminan kreasi kekuasaan Tuhan dan keagungan-Nya. Semua entitas dalam alam tidak hanya memiliki hubungan dengan

manusia dan melalui mereka dengan Tuhan, masing-masing entitas juga memiliki hubungan langsung dengan Tuhan dengan nilai-nilai religius. Seyyed Hossein Nasr

mengutip syair yang disampaikan Jalaluddin Rumi tentang alam, sebagai berikut 445 :

Jika makhluk ciptaan Tuhan memiliki lidah Mereka dapat mengalunkan selubung misteri ketuhanan

Fenomena alam mengandung makna yang mendalam secara spiritual. Arti alam tidak hanya berdasarkan atas penampakan luar saja, akan tetapi setiap fenomena adalah simbol yang berhubungan dengan Tuhan. Alam tidak saja berarti kuantitas, sumber kekuasaan dan sumber daya. Lebih dari itu, alam adalah rumah spiritual dan

sumber perenungan dan pemahaman kearifan ketuhanan. 446 Dengan demikian, perlakuan terhadap alam mesti diiringi dengan sikap etik karena alam merupakan

makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kemampuan untuk memahami Tuhan dan

Semua bentuk pengalaman manusia di dunia adalah nyata. Manusia bias mendatangkan kebahagiaan untuk dirinya, atau sebaliknya, tergantung kemampuan manusia dalam menangani pengalaman itu. Lihat Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2005) cet. 5, h. 288.

445 Seyyed Hossein Nasr, "Masalah Lingkungan di Dunia Islam Kontemporer", dalam Fachruddin M. Mangunjaya, et.al (ed), Menanam Sebelum Kiamat: Ekologi, dan Gerakan Lingkungan

Hidup (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007) cet. 1, h. 56. 446 Hossein Nasr, Masalah Lingkungan, h. 56.

memuji-Nya, sebagaimana halnya manusia (Q.S. al-Hasyr (59): 1). 447 Tumbuhan, hewan dan makhluk lain dalam alam memiliki hak masing-masing yang harus

dihormati. Kebebasan manusia dalam alam tidak berarti memperlakukan setiap makhluk sehendaknya. Kebebasan tersebut harus diiringi dengan tanggung jawab untuk merawat dan menjaga kestabilan alam. Tanpa itu, maka bertolak belakang dengan peran manusia sebagai khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi, yang menjalankan pengabdian atas Tuhan dengan aturan-aturan alam yang telah dibuat- Nya.

Walaupun alam memiliki kedudukan lebih rendah dibanding manusia sebagai khalifah, namun hal itu hanya dalam hirarki kosmis yang batiniah, yang terbebas dari dimensi ruang dan waktu. Seluruh entitas di alam dan manusia itu sendiri adalah sama-sama ciptaan Tuhan. Sejalan dengan teks al-Quran:

Tidaklah seekor pun binatang yang melata di bumi, dan tidak pula seekor pun burung yang terbang dengan kedua sayapnya itu melainkan umat- umat seperti kamu juga (Q.S. al-An'âm (6): 38)

Kata kunci dalam pemaknaan teks di atas adalah "umamun amtsâlukum" yang berarti bahwa manusia memiliki sisi dan potensi yang sama dengan makhluk di hadapan Tuhan. al-Quran memberikan informasi bahwa sebelum al-Quran diturunkan kepada Muhammad saw., terlebih dahulu ditawarkan kepada gunung, akan tetapi gunung menolak karena besarnya tanngung jawab yang akan diemban atas amanat itu, bahkan gunung akan hancur jika menerimanya disebabkan oleh ketakutannya

kepada Tuhan. 448 Pesan teks ayat di atas terkait dengan berbagai penjelasan tentang alam beserta semua entitas di dalamnya yang senantiasa bertasbih kepada Allah

Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; dan Dia-lah

Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

448 Lihat Q.S. al-Hasyr (59): 21.

SWT. Meskipun manusia adalah wakil Tuhan di bumi, dan sekalipun alam diposisikan lebih rendah, namun interaksi manusia dan alam harus disertai dengan sikap rendah hati, dengan melihat alam sebagai makhluk Tuhan dan menyertainya dalam bertasbih kepada Tuhan, antara lain melalui pemeliharaan dan menumbuhkannya ke arah yang baik (ishlâh) dan tidak melakukan kerusakan di bumi

