Proses Pembelajaran Bernyanyi Dalam Kelompok Paduan Suara Tuna Netra Karya Murni Jalan Karya Wisata Kecamatan Medan Johor Kota Medan

(1)

PROSES PEMBELAJARAN BERNYANYI DALAM

KELOMPOK PADUAN SUARA TUNA NETRA KARYA

MURNI JALAN KARYA WISATA KECAMATAN MEDAN

JOHOR KOTA MEDAN

Skripsi Sarjana

Dikerjakan o

l e h

AMRAN SITUMORANG

NIM: 040707010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

PROSES PEMBELAJARAN BERNYANYI DALAM

KELOMPOK PADUAN SUARA TUNA NETRA KARYA

MURNI JALAN KARYA WISATA KECAMATAN MEDAN

JOHOR KOTA MEDAN

Skripsi Sarjana

Dikerjakan o

l e h

AMRAN SITUMORANG

NIM: 040707010

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Torang Naiborhu, M. Hum Dra. Frida Deliana, M.si

NIP: 1963 0814 1990 03 1004 NIP: 1960 1118 1988 03 2001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni

dalam Bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN


(3)

Disetujui oleh:

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

Ketua,

Dra. Frida Deliana, M.Si


(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur saya nyatakan kepada Tritunggal Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang telah menyertai bahkan membimbing saya selama pengerjaan skripsi ini sampai selesai. Bukan karena kekuatan dan hebat saya tetapi karena anugrah yang diberikan-Nya kepada saya.

Skripsi yang berjudul “PROSES PEMBELAJARAN BERNYANYI DALAM

PADUAN SUARA TUNA NETRA KARYA MURNI JALAN KARYA WISATA KECAMATAN MEDAN JOHOR KOTA MEDAN” ini menuliskan tentang

bagaimana proses yang terjadi dalam membangun kelompok paduan suara tuna netra dimana proses ini meliputi metode dan teknik yang digunakan pelatih.

Pada kesempatan ini, saya memberikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Beberapa diantaranya adalah:

1. Kedua orangtua saya, ayahanda M. Situmorang dan ibunda L. Sihotang buat cinta dan kasih yang telah diberikan selama ini.

2. Buat istriku tercinta, Julia Tumanggor yang telah banyak memberikan dukungan dan kasih kepada penulis. Terima kasih telah mendampingi saya sampai sekarang bahkan disaat-saat penulis dalam keadaan lemah sekalipun.

3. Buat kakak, abang, dan kelima adik penulis yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil selama penulis mengerjakan skripsi ini.

4. Kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M. Hum sebagai dosen pembimbing skripsi I yang terus membimbing penulis dengan sabar dan selalu membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, M. Si sebagai dosen pembimbing skripsi II sekaligus sebagai ketua Departemen Etnomusikologi yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

6. Kepada seluruh staff pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak mengajar penulis selama penulis kuliah di Etnomusikologi.

7. Kepada staff administrasi Etnomusikologi atas semua bantuannya.

8. Kepada informan penulis yang selama ini banyak sekali membantu penulis dalam mencari tahu semua permasalahan skripsi penulis dan selalu menyediakan waktu untuk membantu penulis.

9. Buat teman-teman mahasiswa dan alumni stambuk 2004: Feri Johannes Panggabean, Diateitupa Sipayung, Markus Bona Tangkas Sirait, Tri Syahputra Sitepu, Brata Andreas Simamora, Briando Silitonga, Franseda Sitepu, Masrina Purnama Sari, Rovina Fitrian Lubis, Fera Mariani Sitompul, Nancylia, Jupalman Welly Simbolon, Jeremy Ginting Suka.

10. Terimakasih juga kepada semua orang yang telah membantu penulis secara lagsung maupun tidak langsung terlibat selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Terimakasih semuanya.

Medan, Juli 2010

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 7

1.3.1. Tujuan ... 7

1.3.2. Manfaat ... 8

1.4 Konsep Dan Teori... 8

1.4.1. Konsep ... 8

1.4.2. Teori ... 12

1.5 Metode Penelitian ... 16

1.5.1. Studi Kepustakaan ... 17

1.5.2. Wawancara ... 17

1.5.3. Kerja Laboratorium ... 18

1.5.4. Pemilihan Lokasi Penelitian ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM YAYASAN KARYA MURNI ... 19

2.1 Sejarah Yayasan Karya Murni ... 19

2.1.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Karya Murni ... 19

2.1.2 Perkembangan Yayasan Karya Murni ... 21

2.2 Visi, Misi dan Motto Yayasan Karya Murni ... 23

2.2.1 Visi dan Misi ... 23

2.2.3 Motto ... 24


(7)

2.3.1 Asal-usul Warga Panti ... 27

2.3.2 Bahasa Warga Panti ... 27

2.3.3 Sumber Dana ... 28

2.3.4 Tata Harian ... 29

2.4 Sistem Pendidikan Di Karya Murni ... 32

2.4.1 Pendidikan Formal ... 32

2.4.2 Pendidikan Non Formal ... 33

BAB III PROSES MEMBANGUN KELOMPOK PADUAN SUARA KARYA MURNI 3.1 PEMBENTUKAN KELOMPOK ... 34

3.1.1.1 Seleksi anak-anak yang berbakat ... 34

3.1.1.2 Seleksi Suara ... 34

3.1.2 Seleksi Kemampuan Penglihatan ... 35

3.2 Teknik pelatihan Vokal ... 35

3.2.1. Pernafasan ... 35

3.2.1. Produksi Suara ... 37

3.2.3. Resonansi ... 39

3.2.2. Register dan Pembagian Suara ... 40

3.3. Teknik Pelatihan Lagu ... 41

3.3.1. Sumber Lagu... 41

3.3.2. Mendengarkan Lagu ... 42

3.3.3. Penguasaan Bentuk dan Teks Lagu ... 43

3.3.4. Teknik Penguasaan Ritem ... 43

3.3.5. Sonoritas Suara ... 43


(8)

3.4.Proses Pelaksanaan Pertunjukan ... 46

3.4.1. Managemen Pertunjukan ... 46

3.4.2. Pertunjukan Konser Paduan Suara Karya Murni ... 47

3.4.3. Musik Pengiring ... 48

3.5. PROSES REKAMAN... 49

3.5.1. Perencanaan Rekaman ... 49

3.5.2. Pencarian Lagu ... 50

3.5.3. Latihan Lagu... 50

3.5.4 Programing Musik ... 51

3.5.5. Perpaduan Dengan Musik ... 52

3.5.6. Rekaman di Studio... 52

3.5.7. Mixsing, Mastering dan Duplikasi ... 53

BAB IV STRUKTUR HURUF BRAILE DAN PENGGUNAAN NOTASI BRAILE DALAM PENTRANSKRIPSIAN LAGU 4.1 Sejarah Huruf Braille ... 55

4.2 Struktur Penulisan Abjad, Tanda Baca,Angka Braille ... 59

4.2.1 Penulisan Abjad ... 59

4.2.2 Penulisan Tanda Baca ... 62

4.2.2.1 Tanda Kursif ... 64

4.2.3 Penulisan Angka ... 66

4.2.3.1 Tanda Pugar ... 67

4.3 Struktur Penulisan Tanda-Tanda Musik Braille ... 67

4.3.1 Penulisan Not Solmisasi ... 67

4.3.2 Tanda Mula/Tangga Nada ... 69

4.3.3 Tanda Birama ... 69


(9)

4.3.5 Tanda Tempo ... 70

4.3.6 Garis Birama... 71

4.3.7 Tanda Tutup ... 71

4.3.8 Tanda Oktaf ... 71

4.3.9 Naik Turunnya Nada ... 73

4.3.10 Nilai ( Harga ) Not ... 74

4.3.11 Tanda Titik Pemanjang Suara ... 76

4.3.12 Tanda Menaikkan ½ Nada ... 76

4.3.13 Tanda Diam ... 77

4.3.14 Triool, Kwintmol, Sexmol dan Septimol ... 78

4.3.15 Lengkung-Lengkung Ikatan ... 80

4.3.16 Tanda Lengkung Kalimat... 81

4.3.17 Tanda Koma ( Nafas) ... 81

4.3.18 Tanda Permata ... 82

4.3.19 Tanda Ulang ... 82

4.3.20 Tanda Stakatto ... 87

4.3.21 Tanda Dinamik ... 88

4.3.22 Tanda Penghubung Musik ... 89

4.3.23 Tanda Kroma ... 89

4.3.24 Suara Antara (interval) ... 90

4.3.25 Tanda Bukti Serempak ... 91

4.3.26 Tanda Kunci ... 92

4.3.27 Tanda Tangan ... 92

4.3.28 Tanda Letak Jari ... 93

4.4 Transkripsi Lagu Dalam Struktur Huruf Braile ... 94


(10)

4.4.2 Transkripsi Teks ... 96

BAB V PENUTUP

5.1 Analisa ...

5.2 Kesimpulan ...


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Belajar adalah merupakan ‘proses’ yang intensitas prosesnya dipengaruhi oleh faktor motivasi dari dalam diri (intrinsic) dan faktor pengaruh dari lingkungan

(ekstrensik) (Purwaka, 2005:1). Kegiatan untuk mempengaruhi manusia harus dilakukan

secara menyeluruh, sehingga diperlukan suatu konsep yang matang dalam perencanaan serta pengorganisasian yang mantap dalam tata laksananya. Memberikan layanan dalam pendidikan, terutama pendidikan bagi anak berkebutuhan pendidikan khusus juga harus menyangkut berbagai komponen secara integral dan komprehensif, pengorganisasian dan tata laksananya selalu berorientasi akademik dan berorientasi sosial, sehingga para penyandang ketunaan dapat mandiri secara total.

Totalitas kemandirian yang diharapkan pada tunanetra menuntut adanya program layanan yang komprehensif menyangkut aspek potensi dan aspek kehidupan. Layanan berorientasi akademik dan berorientasi sosial merupakan program layanan yang terpadu sehingga tunanetra dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan yaitu;

learn to

know or learn to learn, learn to do, learn to be him

self and learn to life together

artinya belajar ingin tahu atau belajar untuk belajar, belajar untuk berbuat, belajar untuk menjadi diri sendiri, belajar untuk hidup bersama. Pelayanan pendidikan yang dilakukan harus mengembangkan kemampuan tunanetra sebagai individu (orientasi akademik) sekaligus peningkatan sosialisasinya dalam berkelompok yang bermasyarakyat (orientasi sosial), melalui pembelajaran di dalam sekolah dan di luar sekolah.


(12)

Kegiatan akademik di sekolah yang menyangkut pengayaan konsep ilmu pengetahuan yang dominan teoritis dapat diperkaya melalui orientasi dan kegiatan mobilitas dengan pembelajaran siswa di luar lingkungan sekolah yang berorientasi sosial (Purwaka, 2005:127).

Salah satu lembaga sosial yang menangani cacat netra ini adalah Yayasan Karya Murni yang didirikan oleh Kongregasi Suster Santo Yosef (KSSY). Yayasan Karya Murni membuka pendidikan formal yang dimulai dari tingkat TK sampai jenjang SLTP dimana pendidikan yang diberikan sama materinya dengan sekolah umum lainnya seperti membaca, menulis, pendidikan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan, seni, dan sebagainya.

Pendidikan seni adalah salah satu pendidikan yang mudah untuk diajarkan dan dikembangkan khususnya seni musik dan suara. Pendidikan seni ini dapat diperoleh siswa sejak duduk di bangku TK sampai ke jenjang SLTP1

1

Yayasan Karya Murni membuka pendidikan formal untuk tunanetra dari jenjang TK sampai dengan SLTP, untuk tingkat selanjutnya berintegrasi dengan Pendidikan Umum

. Adapun pelajaran yang diberikan dalam pendidikan kesenian ialah pengetahuan lagu-lagu, baik yang bersifat nasional, internasional maupun yang bersifat kedaerahan, pengenalan notasi yang dalam hal ini adalah notasi braille, pengenalan alat-alat musik seperti rekorder, harmonika, gitar,

organ, keyboard dan sebagainya. Pendidikan kesenian tidak hanya diperoleh secara

formal di sekolah tapi juga diadakan secara nonformal (di luar sekolah) sebagai pemenuhan kegiatan ekstrakurikuler seperti praktek memainkan berbagai alat musik yang tertera di atas. Dan juga adanya latihan bernyanyi secara berkelompok dalam bentuk paduan suara. Semua pembelajaran ini dilakukan secara khusus dan dengan metode yang khusus pula.


