FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PEMP KECAMATAN PEMANGKAT

4.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PEMP KECAMATAN PEMANGKAT

Hal-hal yang mempegaruhi Kinerja Program PEMP merupakan faktor yang menjadi bagian yang cukup penting dalam melihat kinerja Program PEMP tersebut anatar lain :

4.3.1 Faktor yang mempengaruhi Kelembagaan

Analisis yang lebih mendalam dilakukan dengan mengekplorasi berjalannya faktor-faktor yang secara mendasar mempengaruhi pencapaian status kinerja kelembagaan. Analisis terhadap faktor tesebut sekaligus sebagai bahan yang dapat dijadikan acuan untuk program tahun berikutnya : 1. Sumberdaya Tenaga Pendamping desa TPD. Merupakan tenaga yang mempunyai kompetensi kerja dalam pendampingan masyarakat yang bersedia tinggal komitmen ditengah masyarakat secara terus menerus selama masa program. TPD mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat atau KMP terutama dalam upaya menyiapkan rencana usaha, mengakses modal dan pengelolaan kegiatan usahanya. Person yang menjadi TPD ditekankan berasal dari daerah program pendidikan minimal SMA. Kinerja kelembagaan dikategorikan baik tergambar bahwa TPD di lokasi tersebut dimana tenaga-tenaga yang mempunyai pengalaman dalam menangani program pemberdayaan atau pendampingan masyarakat dan memahami konsepsi pemberdayaan masyarakat. Hal ini yang menjadi jaminan kapasitas personal dan kualitas kerja TPD dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diembannya. Kondisi tersebut di atas setelah diteliti, pemahaman atas tanggung jawab serta kesesuaian kualitas menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Artinya kualifikasi memenuhi sebagaimana dipersyaratkan, namun demikian dalam proses pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya menjadi melemah situasi ini pada akhirnya menyebabkan output hasil dari tugas- tugas yang seharusnya dijalankan oleh TPD menjadi tidak optimal. Di lain pihak, faktor yang juga menjadi penyebab adalah proses perekrutan yang tidak dijalankan oleh KM dan tidak kompetitif, namun lebih didasarkan atas rekomendasi atau inisiatif dari Dinas KP. 2. Kelompok Masyarakat Pemanfaat KMP. Merupakan kelompok atau individu yang berusaha di sektor kelautan dan perikanan yang selanjutnya dapat mengakses atau menjadi nasabah dari pinjaman kredit disediakan oleh program PEMP dibawah pengelolaan Koperasi LEPP-M3. di Kabupaten Sambas sangat jelas tergambar bahwa KMP atau individu penerima tersebut telah melakui proses seleksi kelayakan dan kesesuaian usaha sesuai dengan sistem dan mekanisme dipersyaratkan. Proses ini yang setidaknya menjadi parameter awal yang menentukan keberlanjutan usaha dan kelancaran proses pengangsuran pinjaman kredit. 3. Kondisi dan sistem Perbankan. Tugas dan fungsi Lembaga Perbankan dalam program PEMP adalah menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya DEP yang dijaminkan untuk penyaluran kredit, menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada di bank pelaksana. Faktor berjalannya sistem dan mekanisme kredit, proporsi penyerapan daya serap per jumlah pengajuan, dan proses pembinaannya kepada kopersi LEPP-M3 di Kabupaten Sambas. faktor- faktor yang berpengaruh tersebut, berjalan dengan baik, namun kendala letak Bank Pelaksana yang tidak berada di lokasi setempat, sehingga terdapat kendala dalam hal akses lokasi.