(fasâd fî al-ardh). 449 Seluruh komunitas dalam ekosistem merupakan satu keluarga ekosistem. Komunitas manusia dengan flora dan fauna memiliki hubungan

persaudaraan dalam arti luas. Dengan begitu, manusia bukan milik lingkungan dan lingkungan juga bukan milik manusia. Manusia adalah bagian integral dari ekosistem,

ia juga saudara ekologis sesama komponen lingkungan dalam ekosistem. 450

Dalam pandangan perenialisme, alam tunduk pada ketentuan Tuhan berdasarkan hukum-hukum yang telah ditentukan. Demikian juga semua entitas wujud yang ada memiliki hukum yang telah ditentukan (Q.S. al-A'lâ (87): 3). Descartes melahirkan ide tentang hukum alam. Baginya, Tuhan merupakan pengatur alam denagan hukum-hukum yang telah ditetapkan sejak awal mula penciptaan. Sebagai sebuah hasil observasi, alam memiliki cara alamiah untuk menghindari

kompetisi antar beragam organisme yang ada di dalamnya. 451 Pertama, isolasi geografis, banyak spesies yang memiliki kecenderungan untuk memangsa spesies

lainnya, tetapi ini tidak terjadi karena hidup dalam daerah yang terpisah satu dengan yang lainnya. Kedua, jika organisme yang hidup dalam habitat yang sama, dan jika persediaaan makanan terbatas, maka mereka masih bisa bertahan hidup dalam sebuah niche 452 . Ketiga, alam membuat suatu spesialisasi makanan yang memungkinkan

Lihat Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, h. 296. 450 Mujiyono, Agama Ramah Lingkungan, h. 154.

451 Pandangan ini paradoks dengan teori evolusi Darwin tentang seleksi alamnya, bahwa yang bertahan hidup adalah organisme yang kuat.

452 Niche adalah terminologi yang disebutkan oleh Greg Soetomo. Niche berbeda dengan habitat. Habitat adalah tempat dimana sebuah organisme hidup, sedangkan niche menyangkut cara

hidup dari organisme itu. Niche tidak hanya berkaitan dengan tempat bagi tanaman atau binatang secara fisik belaka, tetapi juga mencakup apakah tempat tadi cocok atau decomposer, bagaimana energi digunakan, jenis predator dan sebagainya. Lihat Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan,

h. 85.

spesies satu dengan lainnya terhindar dari permusuhan. Keempat, dengan dilakukannya pemisahan ruang dalam suatu habitat terkadang sudah cukup mencegah

adanya permusuhan. 453 Maka dengan meninjau ulang alam beserta semua entitas wujud di dalamnya, baik yang hidup maupun yang mati (benda-benda yang disinyalir

sains barat sebagai yang tidak memiliki daya hidup, seperti, batu, tanah, air dsb) sebetulnya dapat menghantar nilai spiritual pada manusia.

Namun untuk menghindari penilaian bahwa sains modern Barat yang salah, sebagaimana pandangan para kelompok gerakan islamisasi sains, maka penulis perlu menekankan peran manusia sebagai kontrol dari alam dan semua perangkat yang digunalan untuk mengkaji dan mengambil manfaat dari alam. Manusia dalam konteks agama, terutama Islam dipandang sebagai khalifah di muka bumi, yang bertugas mengatur stabilitas alam, karena alam telah ditundukkan Tuhan untuk manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam al-Quran:

Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir (Q.S. al-Jâtsiyah (45):13).

