Gambar 4 Peta kesesuaian wisata snorkeling di kawasan penelitian.
4.5.2 Kesesuaian Wisata Selam
Parameter – parameter yang dikaji untuk menentukan kesesuaian suatu kawasan wisata bahari sebagai lokasi selam ada beberapa kategori menurut
Yulianda 2007 yaitu diantaranya kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu
karang. Pada Gambar 5 dan Lampiran 4 menampilkan nilai skor kesesuaian, indeks kesesuaian wisata IKW dan kategori dari 12 lokasi pengamatan
berdasarkan perhitungan 6 parameter. Kawasan yang memiliki potensi sebagai lokasi wisata bahari kategori
selam yang dianalisis adalah perairan yang memiliki kedalaman diatas 6 meter. Dimana tujuan wisata selam adalah wisatawan dapat melihat keindahan
bawa laut dengan peralatan SCUBA. Adapun hasil analisis matriks kesesuaian kawasan untuk lokasi wisata bahari jenis selam dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil analisis matriks kesesuaian kawasan untuk wisata bahari kategori selam
Lokasi Stasiun
IKW Kategori
Keterangan
Pulau Liwutongkidi 1
70.73 S2
Sesuai Pulau Liwutongkidi
2 75.92
S3 Sesuai
Pulau Liwutongkidi 3
74.07 S4
Sesuai Pulau Liwutongkidi
4 79.62
S5 Sesuai
Pulau Liwutongkidi 5
70.37 S6
Sesuai Pulau Liwutongkidi
6 68.51
S7 Sesuai
Pulau Liwutongkidi 7
75.92 S8
Sesuai Pulau Liwutongkidi
8 70.04
S9 Sesuai
Pulau Kadatua 9
64.81 S10
Sesuai Pulau Kadatua
10 70.37
S11 Sesuai
Pulau Siompu 11
59.25 S12
Sesuai Pulau Siompu
12 68.52
S13 Sesuai
Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil bahwa total skor tertinggi berada stasiun
4 dengan nilai IKW sebesar 79.62
kemudian disusul stasiun 2 dan stasiun 7 dengan nilai IKW 75.92 .
Bersadarkan
nilai IKW yang diperoleh maka semua stasiun pengamatan yang berjumlah 12 stasiun tersebut
termasuk dalam kategori sesuai S2 untuk wisata selam.
Gambar 5 Peta kesesuaian wisata selam di kawasan penelitian.
4.6 Daya Dukung Kawasan
Daya dukung merupakan suatu cara mengexpresikan suatu konsep dimana ada pembatasan dalam pemanfaatan sumberdaya. Ini sering digunakan
untuk menjaga kelestarian industri pariwisata pesisir yang berkelanjutan. Secara terpadu pengertian daya dukung disini adalah tingkat pemanfaatan
sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan. Clark 1996 dalam bukunya integrated
coastal management, menjelaskan bahwa daya dukung yang ada lebih sering diterapkan untuk batas pariwisata.
Khusus untuk wisata snorkeling dan selam pertimbangan terhadap kondisi komunitas karang sangat penting karena potensi ini yang merupakan
daya tarik bagi pengunjung. Selanjutnya Dixon et al. 1993 menggunakan data tutupan karang, keanekaragaman jenis dan intensitas penyelaman di
Taman Laut Bonaire Karibia, untuk memperkirakan daya dukung ekologi terumbu karang disana yang hanya mampu menampung 4 000 – 6 000
penyelam per lokasi per tahun. Daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan
dengan daya dukung lingkungan biofisik dan sosial terhadap kegiatan pariwisata dan pengembangannya Mc Neely 1994. Daya dukung ekowisata
juga diartikan sebagai tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana prasarana objek wisata alam. Jika daya tampung sarana
dan prasarana tersebut dilampaui, maka akan terjadi kemerosotan sumberdaya, kepuasan pengunjung tidak terpenuhi dan akan memberikan dampak merugikan
terhadap masyarakat, ekonomi dan budaya Ceballos-Lascurain 1991; Simon et al. 2004.
Perhitungan daya dukung wisata bahari berdasarkan kesesuaian wisata untuk snorkeling dan selam S1 dan S2 dengan mempertimbangkan potensi
ekologis pengunjung, luas area kegiatan dan prediksi waktu yang dibutuhkan setiap kegiatan wisata. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi kesesuaian area
S1 dan S2 maka nilai daya dukung akan semakin tinggi. Kawasan yang memiliki tingkat kesesuaian yang berbeda dalam pemanfaatannya menerima
wisatawan dibedakan Davis dan Tisdel 1996; Scheleyer dan Tomalin 2000; Zakai dan Chad Wick 2002; de Vantier dan Turak 2004 .
Pemanfaatan perairan kawasan Pulau Liwutongkidi sebagai kawasan wisata bahari hendaknya mengacu kepada daya dukung lokasi penyelaman,
karena degradasi terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan penyelaman telah dinilai dalam hal penurunan persentase life hard coral cover atau
meningkatnya kerusakan karang Schleyer dan Tomalin 2000. Kerusakan terumbu karang akan menjadi minimal jika di suatu kawasan dikelola dengan
pemanfaatan di bawah konsep daya dukung, dan sebaliknya apabila pemanfaatannya diatas daya dukung, akan sangat meningkatkan kerusakan
terumbu karang Hawkins dan Roberts 1993. Strategi pengembangan wisata bahari untuk selam dan snorkeling
diarahkan berdasarkan potensi biofisik kawasan. Pariwisata bahari harus dikelola secara seimbang antara tujuan ekonomis dan ekologis dalam
menjamin keberlanjutan kegiatan. Sebagai contoh strategi pengelolaan yang dilakukan di GBR Australia dalam mengurangi dampak kerusakan yakni
dengan melakukan pembatasan musin, pengukuran ukuran grup wisatawan dengan izin dan control pemandu, penzonasian kawasan serta pengaturan dan
pembatasan perizinan pengelolaan Harriot 2002. Dengan menggunakan konsep daya dukung, diperoleh daya dukung sebanyak 252 orang per hari
untuk luas area wisata snorkeling 12 605 Ha sedangkan untuk wisata selam dengan luas 10 2921 Ha memiliki daya dukung sebanyak 205 orang per hari.
Strategi pengembangan berdasarkan potensi biofisik kawasan, sejalan
dengan yang diutarakan oleh Joyosuharto 2001, bahwa pembangunan kepariwisataan perlu memperhatikan tuntutan kebutuhan wisatawan, tetapi
tidak perlu berorientasi pasar semata. Pembangunan kepariwisataan perlu keterpaduan dalam perencanaan maupun memformulasikan tujuan.
4.7 Evaluasi Aspek Visual Ekosistem Terumbu Karang
Pada tahap ini dilakukan analisis spasial dalam bentuk penilaian visual landscape yang merupakan metode penetapan penilaian kualitas landscape
pemandangan dalam kaitannya dengan pengembangan wisata bahari.