4.3.2 Faktor yang mempengaruhi Pengelolaan Koperasi LEPP-M3

Analysis terhadap faktor-faktor yang dievaluasi, tampak bahwa kinerja pengelolaan koperasi LEPP-M3 tersebut sangat dipengaruhi atau ditentukan secara berurutan berdasarkan besarnya pengaruh adalah faktor: 1. Kondisi kesehatan keuangan koperasi LEPP-M3 merupakan gambaran tidak langsung tentang bagaimana pengelolaan koperasi LEPP-M3 sebagai suatu lembaga ekonomi. Secara rinci, kondisi kesehatan keuangan akan menginformasikan struktur permodalan, kualitas aktiva produktif, kemampuan menutupi penarikan simpanan nasabah, kemampuan pengendalian biaya operasional dan kemampuan menghasilkan keuntungan dari koperasi LEPP-M3. Status kinerja kesehatan keuangan dapat diartikan sebagai baik buruknya pengelolaan koperasi LEPP-M3. Berdasarkan fungsinya, setiap koperasi LEPP-M3 harus menyusun secara periodik neraca keuangan, laporan laba rugi maupun aliran tunai. Ketiganya merupakan alat verifikasi kondisi kesehatan keuangan koperasi LEPP-M3 sebagai cerminan tidak langsung dari baik-buruknya pengelolaan Koperasi LEPP-M3. 2. Faktor kedua yang berpengaruh terhadap status kinerja pengelolaan koperasi LEPP-M3 setelah kinerja keuangan adalah sistem dan mekanisme pengelolaan keuangan atau dana ekonomi produktif DEP. Berdasarkan jenisnya, DEP pada periode program PEMP kedua tahun 2004-2006 di bagi kedalam 4 kategori penggunaan, yaitu DEP untuk penjaminan tunai atau cash collateral, DEP untuk BPR pesisir, DEP untuk solar Packed Dealer untuk nelayan SPDN dan DEP untuk Kedai Pesisir. DEP akan dimasukan ke rekening koperasi LEPP-M3 pada Bank Pelaksana untuk masing-masing kegiatan yang mempunyai nomor rekening tersendiri dan pencairannya dilakukan dengan mekanisme tersendiri. Untuk kegiatan penjaminan tunai pada bank pelaksana, mekanismenya menggunakan mekanisme executing, sedangkan BPR Pesisir, SPDN dan Kedai Pesisir akan menggunakan mekanisme langsung kepada koperasi namun tetap melalui rekening koperasi di masing masing Bank Pelaksana. Besarnya pengaruh sistem dan mekanisme pengelolaan DEP terhadap status kinerja pengelolaan Koperasi LEPP-M3 dapat dicontohkan pada penggunaan DEP untuk penjaminan tunai. Pengelola koperasi pesisir. mampu menyusun, memahami dan melaksanakan sistem dan mekanisme distribusi angsuran kredit yang lancar untuk atau dari masyarakat. Ketidakmampuan pengelola terhadap aspek tersebut akan menyebabkan rendahnya kinerja koperasi LEPP-M3 yang tercermin dari margin keuntumgan yang diperoleh LKM tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan, terjadinya kredit macet dan lambatnya penguatan modal usaha. Hal demikian dikhawatirkan akan menghambat pengembangan unit-unit usaha dan rendahnya pelayanan perputaran modal dan bahkan mungkin terjadinya kebangkrutan usaha Koperasi LEPP-M3 LKM. Sebagai tambahan, pentingnya faktor ini tercermin pula dari periode pertama program tahun 2001-2003 terhadap masalah terhambatnya angsuran kredit sebagai suatu masalah yang bersifat umum. artinya, masalah ini terjadi diberbagai kabupatenkota yang menjadi sasaran Program PEMP. Kuantitas kemacetanhambatan angsuran kredit untuk Program PEMP tahun 2001, 2002, dan 2003 lebih tinggi jika dibandingkan dengan Program PEMP tahun 2004 dan 2005. Sebagaimana telah disinggung pula bagian awal sub bab ini, sejak tahun 2004 telah terjadi perubahan sistem dalam penyaluran DEP, dari sistem perguliran revolving fund ke hibah kepada koperasi yang dijaminkan pada bank pelaksana cash colleteral. Aturan-aturan kredit yang diberlakukan sejak tahun 2004 cukup ketat, seperti digunakannya agunan, sehingga hal ini membantu mengurangi kemacetan kredit. Namun demikian, sebagian dari nasabah yang menghadapi kemacetan angsuran dan masih memiliki komitmen untuk membayar karena alasan tanggung jawab sosial dan agamis, pihak pengurus koperasi LEPP-M3 melakukan penjadwalan ulang atas pinjaman kredit tersebut. Dalam konteks demikian, pihak pengurus memberikan kemudahan pengangsuran sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada. Misalnya, setiap hari atau setiap minggu, nasabah mengangsur kredit yang nilainya sesuai dengan kondisi keuangan yang ada. Juru tagih secara intensif melakukan komunikasi dengan nasabah untuk mengambil angsuran, dengan sedikit demi sedikit pinjaman kredit nasabah bisa terlunasi. Sistem dan mekanisme pengelolaan DEP yang baik juga didukung oleh adanya pengelolaan administrasi keuangan yang baik. Dalam hal ini, pengurus harus senantiasa mencatat transaksi harian dan merekapnya secara periodik baik bulanan dan tahunan. Pencatatan harus mengacu pada aturan perbankan dan karenanya pengurus harus mampu menyediakan formulir format yang terkait dengan persetujuan kredit, verifikasi transaksi dan hal lainnya sebagaimana keperluan kebutuhan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku di lembaga keuangan formal. 