Ayat ini memang mengandung pengertian dominasi manusia atas alam sekitarnya, akan tetapi memiliki kaitan dengan ayat lain yang meniscayakan prinsip peran serta manusia dalam memelihara alam (Q.S. al-Baqarah (2): 30). Jika peran itu tidak jalankan dengan baik, maka izin untuk mendominasi alam tidak bisa diberikan padanya. Hal itu karena Tuhan, meskipun memiliki dominasi sepenuhnya atas alam, namun Dia sangat peduli dengan ciptaan tersebut melalui aturan-aturan, prinsip dan hukum alam yang disandarkan pada penciptaan-Nya. Pelestarian lingkungan

Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan, h. 85 Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan, h. 85

manusia. Seyyed Hossein Nasr menyebutkan, bahwa aspek material dan spiritual adalah bagian penting dari hubungan erat antara manusia, alam dan Tuhan, 454 yang

dalam al-Quran hal ini merupakan pusat perhatian dari ajaran agama. 455 Krisis lingkungan adalah bagian dari pola keyakinan yang mengabaikan Tuhan sebagai

basis spiritual dalam komunikasi dengan alam. Dimensi etis dalam hubungan dengan lingkungan adalah keingkaran terhadap kepentingan diri dan penghargaan terhadap nilai-nilai yang dikandung dalam alam. Manusia yang beragama akan berpegang teguh pada aspek moralitas sehingga tidak merusak atau menghancurkan lingkungan. Ayat yang menunjukkan bahwa segala entitas di alam bertasbih dan bersujud kepada Tuhan adalah bentuk penghargaan alam kepada penciptanya. Dengan kesatuan tujuan itu, maka setiap entitas pada alam memiliki kewajiban dalam rangka menjaga, memelihara dan menstabilkan sistem kehidupannya.

Nilai spiritualitas dalam menyikapi alam adalah etika yang menghargai alam sebagai wujud yang memiliki kesamaan dengan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Dengan demikian alam menjadi sesuatu yang bermakna dan manusia memanifestasikan dirinya dengan cara-cara yang bijak dan jauh dari perilaku kejam, baik untuk diri maupun lingkungan hidupnya. Namun setelah sains modern

Seyyed Hossein Nasr mengisyaratkan kosmologi riil dalam arti tidak diabaikannya aspek metafisika dalam alam. Lebih lengkap baca Seyyed Hossein Nasr, The Encounter of Man and Nature (California: University of California Press, 1984) h. 34-36.

455 Seyyed Hossein Nasr, Knowledge and the Sacred (New York: State University of New York Press, 1989) h. 192.

mengalami sekularisasi di Barat, ditambah dengan, makin cerdas dan berkuasanya masyarakat modern, sains dan teknologi berfungsi secara aksiologis sebagai media

untuk eksploitasi alam, 456 dan hasil dari serapan sains pada alam semata-mata untuk peningkatan kesejahteraan manusia dalam bidang material-ekonomi semata. Dan

banyak dari ilmuan dan intelektual menganggap hal tersebut sebagai implikasi dari paradigma sains yang sekular dan lepas dari metafisika, serta masyarakat modern yang rasionalis dan antroposentris.

Paradigma (asumsi-asumsi filosofis yang mendasari suatu bidang peradaban, misalnya sains dan teknologi) 457 sains yang secara objek ilmu pengetahuan hanya

fokus pada realitas yang bisa diindrakan atau empirik belaka, atau pengetahuan yang lebih diarahkan pada alam dan dunia fisik-material semata. 458 Material itu bertujuan

sebagai pemenuhan kebutuhan manusia, sedangkan dimensi spiritual adalah kebutuahan rohaniah manusia. Para pengkritik sains dan teknologi modern ini melihat, bahwa karena tidak dapat diaksesnya nilai spiritualitas pada alam adalah disebabkan oleh paradigma epistemologi sains modern Barat yang cenderung sekular- materialis-empirik dan pragmatis. Sehingga yang dikedepankan adalah aspek material ekonomi dari alam. Dan sikap seperti ini akan melahirkan sikap dominasi alam untuk kebutuahan material manusia.

Manusia modern sebagai manusia yang rasional telah melakukan suatu kesalahan dalam fungsionalisasi sains sebagai sarana untuk mengeksploitasi alam. Secara umum dengan pola hidup yang telah terbuang dari ajaran agama, maka landasan etika moral masyarakat modern adalah hukum logika. Sesuatu akan dipandang baik dan buruk apabila sesuai dengan logika. Masyarakat modern adalah masyarakat yang instan dan pragmatis. Ekonomi dan kesenangan material-duniawi adalah hal yang paling didambakan. Maka tidak heran keserakahan telah menjadi ciri dari manusia modern tersebut, segala cara akan dilakukan demi tercapainya

Husain Heriyanto, Paradigma Holistk, h. 39. 457 Armahedi Mahzar, "Pengantar", dalam Husain Heriyanto, Paradigma Holistik, h. xiii.

