Gas Rumah Kaca sebagai Pemicu Perubahan Iklim

C. Gas Rumah Kaca sebagai Pemicu Perubahan Iklim

Pemanasan global adalah rangkaian tahap dari terjadinya perubahan iklim global. Proses terjadinya pemanasan global diawali dengan fenomena efek rumah kaca (greenhouse effect). Di bumi, efek rumah kaca dihasikan oleh gas-gas tertentu yang jumlahnya sedikit di atmosfer. Selain itu, es, titik-titik air dan partikel-partikel kecil di atmosfer juga menangkap panas. Gerald Foley menyebutkan peran GRK

telah dibahas oleh para ilmuan selama lebih dari 150 tahun. 94 Efek rumah kaca ini secara alami memberikan bumi kehangatan sehingga dapat dihuni. Planet Mars, salah

satu planet yang mengelilingi matahari, GRK tidak ditemukan sehingga dari atmosfer, suhunya sekitar -60 °

C, terlalu dingin untuk kehidupan dapat dihuni. Beda halnya dengan Venus, dimana GRK-nya mencapai 480 °

C, sehingga tidak akan mungkin terdapat kehidupan karena panasnya mencapai tingkatan yang paling tinggi. Adapun bumi, suhu rata-ratanya mencapai 15 derajat celcius berada di antara kedua kondisi ekstrim ini. Karena adanya GRK secara alamiah di atmosfer, suhu rata-

ratanya menjadi 33 95 ° C, lebih tinggi daripada tidak ada GRK alami tersebut.

Berikut gambaran proses efek rumah kaca:

Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan (Jakarta: Binacitra, 1985) cet. 2, h. 62. 94 Menurut Gerald, Ilmuan Prancis, Jean Baptiste Fourier merupakan orang pertama yang

menyatakan tentang efek rumah kaca dalam sebuah makalah yang ditulis 1827. Ilmuan kelahiran Irlandia, John Tyndall, dalam sebuah ceramah di London tahun 1861 menunjukkan bahwa uap air di udara meningkatkan penyerapan terhadap panas dari matahari 15 kali lebih besar dibandingkan dengan udara kering. Ilmuan Swiss, Svante Arrhenius, pada tahun 1896 menghitung dampak dari penggandaan jumlah karbondioksida dalam atmosfer dan mendapatkan hasil yang nyaris sama dengan perkiraan- perkiraan saat ini. Lihat Gerald Foley, Pemanasan Global; Siapakah yang Merasakan Panas?, (selanjutnya disebut Pemanasan Global ) (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993) cet. 1, h. 2.

95 Gerald Foley, Pemanasan Global, h. 2.

Gambar 2.1. Efek Rumah Kaca Sumber: Greenpeace International, Energy Revolution: Report of

Global Energy Scenario (Jerman: Institute DLR, 2007) h. 10.

Gambar di atas menunjukkan lapisan bumi yang memiliki fungsi menangkal sinar matahari yang memancar ke bumi dalam rangkaian efek rumah kaca sehingga

menstabilkan suhu bumi. 96 Disebut efek rumah kaca karena kemiripannya dengan apa

yang terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika matahari bersinar. Sinar matahari yang masuk melalui atap dan dinding kaca menghangatkan ruangan yang berada di dalam sehingga suhu menjadi lebih tinggi dibanding di luar. Hal ini sebagai konsekuensi kaca yang menghambat sebagian panas untuk keluar. Ketika memasuki bumi, matahari memancarkan sekitar 30 persen dari energinya, 25 persen dari energi itu diserap dan dipantulkan oleh awan kembali ke angkasa. 45 persen dari sis energinya diserap oleh permukaan tanah dan laut yang kemudian menjadi hangat. Panas yang yang dipancarkan dari permukaan bumi adalah dalam bentuk radiasi gelombang panjang inframerah yang tak dapat dilihat. Panas ini diserap oleh gas-gas rumah kaca, awan, partikel-partikel dalam atmosfer, yang kemudian menaikkan suhu zat-zat itu. Panas juga dibawa ke dalam atmosfer oleh proses penguapan yang menaikkan udara dan uap, serta proses-proses atmosfer lainnya. Pada dasarnya, efek gabungan dari gas-gas rumah kaca dan awan mencakup sekitar dua pertiga dari radiasi yang mencapai permukaan bumi. Jika satu meter persegi kolom udara yang memanjang dari permukaan bumi ke bagian atas atmosfer, maka efek gabungan dari gas-gas kaca alami dan awan akan menambahkan sekitar 300 watt per energi yang mencapai

