Perda dikatakan mempunyai nilai filosofis apabila rumusnya atau normanya mendapat pembenaran, dikaji secara filosofis. Jadi, ia mempunyai
alasan yang dapat dibenarkan apabila sejalan dengan nilai-nilai yang baik.
10
3. Muatan dan Mekanisme Penyusunan Perda
Peraturan Daerah sebagai peraturan perundang-undangan ditingkat daerah untuk menyelenggarakan Pemerintah Daerah dibidang urusan rumah tangga
daerah berdasarkan asas desentralisasi dan asas pembantuan.
11
Jadi pada perinsipnya Perda dibentuk untuk; Pertama, dalam rangka penyelenggaraan
otonomi,
12
tugas pembatuan dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. Kedua, Perda tidak boleh bertentangan dengan
kepentinggian umum, perda lain dan peraturan perundang-undangan yang lain.
13
Sedangkan mekanisme penyusunan Perda dapat dilihat dalam penjelasan umun UU No. 32 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa kewenangan yang ada
10
Syamsul Bachrie, “Keberadaan Peraturan Daerah dan Permasalahannya”, Jurnal Clavia Fakultas Hukum Universitas 45 Makasar,, h. 218-219
11
Abdul Latief, Hukum Dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah,,, h. 148
12
Dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan: Kewenangan Daerah mencakaup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negri, pertahanan keamanan, pengadilan, moneter, fiskal, Agama, serta kewenangan bidang lainya. Penjelasan ayat ini berbunyi antara lain: khusus bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat
ditugaskan oleh Pemerintah Kepala Daerah sebagai upaya keikut sertaan daerah dalam menumbuhkembangkankehidupan beragama.
13
Syamsul Bachrie, “Keberadaan Peraturan Daerah dan Permasalahannya”, Jurnal Clavia Fakultas Hukum Universitas 45 Makasar,, h. 220-222
pada Kepala Daerah dan DPRD mangandung pengertian bahwa pembentukan peraturan daerah dilakukan bersama-sama. Inisiatif pembentukan Perda dapat
dilakukan Kepada Daerah atau DPRD.
14
Rancangan Perda baik hasil prakarsa Kepala Daerah maupun prakarsa DPRD, harus melalui beberapa tahapan pembahasan dalam lingkup DPRD,
15
sampai pengambilan keputusan persetujuan DPRD terhadap rancangan Perda tersebut. Pembahasan di DPRD biasanya diformat dengan tahapan pengantar
eksekutif pada sidang paripurna Dewan, pemandangan umum fraksi, pembahasan dalam PANSUS, catatan akhir fraksi, persetujuan anggota DPRD terhadap draf
raperda yang kemudian disampaikan kembali oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan sebagai Perda. Penandatanganan Perda yang
sudah disetujui dilakukan oleh Kepala Daerah dan ditandatangani serta pimpinan DPRD.
16
Dalam konsep hukum, Perda tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum materil terhadap pihak yang menyetujuinya sejak ditandatangani. Oleh sebab itu
rumusan hukum yang ada dalam raperda tersebut sudak tidak dapat diganti secara sepihak.
14
UU No. 32 tahun 2004, Pasal 140 ayat 1 menyebutkan Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, gubernur, atau BupatiWalikota.
15
UU No. 10 tahun 2004, Pasal 10 ayat 11-14
16
UU No. 5 tahun 1974, Pasal 44 ayat 22
Pengundangan dalam lembaran Daerah adalah tahapan yang harus dilalui agar raperda mempunyai kekuatan hukum yang memikat kepada publik. Dalam
konsep hukum, maka draf raperda sudah menjadi Perda yang berkekuatan hukum formal dan sudah dapat diterapkan.
17
B. Otonomi Daerah
Menurut sejarahnya, otonomi daerh dalam sistem kenegaraan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang secara konstitusional merupakan amanat
pasal 1 dan 18 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang No 22 Tahun 1999 yang kemudian di amandemen menjadi
Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang ini, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyrakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang
dimaksud daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan kesatuan Republik Indonesia
.18
17
Peraturan Daerah dan Permasalahannya, website, http: www.iri-indonesia.org 21
februari tahun 2006
18
Masykuri Abdillah, Formalisasi Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : Renaisan, 2005, h. 158
Otonomi daerah diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara pusat dan daerah dalam aspek politik, ekonomi, sosial-budaya. Tidak heran mengapa
sebagian besar masyarakat meresponnya secara positif sekaligus banyak berharap pada keputusan politik ini demi masa depan mereka yang lebih baik. Tentu ada
juga kelompok
masyarakat yang
menggunakan momen
ini untuk
memperjuangkan kepentingan dan aspirasi polotik mereka.
19
UU No. 22 Tahun 1999 menyerahkan setidaknya 11 kewenangan pusat kepada pemerintah daerah, yaitu bidang pertahanan, pertanian pendidikan dan
kebudayaan, tenaga kerja, kesehatan, lingkungan, pekerjaan umum, transportasi, perdagangan dan industri, investasi modal dan koperasi. Ada lima5 bidang yang
tetap menjadi wewenang pemerintah pusat, yaitu bidang politik luar negeri, pertanahan dan keamanan, peradilan dan kebijakan moneter dan fiscal, serta
Agama. Dalam Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa proses legislasi dalam bentuk perda tidak lagi disahkan oleh Pemerintah Pusat asal tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 juga diadopsi kembali asas umum penyelenggaraan negara yaitu: asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas
19
Sulis Syakhsiyah Annisa, Perda Wajib Berbusana Muslim di Sijunjung, website, http: Syakhsiyah.wordprees.com2009091864, tanggal 21 April 2001