458 Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai, h. 8.

kemapanan ekonomi. Di samping itu, gaya hidup yang mewah, dengan mendirikan bangunan-bangunan yang megah, juga telah berdampak pada sikap eksploitasi alam. Hutan ditebang secara besar-besaran demi membuka lahan untuk dijadikan bangunan. Industri dan perusahaan telah menjadi pasak bumi, menggantikan gunung-gunung yang dalam ajaran Islam, gunung dijadikan sebagai pasak bumi dan penjaga

keseimbagan alam (QS. al-Fushshilat (41): 10). 459 Berulang kali ayat-ayat al-Quran mengingatkan manusia untuk berlaku

takwa, 460 yaitu memegang prinsip-prinsip nilai etika pada lingkungan. Sikap demikian menurut ibnu Mas'ud dalam pengantar tafsir Ibnu Katsir, dianalogikan

seperti rasa takut melewati jalan berduri, berhati-hati, penuh perhitungan. Hal ini juga dikaitkan dengan dimensi masa depan manusia (QS. al-Hasyr (59): 18), yakni masa dimana manusia dimintai segala pertanggungjawaban atas perilakunya dalam lingkungan secara luas. Dengan begitu, penghayatan atas ajaran Islam yang memandang alam sebagai makhluk religius karena memiliki hubungan langsung dengan Tuhan akan berpengaruh kepada perilaku manusia baik secara individu maupun sosial untuk meletakkan dirinya dan alam secara sejajar. Jika tidak, maka akan terjadi malapetaka karena sikap yang sewenang-wenang terhadap alam.

Dari Spiritualitas menuju Aksi (komprehensifitas Ajaran Islam)

Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam pandangan spiritual, kalimat "gunung berfungsi sebagai pasak bumi", dapat diibaratkan dengan hukum-hukum spiritual dan tuntunan ilahi yang ditanamkan dalam jiwa manusia. Fungsi gunung dalam alam fisika sama dengan fungsi wahyu dan ilham dalam alam spiritual. Pemaknaan yang lebih luas terhadap gunung tidak berarti menghilangkan eksistensinya sebagai pasak bumi, melainkan sebagai bukti kesatuan sistem dalam alam dan firman Allah SWT., mengenai hal itu sesuai dengan perkembangan pengetahuan manusia. Lihat Quraish Shihab, Dia Dimana; Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2007) cet. v, h. 71.

460 Nabi Muhammad SAW memadukan dimensi akhirat dan masa depan bumi dalam satu nilai ketakwaan kepada Tuhan. Manusia diingatkan untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah di

kemudian hari. Manusia dianjurkan untuk menanam pohon walaupun seandainya ia tahu esok hari akan kiamat. Bahkan di dalam kondisi dan situasi kemanusiaan genting sekalipun, yaitu peperangan, manusia diminta dengan tegas untuk tidak menghancurkan pepohonan, rumah ibadah, di samping tidak membunuh anak-anak dan wanita.

Terhadap krisis lingkungan yang sedang terjadi, terdapat sedikitnya dua pandangan yang merespon isu ini. Pertama, pandangan ekologi dalam (deep ecology) yang mencoba menyelesaikan permasalahan dengan menumbuhkan kesadaran yang berdimensi spiritual. Gerakan ini digulirkan pertama kali pada 1972 oleh Arne Naess, asal Norwegia. Gerakan ini bermaksud mendobrak cara pandang manusia modern yang mekanistik terhadap lingkungan menuju pandangan yang tidak antroposentris melainkan ekosentris dengan memandang manusia sebagai bagian integral tak terpisahkan dari alam kosmis. Kedua, pandangan ekologi dangkal (shallow ecology),

yang bersifat superfisial, dangkal dan parsial karena terbatas pada isu-isu polusi, kelangkaan SDA dan penyehatan lingkungan tanpa merubah cara pandang terhadap

