Penyajian Data Pola Sosialisasi Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Deskriptif: di Panti Asuhan Karya Murni Jl. Karya Wisata Kecamatan Medan Johor)

memerlukan latihan yang serius, teratur, tekun dan berani untuk memfungsikan organ tubuh yang lainnya yang dapat membantu mereka. Kualitas kemampuan orientasi dan mobilitas anak tunanetra menurut Lowenveld, ternyata sangat dipengaruhi oleh locomotion dan orientasi mental. Locomotion dapat diartikan sebagai gerakan organisme dari suatu tempat ke tempat lain atas usaha organisme itu sendiri, sedangkan orientasi mental dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengenali lingkungan sekitarnya serta hubungan dirinya dengan sekitarnya. Moerdiani, 1987 Anak tunanetra yang berada di panti asuhan juga mendapatkan pembelajaran mengenai orientasi mobilisasi melalui pendidikan formal dan setiap harinya mereka lakukan dipanti asuhan.

4.3 Penyajian Data

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 di Panti Asuhan Karya Murni, informasi yang diperoleh merupakan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada staf yang bekerja di panti asuhan dan alumni dari Panti Asuhan Karya Murni. Data yang akan di analisis adalah data hasil penyebaran kuesioner yang telah diisi dengan baik, maka hasil-hasil dari penelitian tersebut akan di analisis untuk lebih lanjut dapat menjawab tujuan dari penelitian Hasil penelitian yang ini akan ditabelkan melalui tabel tunggal dan tabel silang dengan analisis data.

4.3.1 Analisa Tabel Tunggal

Universitas Sumatra Utara Analisis tabel tunggal, yaitu analisis yang dilakukan dengan membagi variabel penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari kolom yaitu sejumlah frekuensi dan presentase untuk setiap kategori Singarimbun, 1995:266. Penelitian yang telah dilakukan dilapangan dengan wawancara dan menyebarkan kuesioner. Setelah data diperoleh dan terkumpul semua, peneliti membagi kedalam kategori untuk dianalisis dan diolah seperti berikut:

4.3.1.1 Karakteristik Responden

Untuk mengenali responden, peneliti menggunakan kuesioner yang juga berisi esay profil untuk diisi oleh responden. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang didapat dengan menggunakan kuesioner, maka dapat diperoleh karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan, agama, dan suku. Untuk lebih jelasnya akan diolah dan disajikan kedalam tabel – tabel hasil penelitian berikut: Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia Frekuensi Persen 21-29 30 85.71 30-38 5 14.29 39-47 48-56 Universitas Sumatra Utara 57-65 66-74 Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat frekuensi usia 21-29 ada 30 responden 85.71 lebih banyak daripada frekuensi usia 30-38 ada 5 responden 14.29. Dari hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan, penulis memberikankepada responden yang bekerja dipanti asuhan dan anak tunanetra yang alumni. Namun, ketika penulis kelokasi penelitian ternyata responden yang berusia muda lebih banyak. Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdsarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persen Laki-laki 13 37.14 Perempuan 22 62.86 Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat frekuensi perempuan 22 responden 62.86 lebih banyak dari pada frekuensi laki-laki 13 responden 37.14. Dari hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan, penulis memberikan kuesioner kepada responden laki-laki dan perempuan. Namun, ketika penulis kelokasi penelitian responden laki-laki sedang bekerja mengakibatkan responden perempuan yang lebih banyak mengisi kuesioner dan yang didapati peneliti ketika dilapangan yang bekerja dipanti asuhan adalah perempuan. Universitas Sumatra Utara Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan Status Perkawinan Frekuensi Persen Belum Kawin 34 97.14 Kawin 1 2.86 JandaDuda Lainnya Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat frekuensi status perkawinan 34 responden 97.14 belum kawin, dan frekuensi kawin 1 responden 2.86. Hal ini menunjukkan lebih banyak frekuensi 34 responden 97.14 yang belum kawin. Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama Agama Frekuensi Persen Kristen Protestan 6 17.14 Katholik 28 80.0 Budha 1 2.86 Hindu Islam Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Universitas Sumatra Utara Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat frekuensi beragama Kristen Prostestan 6 responden 17.14, frekuensi beragama Katholik 28 responden 80.0, beragama Budha 1 responden 2.86. Dari hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan penulis yang beragama Katholik lebih banyak dari pada yang beragama Protestan dan Budha. Hal ini disebabkan karena dibawah naungan Katholik walaupun sebenarnya tidak membatasi agama manapun yang mau masuk ke panti asuhan itu dapat dilihat adanya frekuensi 1 responden 2.86 beragama Budha. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salahsatu responden yang berbeda agama yang berasal dari Kaya Murni. “ selama saya dipanti asuhan saya tidak mendapat perlakuan yang berbeda dengan anak tunanetra yang beragama Kristen karena dipanti asuhan kami diajari untuk saling mengasihi dan menghargai dan sejauh ini saya merasa senang karena banyak yang saya peroleh selama berada dipanti asuhan” Harry, Alumni Karya Murni 2013. `Hal ini menunjukkan walaupun latar belakang panti asuhan Katholik tetapi mereka tidak membatasi agama manapun untuk anak tunanetra yang datang kepanti asuhan dan tidak ada perbedaan perlakuan terhadap agama yang berbeda. Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Suku Frekuensi Persen Batak Toba 23 65.7 Karo 3 8.6 Nias 6 17.1 Universitas Sumatra Utara Simalungun 1 2.9 Lainnya 2 5.7 Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat frekuensi suku Batak Toba 23 responden 65.7 , frekuensi suku Karo 3 responden 8.6, frekuensi suku Nias 6 responden 17.1, frekuensi suku Simalungun 1 responden 2.9, frekuensi suku lainnya 2 responden 5.7. Dari penyebaran kuesioner yang dilakukan, penulis menemukan lebih banyak responden yang bersuku Batak Toba hal ini disebabkan karena daerah asal mereka kebanyakan dari daerah yang dihuni oleh suku Batak Toba.