(13)

Bagi tunanetra seni suara merupakan salah satu seni yang lebih mudah untuk diterima dan lebih mudah untuk dipelajari karena tidak terlalu banyak menggunakan indera-indera lain selain indera pendengaran, dimana indera pendengaran merupakan indera yang penting bagi penyandang cacat netra karena pendengaran merupakan syarat utama dalam mendeteksi objek sekitar.(Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitas Sosial RI 2002 : 50).

Seperti dalam hal bernyanyi, tunanetra dapat dengan mudah mengetahui banyak syair-syair lagu dan melodinya hanya dengan fokus pada pemanfaatan indera pendengaran yang bersumber dari berbagai media seperti: radio, televisi, kaset dan acara live di berbagai tempat.

Adanya potensi yang merata dalam hal bernyanyi bagi para tunanetra di Yayasan Karya Murni mendorong para pembina yang ada di lembaga ini untuk menggali dan mengembangkannya dalam bentuk kelompok paduan suara. Dalam pembentukan paduan suara ini dilakukan dengan cara dipilih langsung oleh pembina dan ada juga berdasarkan atas keinginan pribadi. Kegiatan latihan paduan suara dilakukan dua kali dalam satu minggu, yang mana dalam setiap pertemuan membutuhkan waktu selama lebih kurang dua jam.

Demi terciptanya sebuah kelompok paduan suara yang berkualitas sangat diperlukan sikap profesionalisme seorang pelatih. Oleh karena itu sebelum kegiatan latihan dilaksanakan terlebih dahulu pelatih melakukan persiapan yang maksimal baik dalam memberi materi latihan dan juga dalam memahami aspek psikologi anak tunanetra. Pelatih harus bersikap ramah agar tidak menimbulkan adanya jarak antara pelatih dengan anggota sehingga proses latihan menjadi lebih nyaman.

Secara umum materi yang diajarkan pelatih relatif sama dengan paduan suara yang umum seperti pengolahan vokal, pembentukan suara, pengolahan pernafasan,


(14)

ekspresi dan sebagainya. Yang menjadi perbedaan adalah bagaimana metode dan teknik yang digunakan pelatih dalam melatih. Misalnya dalam mengucapkan vocal ‘a’, jika pelatih menjelaskan bahwa ukuran mulut yang tepat adalah dengan meletakkan 3 jari tangan pada mulut maka pelatih mampu mempraktekkannya kemudian merabakannya, sehingga anak tunanetra dapat mengetahui dengan benar bagaimana bentuk atau posisi jari serta jari apa saja yang digunakan. Sedangkan untuk hal-hal yang tidak dapat diperagakan pelatih hanya memberi penjelasan berupa ilustrasi. Salah satu contohnya yaitu suara yang keras dan mempunyai kekuatan atau power dapat diketahui dengan membandingkan antara suara terompet pada kapal laut dengan suara klik sound pada sepeda motor, dalam hal ini terompet pada kapal laut merupakan suara yang memiliki

power atau kekuatan.

Di dalam bernyanyi, anak tunanetra mempunyai permasalahan untuk berekspresi dimana anak tunanetra terlihat agak kaku. Namun pelatih dapat mengatasinya dengan mengajarkan gerakan-gerakan sederhana seperti membuat gerakan pada tangan dan kaki. Dengan gerakan tersebut dapat menimbulkan reaksi pada tubuh yang yang mempengaruhi ekspresi wajah pada saat bernyanyi. Untuk mempelajari lagu pelatih menggunakan dua sistem yaitu sistem lisan dan sistem tulisan. Sistem lisan digunakan pada saat belajar nada dari lagu yang sedang dipelajari, dimana pelatih terlebih dahulu mencontohkannya kemudian diikuti dan dan dihafal oleh anggota paduan suara, proses ini dilakukan berulang-ulang sampai anggota paduan suara dapat menguasai lagu tersebut. Sedangkan sistem tulisan digunakan pada teks atau lirik lagu dimana lirik lagu ditulis dengan menggunakan huruf braille yang dibaca dengan meraba. Untuk mempermudah proses belajar lagu pelatih juga memberi gambaran secara umum atau bentuk dari lagu yang akan dipelajari yaitu dengan memutar rekaman lagu yang sudah ada ataupun juga dengan mencontohkannya pada alat musik. Jenis nyanyian yang biasa dipelajari merupakan lagu-lagu yang bersifat rohani, sekuler maupun etnis.


(15)

Ketertarikan anggota terhadap lagu yang akan dipelajari mempengaruhi cepat lambatnya dalam proses belajar lagu tersebut, karena hal ini akan menimbulkan rasa semangat yang tinggi untuk mempelajarinya

Melatih kepercayaan diri serta kesadaran untuk bertanggung jawab pada saat bernyanyi sangat dibutuhkan dalam kelompok paduan suara. Dalam kelompok paduan suara ini pelatih biasanya mengadakan uji coba kemampuan dari setiap anggota berdasarkan apa yang telah dipelajari. Disamping itu pelatih juga sering mengadakan latihan bersama dengan kelompok paduan suara yang umum dan juga ikut menghadiri pertunjukan-pertunjukan konser dari sebuah kelompok paduan suara.

Paduan suara Karya Murni memiliki perbedaan yang signifikan dengan paduan suara yang umum, dimana dalam paduan suara ini peranan seorang dirigen sama sekali tidak diperlukan. Peranan seorang dirigen secara langsung tergantung pada kebiasaan bernyanyi pada saat latihan misalnya untuk memberikan aba-aba tergantung pada musik atau bunyi-bunyi lainnya seperti ketukan, hitungan, dsb. Untuk mengetahui dinamika sebuah lagu pelatih memberi batasan-batasan pada setiap lirik lagu yang akan dinyanyikan artinya : dinamika lagu lebih sering disesuaikan dengan lirik lagu tersebut.

Dengan adanya proses latihan yang demikian maka paduan suara tunanetra Karya Murni ini telah mampu tampil di berbagai acara baik oleh lembaga pemerintah maupun swasta yang bersifat acara resepsi maupun bersifat keagamaan.

Paduan suara Karya Murni telah mengadakan berbagai pertunjukan yaitu, Desember 2001 mengadakan mini konser di aula Karya Murni, Maret 2003 di aula Nommensen P. Siantar, dan dalam rangka memperingati ulang tahun Karya Murni yang ke-50, Juni 2003 mengadakan sebuah konser di Tiara Convention Hall Medan. Paduan suara Karya Murni juga telah mengikuti beberapa Festival Paduan suara Umum di Kotamadya Medan, antara lain : April 2004 Festival Paduan suara dan Vocal Group


(16)

Tingkat SMU se Kotamadya Medan yang memperoleh peringkat III untuk paduan suara dan peringkat I untuk Vocal Group Mei 2004 paduan suara antar gereja se-kotamadya Medan juga memperoleh peringkat III.

Lebih jauh lagi paduan suara ini telah berhasil membuat rekaman dalam bentuk kaset pita dan CD yang telah beredar ke masyarakat. Sesuai dengan perkembangan dan kemajuan yang diperoleh paduan suara Karya Murni masih tetap menjaga eksistensinya dengan mengadakan latihan bernyanyi secara rutin yang bertujuan menambah pengetahuan lagu-lagu yang biasanya dinyanyikan baik dalam acara kebaktian di Karya Murni maupun dalam menghadiri undangan dari masyarakat.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap paduan suara tunanetra Karya Murni dan menuliskannya dalam bentuk skripsi dengan judul “PROSES PEMBELAJARAN

BERNYANYI DALAM KELOMPOK PADUAN SUARA TUNANETRA KARYA MURNI JL.KARYA WISATA KECAMATAN MEDAN JOHOR MEDAN”.

1.6 Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang dikemukakan ada beberapa permasalahan yang menarik untuk dikaji dari topik penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana metode dan teknik yang digunakan oleh pelatih di dalam membangun kelompok paduan suara Karya Murni dan bagaimana teknik belajar lagu. Apakah mempunyai perbedaan atau persamaan dengan paduan suara yang umum.

2. Bagaimana teknik yang digunakan oleh pelatih di dalam mempersiapkan sebuah pertunjukan atau konser.


(17)

1.7 Tujuan dan Manfaat 1.3.1. Tujuan

Berdasarkan pada latar belakang dan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana metode dan teknik yang digunakan pelatih dalam membangun kelompok paduan suara karya murni.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran bernyanyi dalam kelompok Paduan Suara tunanetra Karya Murni sejak latihan sampai pada penampilan. 3. Untuk mengetahui bagaimana interaksi pelatih terhadap anggota Paduan Suara.

1.3.2. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk menambah wawasan kepada para pembaca bahwa tunanetra juga memiliki potensi bernyanyi dalam bentuk paduan suara melalui proses pembelajaran yang khusus.

2) Sebagai motivasi kepada pembaca bahwa keterbatasan fisik seseorang tidak menjadi penghalang untuk mengembangkan kemampuan bernyanyi khususnya bernyanyi dalam kelompok paduan suara.

3) Untuk menambah referensi atau tulisan yang membahas tentang anak luar biasa. 4) Untuk menambah referensi dan dokumentasi tentang paduan suara di jurusan


(18)

1.8 Konsep Dan Teori 1.4.1. Konsep

Konsep memiliki tiga pengertian yaitu : 1. Rancangan atau buram surat dsb,

2. Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit.

3. Ling gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 2002 : 588). Sedangkan (Mardalis, 2003 : 46 ) konsep adalah satu kesatuan pengertian tentang sesuatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan. Penulis akan menguraikan beberapa konsep dari tulisan yang ada mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul tulisan ini.

Proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu (KBBI, 2002 : 899). Untuk mencapai suatu tujuan yang bernilai, diperlukan suatu usaha, baik dalam penggunaan waktu yang efektif maupun kerja keras yang maksimal, baik di bidang sains maupun dalam ilmu sosial seperti di dalam pendidikan luar biasa khususnya tunanetra, untuk dapat mandiri dalam mengembangkan potensinya dibutuhkan suatu proses dengan pelayanan dan pelatihan yang bersifat kontiniu dengan menggunakan metode khusus serta menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung.

Pembelajaran adalah proses, cara, pembuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (KBBI, 2002 : 17). Dengan demikian, pembelajaran merupakan suatu proses yang bertalian sangat erat dengan belajar. Bertitik tolak dari pengertian di atas maka pembelajaran merupakan hal atau cara yang sangat penting dalam mengembangkan makhluk hidup khususnya manusia. Perkembangan yang dapat dicapai melalui pembelajaran umumnya mencakup dua hal penting yaitu, perkembangan metode belajar dan sikap belajar. Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (KBBI,


(19)

2002 : 17). Dengan kata lain belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu individu yang dapat mengalihkan cara berpikir atau tingkah laku dari ketidaktahuan menjadi tahu tentang suatu ilmu atau objek.

Bernyanyi adalah mengeluarkan suara bernada, berlagu (dengan lirik atau tidak) (KBBI, 2002 : 810). Pada dasarnya bernyanyi bersama dapat dibagi menjadi dua yaitu ;

a) Bernyanyi bersama secara teratur dan terencana, pada waktu dan tempat tertentu dan secara rutin disebut paduan suara.

b) Bernyanyi bersama secara spontan misalnya sore hari di muka rumah, ini tidak dapat disebut paduan suara

(Pusat Musik Liturgi Yogyakarta 1978 : 7).