lingkungan. 461 Berbeda dengan masing-masing gerakan lingkungan ini, Islam lebih bersifat

komprehensif dalam merespon krisis lingkungan yang terjadi. Islam mampu merangkul kedua bentuk gerakan tersebut, ia tidak hanya berisi ajaran yang tertulis secara kaku, melainkan sebuah pemahaman yang bersifat terbuka dan sempurna. Tawaran Islam sesuai dengan spiritualitas yang ditawarkan deep ecology, pada saat yang sama juga bersikap apresiatif terhadap aktifitas sains dan riset ilmiah yang ditentukan oleh shallow ecology. Atas dasar inilah maka Islam merespon aktifitas ilmiah sebagai bagian dari upaya melakukan pembangunan berkelanjutan untuk kelestarian lingkungan. Pembahasan ini perlu untuk dihadirkan pada bagian akhir tesis sebagai wujud komprehensifitas ajaran Islam dalam merespon krisis lingkungan hidup.

Harus diakui bahwa keberhasilan manusia dewasa ini, secara individu maupun sosial diukur dari kemampuannya menguasai ilmu pengetahuan. 462 Penguasaan

terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi ini mengarahkan manusia menuju pola

Husain Heriyanto, "Respon Realisme Islam terhadap Krisis Lingkungan", dalam Fachruddin M. Mangunjaya (ed), Menanam Sebelum Kiamat, h. 95.

462 Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Yogyakarta: Lesfi, 2002) cet. 1, h. 40.

hidup modern. Laju kehidupan modern yang disertai dengan perubahan gaya hidup kemudian berdampak pada kurangnya daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia. Untuk itulah maka dibutuhkan perencanaan yang berkelanjutan untuk mendukung keberlangsungan hidup manusia di masa mendatang dengan ketersediaan sumber daya alam yang memadai.

Setelah memaparkan beberapa hal terkait dengan upaya merekonstruksi paradigma manusia menuju sikap yang proporsional terhadap lingkungan, dimana

alam, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-An'âm (6): 38, adalah ﻢﹸﻜﹸﻟﺎـﹶﺜﻣﹶﺍ  ﻢـﻣﹸﺍ

(makhluk yang memiliki persamaan dengan manusia), sehingga tuntutan untuk memperlakukan alam dengan baik akan selalu ada pada manusia sebagai pemegang amanat Tuhan di muka bumi. Selanjutnya, untuk melengkapi usaha keluar dari permasalahan degradasi lingkungan yang sedang berlangsung saat ini, maka perencanaan melalui program-program lingkungan hidup adalah keniscayaan. Karena itulah Seyyed Mohsen Miri, sebagaimana penulis sampaikan di atas, menekankan aspek ini sebagai pelengkap atas rekonstruksi paradigma tadi. Dalam al-Quran, Tuhan telah mengingatkan, Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat, amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. 463 Ayat ini mengandung pengertian yang luas, yaitu pentingnya mewujudkan pandangan dan cita-cita melalui kerja nyata. Pada saat yang sama, kecaman dan murka disediakan Tuhan jika hanya memiliki ucapan tanpa disertai tindakan nyata. Oleh karena itulah, iman dijabarkan sebagai percaya dalam hati, mengucapkan dengan lidah dan mengaplikasikannya dalam

tindakan. 464

Q.S. as-Shâf (61): 3. 464 Lihat Imâm ibnu al-Husain Muslim ibnu al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shahîh

Muslim: Kitâb al- Î mân, Bayan al- Î mân wa al-Islâm wa al-Ihsân wa Wujûb al- Î mân bi Itsbât Qadar Allâh Subhânahu wa Ta'alâ wa Bayân ad-Dalîl 'Ala at-Tabarrâ min Man Lâ Yu'minu bi al-Qadar Allâh wa Iglâzh al-Qaul fî Haqqihi (Beirut: Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, 2003) h. 27.