4.3.1.2 Program-Program Yang Dilaksanakan Panti Asuhan

Program-program yang dilaksanakan panti asuhan dilakukan untuk memenuhi segala kebutuhan dan untuk memandirikan anak tunanetra. Dengan demikian kuesioner yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 4.6 Jawaban Responden Berdasarkan Sarana Dan Prasarana Universitas Sumatra Utara Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Lengkap Lengkap 33 86.8 Cukup Lengkap Kurang Lengkap 5 13.2 Tidak Lengkap Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.6 tentang sarana dan prasarana yang disediakan panti asuhan. Frekuensi 33 responden 86.8 menyatakan bahwa sarana dan prasarana yang disediakan panti asuhan sudah lengkap. Berikut hasil wawancara dengan salah satu alumni panti asuhan Karya Murni: “Saya rasa, sarana dan prasarana yang disediakan oleh panti asuhan sudah lengkap karena yang saya terima dari panti asuhan sudah lebih dari cukup”. Martha Tambunan, Alumni Karya Murni 2008. Frekuensi 5 responden 13.2 menyatakan kurang lengkap karena belum semua yang mereka perlukan tersedia dipanti asuhan. Berikut hasil wawancara dengan salah satu alumni panti asuhan Karya Murni: “Menurut saya, sarana dan prasarana yang ada dipanti asuhan kurang lengkap karena tidak semua anak tunanetra pandai bermain musik, olah vokal tapi ada juga yang pandai menulis, melukis atau sebagainya”. Bemhot Marbun, Alumni Karya Murni 2008. Universitas Sumatra Utara Adapun sarana dan prasarana yang di sediakan panti asuhan asrama, dapur, kamar mandi, kapel, gudang, home industri, ruang makan dan aula. Sarana dan prasarana dapat dipakai anak tunanetra untuk melakukan aktivitas setiap harinya dan setiap pelajaran yang mereka pelajari disekolah, mereka lakukan juga dipanti asuhan seperti: makan memakai sendok, posisi saat duduk, memasak, mencuci dan kegiatan lainnya. Hasil wawancara ini dapat dianalisis secara teoritis melalui teori fungsinalisme struktural yang dikemukakan oleh Talcott Parson dalam Ritzer,2004:121 dimana panti asuhan harus mampu memnuhi kebutuhan anak tunanetra agar mereka dapat mengembangkan dan menggali potensi yang ada dalam diri mereka melalui sarana dan prasana yang ada harus lebih diperlengkapi lagi untuk memenuhi kebutuhan anak tunanetra agar tercapai tujuan utama panti asuhan karena dari hasil temuan dilapangan tidak semua anak tunanetra memiliki kemampuan dalam bidang musik dan olah vokal. Oleh karena itu, sarana dan prasarana yang ada harus lebih diperlengkapi lagi sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra. Tabel 4.7 Jawaban Responden Berdasarkan Pendidikan Ketrampilan Yang Diberikan Panti Asuhan Kepada Anak Tunanetra Keterangan Responden Frekuensi Persen Ada 35 100 Tidak ada Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Universitas Sumatra Utara Berdasarkan tabel 4.7 tentang ketrampilan yang diberikan panti asuhan terhadap anak tunanetra. Frekuensi 35 responden 100 menyatakan ada pendidikan ketrampilan yang diberiakan panti asuhan seperti: membuat gantungan kunci dari manik-manik dan kotak tisu. Hasil wawancara dari salah satu suster pengasuh: “Panti asuhan memang harus memberiakan pendidikan ketrampilan kepada anak tunanetra,supaya mereka bisa mandiri salah satunya dengan membuat gantungan kunci dari manik-manik dan membuat kota tisu. Sejauh ini itu yang kami berikan,katanya” Sr.Leoni Silaen, Suster Pengasuh. Adanya pelaksanan pendidikan keterampilan yang diberikan panti asuhan pada anak tunanetra. ini dibuktikan dari hasil wawancara salah satu alumni panti asuhan Karya Murni: “Iya, panti asuhan memang memberikan pendidikan keterampilan kepada kami, makanya kami bisa buat gantungan kunci dan kotak tisu. Trus, hasil kerajinan kami ada yang dipajang dan dijual sama orang-orang yang datang kepanti asuhan, katanya” Simon Tarigan, Alumni Karya Murni 2009. Hasil wawancara dan analisis data sesuai dengan yang dikemukakan oleh Marpaung, 1988:69 bahwa fungsi panti asuhan salah satunya adalah fungsi pendidikan dimana panti asuhan membimbing dan mengembangkan kpribadian anak asuh secara wajar melalui berbagai keahlian, teknik dan penggunaan fasilitas-fasilitas sosial yang ada untuk tercapainya pertumbuhan dan perkembangan fisik, rohani dan sosial anak asuh. Dengan demikian, panti asuhan Karya Murni telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga sosial yang ada. Universitas Sumatra Utara Tabel 4.8 Jawaban Responden Berdasarkan Pendidikan Pengetahuan Yang Diberikan Panti Asuhan Kepada Anak Tunanetra Keterangan Responden Frekuensi Persen Ada 35 100 Tidak ada Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.8 tentang pendidikan pengetahuan yang diberikan panti asuhan terhadap anak tunanetra. Frekuensi 35 responden 100 menyatakan ada pendidikan pengetahuan yang diberiakan panti asuhan seperti computer: mengetik braille, belajar internet dan BPBI adalah bina persepsi bunyi dan irama latihan mendengar. Dari keterangan diatas diperoleh hasil wawancara dari ketua panti asuhan Karya Murni: “Anak tunanetra yang ada dipanti asuhan ini mendapatkan pendidikan pengetahuan melalui pendidikan formal yang mereka ikuti karena Yayasan Karya Murni menyediakan sekolah dari TKLB-SMPLB untuk memandirikan mereka, katanya”. Sr. Agatha, ketua panti asuhan Karya Murni. Universitas Sumatra Utara Pendidikan pengetahuan yang telah diberikan memang ada dipanti asuhan. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakuakn kepada salah satu alumni panti asuhan. “kalo ditanya seprti itu ya jelas ada, karena dari pendidikan pengetahuan yang ada kami bisa sama seperti anak awas lainnya bisa sekolah dan tahu tentang yang ada dibumi ini bedanya kami tidak bisa melihat keadaan sebenarnya. Berket pendidikan formal tersebut saya juga menjadi semangat untuk melanjutkan keperguruan tinggi, katanya”Gispar Banjarnahor, alumni Karya Murni 2009 Hasil wawancara diatas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Peter L.Bergerdan Luckmann, mengenai sosialisasi sekunder dimana panti asuhan memperkenalkan anak tunanetra kedalam kelompok terterntu dalam masyarakat. Dalam hal ini sekolah merupakan salah satu agen sosialisasi. Tabel 4.9 Jawaban Responden Berdasarkan Program Pelatihan Anak Tunanetra Dalam Pendidikan Formal Keterangan Responden Frekuensi Persen Ada 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.9 tentang program pelatihan anak tunanetra dalam pendidiakan formal yang diberikan panti asuhan terhadap anak tunanetra. Frekuensi 35 responden 100 menyatakan ada program pelatihan anak tunanetra dalam pendidikan formal yang diberiakan panti asuhan seperti tersedianya pendidikan untuk Universitas Sumatra Utara anak tunanetra SLBA Tingkat SD dan SLTP. Hal ini didapat dari penyebaran kuesioner yang telah dibagikan dan wawancara yang dilakukan kepada salah satu alumni panti asuhan “emang ada pelatihan tunanetra melalui pendidikan formal, soalnya panti asuhan memberikan sarana dan prasarana tersebut untuk anak tunanetra, katanya biar kami juga bisa kayak anak awas bisa ngerasain gimana rasanya sekolah. seperti yang kakak lihat sebelum masuk kepanti asuhan ada sekolah SDLB-SMPLB untuk anak tunanetra” jawab Jaser Jaser Barus, Alumni Karya Murni 2009. Dari pernyataan diatas panti asuhan memperhatikan kebutuhan yang harus diberikan anak tunanetra untuk mengembangkan potensi dan bakat mereka melalui pendidikan formal. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Peter L.Bergerdan Luckmann, mengenai sosialisasi sekunder dimana panti asuhan memperkenalkan anak tunanetra kedalam kelompok terterntu dalam masyarakat. Dalam hal ini sekolah merupakan salah satu agen sosialisasi yang berfungsi memandirikan mereka,dimana mereka bisa mendapatkan hal yang baru yang tidak mereka peroleh dari panti asuhan. Tabel 4.10 Jawaban Responden Berdasarkan Program Pelatihan Anak Tunanetra Dalam Pendidikan Non Formal Keterangan Responden Frekuensi Persen Ada 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Universitas Sumatra Utara Berdasarkan tabel 4.10 tentang program pelatihan anak tunanetra dalam pendidiakan formal yang diberikan panti asuhan terhadap anak tunanetra. Frekuensi 35 responden 100 menyatakan ada program pelatihan pendidikan non formal yang diberikan panti asuhan seperti musik piano, organ, seruling, gitar, keyboard, dan band, olah vokal solo, duet, vocal group dan paduan suara dan masagepijat. Dari pernyataan responden diatas, hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu alumni Karya Murni “saya sangat senang ketika saya tahu bahwa panti asuhan ada memberikan pelatihan olah vokal karena saya senang bernyanyi. Waktu saya dipanti asuhan saya selalu ikut olah vokal kalo bisa pengen ikut terus, katanya Esmina Sagala, Alumni Karya Murni 2008. Pelaksanaan pendidikan non formal yang ada dipanti asuhan juga diperkuat dengan salah satu alumni Karya Murni yang lainnya “Joni berkata: saya tidak pandai nyanyi dan bermain musik seperti teman-teman lainnya oleh karena itu saya gak ikut latihan musik maupun vokal tapi saya mengikuti latihan massage pijat yang diberikan panti asuhan setiap hari selasa” Joni Giawa,Alumni Karya Murni 2010. Dari hasil wawancara diatas dapat dianalisis secara teoritis seperti yang dikemukan Parson mengenai skema AGIL, terutama dalam sistem tindakan, bahwa sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan panti asuhan dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuannya baik melalui program yang diberikan maupun kemampuan dan keahlian anak tunanetra untuk semakin menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Universitas Sumatra Utara Tabel 4.11 Jawaban Responden Berdasarkan Pelayanan Sosial Yang Diberikan Panti Asuhan Kepada Anak Tunanetra Keterangan Responden Frekuensi Persen Ada 35 100 Tidak ada Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.11 tentang program pelayanan sosial yang diberikan panti asuhan terhadap anak tunanetra frekuensi 35 responden 100 menjawab ada program pelayanan sosial