Kelompok adalah kumpulan tentang orang, binatang dsb (KBBI, 2002 : 534). Seperti yang kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya memiliki hubungan saling ketergantungan antara satu individu dengan individu lainnya. Dalam setiap aspek kehidupannya masing-masing individu harus bersosialisasi dengan individu lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk mempererat sosialisasi tersebut maka manuasia biasanya membentuk suatu kelompok yang didasari oleh prinsip-prinsip yang telah disepakati bersama.

Paduan suara berasal dari kata suara yang terpadu yang terdiri dari paduan suara besar atau kecil. Dengan demikian paduan suara adalah bernyanyi secara serentak, terpadu dengan keselarasan volume yang baik dan terkontrol, mengikuti keselarasan harmoni dan juga memberikan interprestasi yang sedekat-dekatnya pada kemauan komposer (Harahap, 2005 : 1). Selanjutnya Harahap menjelaskan bahwa paduan suara terbagi lagi atas beberapa jenis yaitu :

Paduan suara campuran (Chourus/choir) : anggotanya terdiri dari wanita dan pria dewasa.


(20)

Paduan suara wanita/Ibu-ibu (Woman choir) : anggota/penyanyi hanya wanita saja.

Paduan suara pria/Bapak (Man choir) : anggota/penyanyi hanya pria saja.

Paduan suara anak-anak (Boy choir) : anggotanya/ penyanyi hanya anak-anak, baik mereka itu laki-laki semua, wanita semua atau gabungan dari keduanya. Berdasarkan konsep di atas maka paduan suara tunanetra Karya murni digolongkan pada jenis paduan suara campuran. Secara harafiah tunanetra berasal dari dua kata, yaitu :

a. Tuna (Tuno: Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikkan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki.

b. Netra (Netro : Jawa) yang berarti mata.

Namun demikian kata tunanetra adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang berarti adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata (Purwaka, 2005 : 36).

Rogow dalam bukunya yang berjudul Helping the Visual Impaired child with

developmental Problems (1988 : 33) dan Masson dalam bukunya yang berjudul Visual Impairment : Access to Education for Children and Young people (1997 : XV) memberi

istilah ketunanetraan sebagai visual Impairment. Kerusakan penglihatan adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan semua bentuk kehilangan penglihatan. Dalam istilah tersebut digambarkan tentang jenis ketunanetraan yang meliputi buta (Blind) dan kurang penglihatan (Low Vision). Buta digunakan untuk mendeskripsikan anak yang betul-betul menggunakan metode perabaan dalam belajarnya. Sedangkan kurang penglihatan untuk menyebut anak yang sebagian besar belajarnya mengutamakan metode penglihatan.


(21)

Karya Murni adalah nama dari sebuah yayasan swasta yang bersifat sosial di mana yayasan ini mendirikan sekolah dan asrama khusus untuk anak luar biasa yaitu tunanetra dan tunarungu. Yayasan ini didirikan oleh sekelompok biarawati yang menamakan dirinya Kongregasi Suster Santo Yosef (KSSY).

Dalam tulisan ini penulis secara khusus akan membahas cacat netra. Mereka dibesarkan, diasuh, dididik, diberdayakan bukan karena mereka dipandang sebagai orang yang mesti dikasihani. Karya Murni mempunyai keyakinan dasar bahwa sebagai ciptaan mereka adalah citra atau gambaran Tuhan Allah yang sederajat dengan orang lain. Mereka mempunyai hak untuk mewujudkan jati diri mereka, tapi proses itu dilakukan mesti dengan menghormati kemungkinan yang ada dalam diri mereka.

Jl.Karya Wisata Kecamatan Medan Johor Medan adalah tempat dimana lokasi Yayasan Tunanetra Karya Murni berada. Pada tahun 1964 Yayasan Tunanetra Karya Murni berada di Jl. Hayam Wuruk No.11 Medan. Kemudian pada tahun 1980 Yayasan ini pindah ke Jl.Karya Wisata Kecamatan Medan Johor Medan.

1.4.2. Teori

Teori diartikan sebagai pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian) dan azas-azas, hukum-hukum umum yang menjadi dasar sesuatu kesenian atau ilmu pengetahuan secara pendapat cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu (Poerdarminta, 1976 : 10).

Menurut Adjie (2006) musik adalah kesenian yang bersumber dari bunyi. Musik dibangun oleh 4 unsur, nada atau bunyi yang teratur, amplitude kuat lemahnya bunyi yang bahasa musiknya disebut “dinamik”. Unsur waktu yang terdiri atas panjang pendeknya bunyi (hitungan panjang pendeknya / ketukan nada serta timbre atau warna


(22)

suara (sound). Apabila cetusan ekspresi isi hati dikeluarkan lewat mulut manusia disebut musik vokal, dan apabila lewat alat-alat musik disebut dengan instrumentalis.

Salah satu bentuk musik vokal adalah paduan suara. Seperti pada penjelasan konsep di atas, Harahap mengatakan Paduan suara adalah bernyanyi secara serentak, terpadu dengan keselarasan harmoni dan juga memberikan interprestasi yang sedekat-dekatnya pada kemauan komposer. Ada beberapa hakikat penting yang diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme di dalam belajar musik, dimana dalam penelitian ini secara khusus membahas musik vokal yaitu paduan suara. Hakikat tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Hakikat kecerdasan

Melalui pendapat Gardner, Seashore, Tetrunis, Bersom dan Forcucci dapat disimpulkan bahwa : kecerdasan musik adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan kegiatan musik dengan memiliki kepekaan akan unsur-unsur yang terkait yaitu kepekaan melodi, ritme, harmoni, bentuk, dinamik, irama dan ekspresi disertai pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang mendukung. Sesuai dengan teori belajar dari : Bloom kecerdasan bermusik akan dibentuk melalui 3 aspek yaitu :

a. Aspek kognitif : dalam membentuk pemahaman dan dapat menerapkan pengetahuan yang diajar.

b. Aspek Psikomotorik : Dalam membentuk ketrampilan untuk menyanyi, mengaba-aba, mengiringi dan beransambel.

c. Aspek Afektif ; dalam membentuk penghayatan musik serta membangkitkan motivasi belajar bagi peserta.


(23)

2. Hakikat model pelatihan

Melalui pendapat Good, Travers, Harre dan Snelbecker(hakikat model) serta Davis dan Werthor (hakikat pelatihan) dapat disimpulkan bahwa model sebagai sebuah prosedur yang dalam hal ini adalah prosedur pembelajaran yang menggambarkan langkah, kegiatan dan strategi pembelajaran yang dilakukan selama pelatihan

3. Hakikat Motivasi

Melalui pendapat dari Sherif, Gagne, Shield, Bredemeir dan Gredler : dihasilkan sebuah rangkuman tentang hakikat motivasi yang berbunyi sebagai berikut ; motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan suatu tindakan. Dalam rangka meningkatkan profesionalisme para anggota paduan suara Karya Murni melalui pembelajaran perlu adanya usaha dalam membangun motivasi agar memiliki semangat saat mengikuti pembelajaran.

Menurut Meriam dalam bukunya yang berjudul The Antropology of musik 145-163, ada dua proses pembelajaran musik yaitu :

a. Learning musik by imitation (pembelajaran musik dengan proses meniru). Belajar

musik dengan proses meniru merupakan suatu belajar musik yang tidak melibatkan pengajar, materi pelajaran dan tempat belajar yang formal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses belajar semacam ini adalah proses belajar musik yang paling sederhana karena hanya melibatkan musik sebagai sumber bunyi. Dalam hal ini seorang pelajar musik akan mendengarkan dan mengamati musik yang dimainkan oleh pelaku musik yang kemudian ditiru berdasarkan rasa musik yang dimiliki oleh pelajar itu. Dalam proses belajar musik ini pelaku musik yang ditiru sangat beragam seperti : meniru musisi yang digemari, meniru orang yang terdekat dan yang lebih tua misalnya saudara dan orangtua dan sebagainya.


(24)

b. Learning musik by teaching (Proses belajar musik dengan pengajaran). Proses belajar musik ini melibatkan 3 hal penting yaitu :

a. Motivation (motivasi). Motivasi merupakan suatu teknik yang melibatkan punishment

(hukuman), diberikan apabila murid bersalah. Threatened(ancaman) memberi peringatan kepada para murid agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan inciting (memacu), dilakukan agar murid lebih bersemangat.

b. Guidence (bimbingan), terdiri dari leading (pengarahan) yang mana guru memberi

penjelasan tentang apa yang sedang diajarkan. Instructing (perintah), guru memerintahkan murid untuk mempraktekkan apa yang sedang diajarkan.

Demonstrating (mempertunjukkan), guru memberi contoh kepada murid tentang apa

yang sedang diajarkan.

c. Reword (Penghargaan), terdiri dari helping (memberikan bantuan), giving (pemberian

hadiah), praising (memberikan pujian) dan allowing (memberikan pengakuan).

1.9 Metode Penelitian

Dalam melakukan metode penelitian, penulis akan mempergunakan penelitian deskriptif dengan tujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok-kelompok tertentu atau menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakyat. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa, mungki n juga belum tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan masalah yang bersangkutan (Koenjeaningrat, 1999 : 29), penelitian ini juga dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang maksudnya ialah memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendekati suatu gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia atas pola-pola (Bogdan, 1975 : 4-5).


(25)

Dalam penelitian ini, penulis adalah merupakan peneliti partisipatif (terlibat) di mana penulis adalah menjadi bagian dari objek yang diteliti yaitu Paduan suara Tunanetra Karya Murni.

Dalam etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci di lapangan sedangkan metode lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas meliputi dasar-dasar teoritis yang menjadi acuan bagi teknik penelitian lapangan. Teknik menunjukkan pemecahan masalah, pengumpulan data hari demi hari, sedangkan mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan (Meriam, 1964 : 39-40).

1.5.1. Studi Kepustakaan

Dalam melakukan penelitian terlebih dahulu penulis melakukan studi kepustakaan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang berupa buku dari perpustakaan, jurnal, makalah, skripsi sarjana, artikel, maupun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan Yayasan Karya Murni maupun tunanetra. Tujuan dari pengumpulan dari referensi ini untuk mencari informasi yang lengkap dan akurat tentang konsep, teori dan data-data pendukung tulisan ini.

1.5.2. Wawancara

Untuk membantu pengumpulan data penulis melakukan wawancara dengan informan di mana wawancara ini teknik tanya jawab yang sangat penting dalam sebuah penelitian.


(26)

Ada dua jenis wawancara menurut Koentjaningrat (1981 : 162-196) yaitu wawancara berencana dan wawancara tidak berencana. Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun oleh peneliti. Sebaliknya, wawancara tidak berencana merupakan wawancara yang tidak mempunyai persiapan sebelumnya. Sewaktu-waktu wawancara tidak berencana dapat muncul dalam wawancara berencana. Hal ini dapat disebabkan keterbatasan penelitian tentang topik wawancara atau bisa disebabkan oleh situasi dan kondisi saat melakukan wawancara serta daya ingat peneliti dan narasumber.

Hasil wawancara ditentukan oleh faktor-faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah pewawancara, respondens, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.

1.5.3. Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium ini pada dasarnya dikerjakan dalam beberapa tahap kerja. Pertama mencatat semua data tentang paduan suara Karya Murni. Kedua, membuat transkripsi dari beberapa sampel lagu yang dipelajari oleh Paduan suara Karya Murni. Dalam hal ini transkripsi yang dilakukan adalah mengubah notasi balok dari partitur yang biasa digunakan ke dalam bentuk susunan notasi braille yang mana notasi ini merupakan huruf timbul yang dapat diraba yang biasa digunakan oleh anak tunanetra.