Bekerja tidak hanya dianjurkan untuk memberi manfaat kepada manusia, tetapi juga sangat dipuji jika bermanfaat bagi makhluk yang lain. Muhammad saw., bersabda: seorang muslim yang menanam atau menabur benih, lalu ada sebahagian yang dimakan oleh burung atau manusia, atapun oleh binatang, niscaya semua itu akan menjadi sedekah baginya . (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad). Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, al-Quran selalu menggandengkannya dengan amal, kerja, kegiatan, atau action. Misalnya ciri-ciri orang beriman dalam surat al-Mu'minûn (23) 1-11, disebutkan ciri orang beriman

sebagai orang yang khusyu' dalam shalat, berzakat, meninggalkan perbuatan yang sia- sia, menjaga kehormatan (kemaluan), dan menjaga amanat. Nurcholis Madjid juga membuat beberapa penegasan bahwa watak Islam adalah kerja. Ia mengutip apa yang disampaikan Frithjof Schoun (Muhammad Isa Nuruddin), seorang Filosof Muslim asal Swiss, bahwa tampilnya Islam berarti menyambung kembali tradisi Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang mengajarkan tentang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pendekatan pada-Nya melalui amal perbuatan yang baik, baik sesama manusia

maupun kepada seluruh makhluk. 465 Dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan berupa perubahan iklim,

sering dikaitkan dengan perbedaan kepentingan kelompok individu dalam masyarakat dunia sehingga pandangan etis terhadap alam seakan terabaikan oleh kepentingan itu. Oleh karenanya, tindakan nyata melalui perencanaan masa depan ini menjadi penting. Melalui ini pula manusia diarahkan untuk memiliki semangat kebersamaan (multilateralisme) dalam rangka menyingkirkan berbagai kepentingan dengan tujuan yang sama yaitu terlepas dari bahaya yang sedang mengancam. Jika tidak, maka populasi dunia yang terus bertambah tidak sejalan dengan ketersediaan dan daya

dukung SDA di bumi ini. 466

Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, h. 475-476. 466 Bagian penting dari upaya multilateralisme ini adalah peran organisasi-organisasi

pemerhati lingkungan seperti Walhi, Greenpeace, WWF, dsb., yang secara aktif menuntut tanggung jawab negara-negara maju yang menghasilkan emisi GRK paling tinggi di dunia, seperti Amerika

Al-Quran adalah simbol yang berlaku umum dalam berbagai hal dan sisi kehidupan, terutama menghadapi berbagai persoalan, atau dalam istilah Muhammad al-Ghazali, adalah dasar-dasar keilmuan dalam rangka melakukan penafsiran yang bersifat aktual, tidak dikotomis dan parsial, melainkan universal. Oleh karena itu tuntutannya adalah mengungkap makna di balik ayat dengan mengaitkannya secara sistematis dengan masalah-masalah alam, balasan, pujian dan ancaman, jiwa dan watak manusia, keimanan, dan akhlak, sekaligus sebagai metode dialogis terhadap

kandungan al-Quran. 467 Seperti yang tertuang dalam Q.S. al-Isra' (17): 27: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan

itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. Dalam ayat ini, pemborosan adalah kata kunci. Artinya, manusia berkewajiban untuk hidup secara sederhana dan tidak berlebihan. Sikap yang berlebihan diasosiasikan sebagai setan (simbol kejahatan dan keburukan). Dengan begitu, setiap sikap yang mengarah pada tindak tanduk pemborosan, maka cenderung akan berdampak buruk, oleh karenanya harus dijauhi. Pemborosan juga dalam al-Quran disebut sikap berlebih-lebihan (Q.S. al-An'âm (6): 141; al-A'râf (7): 31, 81; Yûnus (10):83; al-Isrâ' (17): 26, 27, 29; al-Furqân (25): 67). Dalam kaitannya dengan pemanasan global dengan segala penyebab dan dampaknya, maka yang harus dilakukan manusia adalah bertindak tepat melalui pola hidup yang tidak berlebihan, mengenyampingkan kepentingan pribadi, kepuasan diri dan materi untuk kehidupan yang lebih menguntungkan manusia secara keseluruhan, sehingga menjadi peluang bagi manusia untuk keluar dari ancaman global semacam ini. Jika