Greenpeace International, Energy Revolution: Report of Global Energy Scenario, (selanjutnya disebut Energy Revolution), (Jerman: Institute DLR, 2007) h. 10.

permukaan bumi. Efek dari peningkatan setara karbondioksida sebesar 50 persen yang telah terjadi sejak zaman pra industri adalah kira-kira 2 watt per meter persegi. 97

Menyangkut perubahan iklim, efek rumah kaca yang bersifat alami berbeda dengan apa yang menjadi fokus kajian ini, dimana efek alami menjadi kebutuhan untuk menghangatkan suhu bumi. Proses penghangatan itu secara alami terjadi di atmosfer. Atmosfer menyerap energi-energi yang dipancarkan dari matahari, mendaur ulang air dan bahan kimia lainnya, dan bekerjasama dengan kekuatan listrik dan magnet untuk memberikan cuaca yang baik. Gas yang menyelimuti bumi secara

perlahan berubah komposisinya sejalan dengan ketinggian. Lapisan-lapisan yang menyelimuti bumi dapat dibedakan berdasarkan pada perbedaan suhu, komposisi kimia, pergerakan dan kepadatan gas. Terdapat isyarat mengenai hal ini dalam Q.S. al- Baqarah (2): 29:

Dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh

langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. 98

Terhadap kandungan ayat ini terjadi beberapa pendapat. Pendapat mutakhir tentu ada pada hasil penemuan sains ilmiah terhadap fenomena langit. Ar-Razi sendiri ketika berhadapan dengan permasalahan ini (terutama Q.S. al-An’am (6): 125), ia

mengemukakan dua bentuk pemaknaan; 99 pertama, diambil dari pendapat ibnu Katsir yang menafsirkan bahwa kata “mendaki ke langit” dalam ayat tadi tidak dimaknainya

sebagai tujuh lapisan bumi, tapi di awal penjelasannya ia memaknai kata itu dari segi linguistik sebagai sikap berat yang dirasakan seseorang ketika akan berhadapan dengan agama Islam, rasa berat itu dimisalkan dengan perasaan berat terhadap perintah mendaki langit. Kedua, ketidaksanggupan untuk menerima iman dalam

Gerald Foley, Pemanasan Global, h. 19. 98 Ungkapan tujuh langit juga terdapat dalam Q.S. al-An’âm (6):125

99 Ar-Razi, Mafâtih al-Ghaib, juz 13, jilid 7, h. 193.

bingkai keislaman layaknya perasaan berat ketika ada perintah naik ke langit. Penafsiran ini tentu tidak salah karena hasil ijtihad dalam memaknai al-Quran. Namun demikian, penafsiran harfiah semacam ini tidaklah satu-satunya penafsiran yang otoritatif, terdapat banyak hasil penelitian yang berujung pada pemaknaan al- Quran secara kontekstual, tidak saja karena ayat-ayatnya yang simbolik, melainkan terdapat kesadaran yang tinggi akan posisi al-Quran yang universal dan menjangkau semua ragam ilmu dan lintas zaman. Di antara hasil penelitian yang perlu dikemukakan pada bagian ini adalah pemaknaan terhadap kata "dijadikannya tujuh

langit" sebagai lapisan bumi yang berjumlah tujuh lapisan; troposter (15 km dari permukaan), stratosfer (50 km), mesosfer (80 km) dan 4 yang terakhir; termosfer, eksosfer, ionofer dan magnosfer berada di atas 80 km dengan tingkatan yang

berjenjang. 100 Lapisan yang paling dekat dengan bumi adalah atmosfer. Pembagian menjadi tujuh langit didasarkan pada perbedaan kandungan kimia dan suhu udara. 101

Adapun yang efek rumah kaca non-alamiah yang menghasilkan gas-gas rumah kaca di atmosfer pada kajian ini, telah menjadi ancaman serius bagi kehidupan ekosistem. Tambahan GRK tersebut sering disebut sebagai efek rumah kaca antropogenik. Perilaku manusia secara langsung maupun tidak langsung menjadi

alasan bertambahnya konsentrasi GRK di atmosfer. 102 Konsentrasi GRK ini menjadi penghalang sinar matahari yang terpatul dari bumi sehingga terjadilah pemanasan

global (global warming), yang berarti meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. 103 Pemanasan Global tidak terjadi secara seketika, tapi berangsur-angsur.