3. Kedua faktor yang berpengaruh besar terhadap pengelolaan koperasi LEPP- M3 tidak terlepas dari peran SDM koperasi. Peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia SDM pengelola sangat diperlukan untuk mendukung perkembang kinerja Koperasi LEPP-M3. ini menjadi penting untuk pengelola Koperasi LEPP-M3 yang secara geogragfis jauh dari kemajuan perkembangan masyarakat, karena selama ini peran mereka yang belum optimal. Praktik-praktik manajemen koperasi yang modern tidak dapat dijalankan secara baik karena kapasitas dan kapabilitas pengurus belum memadai. Uniknya penguatan kelembagaan ekonomi yang berbasis masyarakat seperti halnya Koperasi LEPP-M3 dalam Program PEMP menyebabkan kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus tidak hanya pada hal- hal yang bersifat teknis seperti tingkat pendidikan dan pengalaman kerja di lembaga ekonomi yang serupa. Personal pengurus koperasi juga harus memiliki sensitivitas terhadap kondisi sosial-budaya serta sumberdaya alam dan lingkungan tempat hidup, tinggal dan berusaha masyarakat Pengurus koperasi dalam hal ini harus mampu memahami karekter-karakter non-teknis lembaga keuangan sebagai bagian dari penyusun sistem dan mekanisme pengelolaan LEPP-M3. Sebagai contoh pentingnya pemahaman faktor non- teknis dapat disimak dari sebab-sebab kemacetan dan terhambatnya yang cukup beragam. Faktor yang pertama adalah pandangan bahwa eksistensi DEP merupakan dana hibah yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada masyarakat. Persepsi ini dipengaruhi oleh pengalaman bantuan-bantuan dana sebelumnya atau program-program pemberdayaan sejenis yang masuk Kabupaten Sambas di suatu daerah dan tidak harus dikembalikan, seperti terjadi pada Program Jaring Pengaman Sosial JPS, Program Inpres Tertinggal IDT, dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP. Kedua, kondisi sumber daya perikanan yang sudah dalam kodisi tangkap lebih overfishing, sehingga menimbulkan kelangkaan sumber daya. Akibat, nelayan kesulitan untuk memperoleh hasil tangkap. Ketiga, berlangsungnya musim paceklik yang cukup panjang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena faktor-faktor alamiah. Keempat, kesadaran masyarakat rendah untuk mengembalikan pinjaman kredit nasabah seperti ini memiliki niat secara sengaja untuk tidak membayar. Kelima, kerusakan atau pencemaran lingkungan pesisir dan perairan pantai, sehingga sumber daya perikanan menjauh ke tengah laut. Hal ini berdampak menyulitkan nelayan mendapatkan hasil tangkapan. 4. Faktor terakhir berkaitan dengan sistem dan mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan secara periodik terhadap perkembangan koperasi LEPP-M3. Pelaporan periodik ini mencerminkan pengelola telah menjalankan sistem dan mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan koperasi. Hasil dari pelaporan tersebut akan sangat bermanfaat sebagai feedback bagi pengelola untuk memperbaiki sistem dan mekanisme pengelolaan koperasi LEPP-M3 yang mendukung tercapainya tujuan dan sasaran program secara keseluruhan. Di sisi lain, adanya pelaporan perkembangan periodik tentang perkembangan koperasi LEPP-M3 merupakan cerminan dan pemenuhan prinsip kererbukaan sebagai salah pengelolaan Program PEMP.Belum adanya dukungan dana operasional uang dan fasilitas yang memadai untuk meningkatkan kinerja pengelola koperasi LEPP-M3 menjadi faktor krusial untuk membantu meningkatkan komunikasi dan interaksi sosial antara pengurus koperasi LEPP-M3 dengan nasabahnya. Komunikasi dan hubungan- hubungan sosial yang baik dengan nasabah akan meningkatkan kepedulian nasabah terhadap tanggung jawab yang harus dipenuhi, seperti mengangsur pinjaman kredit sesuai dengan kesepakatan yang ada. Dengan demikian dapat menekan angka kemacetan kredit.