Serikat (36,1%), Rusia (17,4%), Jepang (8,5%), Jerman (7,4%), Inggris (4,2%), Kanada (3,3%), Italia (3,1%), Polandia (3%), Perancis (2,7%) dan Australia (2,1%), termasuk negara Uni Eropa lainnya yang menghasilkan emisi tinggi di dunia. Sejalan dengan hal tersebut, negara berkembang juga dituntut untuk menurunkan dan mempertahankan kontribusi emisi yang minimal, dengan syarat tetap memberantas kemiskinan melalui efisiensi, adaptasi, mitigasi dan alih teknologi murah. 466 Lihat Walhi, "Kenali Perubahan Iklim", h. 41. Salah satu tujuan dari tuntutan ini adalah terwujudnya program Sustainable development dimaknai sebagai sebuah proses produksi dan konsumsi dimana materi dan energi diolah dengan menggunakan faktor produksi seperti modal, mesin-mesin, tenaga kerja dan bahan baku. Kegiatan ini memiliki dampak terhadap lingkungan hidup, yang pada gilirannya berdampak pula pada keberlanjutan pembangunan itu. Lihat Daniel Murdiyarso, CDM, h. 139-141.

467 Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan al-Quran: Memahami Pesan Kitab Suci dalam Kehidupan Masa Kini, terj. Masykur Hakim dan Ubaidillah (Bandung: Mizan, 1997) cet. 3, h. 38-39.

tidak, maka emisi gas antropogenik berupa karbondioksida akan terus bertambah 468 dan manusia sulit mengelak dari berbagai bencana alam.

Perubahan iklim menuntut masyarakat dunia untuk merubah kebiasaan hidup. Perubahan dalam arti yang komprehensif, dimana manusia bertanggung jawab atas kelangsungan lingkungan hidup secara keseluruhan, baik itu lingkungan

fisik, 471 lingkungan biologis, dan lingkungan sosial. Ketiga hal ini tidak dapat diabaikan karena keterikatannya satu sama lain, seperti yang diperlihatkah oleh

gambar di bawah ini:

Saat ini konsentrasi GRK telah mencapai + 350 bagian per mil dalam volume (ppmv), seperempat lebih besar dari masa pra-industri. Dalam jangka waktu 40 tahun saja, emsi gas di atmosfer mampu mencapai angka 559 milyar metrik ton. Jika terus dibiarkan, maka menjadi ancaman besar bagi system iklim bumi. Lihat Pelangi, The Asia Pacific Region Speak: Perspective on Climate Change (Jakarta: Pelangi, 2000) h.2.

469 Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi dll. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu

dan masa serta memegang peranan penting dalam proses terjadinya penyakit pada manusia. Lihat Budiman Chandra, Kesehatan Lingkungan, h. 10.

470 Bersifat abiotik atau benda hidup adalah sebuah fenomena, ada yang berbentuk kecil berupa sel, ada pula yang berbentuk besar; individu maupun populasi, misalnya tumbuh-tumbuhan,

hewan, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga, dll. Yang dapat berperan sebagai agens penyakit, reservoir infeksi, vektor penyakit, dan hospes intermediat. Hubungan manusia denga lingungan biologisnya bersifat dinamis dan pada keadaan tertentu saat terjadi ketidakseimbangan di antara hubungan tersebut, manusia akan terkena penyakit. Lihat Chafed Fandeli, Analisis mengenai Dampak Lingkungan,

h. 18. 471 Manusia adalah makhluk sosial, merupakan komponen dari suatu sosiosistem berupa

kultur, adapt istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standar, dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan masyarakat, organisasi social dan politik. Manusia dipengaruhi oleh lingkungan social melalui berbagai media seperti radio, televise, pers, seni, literature, cerita, lagu dsb. Jika manusia tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, akan terjadi konflik kejiwaan pada dirinya. Lihat Lihat Budiman Chandra, Kesehatan Lingkungan, h. 10. lihat juga Chafed Fandeli, Analisis mengenai Dampak Lingkungan,

h. 19.

Gambar 4.2. Keterkaitan antar tiga unsur dalam lingkungan: fisik, biologis dan sosial.

Sumber:

William P. Cunningham

dan

Woodworth Saigo, Environmental Science: A Global Concern (New York: McGraw-Hill, 2001) edisi 6, h. 50.