Namun demikian, dampaknya sudah mulai terasa saat ini. Dalam laporan yang dikeluarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 104 tahun 2001,

Lihat Arie Budiman, et.al., Membaca Gerak, h. 59. 101 Arie Budiman, et.al., Membaca Gerak, h. 70-71.

102 UNFCCC, Convention, h. 5. 103 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Climate Justice (Jakarta: Penerbit WALHI:

Friends of the Earth, t.th.) h. 2. 104 IPCC atau Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim, terbentuk di bawah inisiatif

gabungan Organisasi Metereologi Dunia (World Meteorological Organization) dan Program Lingkungan PBB (United Nation Environment Programme) pada tahun 1988.

disimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 ° ° C (1 Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktifitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga

6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. 105 IPCC juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi

sejak tahun 2010, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbondioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer pun dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan resiko

populasi yang sangat besar. 106 Menurut Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC), ada 6 jenis

gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu:

1. Karbondioksida (CO2)

Adalah gas rumah kaca yang terpenting yang sedang ditimbun manusia dalam atmosfer. 107 Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke

atmosfer ketika terjadinya pembakaran bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida

IPCC Third Assessment Report , http://www.grida.no/climate/ipcc_tar/, diakses 5 Mei 2008. 106 James Hansen, Climatic Change: Understanding Global Warming, One World: The Health

& Survival of the Human Species in the 21st Century . www.mail-archive.com/Pemanasan_Global, diakses pada 5 Maret 2008.

107 Gerald Foley, Pemanasan Global, h. 3.

semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.

Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktifitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281

molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppmv 108 ). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppmv (peningkatan 36 persen).

Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppmv. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum

revolusi industri. 109 Pada suhu sepanas itu, berdampak pada gejala pemekaran air laut serta menacairnya bongkahan es di kutub sehingga permukaan air laut naik dengan

kemampuan menenggelamkan pulau dan menghalangi mengalirnya air sungai ke laut yang menimbulkan banjir di daratan rendah seperti Bangladesh, Laos, Mozambique,

Nigeria, Argentina dll. 110 Pada penelitian di pegunungan Mauna Loa, Hawai, muncul angka yang menujukkan pada kadar karbondioksida di atmosfer yang terus

mengalami kenaikan. Untuk lebih jelas, berikut kurvanya:

Gambar 1.1 :

Konsentrasi Karbon

dioksida di Atmosfer

Sumber: William P.

dan

Cunningham

Barbara Woodworth

Saigo, Environmental

Science: A Global

Concern (New York:

320 McGraw-Hill, 2001) edisi 6, h. 387.

Dalam ppmv

Ukuran per mil dalam satuan volume 109 The Climate Change Action Network, Climate Change: A Readers Guide to the IPCC

Report , (selanjutnya disebut Climate Change), (London: 287 City Road, 1990) h. 8-9. 110 Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto, h. 2-3.

Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 hingga awal 1960-an ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical

Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-

gas rumah kaca di atmosfer. 111

Walaupun sama-sama menghasilkan emisi GRK, minyak bumi, batubara dan gas bumi menghasilkan tingkat emisi yang berbeda-beda untuk jenis kegiatan yang sama. Contohnya, untuk menghasilkan energi sebesar 1 kWh, pembangkit listrik yang menggunakan batubara mengemisikan sekitar 940 gram CO2. Sementara pembangkit listrik yang menggunakan minyak bumi dan gas alam menghasilkan emisi GRK

sekitar 798 dan 581 gram C02. 112 Dari contoh di atas terlihat bahwa di antara ketiga jenis bahan bakar fosil,

batubara menghasilkan emisi CO2 paling tinggi daripada minyak bumi dan gas alam. Di Indonesia, di antara sektor lainnya, sektor energi menempati urutan kedua sebagai sumber GRK yaitu sekitar 25% dari total emisi. Sementara dari sisi pemanfaatan energi di Indonesia, sektor industri merupakan sektor pengemisi GRK terbesar, diikuti oleh sektor transportasi.