1.5.4. Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis adalah di Panti Asuhan Karya Murni Jl.Karya Wisata Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Medan. Adapun alasan memilih lokasi ini :


(27)

1. Karena lokasi tersebut masih berada di daerah Kotamadya Medan sehingga mudah untuk dijangkau dalam pelaksanaan penelitian.

2. Karena penulis pernah terlibat dalam kelompok paduan suara tersebut

3. Karena kegiatan paduan suara tersebut masih tetap berlangsung sampai penelitian ini dilaksanakan.


(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM YAYASAN KARYA MURNI

2.1 Sejarah Yayasan Karya Murni

2.1.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Karya Murni

Awal pendirian SLB/A Karya Murni diinspirasikan oleh kisah kedatangan seorang gadis kecil yang tak dapat melihat, bernama Ponikem. Gadis kecil berusia 13 tahun ini ditemukan oleh serdadu Belanda di sebuah jalan kota Martapura Kabupaten Langkat. Oleh belas-kasihan, serdadu ini membawa Ponikem ke Susteran Santo Yoseph Jl. Hayamwuruk Medan, untuk diasuh dan dirawat. Kedatangan mereka diterima oleh seorang suster yang sangat baik, yaitu Suster Ildefonsa yang berhati emas. Ponikem kemudian tinggal dan diasuh oleh Suster-suster Santo Yosef yang tinggal di Hayamwuruk. Ini terjadi di tahun 1950. Tetapi lama kelamaan ada suatu pemikiran di benak Suster Ildefonsa ini. Ponikem bisa diasuh dan tumbuh berkembang, namun apa jadinya dia kelak kalau harus dituntun dan dipapah? Tak bisa membaca ataupun menulis. Suster Ildefonsa ingin agar Ponikem juga bisa berarti dan punya nilai, tidak tergantung seumur hidupnya pada orang lain. Dia harus mendapatkan pendidikan sebagai tunanetra, begitulah niat suster Ildefonsa.

Kebetulan pada tahun 1950 ia mengambil cuti ke Nederland. Kesempatan itu ia pergunakan pergi ke Grave, sebuah institut anak tunanetra “De Wijnberg” untuk mempelajari huruf Braille dan metode pengajarannya. Iapun berulang-ulang pergi ke sana untuk belajar. Pada suatu hari ia bertemu dengan seorang gadis Tionghoa yang juga tunanetra. Ia berasal dari Bangka-Indonesia yang telah enam belas tahun tinggal di institut itu. Trees Kim Lan Bong itulah nama lengkapnya. Suster Ildefonsa akhirnya


(29)

mengutarakan niatnya pada kongregasi di Belanda dan pada Trees Kim Lan Bong ini untuk membuka sekolah Luar Biasa di Indonesia tepatnya di Jl.Hayamwuruk No.11 Medan. Kongregasi sangat menyetujui niat baik ini dan akhirnya diputuskan SLB/A akan didirikan.

Trees Bong yang memang telah lama ingin pulang dengan senang hati ikut suster Ildefonsa ke Indonesia untuk mengajar tulisan Braille. Merekapun tiba di pelabuhan Belawan pada 15 Agustus 1950. Dapat dibayangkan seluruh penghuni di susteran Hayamwuruk menyambut mereka dengan sangat gembira.

Trees Bong awalnya cukup sulit untuk beradaptasi dalam hal bahasa maupun budaya yang ada di komunitas, namun semua itu dapat diikutinya dengan perjuangan keras demi mengemban tugas yang mulia ini. Ia pun mulai mengajari gadis Ponikem tulisan Braille. Orang buta mengajari orang buta. Unik, namun disitulah komunikasi dalam kontak batin terbangun.

Tidak berapa lama datanglah dua orang anak, Agustina Wilhelmina Halatu 7 tahun pada tahun 1950 dan Cicilia Pardede (21 tahun) pada tahun 1951. Begitulah pendidikan anak tunanetra itu mulai berjalan dan berkembang walaupun belum secara resmi.

Sosialisasi mengenai telah dibukanya pendidikan anak-anak tunanetra ini juga semakin digencarkan. Para pastor maupun suster yang sedang bertugas ke daerah-daerah selalu menyempatkan diri menyampaikan berita gembira ini, agar bila ada keluarga mereka yang tunanetra dapat dididik dan dibina di sekolah baru ini. Hal ini memang bukan soal gampang, sebab banyak keluarga-keluarga yang mempunyai anak tunanetra tidak rela anaknya dibawa untuk tinggal di asrama. Ada semacam kekhawatiran bahwa mereka tidak akan berjumpa lagi kelak. Namun usaha tetap dijalankan meyakinkan mereka bahwa sekolah ini adalah yang terbaik untuk pembinaan anak-anak mereka. Mereka harus dididik untuk bisa mandiri demi masa depan mereka sendiri.


(30)

Penyakit Pokken memang suatu penyakit yang menakutkan karena pada waktu itu belum ditemukan vaksinnya dan penyakit inilah yang ternyata salah satu penyebab kebutaan ini. Mayoritas anak-anak tunanetra yang masuk Karya Murni adalah sebagai akibat pokken ini dan juga sebagai akibat kekurangan gizi. Pada tahun 1953 datang pula Leo Siregar, kemudian Saulina Oda Sijabat, dan Samaun Su’ut. Rasanya sudah perlu didirikan suatu badan yang mengelola pendidikan ini. Maka pada tanggal 26 Agustus 1953 dibentuklah Badan Santa Oda Stichting. Murid-murid terus bertambah. Satu demi satu mereka berdatangan hingga di tahun 1960 murid sekolah ini sudah 13 orang. Pada tahun 1964 dibuka pula sekolah untuk anak-anak tunarungu atau bisu tuli. Dengan dibukanya sekolah ini, Santa Oda Stichting yang selama ini mengelola sekolah tunanetra ini diganti menjadi Yayasan Karya Murni. Dan sekaligus mengelola kedua sekolah ini.

2.1.2 Perkembangan Yayasan Karya Murni

Lokasi Hayam Wuruk dirasakan telah menjadi sangat sempit untuk menampung dua sekolah SLB/A dan SLB/B. Maka di tahun 1969 SLB/B ini pindah ke jalan HM. Joni Pasar Merah sebagai lokasi pertapakan dua setengah hektar, sedangkan SLB/A tetap di Hayam Wuruk. Sampai tahun 1970 sudah ada pertambahan murid sebanyak 14 orang, sehingga jumlah murid sekolah ada 20 orang.

Begitulah sekolah ini dari waktu ke waktu makin banyak peminatnya, sementara lokasi tidak mengalami perkembangan. Maka pada tahun 1978, gedung dibangun di daerah Medan Johor kompleks Karya Wisata untuk sekolah SLB-A.

Karena semangat pengabdian memanusiakan orang-orang kecil dan menderita menjadi setara dengan manusia pada umumnya, tetap bergelora di hati para Suster-suster Santu Yosef ini, pada tahun 1985, sayap telah dikepakkan, karya murni membuka sekolah yang sama di Ruteng-Flores. Di sana ternyata banyak saudara yang butuh pertolongan.


(31)

Seiring dengan jumlah murid yang semakin bertambah, penghuni asrama pun secara otomatis bertambah. Usia mereka bervariasi antara 2 sampai 21 tahun. Melihat perkembangan anak-anak yang diasuh di asrama, terutama anak yang usianya dua sampai lima tahun, ternyata perkembangannya tidak sesuai dengan usianya. Hal ini mungkin karena mereka bergaul dengan orang-orang yang usianya lebih tua. Dari itu timbullah pemikiran untuk mengadakan pengelompokan anak-anak sesuai dengan tingkat usia masing-masing. Yakni supaya anak-anak mengalami perkembangan yang wajar, sesuai dengan perkembangan usianya sekaligus mengalami kasih di mana antara anak dengan anak serta antara anak dengan pengasuhnya tercipta suasana kekeluargaan dan persaudaraan yang dalam, sekaligus juga untuk lebih memandirikan anak. Maka pada tahun 1997 dibangunlah lima unit gedung asrama tunanetra Karya Murni. Masing-masing unit terdiri dari kamar tidur lengkap dengan kamar mandi masing-masing, ruang makan, ruang rekreasi serta dapur. Setiap unit dihuni10 sampai 12 orang, dengan seorang suster dan seorang karyawan wanita. Dibangun juga sebuah aula yang cukup luas sebagai sarana bagi mereka untuk berkreasi baik dalam pengembangan musik maupun olah raga, serta untuk perayaan ataupun ibadat lainnya.

2.2 Visi, Misi dan Motto Yayasan Karya Murni

Yayasan Karya Murni mempunyai visi dan misi yang sungguh mulia.

2.2.1 Visi dan Misi

2.2.1.1. Visi

Terwujudnya penghargaan dan pemberdayaan agar mereka yang dilayani mengalami kasih, dapat mandiri dan menemukan makna hidup sebagai citra Allah yang bermartabat.


(32)

2.2.1.2.Misi

1.

Memelihara kehidupan

2.

Menjadikan asrama sebagai komunitas persaudaraan yang saling peduli dan

saling mengasihi

3.

Mengembangkan bakat dan potensi anak panti

4.

Meningkatkan kehidupan rohani anak panti

5.

Melatih anak panti untuk Mandiri

6.

Mampu menemukan makna hidup

7.

Mengembangkan profesionalisme pembina

8.

Menjalin relasi yang baik dengan pemerintah, donatur, masyarakat dan

berbagai instansi lain.

2.2.2. Motto

Venerate Vitam atau hormatilah hidup adalah motto Karya Murni. Sebagai

lembaga yang bergerak dalam bidang kemanusiaan, Karya murni memegang teguh prinsip bahwa hidup mesti dihormati.

Menghormati hidup atau Venerare Vitam adalah prinsip dasar Karya Murni. Karya Murni lebih menekankan hormat terhadap hidup itu entah bagaimanapun kwalitasnya menurut pandangan umum. Di Karya Murni semua manusia diperlakukan dan dihormati sama tanpa memandang asal usul atau keadaan fisik warga secara lahiriah dengan menyandang cacat atau tanpa cacat fisik.

Sebagai lembaga sosial kemanusiaan, karya Murni memberi perhatian khusus kepada para penyandang cacat seperti tunanetra, tunarungu, tunawicara, serta anak-anak yatim piatu dan ekonomi sangat lemah. Di Karya Murni Anak-anak Tuhan yang terlahir


(33)

dalam keadaan yang demikian, dididik, dibesarkan, diberdayakan, dan dimungki nkan untuk menjadi mandiri dan dan menemukan jati diri mereka. Mereka dibesarkan, diasuh, dididik, dan diberdayakan bukan karena mereka dipandang hina sebagai orang yang mesti dikasihani. Karya Murni mempunyai keyakinan dasar bahwa sebagai ciptaan, mereka adalah citra atau gambaran Tuhan Allah yang sederajat dengan orang lain.

Mereka mempunyai hak untuk mewujudkn jatidiri mereka tapi proses itu dilakukan mesti dengan menghormati kemungkinan yang ada dalam diri mereka. Mereka sendiri mesti ikut serta menentukan proses pemberdayaan yang dapat mereka jalani sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam diri mereka. Sesungguhnya itulah yang dimuat dalam motto atau filosofi dasar Karya Murni yakni Venerate Vitam atau

Hormatilah hidup.

Hidup pertama-tama mesti dihormati entah bagaimanapun wujudnya dalam diri anak-anak Tuhan.Setiap manusia entah bagaimanapun keadaannya mestilah dihormati dan berdasarkan keadaan itulah mereka ditolong untuk memberdayakan diri. Oleh karena itu Karya Murni pertama-tama sangat menghormati warga yang datang untuk diberdayakan di dalamnya. Karya murni yakin hanya dengan pertama-tama menghormati hidup itu, maka proses pemberdayaan dapat dilakukan dengan benar dan berbuah.

Prinsip itulah yang diterapkan dalam Panti Asuhan Karya Murni. Di Karya Murni semua warga, pengasuh dan pembina menyadari bahwa setiap orang mempunyai keistimewaan masing-masing. Keistimewaan itu adalah kekayaan yang saling melengkapi untuk bisa mempercepat proses pemberdayaan.