yang diberikan pihak panti asuhan antara lain: mendapatkan pelayanan tempat tinggal asrama, mendapatkan pelayanan pendidikan SLB-A, dan mendapatkan kebutuhan hidup yang mendasar seperti: makan.minum, pakaian, dan sebagainya. “ada, semuanya saya dapatkan dipanti asuhan dan saya juga senang berada dipanti asuhan karena tidak hanya pelayanan sosial yang saya dapat tetapi juga pendidikan dan pelatihan yang diberikan panti asuhan” Binaria Ambarita, Alumni Karya Murni 2011. Universitas Sumatra Utara Dalam hal ini panti asuhan tidak hanya memberikan keterampilan dan pelatihan saja tetapi juga memperhatikan kebutuhan yang dibutuhkan anak tunanetra yang ada dipanti asuhan tersebut. Ini adalah salah satu hasil wawancara yang diperoleh dari salah satu responden alumni Karya Murni. Tabel 4.12 Jawaban Responden Berdasarkan Memberikan Motivasi Dalam Belajar Keterangan Responden Frekuensi Persen Pernah 35 100 Jarang Tidak pernah Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.12 tentang memberikan motivasi dalam belajar. Frekuensi 35 responden 100 menjawab pernah memberikan motivasi saat belajar. Hal ini dapat kita lihat dari prestasi yang diraih anak tunanetra selama berada disekolah maupun diluar sekolah. Hal ini menunjukan perlunya memotivasi anak tunanetra untuk lebih giat lagi belajar dan melatih kemampuan yang ada dalam diri mereka. Berikut hasil wawancara dengan salah satu responden yang bekerja dipanti asuhan Universitas Sumatra Utara “saya selalu memberikan motivasi kepada anak tunanetra supaya mereka semangat belajar dan mengikuti program-program yang diberikan panti asuhan namun ada sebagian anak tunanetra yang merasa gak ada gunanya belajar karena toh kami bekerja nanti sebagai tukang pijat, tuturnya Sr.Monica Sinaga. Hal serupa juga dikatakan salah satu responden alumni tunanetra Kami selalu diberikan motivasi baik dari guru yang mengajar disekolah, yang mengajar vokal, musik dan orang yang bekerja dipanti asuhan supaya kami giat berlatih dan belajar supaya kami menjadi orang yang mandiri setelah keluar dari panti asuhan bisa mengerjakan pekerjaan sehari-hari dan memenuhi hidup kami sendiri”Holin Karo-Karo, Alumni Karya Murni 2012 Dari hasil wawancara diatas sama separti yang dikemukakan oleh Parson dalam emapt fungsi penting untuk sistem tindakan yang terkenal dengan skema AGIL salah satunya adalah Latency pemeliharaan pola dalam hal panti asuhan tidak hanya memberikan program-program kepada anak tunanetra tetapi juga memberikan motivasi-motivasi yang mendukung untuk tercapainya kemandirian anak tunanetra. Tabel 4.13 Jawaban Responden Berdasarkan Kegiatan Yang Wajib Diikuti Keterangan Responden Frekuensi Persen Ada 35 100 Tidak ada Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Universitas Sumatra Utara Berdasarkan tabel 4.13 tentang kegiatan yang wajib diikuti oleh anak tunanetra. Frekuensi 35 responden 100 menyatakan ada kegiatan yang wajib diikuti seperti kegiatan sehari-hari yang telah ditentukan oleh panti asuhan setaip harinya untuk dikerjakan anak tunanetra. “ada kegiatan setiap harinya yang wajib kami ikuti dipanti asuhan seperti: bangun pagi, berdoa, membersihkan unit, sekolah, missa dan banyak lagi. Ini diberikan panti asuhan untuk membiasakan kami supaya disiplin dan bertanggungjawab ketika kami berada dipanti asuhan dan setelah keluar dari panti asuhan karena dengan kegiatan yang telah ditetapkan kami bisa belajar untuk mandiri dalam mempersiapkan banyak hal yang sesuai dengan kemampuan kami” Ronnauli Situmorang, Alumni Karya Murni 2008. Dari hasil wawancara diatas salah satu responden yang bekerja dipanti asuhan juga memperjelas kegiatan yang wajib mereka ikuti. Berikut hasil wawancaranya: “setiap harinya mereka punya kegiatan yang wajib diikuti seperti: bangun pagi dan doa, kerja, mandi,makan, sekolah, makan siang, membersihkan unit, istirahat, mandi sore, makan malam, belajar, rekreasi, doa dan tidur. Kegiatan tersebut harus diikuti seluruh anak tunanetra kecuali anak tunanetra yang berada diunit satu anak-anak mereka harus dibantu oleg pengasuh ataupun suster pengasuh yang ada disetiap unit” Sondang Simbolon, Pengasuh. Dari hasil wawancara diatas sama seperti tujuan sosialisasi yang dikemukan oleh Kamanto Sunarto bahwa panti asuhan memberikan keterempilan dan pengetahuan dan membantu pengendalian fungsi-funsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat salah satunya adalah dengan Universitas Sumatra Utara memberikan program dan kegiatan yang wajib diikuti anak tunantera selama dipanti asuhan. Tabel 4.14 Jawaban Responden Berdasarkan Pendidikan Dan Pelatihan Disesuiakan Dengan Kemampuan Anak Tunanetra Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Disesuaikan Disesuaikan 35 100 Cukup Disesuaikan Kurang Disesuaikan Tidak Disesuaikan Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.14 tentang pendidikan dan pelatihan disesuaikan dengan kemampuan anak tunanetra sebanyak 35 responden 100 menyatakan disesuaikan karena pihak panti asuhan terlebih dahulu melihat kebutuhan dan mengenal anak tunanetra terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa program dan pelatihan yang diberikan memang sesuai dengan keadaan anak tunanetra. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang diperoleh dari salah satu responden “kita memang harus menyesuaikannya terlebih dahulu kalo tidak kita gak tau dong apa yang mereka perlukan. Jadi semua yang diberikan panti asuhan sesuai dengan kebutuhan mereka” Sr. Leoni Silaen, Suster Pengasuh. Universitas Sumatra Utara Sesuai dengan yang dikemukan Kamanto Sunarto tentang salah satu tujuan sosialisasi bahwa memberi ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melngsungkan kehidupan seseorang kelak ditengah-tengah masyarakat tempat dia menjadi salah satu anggotanya. Hal ini sama dengan yang telah dilakukan panti asuhan untuk memenuhi dan menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan anak tunanrta yang berada dipanti asuhan. Tabel 4.15 Jawaban Responden Berdasarkan Program Pelatihan Massage Yang Diberikan Panti Asuhan Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Mahir Mahir 35 100 Cukup Mahir Kurang Mahir Tidak Mahir Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.15 tentang program pelatihan massage yang diberikan panti asuhan. Sebanyak 35 responden 100 menyatakan mahir dan menguasai pelatihan massage yang telah diberikan panti asuhan karena tidak semua anak tunanetra bisa bermian musik dan bernyanyi. Oleh karena itu, anak tunanetra yang tidak berbakat dalam bidang musik dan olah vokal mereka akan bekerja menjadi tukang pijat dan Universitas Sumatra Utara ada juga tunanetra yang mendirikan panti pijat. Hal ini dapat dianalisis dari hasil wawancara yang telah dilakukan berikut: “saya mahir dalam hal massage karena saya gak tau nyanyi dan bermain musik seperti yang lainnya jadi saya mengikuti pelatihan massage setiap hari selasa. Sebenarnya pelatihan massage diikuti semua anak tunanetra supaya ketika keluar dari panti asuhan bisa memenuhi kebutuhan sendiri kalo gak ada keahlian lain yang dimiliki”Joni Giawa, Alumni Karya Murni 2010. Hal serupa juga dikatakan salah satu responden alumni Karya Murni “saya suka vokal dan musik tapi saya juga mahir dalam hal massage karena sampai saat ini massage merupakan salah satu kerjaan saya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari” Felestina Lase, Alumni Karya Murni 2009. Tabel 4.16 Jawaban Responden Berdasarkan Hambatan Yang Dihadapi Dalam Melaksanakan Pendidikan Dan Pelatihan Di Panti Asuhan Keterangan Responden Frekuensi Persen Ada 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.16 tentang hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan di panti asuhan sebanyak 35 responden 100 menyatakan ada hambatan yang mereka alami dalam mendidik dan melatih anak tunanetra. Universitas Sumatra Utara Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu responden yang menjadi pengajar dalam olah vokal. “kalo dibilang ada kesulitan dalam memberikan pelatihan pastinya ada, karena mengajari mereka tidak seperti anak awas. Contohnya kalo mengajari partitur lagu harus saya yang bernyanyi duluan dengan nada yang dipartitur baru mereka bisa meniru sesuai dengan yang saya lakukan dan mereka juga tidak bisa melihat ekspresi dan mimik wajah ketika saya marah yang ada malah mereka yang mogok” Hendra Fisher Lingga, Pelatih Vokal Dan Piano. Hal ini terdapat dalam diri anak tunanetra itu sendiri. Dengan hambatan penglihatan yang mereka alami membuat mereka tidak dapat menerima semua materi yang diberikan seperti pengenalan akan warna, bentuk benda dan mimik wajah. 4.3.1.3 Gambaran Kemandirian Anak Tunanetra Ketika Berada Dipanti Asuhan Dan Setelah Keluar Dari Panti Asuhan Untuk mendapatkan jawaban mengenai peran panti asuhan dalam kemandirian anak tunanetra ketika berada dipanti asuhan dan setelah keluar dari panti asuhan, maka akan lebih objektif jika ditanyakan langsung kepada responden yang memberikan dan mengalami langsung peran panti asuhan. Universitas Sumatra Utara Tabel 4.17 Kemampuan Anak Tunanetra Dalam Pekerjaan Sehari-hari Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Mampu Mampu 35 100 Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.17 tentang kemampuan anak tunanetra dalam pekerjaan sehari-hari setelah keluar dari panti asuhan sebanyak 35 responden 100 menyatakan mereka mampu melakukan pekerjaan sehari-hari karena selama dipanti asuhan mereka mempunyai kegiatan yang wajib mereka lakukan diasrama setiap harinya. Dari hasil wawancara yang telah dilakukah salah satu responden memberi jawaban berikut: “saya mampu melakukan pekerjaan saya sehari-hari karena salama dipanti asuhan dengan adanya saran dan prasarana yang diberikan membantu saya melakukan pekerjaan sehari-hari karena waktu belajar Activity of daily living skills ADL atau keterampilan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari juga diberikan disekolah” Japendi