Fungsionalisasi Khalifah dalam Penerapan Sains dan Teknologi dalam Lingkungan.

C. Fungsionalisasi Khalifah dalam Penerapan Sains dan Teknologi dalam Lingkungan.

Fungsi manusia sebagai khalifah sering disalahartikan sebagai kekuasaan mutlak manusia atas lingkungannya. Cara pandang ini berimplikasi pada Fungsi manusia sebagai khalifah sering disalahartikan sebagai kekuasaan mutlak manusia atas lingkungannya. Cara pandang ini berimplikasi pada

eksak (pasti) dan mudah diukur. 381 Dengan bahasa lain, sains adalah kumpulan fakta mengenai dunia alamiah yang diyakinkan pada kita melalui eksperimen terkendali

bersama ekstrapolasi logis fakta tersebut, serta hal-hal lain yang dapat dilihat dengan kasat mata melalui instrumen ilmiah. 382

Adapun teknologi dimaknai sebagai ilmu yang berkaitan dengan kepandaian membuat sesuatu yang berhubungan dengan industri, seni dan kepandaian manusia lainnya yang memudahkan. Teknologi merupakan penggunaan sains dalam

pemanfaatan alam untuk kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia. 383 Sains dan teknologi memberikan peran besar dalam transformasi masyarakat tradisioanal

menuju masyarakat modern dan industrial. Sains dan teknologi telah berjasa dalam mengungkapkan apa yang tidak diketahui oleh manusia tentang alam, sains memberikan hasil yang begitu memuaskan bagi manusia dalam bidang ekonomi. Al- Quran menganjurkan manusia untuk mengkaji alam, karena merupakan ayat-ayat dan kalam Tuhan yang tersirat. Dengan terkuaknya rahasia alam, maka manfaat dari alam juga akan didapat. Manfaat inilah yang menjadi hikmah bagi manusia, yakni hikmah

dalam bentuk ilmu pengetahuan, material dan spiritual. 384 Dari fungsi sains yang

Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam, (selanjutnya disebut Menyibak Tirai), (Bandung: Mizan, 2003) h. 2-3.

Huston Smith, Ajal Agama di Tengah Kedigjayaan Sains, terj. Ari Budiyanto (Bandung: Mizan, 2003) h. 199-203. 383 Syukron Kamil, Sains dalam Islam Konseptual dan Islam Aktual (Jakarta: PBB UIN, 2003)

cet. 1, h. 8. 384 Afzalur Rahman, Ensiklopediana Ilmu dalam al-Quran, terj.Taufik Rahman (Bandung:

Mizania, 2007) cet. 2, h. 21.

demikian juga terlihat bahwa sains merupakan bagian dari lingkungan manusia, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Sains dan teknologi telah berperan besar dalam membentuk peradaban dunia modern, tidak saja di Inggris sebagai jantung peradaban modern Barat masa awal dengan revolusi industrinya (1750-1850) yang menyebar ke Eropa Barat lainnya dan Amerika Utara, melainkan juga Eropa Timur, Asia, dan Amerika Latin, termasuk

dunia Islam sendiri. 385 Dalam kerangka sains modern Barat, sains dan teknologi berfungsi secara aksiologis sebagai media untuk eksploitasi alam, 386 dan hasil dari

serapan sains pada alam semata-mata untuk peningkatan kesejahteraan manusia dalam bidang fisikal material semata. Ini merupakan derivasi dari implikasi paradigma (asumsi-asumsi filosofis yang mendasari suatu bidang peradaban,

misalnya sains dan teknologi) 387 sains yang secara objek ilmu pengetahuan hanya fokus pada realitas yang bisa diindrakan atau empirik belaka, atau pengetahuan yang

lebih diarahkan pada alam dan dunia fisik-material semata 388 . Material bertujuan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia, sedangkan dimensi spiritual adalah

kebutuahan rohaniah manusia. Dari pergeseran fungsi ini, maka sains dan teknologi di Barat sudah tidak dilihat sebgai bagian dari lingkungan manusia, sains diposisikan sebagai tolak ukur kebenaran ilmiah dan bebas nilai, maka posisi sains dan teknologi adalah independen bahkan superior dalam segala aspek kehidupan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa manusia merupakan khalifah yang terikat kontrak dengan Tuhan dalam menjaga stabilitas alam, sebagaimana diisyaratkan dalam al-Quran:

Syukron Kamil, Sains dalam Islam Konseptual dan Islam Aktual, h. 1. 386 Husain Heriyanto, Paradigma Holistik: Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan menurut

Shadra dan Whitehead , (Jakarta: Traju, 2003) cet. 1, h. 39. 387 Armahedi Mahzar, "Pengantar", dalam Husain Heriyanto, Paradigma Holistik, h. xiii.

388 Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai, h. 8.

Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya (Q.S. at-Thûr (52):21).

Pokok pikiran dalam penggalan ayat ini tegas dan lugas menyebut manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakannya. Alam telah ditundukkan Tuhan bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri, alam pun merupakan bagian dari tanda-tanda kekuasaan Tuhan yang memiliki dua dimensi, yakni material dan spiritual. Oleh karena itu tanggung jawab manusia tidak saja bagi

sesamanya, akan tetapi langsung berkaitan secara vertikal kepada Tuhan sebagai pemberi amanat konservasi lingkungan. Atas dasar inilah manusia dikatakan sebagai mahluk multidimensional yang memiliki potensi memadai untuk menjalankan dinamika ekologisnya yang strategis dan mulia. Dikatakan strategis karena berada pada garda depan dalam melindungi keseimbangan ekosistem dan melestarikan daya dukung alam. Adapun dikatakan mulia karena posisinya langsung berhubungan

dengan Tuhan terhadap konservasi yang dilakukannya. 389

Permasalahannya, transformasi manusia menuju masyarakat modern telah melihat dan mengambil dimensi material alam saja, sehingga sains dan teknologi yang menjadi media untuk mengkaji alam telah dibuat sedemikian eksploitatif. Mulyadhi Kartanegara menyebut dua ciri fundamental peradaban modern, yaitu rasionalitas dan materialitas. Kedua unsur ini selama berabad-abad telah membentuk

mental manusia menjadi rasional dan materialistik. 390 Mental yang demikian telah meminggirkan hal-hal yang bersifat irasional atau mitologis, dan menekankan pada

unsur empiris bukan yang non-empiris. Galileo, sebagaimana yang ditulis Mulyadhi, mengatakan bahwa hanya fenomena-fenomena yang bisa dihitung yang bisa

dimasukkan dalam domain sains. 391 Manusia modern telah menjadikan sains dan

Mujiyono, Agama Ramah Lingkungan, h. 202. 390 Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan Nalar: Respon terhadap Modernitas (Jakarta:

Erlangga, 2007) h. 100. 391 Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan Nalar, h. 103.

teknologi sebagai media eksploitasi alam secara besar-besaran. Francis Bacon adalah tokoh dunia abad ke-17 yang memproklamirkan agenda human domination (dominasi manusia) terhadap alam melalui sains dan teknologi. Melalui itu pula manusia mampu menemukan rahasia alam kemudian secara efektif memperbudak dan

menguasainya. 392 Paradigma ini semakin memperkuat dominasi manusia atas alam, karena alam hanya dilihat sebagai objek yang dikaji, dianalisis, dimanipulasi,

direkayasa, dan dieksploitasi manusia, tanpa melihatnya sebagai media pemenuhan nilai spiritualitas manusia. Paradigma semacam ini bukan tanpa implikasi, sikap yang

demikian justru melahirkan problem; sains dan teknologi menuntut biaya material, mental, kultural dan moral, langsung maupun tidak langsung. 393

Dominasi terhadap alam telah menyebabkan masalah kelebihan penduduk, kurangnya ruang bernafas dan kemacetan pada masyarakat kota, pengurasan terhadap

sumber daya alam, hilangnya keindahan alam, munculnya penyakit mental. 394 Pritjof Capra juga melihat bahwa salah satu pandangan tentang dominasi terhadap alam

berujung pada sikap dimana alam diburu dalam pengembaraannya, diikat dalam pelayanan, dijadikan budak bahkan dimasukkan ke dalam penjara dan secara superior

mengungkap rahasia alam. 395 Inilah yang sering dinamakan oleh para pengkritik sains dan teknologi modern Barat sebagai yang telah melahirkan krisis global dalam empat

indikator, yaitu dampak militer, ekologis (perubahan iklim), krisis sosiologis, krisis psikologis. 396

Matthew Fox dan Rupert Sheldrake, Nature Grace: Dialogues on Creation, Darkness, and the Soul in Spirituality and Sains (New York: Doubleday Dell Publishing, Inc., 1996) h. 16-17. 393 Rusli Karim, Agama, Modernisasi dan Sekulerisasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994) h.