The Climate Change Action Network, Climate Change, h. 9. 112 http://www.mail-archive.com/Pemanasan_Global, diakses pada 5 Maret 2008.

Ketika revolusi industri baru dimulai pada 1850, konsentrasi GRK berupa CO2 baru 290 ppmv (part per million by volume), saat ini telah mencapai 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup dan pertambahan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO2 diperkirakan meningkat kemudian menyebabkan meningkatnya panas matahari yang terperangkap di atmosfer. Peristiwa ini pada akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu di permukaan bumi hingga mencapai 580

ppmv atau 2X lipat dari zaman pra industri. 113 Fenomena semacam ini secara umum disebut sebagai pemanasan global (global warming).

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat

0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. IPCC menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas

rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. 114 Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu

permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang,

serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. 115 Akan tetapi yang pasti dan telah tampak dari apa yang dirasakan manusia saat ini adalah, bahwa suhu terus

meningkat dan iklim

2. Metana (CH4)

Daniel, Protokol Kyoto, h. 2. 114 The Climate Change Action Network, Climate Change, h. 4.

115 James Hansen, Climatic Change, http://www.mail-archive.com/Pemanasan_Global, diakses pada 5 Maret 2008.

Metana merupakan komponen utama gas alam, termasuk gas rumah kaca yang terdapat secara alami. 116 Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap

panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, minyak bumi dan eksplorasi bahan bakar fosil lainnya. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di

tempat pembuangan sampah (landfill), 117 bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan

revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat. 118

Peningkatan emisi tersebut sebenarnya dapat dihambat dengan memfungsikan hutan secara optimal. Hutan mampu menyerap emisi GRK, biasa disebut carbon sink. Hutan bekerja untuk menyerap dan mengubah karbondioksida (CO2), salah satu jenis GRK, menjadi oksigen (O2) untuk kebutuhan makhluk hidup. Oleh karena itu kegiatan pengerusakan hutan, penebangan hutan, perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan, menyebabkan lepasnya sejumlah emisi GRK yang sebelumnya disimpan di dalam pohon.

3. Nitrous Oksida (N2O)

Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Sektor pertanian dan peternakan memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi GRK di atmosfer. Dari sektor pertanian, emisi GRK dihasilkan dari sawah yang tergenang, pemanfaatan pupuk, pembakaran padang sabana, dan pembusukan sisa-sia pertanian.

Gerald Foley, Pemanasan Global, h. 9. 117 Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Dengan jumlah

penduduk yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per hari sekitar 500 juta kg/ hari atau 190 ribu ton/ tahun. Dalam konteks Indonesia, hal ini akan mengemisikan gas metana ke atmosfer sebesar 9500 ton. http://www.mail-archive.com/Pemanasan-Global, diakses pada 5 Maret 2008.

118 Kementerian Lingkungan Hidup RI, "Perubahan Iklim", Diktat Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (Jakarta: KLH, 2007) t.d.

Sektor pertanian menurut The First National Communication secara umum menghasilkan emisi GRK hanya sekitar 8%, dari kandungan keseluruhan 78% di

atsmosfer. 119 Namun sektor ini menghasilkan emisi gas metana tertinggi dibandingkan sektor lainnya.

Sementara dari sektor peternakan, emisi GRK berupa gas metana (CH4) dilepaskan dari kotoran ternak yang membusuk. Sesungguhnya untuk mengurangi emisi GRK dari sektor ini, kotoran ternak dapat diolah untuk menjadi biogas, bahan bakar yg ramah lingkungan. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih

besar dari karbondioksida. Jika dibandingkan dengan masa pra industri, konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen. Jika hal ini terus berlanjut di masa mendatang, maka suhu bumi akan meningkat hingga 4,5 °

C, dengan dampak luas ke berbagai sektor kehidupan, di antaranya sektor pertanian, ekosistem air, sosial, ekonomi dan

kesehatan manusia. 120

4. Hidrofluorokarbon (HFCs)

Berasal dari industri manusia yang menghasilkan sistem pendingin, aerosol, foam, pelarut dan pemadam kebakaran. Emisi ini adalah sekelompok gas buatan yang diperkenalkan oleh General Motors, perusahaan mobil Amerika Serikat pada 1930- an. Karbon jenis ini ada dua: CFC 11 dan CFC 12. masing-masing tetap berada dalam atmosfer selama 65 tahun hingga 130 tahun. Sampai saat ini pertambahannya

mencapai 4 persen per tahun. 121

5. Perfluorikarbon (PFCs) berasal dari proses industri.

Arie Budiman, et.al., Membaca Gerak, h. 69. 120 Gerald Foley, Pemanasan Global, 48.

