Otonomi Daerah PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2005 DI KABUPATEN PESISIR

1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kepala Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintah oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah danatau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu. 3. Tugas pembantu adalah penugasan dari Pemerintah Kepada Daerah danatau desa dari Pemerintah Provinsi Kepada Desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Setelah diterapkannya otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang No 20 Tahun 1999 sejak 1 Januari 2001 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang N0 32 Tahun 2004, setiap Daerah Propinsi, KabupatenKota diberikan kewenangan yang sangat untuk mengatur dan memerintah daerahnya masing-masing. Peluang yang diberikan oleh kebijakan otonomi daerah itu diterjemahkan beragam oleh daerah. Salah satu “terjamah” yang dipakai adalah dengan membuat beragam peraturan daerah Perda. Dibeberapa daerah, termasuk Kabupaten Pesisir Selatan terdapat fenomena yang menarik untuk dikaji secara akademik, khusususnya dari perspektif hukum Islam dan hukum. Fenomena tersebut adalah munculnya perda yang mengatur persoalan-persoalan terkait dengan prilaku seseorang danatau kelompok di masyarakat, diantaranya adalah perda Kabupaten Pesisir Selatan No 4 Tahun 2005 tentang Berbusana Muslim dan Muslimah yang dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai perda Syariah. 21 Munculnya Perda benuansa syariah demikian munculnya pro dan kontra di masyarakat. Bagi kalangan yang pro, lahirnya perda syariah dianggap sebagai terobosan untuk menjamin ketertiban masyarakat, baik dari sisi hubungan antar individu maupun jaminan moral untuk individu di masyarakat. Bagi kalangan yang kontra, mereka menganggap bahwa perda syariah dinilai berlebihan, bahkan ada yang mengatakan secara terbuka bahwa perda syariah tersebut bertentangan dengan peraturan perudang-undangan yang lebih tinggi. 22 Nilai-nilai ajaran dan budaya Islam dalam norma kehidupan sosial cukup berpengaruh dalam kebiasaan dan landasan moral masyarakat, sehingga sering di jadikan standar dalam menilai suatu prilaku masyarakat. Begitu juga dengan Kabupaten Pesisir Selatan yang penduduknya mayoritas muslim sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral kesopanan sebagai bentuk masyarakat yang melambangkan kondisi masyarakat Pesisir Selatan terbebas dari segala bentuk kemaksiatan. 21 Disajikan dari majalah tempo, 14 Mei 2006, h. 29 22 Sukron Kamil, Syariah Islam dan HAM Dampak Perda Syariah Terhadap Kebebasan Sipil, hak-hak perempuan dan non-Muslim, Jakarta; CSRS, 2007, h. 116

C. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan Publik merupakan “wisdom aturan-aturan yang semestinya dan harus diakui tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapapun dengan kebijaksanaan tersebut. Sedangkan kebijakan policy adalah suatu ketentuan dari pemimpim yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku.” 23 Kebijakan Publik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Bukanlah suatu tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan. b. Terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah kepada tujuan-tujuan tertentu. c. Apa yang senyatanya dilakuakn oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu. d. Bisa berbentuk positif dan negatif. e. Memiliki daya ikat yang kuat terhadap masyarakatmemiliki daya paksa. 23 Subarsono, A.G. Analisis kebijakan Publik Konsep Teori dan Amplikasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, h. 2 Sedangkan dari model Implementasinya, kebijakan publik terdiri dari: 24 a. Implementasi sistem rasional top down Menurut Parson model, rasional ini berisi gagasan bahwa Implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang di perintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Beberapa Ahli yang mengembangkan model Implementasi top down adalah sebagai berikut: 1 Van Meter dan Van Horn Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Dwiyanto 2009, implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah: aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, karakteristik agen dan pelaksanaanimplementor, kondisi ekonomi, sosial dan publik, kecenderungan implementor. 2 George Edward III Salah satu pendekatan studi implementasi adalah harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti; apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan, apakah yang menjadi penghambat utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Sehingga untuk menjawab 24 Dwiyanto Indiahono, Kebijakan publik, Berbasis Dynamic Policy Analysis Yogyakarta; Gava Media, 2009, h. 9 pertanyaan tersebut Edward III mengusulkan 4empat variabel; komunikasih, resourcees atau sumber-sumber, sikap dan struktur birokrasi. 3 Model Grindle Menurut Grindle implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan di tranformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut: 25 - Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan - Jenis manfaat yang akan dihasilkan - Drajat perubahan yang diinginkan - Pelaksanaan program - Sumber daya yang dikerahkan Sementara itu konteks implementasinya adalah: - Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat - Karakteristik lembaga dan pengusaha - Kepatuhan dan daya tangkap 25 Indiahono, Kebijakan Publik, h. 10-11 b. Implementasi kebijakan bottom up Model dengan implementasi bottom up muncul secara kritik terhadap model pendekatan rasional atau top down. Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan terhadap model implementasi ini adalah Adam Smith. Menurut Smith dalam Dwiyanto 2009, implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Smith memandang proses implementasi kebijakan dari prose kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik. Dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sarana. Menurut Smith, Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor: 1 Idelized policy yaitu pada interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk memandang, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya. 2 Target groups yaitu bagian dari policy stakeholders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. 3 Impelenting organization yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggungjawab dalam implementasi kebijakan.