23-29. 394 Sebagaimana yang dikutif dalam F. Schoun, "Spiritual Perspective and Human Fact",

dalam Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, h.26. 395 Inilah yang dilihat oleh Capra sebagai pandangan dominatif dan eksploitatif terhadap alam

yang lahir dari cara pandnag Francis Bacon yang telah mendekonstruksi cara pandang keilmuan kuno yang lahir dari pemikir filosof dan ilmuan awal seperti Aristoteles. Pritjop Capra, Titik Balik, h. 47.

396 Armahedi Mahzar, Revolusi Integralisme Islam: Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islam (Bandung: Mizan, 2004) cet. 1, h. 221-222.

Dampak militer, ilmu pengetahuan telah menghasilkan senjata-senjata nuklir pemusnah massal sebagai kekuatan militer oleh negara-negara maju. Masing-masing negara terlibat persaingan dalam menghasilkan energi-energi pemusnah. Secara material, bahan-bahan senjata nuklir bersumber dari alam, maka demi mendapatkan bahan-bahan mentah tersebut, negara melakukan penggalian terhadap alam. Teknologi nuklir kini sedang digalakkan terutama di negara ketiga. Tujuan dari penggalakan ini bukan untuk memenuhi kebutuhan energi negara-negara dunia ketiga tersebut, melainkan kebutuhan korporasi multinasional yang menggali SDA dari

negara-negara ini sedapat mungkin. Namun demikian politisasi di negara-negara ketiga seringkali menyangkut teknologi nuklir karena teknologi ini memberi kesempatan untuk menggunakannnya membangun senjata nuklir. Potensi kerusakan global melalui senjata nuklir merupakan ancaman kerusakan terbesar terhadap lingkungan. Jika tidak dicegah, maka semua perhatian terhadap lingkungan akan menjadi bersifat akademik murni. Bahkan tanpa bencana nuklir pun dampak lingkungan tenaga nuklir jauh melebihi bahaya lain dari teknologi manusia. Pada awalnya tenaga nuklir disosialisasikan sebagai bahan bakar yang murah, bersih dan aman, akan tetapi praksisnya tenaga nuklir dipergunakan secara paradoks. Pembangunan dan perawatan pabrik tenaga nuklir menjadi semakin mahal yang disebabkan oleh banyaknya tolak ukur yang harus dipenuhi oleh industri nuklir karena protes masyarakat; kecelakaan-kecelakaan nuklir telah mengancam kesehatan dan kecaman ratusan ribu orang; dan zat-zat radio aktif meracuni lingkungan

kehidupan secara terus menerus. 397

Dampak ekologis adalah pencemaran lingkungan. Ini merupakan kerusakan dalam keseimbangan alam. Sikap yang tidak berkesinambungan adalah faktor penyebab terjadinya hal ini. Dalam Q.S. al-Jin (72): 16 dijelaskan:

Fritjof Capra, Titik Balik, h. 290-291

Dan bahwasannya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki yang banyak).

Ayat ini bermaksud menjabarkan bahwa kerusakan terjadi karena tidak konsistennya manusia dalam menjalankan hukum-hukum yang diletakkan Tuhan pada alam. Akibatnya kondisi ekosistem alam menjadi memperihatinkan karena

adanya penebangan hutan secara besar-besaran sehingga terjadi banjir dan tanah longsor. Pohon yang dahulu rimbun, hijau dan rapi, berdiri tegak ke angkasa menebarkan udara yang sejuk, segar dan bersih, kini tak ada lagi karena arogansi sikap dan keangkuhan manusia. Kerusakan semacam ini sekaligus menjadi warisan buruk bagi generasi selanjutnya karena daya dukung alam yang tak lagi memadai

untuk kehidupan yang layak. 398 Dengan begitu manusia semestinya tidak cukup berbuat baik bagi dirinya sendiri, akan tetapi ia juga bertanggung jawab terhadap

keselamatan anak-anak dan generasi selanjutnya, dan unsur paling pokok dalam usaha penyelamatan itu adalah masalah ketuhanan dan moralitas, konsekuensi kedua

hal itu harus diwujudkan dalam sikap dan perbuatan dalam lingkungan. 399

Secara umum lingkungan yang tidak sehat secara fisik maupun secara mental dipengaruhi oleh pertumbuhan teknologi yang berlebihan; udara yang tercemar, suara bising, kemacetan lalu lintas, pencemaran kimiawi, radiasi dan sumber stress fisik dan psikologi menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat ancaman- ancaman lain terhadap hak kesejahteraan manusia yang jauh lebih berbahaya karena berpengaruh dalam skala yang lebih besar, baik dalam arti ruang dan waktu.

Al-Quran mengingatkan manusia untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah, salah satunya dengan menyediakan bagi mereka SDA melalui pembangunan berkelanjutan (sustainable development ) pada alam sehingga tercipta lingkungan yang layak huni. Lihat QS. an-Nisâ' (4): 9. lihat juga Ministry of Forestry UN Climate Change Conference 2007, Sustainable Forest Development as Reflection of Faith and Piety (Perum Perhutani, 2007) h. 2.

399 Lihat Q.S. Luqmân (3): 12-13; al-Baqarah (20: 132-133. baca juga Darwis Hude, et.al., Cakrawala Ilmu , h. 446.

Teknologi manusia telah menggangu proses ekologi yang menopang lingkungan alam, yang hampir diabaikan hingga akhir-akhir ini adalah air dan udara. 400 Di udara,

dampak rumah kaca akibat makin banyaknya gas karbondioksida hasil pembakaran bahan-bahan bakar oleh manusia telah memperburuk kondisi iklim bumi. Hal itu juga makin mengancam menipisnya lapisan ozon atmosfer, padahal ozon memiliki posisi sangat penting untuk melindungi pengaruh sinar ultraviolet matahari bagi kehidupan di bumi. Berkurangnya ozon akan mengancam kelangsungan hidup manusia dan yang

lainnya. 401 Di Reviera Prancis dan Italia, manusia tidak lagi dapat menikmati air biru

yang dalam dan berkilau. Laut merah sedang berubah menjadi abu-abu, sungai dan kanal mengandung sampah, deterjen dan limbah industri yang dibuang ke dalam air. Kapal tangker menumpahkan muatannya dekat pantai, botol-botol sampah membusuk kemudian terhempas ke pantai. Di Uni Soviet, sebuah komplek pabrik kimia dekat bekas Pesanggrahan Leo Tolstoy telah membuang limbah kimia ke udara selama 10 tahun. Akibatnya, hutan pinus di daerah wisata menjadi rusak. Keadaan tersebut tidak berdiri sendiri, peristiwa ini merupakan bagian dari krisis pencemaran dunia yang disebabkan oleh kekeliruan manusia dalam mengelola lingkungan. Manusia dengan pola hidup yang bebas telah meracuni udara, air, dan tanah dengan zat pencemar. Manusia telah mengacaukan komunitas alam dengan cara yang mempengaruhi tempat manusia berdiri dalam sistem yang kompleks yang lazim disebut "rantai besar

kehidupan". 402 Manusia juga menggoncangkan keseimbangan alam yang besar di bumi, atmosfer dan lautan sehingga menyebabkan bencana bagi manusia.