121 Kementerian Lingkungan Hidup RI, "Cegah Memburuknya Iklim", Diktat Konvensi Perubahan Iklim , (Jakarta: KLH, 2008) h. 1, t.d.

Pemanfaatan bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, batubara, dan gas, secara berlebihan dalam berbagai kegiatan merupakan penyebab utama dilepaskannya emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Pembangkitan listrik, penggunaan alat-alat elektronik seperti AC, TV, komputer, penggunaan kendaraan bermotor dan kegiatan industri merupakan contoh kegiatan manusia yang meningkatkan emisi GRK di atmosfer.

Walaupun sama-sama menghasilkan emisi GRK, minyak bumi, batubara dan gas bumi menghasilkan tingkat emisi yang berbeda-beda untuk jenis kegiatan yang sama. Contohnya, untuk menghasilkan energi sebesar 1 kWh, pembangkit listrik yang menggunakan batubara mengemisikan sekitar 940 gram CO2. Sementara pembangkit listrik yang menggunakan minyak bumi dan gas alam menghasilkan emisi GRK sekitar 798 dan 581 gram C02.

Dari contoh di atas terlihat bahwa di antara ketiga jenis bahan bakar fosil, batubara menghasilkan emisi CO2 paling tinggi daripada minyak bumi dan gas alam. Di Indonesia, di antara sektor lainnya, sektor energi menempati urutan kedua sebagai sumber GRK yaitu sekitar 25% dari total emisi. Sementara dari sisi pemanfaatan energi di Indonesia, sektor industri merupakan sektor pengemisi GRK terbesar,

diikuti oleh sektor transportasi. 122

6. Sulfurheksafluorida (SF6)

Pemanfaatan bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, batubara, dan gas, secara berlebihan dalam berbagai kegiatan merupakan penyebab utama dilepaskannya emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Pembangkitan listrik, penggunaan alat-alat elektronik seperti AC, TV, komputer, penggunaan kendaraan bermotor dan kegiatan industri merupakan contoh kegiatan manusia yang meningkatkan emisi GRK di atmosfer. Selain keenam jenis GRK yang disebutkan oleh UNFCCC di atas, terdapat

http://www.mail-archive.com/Pemanasan-Global, diakses pada 5 Maret 2008.

pula jenis gas buatan yang mempunyai efek rumah kaca yang sangat kuat, gas itu disebut Klorofuorokarbon (CFC).

Selain perannya sebagai gas rumah kaca, CFC juga penting karena merusak lapisan lapisan ozon pada lapisan atas atmosfer. Akibatnya, CFC menyingkapkan pada manusia dan makhuk hidup lain terhadap bahaya radiasi ultraviolet yang kian meningkat. Pada tahun 1980-an ditemukan bukti dramatis tentang kerusakan ozon. Anggota-anggota Survey Antartika Inggris yang mengambi pengukuran dari darat mulai menemukan penurunan jumlah ozon daam apisan ozon. Pada 1984, ketika

penurunan mencapai 30 persen, mereka yakin bahwa sesuatu yang serius sedang terjadi dan mengancam makhluk hidup. 123

Pada tahun-tahun berikutnya, penipisan itu terus berlangsung dan hampir membentuk sebuah lubang di kutub selatan, pada tahun 1987, lubang itu terus berkembang mencakup seluruh benua Antartika. Dari analisa ini dapat diketahui bahwa keseluruhan lapisan ozon sudah menipis dan bahaya sudah mengancam. Penipisan ozon hingga membentuk lubang besar tersebut melancarkan upaya ilmiah internasional untuk melacak secapa pasti apa yang sesungguhnya sedang terjadi, dan pada akhirnya ditemukan bahwa CFC hampir pasti merupakan faktor penting terjadinya hal itu. Meskipun terdapat dalam konsentrasi yang kecil, CFC menentukan dalam penguraian molekul-molekul ozon; bahkan tiap molekul CFC mampu merusak

100.000 molekul ozon. 124