Kondisi sosial-budaya di Kecamatan Kadatua dan Siompu

sentuhan pendidikan modern terutama sejak dari Taman Kanak-Kanak sampai pada Perguruan Tinggi DKP Sulawesi Tenggara 2003. Adat-istiadat merupakan faktor yang menentukan dalam masyarakat Buton. Adat istiadat dimanifestasikan dari pandangan hidup sistem sosial masyarakat Buton dan menempati kedudukan tertinggi dalam norma-norma sosial yang mengatur pola tingkah laku kehidupan masyarakat. Struktur sosial masyarakat Buton yang telah menerima adat secara total dalam kehidupan sistem budaya mereka, telah melahirkan keyakinan dan kepercayaan yang teguh bahwa hanya dengan berpedoman pada adat-istiadatlah ketenteraman dan kebahagiaan bagi setiap anggota masyarakat dapat terjamin DKP Sulawesi Tenggara 2003. Adat istiadat yang diterapkan oleh masyarakat di kawasan Pulau Siompu dan Kadatua pada umumnya saling kait mengait dengan norma-norma agama yakni agama Islam. Adat istiadat sebagai sistem budaya masyarakat terhimpun dalam “ombo.” Makna operasional “ombo” dalam kehidupan masyarakat adalah menjangkau semua aspek kehidupan masyarakat. Konsep ini memiliki dasar yang bersifat normatif dan merupakan panduan dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan sosialnya. Konsep “ombo” terwujud dalam adat istiadat yang ditaati dan diperankan dalam sistem sosial masyarakat Buton terutama dalam kegiatan perkawinan, selamatan, mencari nafkah, dan mendirikan rumah. Dalam struktur masyarakat Buton, tidak menerapkan dan mematuhi “ombo” akan mendapat sanksi sosial atau denda dari pemangku adat. Sistem budaya masyarakat di Kecamatan Siompu, mengenal tokoh adat yang bertanggungjawab atas berjalannya upacara adat yang disebut sebagai Parabela. Profil Parabela adalah seorang laki-laki, berusia antara 60 sampai 70 tahun. Parabela diangkat dan dipilih oleh masyarakat dengan masa jabatan seorang Parabela bisa sampai 10 tahun . Pengangkatannya didasarkan pada sifat- sifat yang terpuji, yaitu suka bergotong royong, bijaksana, taat beragama serta selalu memberikan nasihat kepada masyarakat DKP Sulawesi Tenggara 2003.

4.2.2.4 Sarana Prasarana Pendidikan

Salah satu faktor dalam melihat kualitas sumberdaya manusia adalah tingkat pendidikan. Tidak adanya data mengenai tingkat pendidikan penduduk di kedua kecamatan sehingga pendidikan penduduk hanya dapat diketahui dari ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Adapun jumlah sekolah, guru dan murid dari TK sampai SLTA dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah. Tabel 9 Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kecamatan Siompu dan Kadatua Tingkat Kecamatan Siompu Kecamatan Kadatua Pendidikan Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid TK 6 29 293 6 8 241 SD 8 49 1 498 8 47 1 181 SLTP 2 42 516 1 14 450 SLTA 1 3 175 1 4 245 Jumlah 17 123 2 482 16 90 2 117 Sumber : Bappeda 2009

4.3. Kondisi Lingkungan Perairan

Hasil pengamatan terhadap parameter kondisi perairan di 12 lokasi penelitian yang mencakup Pulau Liwutongkidi, Pulau Kadatua dan Pulau Siompu pada bulan April Tahun 2010, umumnya merata dan tidak ada perbedaan mencolok karena semua stasiun pengamatan masih dalam satu kawasan. Tabel 10 Kondisi parameter kimia dan fisika perairan di lokasi penelitian. Stasiun Lokasi Kecerahan Kecepatan Kedalaman Suhu Salinitas Perairan Arus cmdet Pengamatan m ⁰C ‰ 1 P. Liwutongkidi 100 13 9 28 29 2 P. Liwutongkidi 100 12 8 29 30 3 P. Liwutongkidi 100 13 5 28 29 4 P. Liwutongkidi 100 13 9 28 31 5 P. Liwutongkidi 100 13 9 28 29 6 P. Liwutongkidi 100 13 10 20 29 7 P. Liwutongkidi 100 13 6 29 30 8 P. Liwutongkidi 100 14 5 32 30 9 P. Kadatua 100 13 4 29 29 10 P. Kadatua 100 13 7 31 32 11 P. Siompu 100 15 5 30 31 12 P. Siompu 100 14 5 29 32

4.3.1 Kecepatan Arus

Kecepatan arus merupakan faktor fisik yang berpengaruh langsung pada bentuk pertumbuhan karang. Sirkulasi air sangat penting pada suatu perairan bagi organism didalamnya termasuk organism bentik. Untuk biota karang arus sangat berperan didalam penyediaan nutrient, oksigen dan pembersihan permukaan dari sedimen serta mempengaruhi penyebaran larva.

4.3.2 Kecerahan

Perairan yang cerah merupakan syarat utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan wisata snorkeling dan diving, dimana semakin cerah suatu perairan keindahan laut yang dapat dinikmati wisatawan juga semakin tinggi. Daerah dengan nilai kecerahan 80 – 100 adalah merupakan lokasi yang paling sesuai untuk snorkeling dan diving. Kecerahan suatu perairan biasanya dipengaruhi atau disebabkan oleh adanya kandungan lumpur, partikel-partikel tanah dan fragmen-fragmen tumbuhan atau fitoplankton. Penetrasi cahaya akan berkurang pada perairan yang keruh, dengan demikian pada perairan yang jernih memungkinkan penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam, sehingga binatang karang juga dapat hidup pada perairan yang dalam. Hasil penelitian Suharsono dan Yosephine 1994, menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara persentase tutupan karang hidup dengan kecerahan air. Secara keseluruhan kondisi kecerahan perairan dari 12 stasiun menunjukan kecerahan 100 dimana pada kedalaman 3-10 m, masih terlihat dasar perairan atau tampak dasar. Hal ini disebabkan karena ke 12 stasiun jauh dari pemukiman atau aliran sungai yang biasanya membawa lumpur pada saat hujan.

4.3.3 Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang cukup mempengaruhi eksistensi sumberdaya hayati, baik diperairan pesisir maupun laut. Fluktuasi suhu perairan cenderung terbentuk karena perbedaan kedalaman perairan. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kisaran suhu rata-rata yang diukur