Perubahan cuaca dan keamanan pangan

D.1. Perubahan cuaca dan keamanan pangan

Di beberapa laporan mengenai perubahan iklim dengan pemanasan global sebagai unsur pentingnya, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere ) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim

dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. 131 Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang

menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini

Panel antar-pemerintah untuk perubahan iklim diketuai oleh R.K Pachauri (2007). Lihat

Greenpeace International, Energy Revolution, h. 3.

127 Program lingkungan PBB 128 Konferensi Lingkungan dan Pembangunan PBB 129 Program Iklim dunia 130 WWF dalam laporannya, Habitat at Risk 2002, menyebutkan bahwa jika emisi karbon

meningkat 2X lipat 100 tahun mendatang, maka diperkirakan 80% spesies tanaman dan binatang akan punah. Hadi S. Ali Kodra, "Kapasitas Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup", Diktat Seminar Kajian Islam Komprehensif (Jakarta: Pascasarjana UIN Jakarta, 2007) h. 45, t.d.

131 The Climate Change Action Network, Climate Change, h. 6.

disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata- rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.

Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan

terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim. 132 Di sektor pertanian, penurunan curah hujan mengakibatkan bencana bagi

petani miskin di daerah anak sahara yang kering dan setengah kering di Afrika, timur laut Brazil dan sebagian Pakistan serta India. Daerah-daerah yang mengandalkan air melalui hujan musiman akan menemui masalah yang besar jika terjadi perubahan besar dalam arah angin musiman.

Gerald Foley (1993) mengutip hasil analisa Ahli Pesemakmuran mengenai kondisi pertanian global sebagai berikut:

Kerentanan pertanian terhadap perubahan iklim terjadi tidak hanya karena tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap kisaran tingkat dan pola hujan yang sempit, tetapi juga pada kondisi kemiskinan, pertumbuhan populasi yang tinggi dan tekanan lingkungan yang khas-termasuyk erosi dan desertifikasi; kondisi ini menyebabkan persesuaian terhadap praktek-praktek pertanian yang berbeda menjadi sulit. Daerah-daerah setengah kering saat ini sudah dicirikam oleh kekurangan gizi yang luas serta menurunnya produksi

Don Vincenzo, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, What's That?, dalam http://www. Mail-archive.com, diakses pada 6 Maret 2008.

pangan per kapita. Perubahan iklim dapat memperburuk situasi jika mengakibatkan meningkatnya frekuensi dan kadar kekeringan. 133

Dari data yang diperoleh dari berbagai lembaga mengenai lingkungan, dapat diperoleh sebuah hipotesa bahwa kebebasan manusia dapat mengelola alam atas dasar keuntungan semata, telah mempersulit kehidupannya sendiri. Di tahun 1998 saja tercatat bahwa kekeringan dan suhu tinggi saat itu telah menurunkan hasil gabah hingga 30 persen. Atas dasar angka yang demikian, terjadi kelangakaan tingkat produksi sehingga harga melonjak tinggi. Di Indonesia, Walhi mencatat adanya kegagalan di sektor pertanian di beberapa daerah seperti Kalimantan dan Sumatera, karena terjadi kekeringan panjang sehingga petani tidak bisa memulai masa tanam di

masa yang seharusnya telah memasuki masa tanam. 134