4.3.3 Faktor yang mempengaruhi Kapasitas Pemanfaat

Dari data-data kualitatif diketahui bahwa sejamlah faktor dapat menghasilkan nilai-nilai seperti di atas disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu. Untuk itu kapasitas pemanfaat dipengaruhi atau ditentukan berdasarkan besarnya pengaruh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor yang paling mempengaruhi status kapasitas pemanfaat adalah Perubahan Pendapatan dan bertambahnya nilai manfaat. Hal tersebut terjadi dikarenakan program PEMP berjalan sesuai dengan harapan, dimana adanya peningkatan pendapatan penghasilan pada KMPIndividu dan pemenuhan kebutuhan pokok sekunder keluarga dapat terpenuhi. Selain itu terbukanya akses pemasaran bagi produk hasil UEP akan memudahkan terjadinya transaksi penjualan., dan naiknya harga produk hasil UEP di pasar membuka peluang pemanfaat mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Dukungan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, KM, dan TPD dalam hal peningkatan keterampilan serta pembinaan manajemen dan teknis UEP akan mengakselerasi pencapaian kapasitas pemanfaat yang baik, Kondisi ini akan mendorong pemanfaat untuk memperkuat volume usaha, sehingga income bagi mereka menjadi lebih besar dan pemenuhan kebutuhan menjadi terpenuhi. 2. Faktor kedua yang mempengaruhi status kapasitas pemanfaat adalah manajemen usaha dan administrasi keuangan yang baik. Kekuatan untuk mencapai keberhasilan UEP terletak pada manajemen usaha dan administrasi keuangan. Manajemen usaha akan mendorong efektifitas dan efisiensi dan berbagai kegiatan produksi, nilai dari penatakelolaan tenaga kerja, penggunaan teknologi, dan keuangan. Dengan manajemen usaha yang baik akan merangsang terciptanya iklim lingkungan berusaha yang kondusif baik secara internal maupun eksternal. Manajemen usaha meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan usaha yang berbasis kemampuan pemanfaat serta berorientasi pada produktifitas. Hal sangat penting dan menentukan tingkat keberhasilan UEP adalah pengadministrasian keuangan. Pola-pola manajemen tradisional yang sejak lama diterapkan oleh masyarakat pesisir dalam berusaha tidak melakukan dokumentasi dan pencatatan keuangan. Hal ini menyebabkan hilangnya nilai keuntungan dan potensi keuntungan lainnya yang dapat diperoleh oleh masyarakat. Kondisi ini pula yang menyebabkan tingkat ketergantungan yang tinggi, hutang yang besar dan produktifitas yang rendah. Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan UEP, program PEMP mempromosikan dan memfasilitasi proses pengadministrasian khususnya keuangan. Melalui pola ini, kultur masyarakat dapat berubah dari pula konvensional ke modern, dan kalkulasi dalam melaksanakan UEP dapat dilakukan secara efektif dan efisien. 3. Faktor ketiga yang mempengaruhi status kapasitas pemanfaat adalah penguasaan teknis UEP dan nilai manfaat yang diperoleh. Kemampuan yang baik dari pemanfaat dalam mengimplementasikan UEP memberikan jaminan kelancaran dan keberhasilan UEP. Keberhasilan ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu besarnva keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan produk UEP, dan kesinambungan UEP tersebut. Keuntungan berdampak langsung terhadap pendapatan pemanfaat, sementara kesinambungan UEP akan memberikan kesempatan yang luas bagi penmanfaat untuk merasakan manfaat sekaligus melakukan pengembangan agar volume UEP meningkat. Besarnya keuntungan dan bertambahnya nilai manfaat dari UEP akan mempengaruhi perbaikan status kinerja pemanfaat. 4. Faktor keempat yang mempengaruhi status kapasitas pemanfaat adalah transformasi dan replikasi UEP. Implementasi UEP dalam program PEMP tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat, akan tetapi proses edukasi dan penciptaan kultur wirausaha juga dijadikan target. Insiatif dalam memilih dan mengembangkan usaha oleh pemanfaat merupakan bagian dari proses edukasi, termasuk penerapan manajemen usaha modern dan penggunaan teknologi dalam aktifitas produksi. Tumbuhnya semangat dan bakat wirausaha bagi masyarakat dapat mempercepat proses pendayagunaan potensi-potensi produktif serta penanggulangan kemiskinan masyarakat pesisir dan kepulauan. Bentuk dan jenis usaha, nilai-nilai, dan ketepatan dalam menerapkan manajemen akan berpengaruh secara signifikan terhadap proses penghantaran pengetahuan, keterampilan adopsi UEP. Dengan pola seperti ini akan mempolarisasi dan meneteskan kemanfaatan kepada masyarakat.