Dampak sosiologis , keretakan sosial akibat sistem ekonomi, teralinasi sebagai dampak dari pola hidup urban yang mengikuti industrialisasi ekonomi. Dengan lahirnya sistem kapitalisme maka masyarakat modern menjadi masyarakat yang

Fritjof Capra, Titik Balik, h. 280. 401 Haidar Bagir dan Zainal Abidin, "Filsafat Sains Islami: Kenyataan atau Hayalan", dalam

Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains, h. 7-8. 402 Henry Lansford, "Pencemaran Lingkungan", dalam Grolier International, Inc., Ilmu

Pengetahuan Populer , (Jakarta: PT. Widyadara, 2005) jilid 6 , h. 52.

individualistik dan hedonis, kecenderungan hidup mewah dengan memiliki barang- barang industri dengan kualitas tinggi menjadi tujuan, akibatnya hanya kelompok tertentu yang dapat mengakses kebahagiaan. Pola hidup ini mengacu pada nilai dan keuntungan dalam interaksi yang dilakukan dengan orang lain sehingga krisis sosial muncul dalam bentuk keretakan dan kesenjangan sosial. Semua ini akan berdampak pada lahirnya tindakan kriminalitas dalam segala bentuk, seperti terorisme, perampokan dsb. Dengan demikian sistem kapitalisme merupakan cermin masyarakat modern yang individualistik dan hedonis tadi.

Dampak psikologis adalah terciptanya obat-obat terlarang yang merusak manusia terutama generasi muda. Obat ini merupakan hasil industri kimia. 403

Meningkatnya penderita depresi, kegelisahan, psikosis dan dekadensi moral. Terutama yang terakhir, merupakan pengaruh dari sikap seculer trend yang selanjutnya melahirkan disorganisasi (proses berpudar atau melemahnya norma- norma dan nilai-nilai) karena rasionalisasi dan penekanan pada kausalitas yang berlangsung sebagai karakter utama sains. Dengan pandangan ini dapat diasumsikan bahwa ancaman krisis kesadaran etis pada masyarakat yang menjunjung tinggi sains dan teknologi bisa lebih besar, karena penguasaan sains dan teknologi tidak dibarengi

oleh etika. 404 Lalu dimana letak kesalahan terhadap semua krisis yang ditimbulkan sains

dan teknologi modern tersebut? Siapa yang bertanggung jawab? Bagi penulis, sains dan teknologi itu bebas nilai. Nilai dari sains ada pada manusia yang menggunakan

Dengan implikasi dalam bentuk krisis tersebut maka pandangan terhadap sains dan teknologi menjadi negatif. Banyak muncul tokoh-tokoh ilmuan, pemikir, cendikiawan dan filosof yang mencoba mengkritik sains modern secara radikal dan fundamental dengan melihat pada bentuk pandangan dunia yang menjadi asumsi-asumsi sains modern, yang mereka sebut sebagai paradigma Cartesian-Newtonian, positivisme, atau materialsime ilmiah. Dalam Islam ditemukan gerakan islamisasi sains. Ada yang menuntut rekonstruksi epistemologis. Seperti yang dikatakan Mulyadhi, bahwa secara epistemologis sains modern Barat memiliki perbedaan yang fundamental dengan sains dalam Islam. Sains Barat hanya mengkaji apa yang bisa diindarakan (empirik) dan bersifat positivistik, sekuler. Tapi paradigma apapun yang melatarbelakangi sains jika manusia yang menerapkan sains tersebut tanpa dilandasi etika moral dan tanggung jawab, maka sains tersebut akan menjadi media penghancuran terhadap kehidupan itu sendiri. Baca Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan Nalar, h. 2.

Syukron Kamil, Sains dalam Islam Konseptual dan Islam Aktual, h. 3.

sains tersebut. Penyebab dari sains menjadi baik atau buruk dalam penerapannya adalah manusia sebagai subjek yang berlaku sebagai kontrol dan mandataris Tuhan (khalifah). Semua tanggung jawab dan amanah konservasi SDA dibebankan pada manusia bukanlah makhluk lain selainnya. Dalam Q.S. al-Ahzab (33): 72 menjelaskan hal ini dengan ungkapan:

Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.

Salah satu yang membuat manusia mau memikul amanah itu adalah kemampuannya mengolah daya pikir yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Artinya, manusia dapat memahami hukum alam dan sunnah lingkungan sehingga mampu menguasai dan menundukkannya. Sains dan teknologi hanya sebatas media untuk mendapatkan manfaat dari alam, bukan untuk eksploitasi alam. Jadi terhadap penyimpangan dalam alam yang disebabkan oleh penerapan sains dan teknologi yang perlu direkonstruksi adalah cara pandang dan etika manusia sebagai khalifah di muka

bumi. 405 Dalam kajian ini, penekanannya terletak pada bagaimana media dalam bentuk

sains, baik sains sekuler maupun sains yang didasarkan pada pandangan keagamaan mampu diartikulasikan oleh manusia sebagai perangkat paradigmatik dalam membina hubungan yang harmonis antara manusia dan alam. Artinya, pembahasannya tidak bergerak pada level epistemologisnya. Namun untuk sekedar pengantar agar

Arogansi saintifik ini bisa ditemukan pada beberapa tokoh, seperti Prancis Bacon yang mengatakan bahwa the knowledge is power. Ilmu pengetahuan difungsikan sebagai media eksploitasi alam demi kesejahteraan manusia. Maka dengan pandangan yang demikian sains alam dipergunakan semaksimal mungkin. Baca Husain Heriyanto, Paradigma Holistik, h. 63.

pembahasan ini tidak terkesan tanpa landasan metodologis-epistemik, maka penulis akan memaparkan sedikit pandangan sains tentang alam, dan mungkin ini akan terlihat dikotomis antara sains modern Barat dengan Timur. Namun tulisan ini tidak akan bergerak pada materi tersebut, karena dikhawatirkan akan terjebak pada wacana

eklektis dan gerakan islamisasi sains. 406 Karena banyaknya tokoh yang sangat berpengaruh dalam konstruksi sains

modern Barat ini, maka penulis akan mencoba melihatnya dari konteks paradigma yang dipandang sebagai paradigma Rene Descartesian (1596-1650) dan Newtonian.