Prinsip menghormati hidup itulah yang menyanggupkan para tenaga kependidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) A dan B dalam menjalankan tugas mereka. Itulah yang dengan sadar dipegang dan sekaligus menjadi filosofi dasar bagi para guru atau pendidik


(34)

Karya Murni yakin bahwa tidak ada pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan. Karya Murni juga yakin bahwa pekerjaan apapun yang hendak dilakukan dalam pemberdayaan semua anak bangsa prinsip pertama dan utama adalah Venerate Vitam atau Hormatilah Hidup.

2.3 Keadaan Panti Asuhan Karya Murni

Panti Asuhan Karya Murni adalah panti asuhan milik Yayasan Karya Murni. Panti Asuhan Karya Murni menerima antara lain anak tunanetra, anak yatim piatu, dan anak yang lemah ekonomi. Anak dengan tiga karakteristik ini dibina secara bersama di asrama sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Panti asuhan Karya Murni terdiri dari 6 unit dan 1 aula. Unit-1, adalah tempat pembinaan dasar. Yang menempati unit-1 adalah anak anak tunanetra yang masih kecil, yakni anak-anak yang baru datang dan anak yang belum trampil mengurus diri sendiri. Unit-2 dan 5, adalah unit yang ditempati oleh anak laki-laki, yang sudah mampu mengurus diri sendiri (mencuci baju, menyetrika, menyapu, dll). Unit-3 dan 4, adalah unit yang ditempati oleh anak tunanetra perempuan yang sudah mampu mengurus diri sendiri. Unit-6 adalah unit yang ditempati oleh anak awas, yakni anak-anak yang lemah ekonomi dan anak yatim piatu.

Pada setiap unit diberi pendamping, yakni seorang suster dan seorang kakak pegawai, yang menjadi penanggung jawab pembinaan anak-anak tiap unit. Untuk membina rasa persaudaraan di antara anak panti, diadakan kegiatan-kegiatan bersama baik kegiatan per unit maupun kegiatan bersama seluruh anggota panti. Kegiatan tersebut misalnya, wajib makan bersama tiga kali sehari. Tiga kali dalam seminggu doa bersama seluruh anggota panti di aula, dan doa bersama di unit masing-masing sebelum tidur. Kebersihan secara bersama-sama baik per unit maupun bersama semua anggota panti.


(35)

2.3.1 Asal usul Warga Panti

Panti Asuhan Karya Murni, yang secara geografis berada di kota Medan, Provinsi Sumatera Utara ini, jika ditelusuri dari aspek daerah, berada di kawasan suku batak. Yang antara lain batak toba, Karo, Simalungun, Nias, Pakpak, dll. Sesuai dengan letak tempat tinggal ini maka pada umumnya anak-anak Panti Asuhan Karya Murni berasal dari daerah daerah - tersebut di atas. Namun demikian ada juga suku lain di luar batak, seperti halnya suku Jawa, dan China.

Panti Asuhan Karya Murni menerima siapa saja anak tunanetra yang diantar dengan tujuan untuk menerima pembinaan dan pendidikan. Tidak membatasi penerimaan baik dari segi ekonomi, bahasa, daerah, suku, agama, dan lainnya. Panti Asuhan Karya Murni terbuka untuk semua orang yang datang dan tinggal di panti dengan kategori anak tersebut memiliki cacat netra. Hingga saat ini warga panti asuhan Karya Murni berasal dari berbagai daerah dan suku. Melihat buku induk registrasi anak-anak panti ini, mereka berasal dari beberapa daerah dan suku, yang di antaranya adalah batak toba, karo, Simalungun, Nias, Pakpak China dan Jawa.dari seluruh anak panti ini.

2.3.2 Bahasa Warga Panti

Sehubungan dengan keterangan di atas yang menyatakan bahwa anak-anak panti berasal dari daerah yang berbeda-beda, maka sudah tentu bahasa bawaan mereka beraneka ragam sesuai dengan bahasa ibu di daerah asal masing-masing. Walaupun mereka datang dengan bahasa masing masing, namun setelah berada di panti, mereka diajari untuk mampu berbahasa Indonesia yang benar. Maka bahasa persatuan di panti asuhan Karya Murni adalah Bahasa Idonesia sebagai bahasa negara kita, Indonesia.


(36)

2.3.3 Sumber Dana

Panti asuhan Karya Murni yang dikelola oleh suster Kongregasi Suster-suster Santo Yosef ini merupakan yayasan sosial. Karya Murni sesuai namanya memang sebuah karya yang betul-betul murni menolong mereka yang miskin dan menderita. Anak-anak di panti ini sebagian besar berasal dari keluarga-keluarga miskin di desa-desa di pelosok-pelosok Sumatera Utara ini, bahkan banyak diantaranya berasal dari pulau Nias. Tak heran kalau hampir sepanjang usia mereka ini, tak satupun keluarga yang datang untuk menjenguk ataupun menanyakan kabar tentang keadaan anak-anak ini. Semua seakan tak peduli lagi. Bagaimana mungkin membebankan biaya anak anak ini pada mereka sedangkan untuk bisa datang melepas rindu saja tidak?

Maka mau tak mau dan memang itu sudah menjadi bagian pengabdian dari suster-suster Santu Yoseph ini untuk berusaha sendiri menanggulangi semua kebutuhan-kebutuhan mereka. Atas dasar itulah mereka harus rela bersakit-sakit, pontang panting kesana kemari untuk mencari dana, mengetuk rumah para dermawan yang berbaik hati memberikan bantuan, bahkan tak segan-segan ikut bersama anak-anak tunanetra memikul sapu dan keset kaki serta keranjang-keranjang bunga menjajakan untuk dibeli orang yang berbelas kasih. Masuk toko keluar toko, ikut pameran, dan lain-lain. Begitulah perjuangan mereka di awal-awal berdirinya SLB-A ini.

Memasuki era tahun 1975, angin segar sudah dapat dirasakan, usaha dan pendekatan yang telah dibangun selama ini mulai menampakkan hasil. Para donatur mulai melirik. Badan-badan sosial baik dalam maupun luar negeri mulai mengulurkan tangan dan memberi bantuan. Karya Murni boleh bernafas lega, cita-cita untuk lebih berkembang mulai diwujudkan tanpa harus pontang-panting lagi. Hingga saat ini Karya Murni dapat bertahan berkat dana dari para donatur, dan masih berharap pada perhatian dan bantuan dari para donatur untuk pengembangan lebih lanjut ini.


(37)

2.3.4 Tata Harian

Panti Asuhan Karya Murni merupakan panti asuhan yang dikelola oleh sekelompok biarawati. Dengan demikian, panti asuhan ini dibina dan dibimbing dengan aturan-aturan yang mengarahkan anak-anak kepada pribadi yang ber Tuhan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan bawaan masing-masing (sesuai dengan agamanya), tanpa menguba h keyakinannya. Untuk membina iman mereka, anak-anak diajari dan dibiasakan dengan hidup doa. Dan disadarkan akan pentingnya hidup doa dalam hidup manusia. Maka sebelum mereka mengawali segala aktivitas mereka dipagi hari mereka selalu berkumpul bersama dan berdoa bersama didampingi oleh suster yang ada di panti masing-masing. Demikian juga setelah melewati segala kegiatan harian dan hendak istirahat malam, mereka berdoa bersama. Disamping itu dua kali dalam seminggu mereka rutin mengikuti perayaan Ekaristi di kapel panti Asuhan Karya Murni, yang menjadi sumber kekuatan iman mereka. Mereka juga dilatih untuk mampu bersyukur atas semua orang yang berbuat baik kepada mereka, dan mendoakan semua orang yang berbuat baik kepada mereka.

Mengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial, dan sebagai makhluk sosial menuntut terjadinya hubungan antara seorang dengan orang yang lain. maka manusia perlu bersosialisasi dan menjalin relasi dengan orang lain. Karena menjalin relasi dengan orang lain merupakan langkah setiap orang dalam upaya mempertahankan hidupnya, karena tanpa orang lain manusia tidak akan dapat mempertahankan hidupnya. Maka untuk dapat diterima di tengah pergaulan masyarakat, manusia harus mampu bergaul sesuai dengan norma/ketentuan yang berlaku di tengah masyarakat umum. Untuk mempersiapkan diri anak dalam memasuki dunia masyarakat yang lebih luas nantinya, mereka dibekali dengan memberikan pembinaan moral dan tatakrama bergaul.


(38)

Di panti Asuhan Karya Murni, anak-anak juga dilatih untuk dapat hidup mandiri. Sebagai dasar untuk mengawali kemandirian anak, pihak panti membuat program untuk memberi pelatihan ADL (activity Daily Living). ADL (aktivitas kehidupan sehari-hari) yang dilatih antara lain membersihkan dan merawat tubuh sendiri, berpenampilan rapi, menyisir rambut, menggunakan bedak, berpakaian yang rapi dan menyesuaikan warna yang tepat. Anak juga dilatih mencuci, menjemur, menyetrika dan melipat baju sendiri serta merapikannya di lemari, membersihkan rumah dan lingkungan rumah dengan menyapu, mengepel, mencabut rumput, dll. Tujuannya adalah untuk memandirikan anak, agar tidak terlalu menggantungkan diri dan segala kebutuhannya kepada orang lain yang awas. Karena pada dasarnya, biarpun mereka tunanetra, sesungguhnya mereka bisa. Hanya saja butuh latihan yang lebih lama.

Menyadari bahwa anak tunanetra juga mempunyai bakat-bakat dan potensi untuk mengembangkan diri dan bakatnya, di panti asuhan karya murni, anak didukung untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya. Anak tunanetra pada umumnya memiliki suara yang bagus. Maka, untuk mengembangkan potensi di dunia tarik suara, mereka mengikuti latihan olah vokal sebanyak dua kali seminggu. Selain itu, mereka juga mengembangkan bakatnya di dunia musik, dengan memberikan fasilitas dan waktu untuk mengembangkan bakat musiknya.

Secara lebih detail, di bawah ini dijabarkan rangkaian kegiatan harian anak-anak Panti Asuhan Karya Murni.

Pukul 04.30 WIB : Bangun Tidur, doa pagi, kebersihan seputar panti, mandi, serapan pagi, persiapan ke sekolah.

Pukul 07.00 WIB : berangkat ke sekolah


(39)

Pukul 14.00 WIB : Istirahat Siang

Pukul 15.30 WIB : Bangun tidur + kegiatan sore* Pukul 16.30 WIB : Mandi

Pukul 17.30 WIB : Makan malam Pukul 18.30 WIB : belajar Pukul 20.30 WIB : rekreasi

Pukul 21.30 WIB : Doa malam + tidur *Kegiatan-kegiatan sore:

Senin : olah vokal

Selasa : kerja bakti, les bahasa Ingris, perayaan Ekaristi Rabu : kebersihan yakni menyikat selokan seputar panti Kamis : Kebersihan kamar-kamar

Jumat : olah vokal

Sabtu : kegiatan pramuka (kegiatan Sekolah) Minggu : Olah raga

2.4 Sistem Pendidikan Di Karya Murni

Yayasan Karya Murni menyelenggarakan dua bentuk wadah pendidikan/pembinaan bagi anak-anak tunanetra. Kedua wadah pendidikan tersebut


(40)

adalah pendidikan formal yakni pendidikan di sekolah, dan pendidikan non formal yakni asrama/panti.

2.4.1 Pendidikan Formal

Pendidikan formal, yakni sekolah. Sekolah yang dikelola oleh Yayasan Karya Murni dikenal dengan SLB.A Karya Murni (Sekolah Luar Biasa Bagian A (Tunanetra) Karya Murni), dimulai sejak tahun 1962 SLB.A Karya Murni memiliki tiga jenjang pendidikan, yakni TKLB.A, SDLB.A, SMPLB.A. Lulusan dari SMPLB.A ini disalurkan ke SMA Cahaya dan yang lain, bergabung dengan siswa-siswa yang awas. Dan kemudian melanjut ke perguruan tinggi. SLB.A Karya Murni menerima siswa tunanetra yang dari luar panti, misalnya yang tinggal di rumah keluarga, ataupun yang Kost.