Ginting, Alumni Karya Murni 2009. Hal ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada membantu kemandirian anak tunanetra karena dengan adanya sarana dan prasarana yang ada Universitas Sumatra Utara dipanti asuhan memudahkan anak tunanetra untuk melakukan tindakan secara langsung dari materi pelajaran yang mereka terima melalui pendidikan formal maupun non formal. Hal serupa juga dikatakan salah satu responden yang bekerja dipanti asuhan sebagai berikut: “anak tunanetra yang ada dipanti asuhan ini diajari untuk melakukan kegiataan sehari-hari yang sesuai dengan kemampuan mereka karena itu mereka ditempatkan dipanti asuhan ini untuk bisa mandiri dan tidak bergantung lagi sama orang lain.contoh kecilnya seperti menyapu dan membersihkan tempat tidur” Sahma Ambarita, Pekerja Bagian Dapur. Tabel 4.18 Kemampuan Anak Tunanetra Berjalan Sendiri Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Mampu Mampu 35 100 Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.18 tentang kemampuan anak tunanetra berjalan sendiri. Frekuensi 35 responden 100 menyatakan bahwa mereka bisa berjalan sendiri dengan menggunakan tongkat sebagiamana kacamata hitam identik dengan tunanetra. Setiap tunanetra memang selalu mempergunakan tongkat, terutama kalau mereka berjalan. Tongkat, semacam radar bagi mereka untuk mengetahui arah yang harus Universitas Sumatra Utara mereka tempuh. Ada ranjau atau tidak. Tongkat ini sendiri terbuat dari aluminium karena aluminium sangat peka terhadap getaran. Menggunakan tongkat juga tidak sembarangan ada aturannya. Setiap kaki kanan dilangkahkan kedepan, maka tongkat diayunkan ke kiri. Kalau kaki kiri kedepan maka tongkat diayunkan kekanan. Hal ini untuk menjaga keseimbangan. Hal ini juga mereka pelajari ketika mereka berada di panti asuhan. “anak tunanetra dapat berjalan sendiri ketika mereka telah dilatih dengan menggunakan tongkat sebagai alat penyeimbang tubuh mereka dan biasanya mereka mempraktekkanya ketika mereka dipanti asuhan dan suster-suster akan senantiasa mengajari dan mengawasi mereka” Sr.Agatha, Suster Pengasuh. Salah satu responden alumni Karya Murni juga menjelaskan hal serupa “saya sudah bisa berjalan sendiri ketika saya diajari memakai tongkat. Pertama-tama saya masih meraba-raba dinding kalo mau jalan dan ga berani jalan sendiri kalo gak dituntun,tapi setelah saya diajari saya sudah bisa berjalan sendiri kalo selama dipanti ga perlu pakai tongkat juga bisa karena saya hapal jalannya” Robet Laia,Alumni Karya Murni 2008. Hasil wawancara diatas bisa dianalisis seperti hal yang dikemukan oleh Marpaung 1988:69 tentang fungsi panti asuhan. Salah satunya adalah fungsi pengembangan yaitu mengembangkan kemampuan atau potensi anak asuh sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan yang baik sehingga anak tersebut dapat menjadi anggota masyarakat yang hidup layak dan penuh tanggungjawab terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat. Universitas Sumatra Utara Menurut fungsi pengembangan diatas panti asuhan Karya Murni melakukan fungsinya dengan memberikan apa yang diperlukan oleh anak tunanetra yang berguna untuk kehidupan mereka ditengah-tengah masyarakat dan sesuai dengan misi panti asuhan. Tabel 4.19 Jawaban Responden Berdasakan Kemampuan Anak Tunanetra Berkomunikasi Dengan Sesama Tunanetra Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Mampu Mampu 35 100 Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.19 tentang program pelatihan yang diberikan panti asuhan dalam berinteraksi dengan sesama anak tunanetra sebanyak 35 responden 100 menyatakan anak tunanetra mampu berinteraksi dengan sesama tunanetra. Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada responden sebagai berikut: “jelas dong kami bisa, soalnya kamikan sudah bersama selama dipanti dan saling membantu ketika teman kami mengalami kesulitan” Friska Simarmata, Alumni Karya Murni 2010. Universitas Sumatra Utara Pendapat yang sama juga dikatakan oleh salah satu suster unit yang bekerja dipanti asuhan, “Anak tunanetra bisa tahu siapa saja yang lewat didepan mereka, seperti saya ketika lewat tanpa bicara mereka tahu bahwa saya sedang lewat di depan mereka. Mereka bisa tahu dari wangi badan atau parfum yang saya pakai” Sr. Felisiana Purba, Suster Unit. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang mereka lakukan setiap harinya ketika dipanti asuhan maupun disekolah. Anak tunanetra mengenal semua siswa yang disekolah maupun yang ada dipanti asuhan. Mereka mengenalnya melalui indra penciuman dan peraba jadi mereka bisa mengenal orang yang baru datang ke panti asuhan. Tabel 4.20 Kemampuan Anak Tunanetra Berkomunikasi Dengan Orang Awas Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Mampu Mampu 35 100 Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.20 tentang program pelatihan yang diberikan panti asuhan dalam berinteraksi dengan orang awas sebanyak 35 responden 100 menyatakan Universitas Sumatra Utara anak tunanetra mampu berinteraksi dengan orang awas. Hal ini diperoleh juga dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti. Berikut jawaban salah satu responden alumni Karya Murni. “saya mampu berkomunikasi dengan orang awas karena ketika berada dipanti asuhan ketika ada donatur atau orang awas yang berkunjung kami harus menyapa mereka, lagipula sekarang saya sedang kuliah di Bandung jadi saya semakin sering berkomunikasi dengan orang awas” Harly Hutabarat, Alumni Karya Murni 2009. Anak tunanetra yang lainnya juga berkata: “saya mampu berkomunikasi dengan orang awas, dikeluarga saya hanya saya yang tunet jadi selain biasa berkomunikasi dengan keluarga, suster, dan para pengunjung panti. Kami juga disuruh belanja kepajak supaya kami tahu situasinya seperti apa diluar dari lingkungan panti asuhan” Simon Tarigan,Alumni Karya Murni 2009. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang mereka lakukan seperti: pergi belanja kebutuahan sehari-hari, anak tunanetra juga tidak malu apabila datang orang awas berkunjung ke panti asuhan karena mereka selalu dimotivasi oleh orang-orang yang bekerja di panti asuhan agar percaya diri dan anak tunanetra juga berusaha mendekati dan membuat kompak diri mereka kepada orang yang berkunjung. Tabel 4.21 Prestasi Yang Diraih Keterangan Responden Frekuensi Persen Pernah 35 100 Jarang Universitas Sumatra Utara Tidak Pernah Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.21 tentang prestasi yang diraih. Frekuensi 35 responden 100 menjawab pernah meraih prestasi dalam pendidikan formal maupun non formal. . Hasil kuesioner yang diberikan juga sama dengan hasil wawancara yang diperoleh dari responden berikut: “kami pernah juara dalam tarik suara, olahraga, dan dalam mengikuti olimpiade juga pernah. Semua itu berkat motivasi yang selama ini diberikan oleh suster, pengajar dan teman-teman juga mkanya sekarang saya juga ingin membagikan kepada anak tunanetra yang dipanti asuhan mengenai musik” Amran Situmorang, Alumni Karya Murni 2005 dan Pelatih Musik Karya Murni. Hal ini dapat kita lihat dari motivasi yang diberikan pihak panti asuhan berpengaruh terhadap prestasi anak tunanetra seperti kata-kata yang selalu membuat mereka semangat, kasih sayang yang diberikan suster, suster pengasuh, pengasuh maupun guru pelatih yang selalu membuat mereka merasa sama dengan anak awas. Tabel 4.22 Jawaban Responden Berdasarkan Perkembangan Anak Tunanetra Setelah Dipanti Asuhan dan Keluar Dari Panti Asuhan Keterangan Responden Setelah dipanti asuhan Keluar dari panti asuhan Frekuensi Persen Frekuensi Persen Ada 35 100 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Universitas Sumatra Utara Berdasarkan tabel 4.22 tentang perkembangan anak tunanetra setelah berada dipanti asuhan. Frekuensi 35 responden 100 menjawab ada perkembangan yang terjadi dalam diri anak tunaetra seperti mampu melaksanakan pekerjaan sehari-hari, mampu berjalan sendiri, mampu berkomunikasi sesama tunanetra, mampu berkomunikasi dengan masyarakat awas, mampu berprestasi dan mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuanya sendiri dan frekuensi 35 responden 100 juga menyatakan mampu ketiak mereka keluar dari panti asuhan. “saya secara pribadi banyak mengalami kemajuan setelah dipanti asuhan yang tadinya tidak tahu apa- apa jadi tahu dan ketika pula kampung jadi bisa mengerjakan sesuatu.ya, minimal mencuci piring atau mengurusi diri sendiri” Riana Gulo, Alumni Karya Murni 2009 Hal ini menunjukkan bahwa panti asuhan berperan dalam memandirikan anak tunanetra dan hasil wawancara juga menunjukkan bahwa anak tunanetra mengalami perkembangan selama dipanti asuhan. Hasil kuesioner dan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa panti asuhan memang benar-benar menjalankan fungsinya dalam mencapai visi dan misi panti asuhan. Tabel 4.23 Jawaban Responden Berdasarkan Kemampuan Anak Tunanetra Setelah Keluar Dari Panti Asuhan Keterangan Responden Frekuensi Persen Sangat Mampu Mampu 35 100 Cukup Mampu Universitas Sumatra Utara Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah 35 100 Sumber: Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.23 tentang kemampuan anak tunanetra setelah keluar dari panti mampu. Frekuensi 35 responden 100 menyatakan anak tunaetra mampu melakukannya. Hal ini dapat dilihat dari program dan pelatihan yang telah diberikan pihak panti asuhan kepada anak tunanetra selama mereka berada dipanti asuhan. “kami mampu melakukan kegiatan sama separti waktu kami dipanti asuhan. bukan berarti setelah kami kelaurdari panti asuhan jadi gak bisa apa-apa. Itulah guna dilatih selamadi panti untuk tujuan biar kami mandiri setelah keluar dari panti” Jaser Nius Barus, Alumni Karya Murni 2009. Salah satu suster juga mengatakan hal yang sama “mereka yang keluar adalah anak-anak yang sudah mandiri tapi kalo belum mandiri mereka gak boleh keluar dari panti asuhan kecuali mereka sendiri yang benar-benar ingin keluar” Sr.Agatha, Ketua Panti Asuhan.