Kedua tokoh ini telah melahirkan teori-teori yang sangat dikagumi dan telah menjadi cara pandang dunia ilmiah, yakni sains modern Barat. Pengaruhnya sangat besar terhadap perubahan dan lahirnya abad modern, kedua tokohnya juga disebut dapat mewakili filsafat dan sains modern. Descartes dikenal sebagai bapak filosof modern

sedangkan Newton dikenal sebagai tokoh pembangun sains modern. 407 Descartes melahirkan ide tentang hukum alam. Ia berpendapat bahwa Tuhan

merupakan pengatur alam dengan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan sejak awal mula penciptaan. 408 Descartes hadir dengan mendekonstruksi seluruh pemikiran

klasik. Ia menganjurkan untuk bebas dari semua yang berbau tradisi dan otorita dan pindah kepada pemikiran ynag rasional. Manusia yang berpikir adalah pusat segala sesuatu. Kesadaran sebagai subjek yang otonom, mandiri dan rasional inilah yang kemudian menjadi inti dan semangat peradaban modern Barat. Lebih lanjut dalam pemikiran Descartes bahwa alam kemudian dimatematisi yang kemudian melahirkan

Pandangan sekelompok muslim yang melihat sains modern Barat sebagai sains yang sekuler, karena didasarkan pada ketidakpercayaan pada Tuhan. Alam bergerak, berkembang dengan hukum-hukum yang sudah ada pada alam tersebut, dan tidak karena ketentuan Tuhan. Dengan sains yang demikian maka banyak terjadi krisis global, baik krisis ekologis, sosiologis, dan krisis psikologis. Dan atas semua itu sains tidak bertanggung jawab, karena sains modern Barat bersifat bebas nilai. Atas dasar penilaian tersebutlah maka para pemikir Islam mencoba melakukan gerakan islamisasi sains. Pada konferensi Islam pertama di Makkah tahun 1977 dicetuskanlah ide-ide tersebut, yang diambil dari ide sains Islam Seyyed Hossein Nasr, yang kemudian diikuti oleh al-Attas, al-Faruqi, dan Ziaduddin Sardar.

407 Husain Heriyanto, Paradigma Holistik, h.30-31 408 Budiyanto, Risalah Alam Semesta dan Kehidupan (Jakarta: G-Kreatif, 2006) cet. 1, h. 35.

pandangan bahwa alam merupakan mesin raksasa, alam bekerja sesuai dengan hukum-hukum mekanik dan segala sesuatu yang terdapat di alam materi dapat dijelaskan dalam pengertian tatanan dan gerakan dari bagian-bagian.

Newton melihat alam dalam tiga kerangka kerja dalam bentuk pertanyaan, yang kemudian melahirkan pandangan bahwa yang ada hanya materi dalam alam: Pertama , terdiri dari unsur apa saja alam ini? Newton melihat bahwa dalam alam ini hanya ada tiga realitas; materi, ruang, dan waktu. Kedua, apa yang disebut perubahan? Perubahan-perubahan hanya dilihat dan difahami sebagai perpisahan,

penggabungan dan pergerakan, dengan berbagai variasinya dari partikel yang tetap. Ketiga , bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi? dan semua perubahan itu terjadi dalam hukum fisika yang mengatur pergerakan materi dalam ruang dan waktu yang obsolut. 409

Maka cara pandang sains modern Barat yang demikian, secara historis- geneologis bisa dilihat pada paradigma sains yang lahir dari paradigma Cartesian- Newtonian. Sifat-sifat dasar dari paradigma ini adalah: pertama, subjektivisme- antroposentrisme. Konsep ini bersifat bahwa manusia merupakan subjek yang otonom dan dengan kemampuan rasionya ia menjadi pusat dari segala sesuatu. Ini terambil dari pandangan Descartes tentang cogito ergo sum (aku berpikir maka aku pun ada); kedua, konsep dualisme, dengan membagi realitas ke dalam subjek dan objek, manusia dan alam, namun lebih mengedepankan superioritas subjek pada objek. Kemudian bersifat mekanistik-deterministik. Paradigma Cartesian-Newtonian menganggap realitas dapat difahami dengan menganalisis dan memecah-mecahkan menjadi bagian-bagian kecil, lalu dijelaskan dengan mengukurnya secara kuantitatif. Hasil dari pengukuran bagian-bagian kecil tersebut lalu digeneralisir menjadi keseluruhan; ketiga, bersifat reduksionisme-atomistik. Hal ini memiliki anggapan bahwa alam dilihat sebagai sesuatu yang mati, tanpa makna simbolik dan kualitatif, tanpa nilai, tanpa citarasa etis dan estetis; keempat, bersifat instrumentalisme dan

Greg Soetomo, Sains dan Problem Ketuhanan, h. 30-31.

materialisme sainstime. 410 Dengan demikian, alam dipandang sebagai sesuatu yang dapat difahami hanya dengan mengukurnya secara partikular dan parsial. paradigma

Cartesian-Newtonian juga bersifat determistis. Paradigma ini melihat alam sepenuhnya sebagai sesuatu yang dapat dijelaskan, diprediksi dan dikontrol berdasarkan hukum-hukum yang deterministik sedemikian rupa sehingga mendapatkan kepastian yang sama dengan kepastian matematis. Dampaknya adalah, bahwa hukum kausalitas yang bersifat metafisik direduksi menjadi hukum fisik sehingga semua fenomena alam dijelaskan secara monokausal yang deterministik dan

linier. Kelima, materialisme-saintisme, yaitu konsekuensi dari empat konsep di atas. Meski Descartes dan Newton mempercayai Tuhan, akan tetapi pandangan epistemologi dan kosmologinya berwatak materialistik. Dalam dunia biologi, terdapat hal yang sama karena dipengaruhi oleh teori Darwin, alam dipandang sebagai entitas yang ada dengan secara kebetulan, hal ini dianggap mendukung materialisme dan menolak pandangan teistik (ketuhanan). Dengan demikian alam dipandang dapat direduksi kepada hukum-hukum fisika dan kimia yang dioperasikan melalui prinsip

keadilan. 411 Melalui pandangan di atas dapat difahami bahwa paradigma masyarakat

modern Barat cenderung bersifat reduksionisme-atomistik, bahwa alam merupakan mesin mati yang tanpa simbolik dan kualitatif, tanpa nilai, tanpa citarasa etis dan

estetis, alam hampa dari nilai-nilai spiritualitas. 412 Sebagaimana yang dikatakan oleh Whitehead, bahwa dalam pandangan masyarakat modern alam adalah sesuatu yang

mati, sepi, tidak bersuara, tidak berbau, tidak berwarna, alam hanyalah sebuah materi yang tidak bertujuan dan tidak bermakna. 413 Selanjutnya, paradigma semacam ini

dipandang juga sebagai yang bertanggungjawab atas penyakit-penyakit yang diderita oleh manusia akibat cara pandang yang rasionalis-empirik dan pragmatis. Masyarakat

Husain Heriyanto, Paradigma Holistik, h. 47-48. 411 Husain Heriyanto, Paradigma Holistik, h. 53.

412 Spiritualitas dalam pandangan Rudolf Otto secara sederhana namun general memaknai spiritualitas sebagai pengalaman yang suci

413 Husain Heriyanto, Paradigma Holistik, h. 48.

modern kemudian hidup dalam ketidakpastian arah, kehilangan makna hidup, meterialistik, agama telah dimarjinalkan dalam kehidupan. Dengan pola hidup yang demikian, maka manusia modern menjadi manusia yang penuh dengan ambisi material, sehingga sikap arogan terhadap alam menjadi tumbuh dan lahirnya alam dieksploitasi sedemikian rupa dengan sains dan teknologi sebagai medianya. Maka implikasi adalah terjadinya krisis yang telah disebutkan di atas tadi. Lalu sains menjadi tersangka, padahal sains hanya merupakan alat, media yang hanya tunduk pada instruksi manusia, sang khalifah di bumi.