2.4.3 Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal, yakni pendidikan yang diadakan di panti. Program pendidikan di panti ini antara lain seperti yang telah dijabarkan di atas tadi, antara lain pembinaan kemandirian anak, pengembangan bakat-bakat dan kreativitas anak, pembinaan diri dan


(41)

BAB III

PROSES MEMBANGUN KELOMPOK PADUAN SUARA KARYA MURNI

3.3 PEMBENTUKAN KELOMPOK 3.3.1 seleksi anak-anak yang berbakat

Panti Asuhan Karya Murni adalah kumpulan anak tunanetra yang berasal dari berbagai daerah. Mereka menjadi siswa sesuai dengan tingkat kemampuan akademisnya tanpa melihat usia. Sebagai Contoh; mereka ada yang sudah berusia delapan belas tahun namun masih kelas dua SLTP. Dari kumpulan inilah dicari orang yang berbakat seni, kemudian mereka dikelompokkan antara yang mempunyai bakat seni dengan yang tidak mempunyai bakat seni. Pada umumnya mereka suka musik dan bergabung dalam paduan suara.

Anggota paduan suara dapat dirata-ratakan usia lima belas tahun sampai dua puluh dua tahun, sedangkan siswa yang di bawah umur dikategorikan menjadi paduan suara junior.Dalam pembentukkan paduan suara ini dilakukan dengan cara dipilih langsung oleh Pembina dan ada juga berdasarkan atas keinginan pribadi.

3.1.2 seleksi suara

Sesuai dengan karakter suara mereka dibagi dalam empat suara, yaitu Sopran Alto, Tenor dan Bass. Dalam pembagian suara ini mereka diminta untuk menyanyikan sebuah lagu, kemudian pelatih melihat tingkat ketebalan masing-masing suara, tinggi suara dan karakternya. Umumnya wanita menginginkan suara sopran tanpa mengerti ciri suaranya sendiri, sehingga pelatih harus menerangkan alasan dan ciri suara


(42)

masing-masing. Kendala yang dihadapi dalam seleksi suara ini adalah beberapa siswa memiliki suara yang parau dan pecah. Hal ini disebabkan pada masa sebelumnya tehnik bernyanyi yang salah dan memaksa suaranya labih tinggi dari karakternya, sehingga sulit untuk diperbaiki.

3.1.3 seleksi kemampuan penglihatan

Jenis ketunanetraan ditentukan oleh kasusnya dan tingkat kemampuan penglihatan. Ada yang disebut low vision(yang masih mempunyai sisa penglihatan)dan ada juga yang disebut dengan buta total ( blind) yaitu mereka yang sama sekali tidak bisa melihat. Kelompok ini sangat penting, mengingat pentingnya penuntun dalam penampilan oleh karena itu mereka harus dibagi dalam tiap kelompok suara. Selain berperan sebagai penuntun low vision juga ditugaskan sebagai penanggung jawab dalam setiap kelompok suara.

3.2 TEKNIK PELATIHAN VOCAL 3.2.1. PERNAFASAN

Setiap permulaan latihan dimulai dengan latihan pernafasan. Mengatur organ-organ pernafasan sebagaimana mestinya bernyanyi dengan baik. Sebelum bernyanyi harus lebih dahulu latihan menggunakan udara di bawah tenggorokan setepatnya.

Untuk ini latihan-latihan pernafasan dilakukan secara khusus. Pelatih menyuruh semua anggota untuk berdiri dan menarik nafas sebanyak-banyaknya kemudian mengeluarkan nafas sehabis-habisnya.


(43)

1. mengisi paru-paru dengan udara 2. menahan nafas selama beberapa detik 3. mengeluarkan nafas dengan perlahan.

Siklus atau tahap-tahap1,2,3 di atas dilakukan beberapa kali, sampai anggota merasakan kerja perut yang sudah maksimal, rongga dada semakin elastis dan punggung serta diafragma telah terisi dengan udara. Selain latihan menahan nafas juga dilakukan latihan menarik nafas, kemudian menghembuskannya dengan perlahan dengan huruf ‘f’….. secara perlahan.

Peregangan tubuh sangat penting dalam bernyanyi, hal ini dilatih dengan tiga tahap sebagai berikut:

1. berdiri tegak, jangan tegang, sambil merentangkan lengan ke samping dan menggerakkannya ke atas dengan lemas, menghirup udara melalui hidung sebanyak dua hitungan.

2. menahan nafas dua hitungan.

3. mengeluarkan nafas dua hitungan, lengan merentang diturunkan ke samping sebanyak empat hitungan.

(Latihan tersebut diulangi lebih kurang sebanyak enam kali hitungan, yang mana satu hitungan artinya menghitung satu sampai delapan sesuai dengan detik jam.) Siklus di atas secara berangsur-angsur dilakukan semakin lambat sehingga menjadi sebagai berikut:

1. menarik nafas dengan perlahan-lahan selama 20 detik; 2. menahan nafas selama 20 detik,

3. mengeluarkan nafas selama 20 detik. Jadi jumlah waktu yang dipakai menjadi satu menit.


(44)

Melihat jumlah waktu ini, anggota paduan suara pada awalnya merasa tidak mungki n, akan tetapi secara perlahan lahan ada yang bisa sanggup melakukannya, namun tidak semua anggota mampu. Namun pengakuan dari beberapa anggota bahwa latihan ini dilakukan bukan hanya untuk kebutuhan bernyanyi, melainkan untuk kesegaran tubuh sangat bermanfaat.

Banyak penyanyi bernafas dari hidung. Ini disarankan oleh pelatih dan dipandang wajar asalkan sesuai dengan kebutuhan kalimat lagu. Untuk menyanyikan lagu-lagu yang berat, dibutuhkan nafas yang sangat banyak, sehingga nafas diambil dari mulut.

Pelatih sering menyuruh anggota untuk memegang pinggang melingkar hingga ke belakang pada saat bernafas, agar dapat merasakan proses udara masuk dan bertahan serta keluar dari tubuh secara perlahan. Hal inilah yang dilakukan oleh anggota paduan suara Karya murni dalam latihan pernafasan.

3.2.2 PRODUKSI SUARA

Belajar bernafas dengan sempurna, dapat dilakukan oleh setiap orang yang berkemauan. Belajar bernyanyi dengan sempurna hanya dilakukan oleh orang yang berbakat musik dan punya kemauan tinggi. Setiap produksi suara yang baik harus dengan latihan yang baik pula. Dalam hal ini produksi suara yang dilatih di paduan suara Karya Murni bukan produksi yang asal besar tanpa keteraturan, melainkan sebuah produksi yang mampu ditata dan disatukan.

Anggota disuruh pelatih untuk menyanyikan satu nada, misalnya ‘A…..’, dengan memasukkan tiga jari dengan berdiri ke dalam mulut, bibir dilemaskan dan menutupi gigi. Kemudian bernafas dengan latihan yang telah dilatih sebelumnya dalam tehnik pernafasan.


(45)

Pelatih mendengarkan dengan saksama produksi masing-masing anggota kemudian perlahan-lahan membimbingnya. Sebab jika terjadi kesalahan dalam memproduksi suara, maka selanjutnya akan sulit diperbaiki dan sulit menciptakan sonoritas dalam paduan suara.

Setiap orang tidak dapat mendengarkan suaranya sendiri. Hal ini disebabkan oleh suara yang kita dengar ada dari dalam diri dan dari luar diri kita sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan seorang guru yang dapat menilai secara obyektif dan hanya dari luar tubuh. Timber (warna suara), kehangatan, tenaga, serta mutu adalah hal yang hanya dapat dinilai oleh guru.

Supaya dapat membentuk suara dan nada dengan sebaik-baiknya, perlu sekali otot-otot leher dan kepala bekerja dengan baik dan selaras. Banyak otot-otot yang tidak dapat dirasakan satu demi satu, dimana kerjanya sering bersamaan dengan otot lain, sehingga gerakannya sangat tidak kentara atau sama sekali tidak kelihatan dengan pangkal tenggorokannya ketika ia sedang bernyanyi. Hal demikian disebabkan karena pangkal tenggorokan tersebut sangat sempit.dan juga Seluruh perkakas pembentuk suara di sana sangat halus dan sensitif.

Tiga azas pokok dalam pembentukan suara adalah :

1. Usahakan otot-otot leher dan tenggorokan tetap selemas mungkin. 2. Bukalah mulut lebar-lebar ketika menyanyikan huruf-huruf hidup.

3. Rahang bawah harus digerakkan dengan sengaja bahkan agak dilebihkan dan diturunkan kebawah pada nada ‘o’ dan ‘a’.


(46)

3.2.3 RESONANSI

Dalam seni suara, Resonansi sesungguhnya suatu perkataan atau istilah yang ada sangkut pautnya dengan ruang-ruang (rongga-rongga) dalam badan manusia, yang ketika orang menyanyi sedikit banyaknya bertugas sebagai dasar bunyi, yang dapat membantu memperbesar luas suara serta memperkuat daya tahannya. Ruang resonansi utama dalam beryanyi terdapat pada kepala. Disini banyak terdapat bilik-bilik udara, besar dan kecil yang berpengaruh dalam proses pembentukan nada.

Getaran-getaran pita suara menjalar ke udara di dalam bilik suara yang menjadi kuat oleh karenanya. Mutu nada nyanyian yang dihasilkan itu banyak tergantung pada resonansi penyanyi. Dan lagi resonansi bekerja lebih kuat sesuai dengan makin murni dan penuhnya nada - nyanyian. Suara yang tidak terlatih tidak akan mengambil banyak manfaat dari resonansi. Atau suara kasar dan tidak terdidik akan menjadi lebih kasar dan tak sempurna lagi. Juga cacat suara dapat diperbesar dan diperkuat oleh resonansi itu.

Resonansi yang baik banyak tergantung dengan kesehatan fisik si penyanyi. Peredaran udara yang kuat dalam tubuh menyebabkan arus zat asam yang terus menerus dan kuat dalam darah. Juga selaput hidung dan tenggorokan sangat baik karena latihan yang baik dalam menciptakan resonansi. Selanjutnya orang yang berbakat memiliki resonansi yang baik sekali sehingga suara keras dan penuh.

Resonansi dapat dilatih , dikembangkan dan diperluas antara lain dengan bersenandung. Menutup rapat lubang mulut dan dengan satu tekanan udara nyanyian diperkeras kedalam ruang-ruang kepala kemudian dikeluarkan melalui mulut. Hal ini dilakukan oleh anggota dalam latihan santai tanpa sebuah target pertunjukan yang akan dicapai.


(47)

3.2.4 REGISTER DAN PEMBAGIAN SUARA

Jenis suara wanita dibagi menjadi dua bagian antara lain: 1. Sopran, dibagi atas:

a. Sopran tinggi, dari B1 atau C, hingga C2 dan lebih tinggi lagi. Volume suara biasanya tidak besar dan paling cocok untuk nyanyian koloratur.

b. Sopran dramatis, lebih luas hingga G1 dan dengan bunyi yang lebih penuh ke bawah. Mungkin sopran ini dianggap mezzo sopran bahkan alto, jikalau tingginya kurang diperkembangkan.

c. Mezzo sopran, dengan volume yang terutama sekali dipusatkan dalam register tengah. Luasnya dari G1 hingga B1 atau malah sampai C2. Sering dalam paduan suara ini dihindari oleh anggota paduan suara karena termasuk suara tanggung, atau suara tengah yang tidak sanggup menjadi alto dan juga sopran.