Barbara

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa lingkungan fisik dan biologis merupakan bagian dari lingkungan hidup manusia, bahkan hidup berdampingan dengan populasi manusia. Lingkungan itu berkembang secara alamiah dalam habitatnya, namun kadang perkembangan itu terhambat dan terganggu oleh kegiatan manusia dalam pengelolaan lingkungan sehingga terjadilah berbagai ketimpangan di alam.

Atas dasar itu, dengan semangat al-Quran yang telah disebutkan di atas, maka beberapa langkah nyata yang bisa dilakukan manusia sebagai bagian dari usaha mengembalikan lingkungan pada tarafnya yang seimbang, sekaligus upaya mengurangi emisi GRK, antara lain: Konservasi energi, Konservasi energi membuat biaya operasional rumah tangga, bisnis dan industri lebih murah. Efisiensi penggunaan energi saat ini di seluruh dunia lebih rendah dibanding dengan apa yang seharusnya bisa terjadi. Terdapat potensi besar dalam pcnghematan energi, yang jauh lebih ekonomis daripada mencari sumber energi baru. Efisiensi yang lebih baik, atau konservasi, sering dinyatakan sebagai sumber energi termurah yang ada pada saat ini. Potensi terbesar untuk penghematan ada pada dunia industri, di mana

sebagian besar energi dikonsumsi; 472 Mengurangi penggunaan kendaraan yang beremisi tinggi, dimaksudkan

agar dapat menurunkan emisi GRK secara signifikan, karena emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor cukup besar. WWF merilis data bahwa sektor transportasi

Lihat Grennpeace International, Energy Revolution: Report of Global Energy Scenario (Jerman: Institute DLR, 2007) h. 18. Lihat juga Gerald Foley, Pemanasan Global, h. 64.

karena rendahnya efisiensi penggunaan tersebut dibanding dengan penggunaan gas alam langsung untuk memasak atau pemanasan industri. 473

Reboisasi, adalah kegiatan menanam pohon hijau. hal ini selain berfungsi untuk menyerap emisi GRK, pepohonan juga berfungsi untuk menyegarkan udara di

sekitarnya. 474 Setiap hari manusia memerlukan oksigen dan dalam aktifitasnya mengeluarkan CO2, artinya, sangat tidak adil perlakuan manusia terhadap lingkungan

jika hanya mengambil oksigen tanpa memberi sumbangan melalui penanaman pohon hijau untuk penyerapan karbon CO2 tersebut.

Tidak menjadi masalah dalam mengindentifikasi tindakan-tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam banyak hal, tindakan- tindakan tersebut cukup berarti dari segi ekologi maupun ekonomi, meskipun jika tidak ada masalah pemanasan global. Kenyataan bahwa ada pemanasan global membuat tindakan-tindakan tersebut lebih menarik dan berarti bahwa mengambil tindakan-tindakan itu dapat disebut sebagai strategi yang tidak merugikan. Jika manusia bertindak maka bencana terhindarkan sekaligus mencegah penderitaan manusia yang lebih berat lagi. Jika manusia bertindak dan tidak mendatangkan masalah baru, maka manusialah yang mendapat keuntungan berupa lingkungan yang lebih bersih. Sebaliknya jika manusia tidak bertindak maka terjadi bencana dalam

Gerald Foley, Pemanasan Global, h. 70.

474 http://www.pelangi.or.id, diakses pada 3 Mei 2008.

skala lokal bahkan tragedi global. Oleh karena itu, tiga hal yang disebutkan di atas, merupakan respon positif untuk mengimbangi degradasi lingkungan yang sedang dihadapi oleh manusia. Atas dasar itu pula, untuk kelangsungan hidup di masa mendatang dan menghindari terjadinya kehidupan yang lebih buruk lagi, maka tak ada jalan lain kecuali melalui pola tingkah yang mengacu pada keserasian, keseimbangan dan kesederhanaan melalui dua hal: merekonstruksi cara pandang terhadap alam dan; mengapresiasi aktifitas sains dan riset ilmiah sebagai upaya pembangunan berkelanjutan untuk masa yang akan datang.