Sebenarnya tak dapat disangkal bahwa sains dan teknologi memberikan kemudahan dalam proses perjalanan hidup manusia. Sentuhan teknologi telah mendukung dan memperlancar segala aktifitas sehingga menjadi efektif dan efisien,

mulai dari yang sederhana ke yang paling canggih. 414 Dalam al-Quran banyak ayat yang berbicara tentang teknologi. Meskipun secara sederhana namun pembicaraan

mengenai hal itu menjadi informasi dalam pengembangan selanjutnya, terlebih dalam fungsionalisasi untuk hal-hal yang baik dan jauh dari kesan merusak. Pada Q.S. Hud

(11): 37 415 dijelaskan bagaimana Nuh membuat kapal sebagai upaya penyelamatan atas kaumnya; teknologi manufaktur berupa peleburan besi dan timah untuk berbagai

keperluan diperoleh dari informasi kisah Daud dan Zulkarnain dalam Q.S. al-Kahfi (18): 96 416 ; demikian pula dengan teknologi kelautan yang menyebutkan ada sumber

Pada masyarakat muslim abad pertengahan, sains merupakan satu usaha kultural ekstensif yang mengisi pikiran dan menguras banyak energi para ilmuan. Gerakan penerjemahan buku-buku Yunani yang memuat ilmu pengetahuan dijadikan sumber riset untuk mengungkap rahasia alam. Bukti riil dari adanya kegiatan ini adalah dibangunnya perpustakaan negara yang diberi nama Bait al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) pada masa kekhalifahan Abbasiyah, Harun al-Rasyid (786-809) dan mencapai kesempurnaan pada kekhalifahan anaknya, al-Ma'mun. Rumah ini menjadi pusat riset yang diakses oleh banyak peneliti dan penerjemah pada periode itu. Lihat John L. Esposito, Sains-Sains Islam (Jakarta: Inisiasi Press, 1999) cet. 1, h. 10.

Dan buatlah bahtera itudengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.

Berilah aku potongan-potongan besi! hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain:"Tiuplah (api itu)". Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti ) api, diapun berkata:"Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar ku tuangkan ke atas besi panas itu".

Informasi di atas memberikan gambaran bahwa dalam mengkaji dan menghadapi fenomena di alam, manusia dituntut untuk memakai sebuah perangkat atau media. Salah satu media tersebut adalah sains dan teknologi. Terlepas dari mana sains dan teknologi tersebut berasal, salah satunya adalah sains dan teknologi modern Barat. Sains ini mampu mengungkap misteri alam, dan telah berhasil

menyumbangkan teknologi bagi kebutuhan manusia, sehingga semua aktifitas dan kebutuhuan material manusia sedikit tidak dapat terpenuhi. Orang tidak perlu melihat pada paradigma sains tersebut, karena positif dan negatif dari sains itu tergantung pada manusia yang mempergunakannya. Jika teknologi yang dipergunakan untuk eksploitasi alam secara berlebihan, dalam arti sampai melewati batas hukum yang sudah berlaku pada alam tersebut, maka alam pun akan mendatangkan bencana bagi manusia. Dalam Q.S. ar-Rûm (30): 41 disebutkan bahwa terjadinya kerusakan di darat dan laut disebabkan oleh manusia itu sendiri.

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)

Term "kerusakan" pada ayat di atas diartikan sebagai kesukaran dan kemaksiatan. 417 Pengertian ini tidak baku karena Tanthâwî Jauhârî bersikap lebih

realistis terhadap kandungan ayat ini. Kerusakan diartikan sebagai segala bentuk penyakit dan bencana yang menimpa manusia, baik karena dirinya sendiri ataupun karena orang lain. Semua itu disebabkan karena tidak diperhatikannya unsur-unsur

417 Lihat misalnya Hasbi Ash-Shiddiqi, Tafsir al-Bayan (Semarang: Pustaka Rizki Putera, 2002) h. 920.

kesatuan lingkungan. 418 Secara umum, pesan ayat ini adalah, setiap manusia memiliki hak -sebagai khalifah- untuk memanfaatkan alam demi kesejahteraan manusia. Akan

tetapi hak tersebut dibatasi oleh hak masing-masing entitas di alam. Artinya, human domination -sebagaimana Bacon- tidak berarti bersikap semena-mena terhadap alam. Alam memiliki hukum sendiri yang diciptakan Tuhan, yang jika diabaikan akan

mengakibatkan kerusakan. Tuhan menciptakan alam tidak dengan sia-sia. Ada hubungan erat antara Tuhan dengan ciptaan-Nya, dimana alam menjadi media untuk mengenal Tuhan. Sains dan teknologi bukanlah alat untuk "menciptakan" dunia baru,

melainkan untuk "memahami" dan "menemukan" kebenaran yang sejak semula telah ada dan berfungsi dalam lingkungan luar diri manusia. Dengan peran manusia yang begitu besar dalam mengelola tatanan lingkungan, maka kehidupan ini sebenarnya bergantung pola perilakunya terhadap alam. Dalam konteks manusia modern, sains dan teknologi menjadi media untuk ekploitasi alam secara besar-besaran untuk keuntungan manusia.

Peter Larkin menilai kemajuan sains dan teknologi yang dalam era modern telah membuka jalan bagi manusia untuk mengekspresikan dirinya dengan seluas mungkin; tenaga uap memungkinkan penebangan pohon dan pembajakan lahan dapat dilakukan dengan skala lebih besar dari sebelumnya; pengembangan beton bertulang membuka kemungkinan didirikannya bendungan raksasa baru. Tentu manusia yang berpengalaman dan memiliki visi kemanusiaan dapat melihat bahwa penggunaan

berlebihan atas penemuan ini akan mencelakakan peradaban di masa depan. 419 Pada dasarnya tidak ada masalah dengan perkembangan sains dan ilmu pengetahuan. Yang

menjadi masalah adalah cara pandang terhadap alam dengan menggunakan logika dominasi yang mengunggulkan yang satu sambil meremehkan yang lain. Dengan logika ini, jiwa lebih diutamakan daripada tubuh, pikiran dan rasionalitas lebih diutamakan daripada perasaan dan emosi, fakta lebih penting daripada nilai intrinsik,

Thanthâwi Jauharî, al-Jawâhir, juz 15, jilid 8, h. 96-100. 419 Peter Larkin, "Konservasi", dalam Grolier International, Inc., Ilmu Pengetahuan Populer

(Jakarta: PT. Widyadara, 2005) jilid 4, h. 3.

kuantitas lebih penting daripada kualitas dan subjek lebih penting daripada objek. 420 Sehingga dengan ini, manusia menjadi penguasa di bumi melalui kemajuan sains dan

teknologi yang dicapainya, kemudian merasa bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya untuk keuntungan dalam hidup.

Dalam kaitannya dengan keadaan iklim sekarang ini, cara pandang yang memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersifat keuntungan material semata telah mengakibatkan ketidakadilan terutama bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Perkembangan sains dan teknologi kemudian menjadi alat untuk mengeksplorasi

kekuasaan tertentu untuk tujuan tertentu pula. Walhi menyebutnya sebagai sinyal gagalnya model pembangunan global yang cirinya antara lain, pemujaan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi setinggi-tingginya oleh individu-individu, dan persaingan demi mencapai tingkat konsumsi yang tinggi. Atas dasar itu kemudian ditentukan pembagian kerja antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang, dimana negara berkembang diletakkan sebagai penyedia bahan mentah dan industri kotor bagi konsumsi boros dan berlebihan di negara-negara maju. Dengan kondisi itu, negara berkembang dipaksa untuk mengambil hutang dari negara maju sehingga terjebak pada kemiskinan dan keterbelakangan karena hutang dipergunakan demi melegitimasi ekspor bahan mentah secara murah keluar negeri. Ciri lain yang ditunjukkan dari eksploitasi kemajuan sains dan teknologi serta ekspresi gaya hidup yang berlebihan adalah standar ganda dalam pemeliharaan lingkungan demi mempertahankan pasokan bahan mentah murah yang

menghancurkan sosio-ekosistem penting di beberapa negara. 421 Amin Abdullah menyatakan bahwa dua faktor penting dalam hal ini: internal

dan eksternal. Faktor eksternal erat kaitannya dengan intervensi negara-negara maju yang hendak mempertahankan dominasi dan supremasi kekuatan ekonomi dan tingkat standar hidup manusia yang tinggi. Adapun faktor internal, disebabkan karena