2. Alto, dengan luas E1, hingga F1. Alto yang aslinya mempunyai bunyi khas, yakni timbre alto yang kaya dan gelap. Sesungguhnya dalam paduan suara lebih sulit mencari alto yang sebenarnya dibandingkan sopran, karena alto mempunyai kekhasan yang khusus. Namun anggota banyak menghindari suara alto dan lebih memilih menjadi sopran.

3. Jenis suara laki-laki dibagi atas:

a. Tenor, dengan luas dari A2 hingga B atau C. Di sini dibedakan antara tenor berat dan tenor ringan atau liris.

b. Bariton, suara laki-laki dengan kemungkinan-kemungkinan paling banyak, dilihat dari segi musik dan tehnik,

c. Bass, kebawah kadang-kadang , hingga sampai pada D2 ke atas tidak lebih dari F.


(48)

Pembagian suara dalam Paduan suara karya Murni dilakukan dengan pembagian ini, sehingga mudah melatih sesuai dengan keinginan lagu. Persoalan dalam pembagian suara ini adalah harus disesuaikan dengan kemampuan melihat masing-masing anggota, sehingga sering kali semestinya dia adalah sopran harus masuk menjadi alto, karena kekurangan pemandu dalam pertunjukan.

3.3 TEKNIK PELATIHAN LAGU 3.3.1 SUMBER LAGU

Sumber lagu dikategorikan sesuai dengan jenisnya sebagai berikut: 1. lagu pop rohani

2. lagu pop sekuler 3. lagu etnis rohani 4. lagu etnis sekuler 5. lagu klasik

Sumber-sumber ini pada awalnya diperoleh dari lagu-lagu umum yang beredar dikalangan paduan suara. Namun sumber utamanya adalah lagu-lagu gereja Katolik seperti Madah Bakti dan puji Syukur ditambah lagi dengan lagu-lagu yang beredar dikalangan Paduan Suara pada umumnya, dan hasil kompetisi yang diikuti oleh Paduan suara, bahkan beberapa lagu diciptakan oleh anak paduan suara itu sendiri.

3.3.2 MENDENGARKAN LAGU

Mendengarkan lagu adalah sumber utama pelajaran kepada tuna netra. Sehingga lagu-lagu dari pita kaset atau CD player sangat dibutuhkan. Sebuah lagu paduan suara yang sudah ada kaset atau CDnya sangat mudah diajarkan dibandingkan dengan lagu yang dipelajari secara manual.


(49)

Lagu-lagu yang akan dilatih terlebih dahulu diperdengarkan oleh pelatih dengan suaranya sendiri kemudian diikuti oleh anggota paduan suara. Tergantung kepada tingkat kesulitan lagu, bila mana lagu tersebut sangat sulit dilatih maka pelatih harus mengejanya dengan oral satu-persatu. Namun pada kesimpulannya bahwa pendengaran adalah sumber utama bagi latihan paduan suara.

3.3.3 PENGUASAAN BENTUK DAN TEKS LAGU

Setelah lagu diperdengarkan maka langkah selanjutnya teks lagu dibagikan kepada peserta. Teks lagu tersebut lebih dahulu diterjemahkan ke dalam tulisan Braille yang mana teks tersebut telah dibagi menjadi beberapa nomor sesuai dengan kalimat syair dan kalimat lagu. Sehingga memudahkan untuk melihat batas batas yang sedang dipelajari.

Nomor lagu ini sekaligus membantu analisa lagu atau pengenalan lagu bagi anggota, sehingga mereka mempunyai gambaran lagu dan dinamikanya untuk latihan selanjutnya. Pelatih tinggal mengatakan nomor lagu ,kemudian seluruh anggota langsung menuju teks pada suara masing-masing.

Analisa lagu yang paling sulit adalah lagu yang bentuknya kontrapung atau umumnya lagu –lagu pada masa barok dan klasik. Di mana banyak teknik dan bentuk lagu yang saling berjalin satu dengan yang lain, sehingga sangat sulit untuk memberikan nomor lagu. Disinilah dibutuhkan komplitnya sebuah lagu dalam bentuk CD atau media lain, sehingga mereka mampu menempatkan posisi suaranya diluar nomor-nomor tersebut di atas.


(50)

3.3.4 TEKNIK PENGUASAAN RITEM

Bagi Pelatih , peguasaan ritem yang sudah benar, itu berarti telah menguasai lebih dari lima puluh persen lagu. Hal ini dilatihkan oleh pelatih dengan cara oral. Syair lagu yang telah dinomori tersebut dilafalkan sesuai dengan ritem nada yang tertera pada notasi yang sebenarnya, lalu diikuti oleh peserta. Demikianlah dilakukan pada masing-masing suara hingga selesai. Setelah ritem dikuasai, maka tinggal memasukkan melodinya sesuai dengan nada masing-masing suara.

3.3.5 SONORITAS SUARA

Sonoritas yang dimaksud adalah perpaduan atau kesenyawaan suara. Dengan mengikuti tehnik vocal, keserasian pernafasan, artikulasi yang baik dan penguasaan lagu, maka diharapkan timbul sonoritas suara. Empat suara yaitu SATB dipadukan dengan berbagai tehnik latihan soperti langkah berikut ini:

- bersenandung dengan harmoni tonika SATB. Pelatih memandunya dengan suara piano sambil menghitung sebanyak dua hitungan.

- Setiap dua hitungan nada dasar dinaikkan sampai tingkat kemampuan penyanyi. - Sistem kromatis harmoni. Maksudnya adalah senandung harmoni SATB satu

persatu naik setengan laras, yang dimulai dari sopran, kemudian Alto, kemudian tenor, dan yang terakhir Bas.Demikianlah dilakukan dengan menaikkan nada dasar setengah –setengah laras dari nada sebelumnya.

- Sistem tersebut diatas dilatih dengan memakai ke-lima huruf vocal.

Dalam latihan sonoritas juga dilatih bagaimana menyambung suara dalam paduan suara, sehingga bisa tidak terasa sambungan masing-masing nafas. Hal ini dibutuhkan dalam lagu-lagu yang lambat dan membutuhkan nafas yang sangat panjang.


(51)

Dengan pemahaman terhadap analisa lagu maka paduan suara dapat mengkombinasikan tehnik mana yang akan dipergunakan dalam menciptakan suara yang berpadu. Hal ini harus dipahami karena karakter masing-masing lagu tidak sama.

3.3.6 EKSPRESI DAN EMOSI LAGU

Dari semua teknik latihan, hal yang paling sulit dilakukan adalah melatih ekspresi lagu. Paduan suara tunanetra sangat terbatas dalam akses gerak. Bahkan dalam gerakan tubuh pada saat sedang bernyanyi sering nampak salah tingkah dan terkesan dipaksakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

- tidak pernah melihat ekspresi wajah atau bahasa tubuh

- tidak ada komunikasi melalui mata, atau yang ada hubungannya dengan gerakan. - Sumber informasi hanya lewat suara dan sentuhan

- Dalam menerima informasi mereka membutuhkan suasana hening sehingga tidak mengganggu pendengaaran.

Dengan kondisi ini pelatih memahami bahwa pemaksimalan seni dari ekspresi ini sangat tidak mungkin dilakukan. Apabila dipaksakan akan menimbulkan sikap ekspresi yang salah. Sering sekali akibat yang timbul adalah menggerakkan badan yang berlebihan, membuka mulut tidak dengan wajar, wajah menjadi salah arah dan masih banyak hal-hal yang bahkan membuat penonton merasa janggal dan geli.

Pelatih cukup mengarahkan mereka mampu mengekspresikan bahasa lagu dengan wajah tanpa menciptakan gerak-gerak yang walaupun dilatih hanya sekedar gerakan yang mendukung terhadap syair. Dalam latihan ekspresi, mereka mempunyai tafsiran yang berbagai macam terhadap satu perintah, sebagai contoh; pelatih menyuruh ‘angkat tangan’, mereka ada yang meletakkan tangan di kepala, ada di belakang kepala ada yang jarinya dikepal ada jarinya direnggangkan, dan sebagainya. Bayangkan bila


(52)

hanya satu perintah harus diterangkan dengan sangat detil dan harus disentuh langsung dalam membimbingnya. Itulah persoalan dalam pelatihan ekpresi terhadap tunanetra.

3.4 PROSES PELAKSANAAN PERTUNJUKAN 3.4.1 Managemen pertunjukan

Managemen Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan diawali dengan penataan sebagaimana sistem management pada umumnya. Diawali dengan perencanaan, sampai dengan evaluasi. Management ini diatur oleh kepala sekolah yang berperan sebagai pelaksana harian dalam setiap pementasan.

Dalam pelaksanaan event besar seperti konser , dibentuk team, atau panitia sesuai dengan besarnya kegiatan yang akan dilaksanakan. Panitia ini dibagi menjadi dua bagian, antara lain; team artistik dan team non artistik.Team artistik bertugas untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan seni dan pentas, termasuk di dalamnya director artistik, stage manager, sound manager hingga penata kostum.

Team artistik tidak ikut campur dalam urusan yang lain seperti keuangan dan marketing. Mereka hanya konsentrasi kepada materi pementasan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini paduan suara adalah bagian dari team artistik. Yang dimaksud dalam pementasan dalam tulisan ini adalah antara lain; Kunjungan Gereja, festifal, konser dan kegiatan lain. Berhubungan dengan pentas berarti berbicara tentang gerak dan perfoment. Lebih mudah jika sebuah pertunjukan seperti konser mengelola pementasannya, karena konsep atau rancangan format pertunjukan telah ada. Kesulitan adalah apabila pementasan dilakukan dengan tidak mengenal tempat atau pentas. Anggota semuanya meraba dan tidak mengetahui arah dan cara berdiri. Hal ini terjadi pada acara kunjungan Gereja, undangan pesta atau seremoni lainnya. Sering kali terjadi bentuk-bentuk cara berdiri yang tidak indah untuk dipandang sebagai seni pertunjukan.


(53)

Pertunjukan yang baik tidak hanya ditentukan oleh indahnya suara, melainkan cara mengelola pentas dan gerak sehingga penonton dapat menikmati dari berbagai sisi seni. Inilah kendala yang sering terjadi.

3.4.2 Pertunjukan konser paduan suara Karya Murni

Setiap pelaksanaan konser paduan Suara Karya Murni selalu diawali dengan rancangan dan perencanaan yang matang, baik dari segi materi pertunjukan maupun segi pembiayaan. Rancangan materi atau muatan pertunjukan adalah bagian tanggung jawab team atristik dan biaya operasional dan marketing adalah tugas team non artistik.

Setiap melaksanakan konser selalu didampingi oleh kelompok diluar Karya Murni misalnya bintang tamu dalam pertunjukan. Namun materi pokok adalah Paduan suara Karya Murni. Kelompok inilah biasanya yang bisa membantu banyak hal, baik persiapan dekorasi, pentas dan penggalangan biaya bahkan penjualan tiket. Fungsi dalam pertunjukan adalah sebagai pengisi senggang setiap bagian konser. Mereka juga berfungsi sebagai penambah warna sisi seni pertunjukan. Umumnya dari beberapa sekolah yang menyumbangakan materi acara seperti tari,vocal group atau solo. Selain itu mereka juga membantu gerakan di belakang pentas sebelum pertunjukan utama.

Materi utama selalu disajikan dalam dua season. Season pertama berupa lagu-lagu serius yang bertemakan lagu-lagu rohani. Sedangkan season kedua berupa lagu-lagu-lagu-lagu sekuler, atau lagu pop pada umumnya yang dibawakan dengan konsep arangement paduan suara.


(54)

3.4.3. Musik Pengiring

Musik iringan paduan suara telah diprogram dalam bentuk CD atau bentuk karoke. Hal ini dilakukan karena sulitnya mengelola pemain yang mampu memainkan lagu-lagu klasik sampai beberapa orang. Disamping itu gerakan dan persiapan dengan alat musik yang begitu rumit sangat tidak mungkin dilakukan. Pentas yang banyak berisi alat-alat musik sangat riskan untuk mereka ketika memasuki pentas.