4.3.2 Analisis Tabel Silang

Analisis tabel silang, yaitu teknik yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel yang satu mempunyai hubungan dengan yang lain, sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut bernilai positif atau negatif Singarimbun, 1995:273. Selanjutnya untuk memperoleh nilai yang jelas dari variabel yang dimaksud, maka perlu terlebih dahulu ditabulasikan bentuk tabel atau penentuan skor. Universitas Sumatra Utara Penelitian yang telah dilakukan dilapangan dengan wawancara dan menyebarkan kuesioner. Seperti peran panti asuhan terhadap pola sosialisasi kemandirian anak tunanetra dengan tujuan apakah variabel yang diteliti mempunyai hubungan atau tidak. Berikut ini adalah analisis data yang diproleh dan telah diolah Tabel 4.24 Hubungan Sarana Dan Prasarana Yang Ada Terhadap Pekerjaan Sehari- Hari Anak Tunanetra Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 Sarana Dan Prasarana Pekerjaan Sehari-Hari Sangat Mampu Mampu Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah F F F F F F Ada 35 100 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 35 100 Universitas Sumatra Utara Berdasarkan tabel 4.24 diatas dapat diketahui hubungan sarana dan prasarana yang disediakan panti asuhan terhadap pekerjaan sehari-hari yang dilakukan anak tunanetra. Dari frekuensi 35 responden 100 yang memberi keterangan adanya sarana dan prasarana, terdapat frekuensi 35 responden 100 mampu melakukan pekerjaan sehari-hari karena dengan adanya sarana dan prasarana mereka dapat mempelajari dan melaksanakannya dipanti asuhan seperti: mencuci pakaian, mandi sendiri, menyapu, mengepel, membersihkan rumah dan lain-laim. Tabel 4.25 Hubungan Pendidikan Keterampilan Dan Pengetahuan Yang Dilaksanakan Panti Asuhan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup Anak Tunanetra Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.25 diatas dapat diketahui hubungan pendidikan keterampilan dan pengetahuan yang dilaksanakan panti asuhan dalam pemenuhan kebutuhan hidup anak tunanetra. Dari frekuensi 35 responden 100 yang memberi keterangan ada pendidikan keterampilan dan pengetahuan, terdapat frekuensi 35 responden 100 mampu memenuhi kebutuhan hidup anak tunanetra. Mereka juga bisa mendapatkan prestasi dikelas, mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan mampu mencari uang sendiri seperti: masagepijat dan menjual kerajinan tangan yang mereka buat dari manik-manik. Pendidikan keterampilan dan pengetahuan Pemenuhan Kebutuhan Hidup Sangat Mampu Mampu Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah F F F F F F Ada 35 100 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 35 100 Universitas Sumatra Utara Tabel 4.26 Hubungan Pendidikan Formal Yang Dilaksanakan Panti Asuhan Dalam Kemandirian Anak Tunanetra Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 Berdasarkan tabel 4.26 diatas dapat diketahui hubungan pendidikan formal yang dilaksanakan dipanti asuhan terhadap kemandirian anak tunanetra. Dari frekuensi 35 responden 100 yang memberi keterangan ada pendidikan formal, terdapat frekuensi 35 responden 100 mampu mandiri. Adapun program pendidikan yang disediakan dan diterima anak tunanetra adanya TKLB dan SMPLB. Mereka juga bisa mendapatkan prestasi dikelas, mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi seperti anak awas lainnya. Tabel 4.27 Hubungan Pendidikan Non Formal Yang Dilaksanakan Panti Asuhan Dalam Kemandirian Anak Tunanetra Sumber : Hasil Kuesioner, 2013 Pendidikan Formal Kemandirian Anak Tunanetra Sangat Mampu Mampu Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah F F F F F F Ada 35 100 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 35 100 Pendidikan Non Formal Kemandirian Anak Tunanetra Sangat Mampu Mampu Cukup Mampu Kurang Mampu Tidak Mampu Jumlah F F F F F F Ada 35 100 35 100 Tidak Ada Jumlah 35 100 35 100 Universitas Sumatra Utara Berdasarkan tabel 4.27 diatas dapat diketahui hubungan pendidikan non formal yang dilaksanakan dipanti asuhan terhadap kemandirian anak tunanetra. Dari frekuensi 35 responden 100 yang memberi keterangan ada pendidikan non formal, terdapat frekuensi 35 responden 100 mampu mandiri. Adapun program pendidikan yang disediakan dan diterima anak tunanetra adanya pelatihan yang diterima, seperti: musik piano, organ, seruling, gitar, keyboard, dan band, olah vokal solo, duet, vocal group dan paduan suara masagepijat, dan bina persepsi bunyi dan irama. Hal ini menunjukan pendidikan dan pelatihan yang disediakan bisa dinikmati oleh anak tunanetra untuk memandirikan mereka.

4.4 Analisis Data