A. Sonny Kerap, Etika Lingkungan, h. 254. 421 Walhi, Kenali Perubahan Iklim, Risiko dan Masalahnya (Jakarta: Penerbit Walhi, 2007) h.

himpitan yang datang dari intern negara yang bermaksud meningkatkan perekonomian rakyat dengan cara meniru pola hidup negara-negara maju melalui

eksplorasi industri, khususnya menyangkut pemanfaatan sumber daya alam. 422 Dalam Islam, apapun bentuk perubahan dalam hidup manusia merupakan hal yang wajar

(sunnatullah) bahkan dapat dinilai sebagai manifestasi dari adanya dinamika kehidupan manusia bahkan wujud dari tabiat manusia yang selalu ingin berubah, termasuk dalam hal ini imitasi masyarakat negara berkembang terhadap negara maju. Yang menjadi persoalannya, bagaimana sikap imitasi ini diarahkan sedemikian rupa

sehingga berorientasi pada nilai-nilai (value oriented) baik menyangkut aspek profanitas maupun transendental dengan cara mempertahankan kemaslahatan hidup dan menggali nilai-nilai kebaikan dari perubahan yang terjadi. Dengan demikian, memposisikan manusia menjadi subjek yang otonom di alam ditambah pandangan yang berparadigma pragmatis-materialis dalam hubungannya dengan interaksi global, justru akan menghadapi dampak dan resiko besar dalam hidup, terutama dalam proses terjadinya pemanasan global yang terus meningkat. .

Degradasi Lingkungan: implikasi perilaku manusia vis a vis teknologi

Dewasa ini, manusia dihadapkan pada persoalan yang nyata terkait dengan pertanyaan akan kehidupan manusia di masa mendatang. Pemanasan global yang mengganggu sistem iklim alam semakin terasa imbasnya dalam berbagai sektor kehidupan; pertanian, kehutanan, dan kesehatan manusia. Tentu realitas ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan disebabkan oleh keterkaitan antar unsur yang mengalami gangguan. Dalam masyarakat industri, manusia menciptakan ekosistem seperti kota-kota besar yang sangat khusus sehingga akibatnya sangat rawan. Manusia membuat ekosistem berjalan dengan kekuatan yang kasar melalui penerapan padat teknologi sehingga mengakibatkan banyak pencemaran. Kekuatan kasar yang

Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Post Modernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997) h. 191.

dimaksud adalah egoisme manusia yang memaksa penggunaan mesin-mesin dalam menggali keuntungan di alam. Dari awal, al-Quran memberi isyarat bahwa manusia memang memiliki kecenderungan terhadap hal-hal yang berbau keindahan dan kemewahan, seperti diungkapkan dalam penggalan ayat sebagai berikut:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa- apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari

jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. Ali Imran (3):14)

Kata yang digarisbawahi pada penggalan ayat di atas diartikan sebagai kecenderungan yang harus dipenuhi untuk memiliki dan menguasai harta benda. 423

Tidak cukup dengan satu hal manusia berpindah target ke hal yang lain, seperti yang disampaikan dalam sebuah hadis: "seandainya seseorang memiliki dua bukit emas, dia masih mengharap memiliki tiga. Tak ada yang bisa memenuhi keserakahan manusia kecuali tanah (mati) ." (HR. Bukhari dan Muslim). Memang, kecintaan kepada kemegahan dan kemewahan dunia itu adalah naluri manusia yang memacunya untuk mengerahkan segala kemampuan dalam hidup. Akan tetapi seringkali media yang digunakannya memberikan efek negatif kepada lingkungan. Capaian teknologi digunakan untuk mengeruk kandungan emas dan tembaga di alam tanpa memperhatikan side effect (efek samping) terhadap lingkungan, atau sisa produksinya mencemarkan habitat air tawar atau air laut, kemudian berdampak terjangkitnya komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah itu oleh beberapa penyakit yang terkait dengan pencemaran.

Baca analisa Darwis Hude, et.al., Cakrawala Ilmu, h. 145.

Ada dua faktor mendasar yang membuat pencemaran menjadi masalah ekologi: pertumbuhan penduduk 424 dan teknologi. Artinya, semakin banyak populasi

dunia, maka semakin besar kebutuhan manusia akan teknologi. Kombinasi antara kedua faktor ini berarti bahwa manusia sedang berada pada ruang penggunaan energi dan bahan mentah dalam jumlah yang besar yang berasal dari bumi. Jika tidak disikapi dengan baik, berarti manusia sedang menggali lubang besar bagi kotoran

yang mengakibatkan krisis ekologi dalam skala dunia. 425 Krisis ekologi disebut juga sebagai pencemaran lingkungan, dalam arti masuk atau dimasukkannya makhluk

hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan akibat kegiatan manusia atau akibat proses alam sehingga kualitas lingkungan menurun sampai ke tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan

menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. 426 Degradasi lingkungan merupakan imbas dari eksploitasi alam besar-besaran untuk memenuhi

kebutuhan fisik tanpa memperhatikan daya dukung alam. Pola eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran itu terjadi di Eropa dan Amerika Utara sejak tujuh abad yang lalu.

Kegiatan yang dibiarkan secara terus menerus ini mendatangkan kekhawatiran akan habisnya sumber daya alam untuk masa mendatang, bahkan kecepatan laju peningkatan eksploitasi sanggup mengubah dan merusak lingkungan. Kenaikan dalam kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan dari produksi bertambah dengan kecepatan yang jauh lebih pesat dibandingkan dengan pengetahuan dan kepedulian

Hingga saat ini, penduduk dunia telah mencapai 5 milyard orang, tingkat penambahan pertahunnya mencapai 140 juta . Lihat Chafed Fandeli, Analisis mengenai Dampak Lingkungan: Prinsip Dasar dan Pemapanannya dalam Pembangunan , (selanjutnya disebut Analisis mengenai Dampak Lingkungan), (Yogyakarta: Liberti, 1992) cet. 1, h. 2.

425 Henry Lansford, "Pencemaran Lingkungan", dalam Grolier International, Inc., Ilmu Pengetahuan Populer , h. 56.

426 Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Penerbit Buku Kesehatan

EGC, 2007) cet. 1. h. 6.

manusia tentang komponen ekosistem dan interdepensi antar komponen. 427 Dengan begitu, sikap dan pandangan yang didasarkan pada rasionalitas sebagaimana

masyarakat modern untuk mengeksploitasi sumber daya alam telah mengalahkan kebijakan dan pandangan tradisional yang dianggap lebih ramah terhadap lingkungan.

1. Pencemaran Air Pencemaran air memberikan efek yang vital dalam berbagai unsur dalam alam. Kualitas air yang tidak baik berpengaruh pada tanah dan tumbuhan. Al-Quran menjelaskan:

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (Q.S. al-A’raf (7): 58)

Hukum Tuhan yang tampak dalam fenomena ini adalah perbedaan kualitas tanah akan berdampak kualitas tumbuhan yang dihasilkan dari proses interaksi benih, air, udara dan tanah. Oleh karenanya, pencemaran air menjadi salah satu alasan bagi rawannya kehidupan habitat tertentu. Perhatian nyata mengenai pencemaran air pertama kali muncul pada akhir abad 19. Revolusi industri telah memacu pertumbuhan kota dan kebiasaan membuang kotoran ke sungai terdekat sehingga mengubah sungai-sungai itu menjadi ladang sampah yang mencemarkan. Pabrik- pabrik industri merupakan ancaman yang lebih besar bagi ekosistem air. Pabrik membuang limbah yang membutuhkan oksigen 3 atau 4 kali lipat dibanding selokan yang juga membuang racuk ke dalam air. Memang, teknologi berpeluang untuk mendatangkan perbaikan, akan tetapi proses-proses kimiawi yang baru dan kompleks