Di samping CD player, hanya menggunakan satu atau dua keyboard untuk pengiring lagu. Hal ini berguna dalam lagu-lagu yang tidak begitu rumit dan dapat diiringi dengan program seqwenser. Persoalan yang sering terjadi adalah ketika CD player macet atau kasetnya sudah rusak. Sehingg lagu harus dimainkan dengan acapela atau tanpa musik. Disitulah guna keyboard sebagai back up ketika terjadi kerusakan CD player.

Namun di samping persoalan ini banyak kemudahan-kemudahan yang di dapat dalam memakai CD player, antara lain adalah musik yang komplit sebagaimana arangement aslinya. Mudah dibawa dan praktis. Namun membutuhkan penguasaan yang baik terutama dalam masalah tempo. Sebab jika terjadi keterlambatan dengan musik, akan merusak seluruh lagu.

Penggunaan karoke sangat membutuhkan pemutar yang baik, dan memenuhi volume dan kejernihan suara yang tinggi. Tidak dengan player yang biasa dipakai oleh masyarakat umum. Berbeda dengan pelaksanaan konser yang mana sound system sudah dipastikan baik dan monitor yang cukup untuk penyanyi.

CD karaoke sengaja dikerjakan di dalam sebuah studio dan diarangement dengan baik oleh seorang yang berpengalaman di bidangnya. Sehingga tetap mendapatkan kualitas yang baik dalam bentuk audio stereo. Sering juga ketika sedang rekaman sebuah album, diminta musik yang sengaja dalam bentuk minus one atau tanpa vocal.


(55)

3.6. PROSES REKAMAN 3.5.1. perencanaan rekaman

Perencanaan rekaman diawali dengan beberapa hal antara lain : Tema lagu yang akan direkam. Tema ini harus jelas, seperti tema sosial, atau tema-tema dalam liturgi Gereja, seperti Natal atau Paskah. Selain tema, perencanaan menyangkut pasar atau tujuan market yang akan dituju. Artinya jelas tujuan yang akan dilayani, apakah orang tua, anak sekolah atau anak-anak.

Dari dua rekaman yang telah diselesaikan oleh paduan suara Karya Murni, ada dua tema yang diangkat, yaitu umum dan tema paskah. Rekaman yang pertama bertemakan umum, sedangkan yang kedua lebih mengarah ke Paskah khususnya tema Tom Fekte yang diarangement dengan tema medley lagu-lagu paskah. Perencanaan juga menyangkut waktu dan tempat, biaya studio, mastering dan duplikasi. Tema sampul juga sangat penting karena menyangkut wajah dan daya tarik sebuah album.

Disamping itu waktu dan target penyelesaian juga sangat penting mengingat moment yang akan dituju dalam penjualannya. Bila tema yang diambil adalah tema Natal maka album tersebut sudah harus selesai sebelum bulan November, demikian juga bila tema Paskah harus selesai sebelum paskah. Lebih leluasa bila tema yang diambil adalah tema umum, dapat dijual kapan saja tanpa harus mengejar moment tertentu.

3.5.2. Pencarian lagu

Pada rekaman pertama lagu-lagu yang diambil adalah tema sosial dan berlirik ajakan. Diaranger dengan bentuk lagu pop yang mengutamakan sasaran pemasaran kepada anak remaja. Rekaman kedua lebih mengarah kepada tema-tema besar, seperti karya Beethoveen, Handle, Hyden dan karya besar lainnya. Pencarian lagu dan


(56)

penentuannya membutuhkan waktu hampir tiga bulan. Setelah lagu terkumpul dan ditentukan barulah dimulai dengan latihan dan programing pengiring.

3.5.3. Latihan lagu

Sistem pelatihan lagu telah diterangkan dalam sub bab sebelumnya. Dalam hal ini jangka waktu pelatihan lagu untuk persiapan rekaman agak berbeda dengan sistem latihan untuk pertunjukan. Dalam latihan persiapan rekaman ini anggota diarahkan untuk lebih jeli mendengarkan tempo lagu serta dinamikanya.

Latihan keselarasan dengan musik ini dilakukan dengan musik yang sangat kecil dengan bernyanyi dalam kondisi standart. Hal ini bertujuan untuk memudahkan cara perekaman di dalam studio. Anggota dibagi menjadi beberapa kelompok dalam format SATB, kemudian dilatih untuk selaras dan harmoni suaranya tetap terjaga. Demikianlah kondisi perekaman nantinya dalam studio, dimana anggota tidak direkam sekaligus, melainkan perkelompok. Hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan monitor head pone dalam sebuah studio.

3.5.4. programing musik

Programing musik dimulai dari MIDI( Musik Instrument Digital Interface) yang dikerjakan dengan komputer. Hasil ini dibawa ke dalam studio untuk diolah menjadi format wave dalam bentuk digital stereo. Pemilihan suara dilakukan dengan sistem module atau sinthesizeer sesuai dengan jenis suara yang dipilih. Masing-masing suara direkam dalam track yang berbeda agar mendapatkan mixing yang maksimal.


(57)

Ketinggian nada dasar dapat disesuaikan sebelum peralihan ke dalam format wave dari midi. Demikian juga tekanan atau velociti masing - masing nada dapat diatur sehingga menemukan touching yang dapat menyerupai pemain aslinya. Walaupun tidak akan mungkin sama dengan voice aslinya, seperti suara alat musik gesek yang sebenarnya, atau gitar asli.

Hasil format wave ini diolah dengan mixer dan rack mouth yang canggih di dalam studio akan menghasilkan stereo master yang lumayan bagus sebagai iringan dalam paduan suara. Dimana dengan mixer dapat diolah sesuai dengan kebutuhan dinamika lagu yang diinginkan.

3.5.5. Perpaduan dengan musik

Setelah mendapatkan hasil digital stereo karaoke dalam bentuk CD, baru dipadukan dengan Paduan suara. Latihan ini membutuhkan waktu yang cukup panjang karena membutuhkan pemahaman yang sangat detil. Sebagaimana diterangkan sebelumnya, musik ini akan diputar sekecil mungkin sehingga tidak menembus micropon pada perekaman berikutnya di dalam ruangan studio. Inilah latihan yang paling sulit dalam pelaksanaan program rekaman pada paduan suara Karya murni.

Latihan ini dilakukan tanpa konductor namun mereka harus bisa berjalan hanya mengikuti musik dengan volume yang sangat kecil. Dari pengalaman perekaman audio, persoalan yang paling sulit adalah pada saat pengambilan suara dengan dinamika yang berubah-ubah. Kesulitan yang muncul ada pada volume, dimana pada saat kecil, suara musik bisa menonjol, sedangkan pada saat dinamika kuat, suara musik tidak dapat didengarkan oleh penyanyi. Sehingga cara mengatasinya adalah latihan menghafal tempo yang sangat hati-hati.


(1)

5 .6 65 / 6 .4 32 / 4 .3 21 / 3 . 0 43 / 2 .3 36 / 5 .3 21 /

3 .3 35 / 5 . 2 2 . / . 04 56 / 6 .4 32 / 4 .5 67 / 7 5 . /

. 01 11 / 1 .6 65 / 6 .7 76 / 7 .5 5 4 / 5 .6 65 /

64 . .5 / 61 7 .1 / 1 //

4.4.2 Transkripsi Teks

Syair:

Pertemuan kali ini membawa kesan yang tak mungkin kulupa PERTEMUAN

kan hingga ku pulang walau sekejap bertemu walau sekilas meman-

dang, namun kenangan indah dan abadi. Mungkinkah kita berkum-

pul s’perti ini lagi, memandang wajahmu lagi sepuas hati

aku enggan untuk pulang, walau waktu t’lah menjelang, kuingin tinggal


(2)

Pertemuan kali ini membawa kesan,

,Pertemuan kali ini membawa kesan1

yang tak mungkin kulupakan hingga ku pulang,

yang tak mungkin kulupakan

hingga

ku pulang1

walau sekejap bertemu,

walau sekejap bertemu1

walau sekilas memandang,

walau sekilas memandang1

namun membawa kenangan indah dan abadi.

namun membawa kenangan indah dan

abadi4

Mungkinkah kita berkumpul seperti ini lagi,

Mungkinkah kita berkumpul

seperti ini


(3)

memandang wajahmu lagi sepuas hati,

memandang wajahmu lagi sepuas

hati1

aku enggan untuk pulang,

aku enggan untuk pulang1

walau waktu telah menjelang,

walau waktu telah menjelang1

kuingin tinggal lebih lama lagi.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Awal berdirinya yayasan Karya Murni, terinspirasi karena ditemukan gadis kecil berusia 13 tahun yang bernama Ponikem oleh serdadu Belanda di sebuah jalan kota Martapura kabupaten Langkat. Kemudian serdadu Belanda itu membawa Ponikem ke kesusteran Santo Joseph, Jl. Hayam Wuruk Medan pada tahun 1950. Kehadiran Ponikem di Kongregasi Suster Santo Joseph, mendorong mereka untuk memberdayakan dan memberikan pendidikan bagi Ponikem yang menyandang cacat netra. Keinginan ini didasari oleh spiritualitas Kongregasi Suster Santo Joseph yakni kesecitraan dimana setiap orang dipandang sama tanpa membedakan harkat dan martabat.

Untuk itu Kongregasi ini mendirikan sebuah yayasan yakni Yayasan Karya Murni. Yayasan Karya Murni adalah sebuah lembaga yang bergerak di bidang sosial khususnya menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus diantaranya anak tuna netra. Yayasan ini membuka sekolah dan panti asuhan bagi tuna netra yang berada di jalan Karya Wisata kecamatan Medan Johor kotamadya Medan. Sekolah merupakan tempat mendapatkan pendidikan formal sedangkan panti asuhan merupakan tempat tinggal maupun tempat pengembangan diri. Salah satu bentuk pengembangan diri yang dilakukan adalah membentuk kelompok paduan suara. Paduan suara ini dibentuk atas dasar adanya kemampuan yang merata dalam hal bernyanyi.


(5)

1. Mendatangkan pelatih yang profesional yang mampu melatih anggota paduan suara dengan metode yang berbeda dengan paduan suara pada umumnya.

2. Melaksanakan latihan yang serius dan rutin pada setiap minggu.

3. Mengikuti festival paduan suara, mengadakan kunjungan gereja, mengadakan pertunjukan dan melakukan perekaman.

5.1 SARAN

Seni suara adalah anugerah Tuhan kepada manusia tanpa melihat perbedaan antara orang normal dan orang cacat. Untuk itu penulis mengharapkan hendaknya para pembaca senantiasa memberikan dukungan kepada kelompok paduan suara tuna netra Karya Murni terutama dukungan secara moral. Di samping itu, penulis juga mengharapkan bagi para pembaca mengambil bagian dalam pengembangan bakat di bidang bernyanyi bagi anak tuna netra khususnya paduan suara Karya Murni.

Kemudian diharapkan skripsi ini dapat menjadi sumber studi analisis khususnya bagi jurusan Etnomusikologi dan masyarakat pada umumnya. Penulis juga mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara. 2005. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni, Volume 1. Medan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Psikologi Anak Luar Biasa.

McNeill, J.Roderick. 2002. Sejarah Musik 1, Musik Awal Sejak Masa Yunani Kuno Sampai Akhir Masa Barok: Tahun 0-1760. Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cetakan Ke-3.

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Merriam, Allan P. 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western University Press.

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. Newyork: The Free Press.

Purba Mauly, Ben. M. Pasaribu. 2006. Musik Populer. Jakarta.

Supanggah, R (Ed). 1995. ETNOMUSIKOLOGI. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya Tarsidi, Didi. 2002. Tentang Ketunanetraan Pengantar. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Verawaty, Hetty Krisna. 2007. Analisis Musikal dan Tekstual Lagu-lagu Paduan Suara Rohani Karya Bonar Gultom. Skripsi Sarjana. Medan: Etnomusikologi. USU