Soenarto Adisoemarto, et.al., Sumber Daya Alam sebagai Modal dalam Pembangunan, (selanjutnya disebut Sumber Daya Alam), (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998) h. 14.

yang dipakai dalam industri telah meningkatkan kemungkinan melepaskan zat pencemar kimiawi yang berbahaya dan sulit dikontrol. 428

Walhi menyatakan bahwa sekarang ini manusia sedang mengalami kelangkaan air bersih karena sumber-sumber air baku seperti menurunnya debit air sungai, menghilangnya banyak mata air, menurun dan tercemarnya permukaan air tanah. Hilangnya sumber-sumber itu berhubungan dengan rusaknya kawasan tangkapan air di pegunungan dan dataran tinggi. Hutan yang sedianya adalah ekosistem penangkap dan pelindung ketersediaan air, kini hilang akibat beralih fungsi

menjadi kawasan pemukiman, pertanian, dan perkebunan. Selain itu, sungai dijadikan sebagai tempat sampah, eksploitasi air tanah juga dilakukan secara berlebihan. pencemaran dan kelangkaan air ini erat hubungannya dengan perubahan iklim. Perubahan iklim dicirikan dengan meningkatnya suhu bumi dan cuaca ekstrim seperti kekeringan berkepanjangan dan intensitas curah hujan yang tinggi. Dengan demikian, rusaknya lingkungan alam seperti kawasan resapan, vegetasi, struktur tanah akibat pembangunan manusia dapat memperparah ketersediaan air jika terjadi cuaca ekstrim. Pada musim kering, danau dan sungai menjadi kering akibat meningkatnya penguapan, pori-pori tanah pun menjadi tambah menguat vegetasi tidak ada di

atasnya. 429 Jika kembali pada pembagian sumber daya alam, dimana air masuk dalam

kategori sumber daya yang terbarukan (renewable resources), maka sepenuhnya hal ini benar ketika tingkat eksploitasi masih belum tinggi, dan yang lebih penting ialah dampak akibat produksi berbagai jenis limbah masih belum terlalu menimbulkan kekhawatiran. Masuknya air dalam kategori di atas hanya benar ketika ekosistem masih memiliki kemampuan untuk melakukan purifikasi diri. Kenyataan yang

Merkuri adalah salah satu zat pencemar yang disebabkan oleh industri. Merkuri adalah limbah yang bergerak sepanjang rantai makanan dari air dan tumbuhan ke ikan, burung dan manusia. Lihat Henry Lansford, "Pencemaran Lingkungan", dalam Grolier International, Inc., Ilmu Pengetahuan Populer , h. 60.

429 Walhi, Kenali Perubahan Iklim, h. 3-4.

muncul akhir-akhir ini, air kemudian dimasukkan dalam kategori sumber daya alam yang terbatas, bahkan tak dapat terbarukan (non-renewable resources)

Puslitbang Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, P.E. Hehanusa 430 menyatakan bahwa daur hidrologi (the hidrologic cycle) sebagai mata

rantai abadi yang menyediakan air telah mengalami putus rantai. Berbagai perubahan antropogenik terjadi sedemikian besarnya sehingga sumber daya air tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya dengan sempurna. Pencemaran air secara kimia telah terjadi dengan cepat sehingga setengah dari massa air dunia telah tidak dapat terbarukan

kembali. Krisis air ini muncul lebih awal karena pengelolaan lingkungan hanya disandarkan pada konsep eksploitasi. Namun begitu, terbarukan tidak hanya dilihat dari air yang sekarang ini mengalami pencemaran, akan tetapi ekosistem lain mesti diperhatikan sebagai penunjang keberadaan air. Memang jumlah air di dunia menurut hukum termodinamika tidak mungkin berkurang, akan tetapi daya dukung lingkungannya untuk rehabilitasi dan pemurnian diri sudah sedemikian berubah sehingga terjadi ketidakseimbangan.

2. Pencemaran Udara Kualitas udara dewasa ini sedang diracuni oleh hasil sampingan

perkembangan masyarakat teknologi. Kabut asap melalui sektor industri dan pemanfaatan energi adalah faktor penting pencemaran udara. Senyawa tertentu yang terdapat pada buangan kotoran kendaraan berupa hidrokarbon, gas dan oksida- nitrogen, memang tidak tampak ketika menaiki atmosfer, akan tetapi begitu berada di udara, senyawa itu bereaksi karena pengaruh sinar matahari kemudian membentuk ramuan kabut fotokimia. Reaksi ini adalah bentuk pencemaran yang berbahaya dan membuat pernafasan terganggu. Agus P. Sari (2003) mengemukakan bahwa pencemaran udara tidak bisa dikotak-kotakkan. Pencemaran yang terjadi di satu tempat akan dirasakan pula dampaknya di tempat lain. Demikian pula, pencemaran

P.E. Hehanusa, "Antisipasi Krisis Air di Awal Abad 21", dalam Sumber Daya Alam, h. 14.

yang dihasilkan oleh satu orang akan dihirup pula oleh yang lain. 431 Selain dampak terhadap kesehatan, kualitas udara yang buruk juga memberikan dampak negatif

terhadap kualitas lingkungan, misalnya dengan terjadinya hujan asam. Sebagai contoh, pada tahun 1997 terjadi bencana besar kebakaran hutan yang mengakibatkan jumlah gas dan debu di atmosfer meningkat secara drastis mencapi pH 4,98. Gas dan debu yang dihasilkan mengandung oksida nitrogen dan oksida belerang, akibatnya pada saat turun hujan maka oksida-oksida tersebut larut dalam air hujan dan menjadikan air hujan menjadi asam. Hujan masam pada akhirnya akan

mengakibatkan kerusakan tumbuhan dan peningkatan keasaman tanah, kemudian berimbas pada kegiatan pertanian yang menjadi terganggu. Dampak yang serupa juga

terjadi pada kehidupan akuatik seperti sungai, danau dan laut. 432 Pencemaran udara memberikan akibat yang luas efeknya terhadap manusia

dan kehidupan lainnya, bahkan terhadap benda mati sekalipun. Sama halnya dengan pencemaran air, pencemaran udara juga memiliki akibat yang sangat berbeda terhadap iklim; bumi menjadi lebih panas dalam efek rumah kaca. Artinya, karbondioksida yang berada di atmosfer transparan bagi energi panas gelombang pendek dari matahari, cenderung menghalangi energi panas gelombang panjang yang dipancarkan keluar dari bumi. Menetapnya karbondioksida dan zat-zat lain di atmosfer yang dihasilkan dari pembakaran minyak bumi dan sumber energi lainnya, kemudian menahan lebih banyak panas di sana sehingga menaikkan suhu rata-rata bumi.

Gambar 4.1: Pencemaran udara akibat eksplorasi energi melalui

industri secara bebas. Sumber:William P. Cunningham

Agus P. Lestari dalam pengantarnya pada Shanty M.F. Syahril, Udara Bersih Hak Kita dan Barbara Woodworth Saigo, Bersama (Jakarta: Pelangi, 2003) h. i.

Environmental Science: A Global Shanty M.F. Syahril, et.al., Udara Bersih Hak Kita Bersama, h. 3-4. Concern (New York: McGraw-

Pencemaran ini kemudian berlangsung secara terus menerus didukung oleh keberadaan teknologi berbahaya seperti senjata nuklir dan industri petrokimia. 433

Memang kemajuan teknologi telah memberikan kesempatan bagi manusia untuk improvisasi kehidupan, akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah kemajuan yang sedang diusahakan sudah dianggap baik dengan munculnya beragam masalah lingkungan yang mengancam populasi dunia? Bagi penulis, kemajuan tidak banyak berarti jika hanya mendatangkan permasalahan yang lebih besar dibanding solusi memecahkannya. Secara sadar atau tidak sadar dalam beraktifitas manusia menghasilkan emisi pencemar yang dilepas ke udara. Semakin meningkat jumlah aktivitas yang dilakukan serta waktu yang dipakai untuk melakukan aktivitas tersebut, maka jumlah emisi pencemar yang dikeluarkan ke udara pun semakin meningkat. Udara sebagai kebutuhan pokok manusia dan makhluk hidup lainnya sangat berbahaya jika sudah tercemar oleh berbagai zat berbahaya. Akibat yang ditimbulkan bermacam-macam mulai dari gangguan pernapasan sampai kanker jika menghirup zat-zat tertentu dalam jangka waktu lama.

Secara umum, sumber pencemaran udara dibedakan atas: 434

a. Sumber Bergerak Kegiatan yang masuk dalam kategori ini adalah transportasi, baik di darat, air maupun udara. Selama bahan bakar digunakan sebagai tenaga penggerak, dapat

William P. Cunningham dan Barbara Woodworth Saigo, Environmental Science: A Global

Concern (New York: McGraw-Hill, 2001) edisi 6, h. 50.

434 Klasifikasi ini berdasarkan penggolongan yang dilakukan WHO (World Health Organisation ), yaitu organisasi yang konsen terhadap masalah-masalah kesehatan di dunia.

dipastikan akan menghasilkan pencemaran udara. Transportasi darat, khususnya penggunaan kendaraan bermotor, merupakan sumber utama polusi di kota-kota besar. Hampir seluruh jenis zat pencemar yang beredar di udara dihasilkan dari gas buang

kendaraan bermotor. 435

b. Sumber Tidak Bergerak Yang dimaksud dengan pencemar jenis ini adalah sumber emisi yang tetap

pada suatu tempat, seperti; Industri, pada kegiatan ini, polusi udara dikeluarkan terutama pada proses produksi. Selain itu penggunaan peralatan seperti mesin

manufaktur umumnya juga menyebabkan polusi; Pembangkitan tenaga listrik, kegiatan pembangkitan tenaga listrik terutama yang menggunakan batu bara, menghasilkan polusi paling besar dibandingkan minyak dan gas. Penggunaan listrik yang boros secara tidak langsung juga menghasilkan polusi yang cukup berarti; Kebakaran hutan, penyebab kebakaran hutan di antaranya adalah terjadinya musim kemarau yang berlangsung lama sehingga ranting-ranting pohon yang kering mengalami gesekan dan menjadi sumber api. Namun pada dekade terakhir ini, kebakaran hutan seringkali terjadi karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, dengan alasan untuk membuka lahan hutan; Pembakaran sampah, kurangnya sistem penanganan sampah yang baik dalam lingkungan adalah salah satu sebab sehingga masyarakat berinisiatif untuk menangani sampah sendiri dengan membakarnya. Proses pembakaran inilah yang berperan dalam meningkatkan polusi di udara.

c. Sumber dalam ruangan (Indoor Pollution) Yang masuk dalam jenis ini adalah: Kegiatan rumah tangga, terutama yang dilakukan dalam rumah atau menggunakan kayu bakar tanpa disertai sistem penanganan udara yang memadai; Asap rokok, adalah pencemar udara yang membahayakan kesehatan orang-orang di sekitar yang terpaksa harus menghirupnya.

Macam-macam pencemar itu antara lain partikel debu halus (PM10), karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), timbal (Pb), nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida(SOx). Lihat Budiman Chandra, Keehatan Lingkungan, h. 81.

Kegiatan merokok menjadi lebih membahayakan bagi orang-orang di sekitar ketika dilakukan di ruang tertutup seperti di dalam rumah, ruang kelas, restoran, atau dalam

angkutan umum 436 Point penting yang ingin penulis sampaikan berdasarkan klasifikasi yang

disebutkan di atas adalah bahwa kegiatan manusia yang antropogenik adalah faktor penting terjadinya perncemaran udara. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam al-Quran bahwa seringkali kerusakan yang ditimpa manusia, diawali oleh ulah

manusia itu sendiri (QS. ar-Rûm (30):41). 437 Akibatnya, muncul beragam persoalan dalam hidup, salah satunya seperti yang sedang dibahas dalam bagian ini, yaitu

pencemaran udara. Secara umum, efek pencemaran ini antara lain:

1. Meningkatnya angka kesakitan dan kematian pada manusia, flora dan fauna

2. Mempengaruhi kuantitas dan kualitas sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan mempengaruhi proses fotosintesis pada tumbuhan

3. Mempengaruhi dan merubah iklim

4. Merusak cat, karet dan bersifat korosif terhadap benda yang terbuat dari logam

5. Meningkatnya biaya perawatan bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya.

6. mengganggu penglihatan dan dapat meningkatkan angka kasus kecelakaan lalu lintas di darat, sungai maupun udara. 438

Dengan efek ini, maka manusia membuat rugi dirinya sendiri karena memilih pola hidup yang cenderung konsumtif tanpa mengindahkan aturan-aturan tidak

Lebih rinci mengenai pulusi udara dan estimasi kandungannya secara statistik, baca Ricard J. Hickey, Air Polution, dalam William M. Murdoch, Environment, h. 189

437 Pada awal penunjukan manusia menjadi khalifah, malaikat mengajukan "protes" terhadap Tuhan. Manusia dianggap hanya bisa berbuat aniaya terhadap sesamanya, bahkan kepada alam. Tuhan

menjawab "protes" malaikat itu dengan firman-Nya bahwa malaikat tidak mengetahui apa yang menjadi pengetahuan Tuhan (Q.S. al-Baqarah (2): 30). Bagi penulis, ayat ini menegasikan bahwa potensi manusia lebih kompleks dibanding malaikat yang hanya bertasbih. Manusia memiliki potensi untuk baik dan jahat; apabila mengikuti dorongan jahatnya, maka ia menjadi manusia yang berpotensi merusak, baik untuk dirinya maupun orang atau makhluk lain; begitu sebaliknya.

438 Budiman Chandra, Kesehatan Lingkungan, h. 79.

tertulis dalam lingkungan hidup. Jika melihat sepintas paparan di atas, sedemikian ketatkah aturan yang harus dijalankan manusia? Apakah manusia tidak boleh menikmati kehidupannya? Tentu tidak demikian, Tuhan menjadikan bumi dan segala isinya untuk dimaanfaatkan seluas-luasnya bagi manusia, akan tetapi dalam pemanfaatannya tidak bersifat bebas mutlak namun dibatasi oleh hak-hak orang lain. Alam juga bukanlah tujuan tapi sebagai sarana untuk memahami Tuhan. Larangan untuk tidak hanyut dan tenggelam dalam kehidupan yang materialis dan hedonis yang akan menghancurkan dirinya bukan berarti melarang manusia untuk menikmati

kehidupannya, justru dalam Islam terdapat anjuran untuk memakai pakaian yang bagus dan bersih, makan dan minum yang enak dan halal dengan tidak berlebihan serta memiliki ajaran moral lainnya yang semata-mata membimbing manusia untuk tidak saja menjaga diri, jiwa dan kehormatannya, pada saat yang sama

menyelamatkan makhluk lain yang memiliki hak yang sama dengannya. 439 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua makhluk yang menetap di muka bumi

memiliki hak memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan anugerah Allah SWT., yang dihamparkan di muka bumi. Tidak diperkenankan bagi manusia untuk memonopoli alam dengan semena-mena, karena pada dasarnya SDA adalah sarana manusia untuk menjalankan misinya sebagai khalifah di muka bumi dan media untuk mengenal Tuhan.