4.3.4 Faktor yang mempengaruhi Kemitraan

Dari data-data kualitatif yang diperoleh dapat dilihat Kecenderungan yang terjadi pada kemitraan program PEMP tidak bisa dipisahkan dari sisi pemangku kepentingan dan sisi pelaku program sebagai penentu keberhasilan kemitraan tersebut. Diketahui bahwa Kemitraan pemangku kepentingan dipengaruhi atau ditentukan berdasarkan besarnya pengaruh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor yang paling mempengaruhi status kemitraan adalah penguatan modal LEPP-M3 dari pemangku kepentingan. LEPP-M3 sebagai institusi yang menjalankan fungsi dan peran intermediasi dalam penyediaan modal usaha bagi pelaksanaan PEMP masyarakat akan mengalami hambatan-hambatan apabila belum sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat utamanya dalam penyediaan dana. Jangkauan pelayanan yang diberikan oleh LEPP-M3 sangat tergantung dari kapasitas modal yang dapat didistribusikan bagi masyarakat. Penghantaran modal pemerintah melakukan program PEMP meskipun telah dirasakan manfaatnya, tetapi dengan berbagai dinamika yang terjadi ternyata dapat mempengaruhi kemampuan LEPP-M3 dalam memenuhi permintaan modal dari masyarakat. Dengan adanya pembinaan teknis yang dilakukan oleh perbankan, termasuk rekapitalisasi penguatan modal akan mendukung performa LEPP-M3 dalam melayani kebutuhan modal usaha bagi masyarakat. Salah satu ukuran atau faktor yang mempengaruhi manifestasi dari persepsi yang baik dari pemangku kepentingan adalah adanya kebijakan untuk melakukan pernyertaan ataupun modal bagi LEPP-M3. 2. Faktor kedua yang mempengaruhi status kemitraan adalah pengembangan dan diversifikasi UEP oleh pemangku kepentingan. UEP merupakan bagian dari skenario program yang paling mudah untuk mengukur kemanfaatan yang diberikan bagi masyarakat. Apabila terjadi perubahan pendapatan sebagai dampak dari pelaksanaan UEP adalah keberhasilan program PEMP. Akan tetapi, besarnya nilai kemanfaatan dipengaruhi oleh volume atau kapasitas UEP yang dilaksanakan. Semakin besar volume atau kapasitas UEP yang telah berjalan efektif, maka akan semakin meluas nilai manfaat yang akan dirasakan. Kehadiran pemangku kepentingan memfasilitasi pengembangan dan diverifikasi UEP yang dilaksanakan oleh masyarakat akan membuka akses dan peluang bagi masyarakat luas untk berpasrtisipasi dalam pelaksanakan UEP. Dukungan-dukungan pemangku kepentingan baik dalam manajemen maupun teknis usaha akan mendorong tumbuh kembangnya bahkan proses lahirnya inovasi-inovasi kreatif dalam rangka diversifikasi UEP. 3. Faktor yang ketiga mempengaruhi status kemitraan adalah penganggaran dan pembinaan UEP. Salah satu masalah klasik yang kerap dihadapi khususnya dalam program-program ketersediaan usaha ekonomi masyarakat adalah ketersediaan fasilitas dukungan. baik berupa anggaran yang memadai maupun bantuan-bantuan teknis. Komitmen dan tindakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah dan pihak-pihak lainnya dalam bentuk kebijakan penganggaran termasuk pembinaan terhadap masyarakat yang melaksanakan UEP akan mendorong terwujudnya efektifitas UEP. yang pada gilirannya mewujudkan keberlanjutan program PEMP proses pengambil alihan peran dan tanggung jawab daerah. 4. Faktor yang paling akhir berpengaruh terhadap status kemitraan adalah sinergitas peran pemangku kepentingan. Keberadaan berbagai pemangku kepentingan dalam “medan” program PEMP merupakan potensi yang sangat besar utamanya untuk mewujudkan keberhasilan atau untuk mencapai target- target program PEMP. Sebaliknya, kehadiran pemangku kepentingan apabila tidak dikelola secara baik akan berdampak buruk terhadap program, sebagai contoh; legislatif yang tidak memahami visi, misi dan strategi program PEMP akan menganggap bahwa program ini tidak akan memberikan manfaat apa- apa bagi masyarakat di wilayahnya, implikasinya, kebijakan-kebijakan yang dapat menunjang kelancaran proses implementasi program sulit untuk dilahirkan termasuk penyediaan anggaran. Apabila kondisi ini muncul, maka peluang program untuk dapat sustainable akan kecil sekali. Pemahaman yang baik mengenai posisi dan lingkup otoritas yang dimiliki oleh masing-masing pemangku kepentingan dalam kerangka keterlibatan dalam program PEMP akan menjadi kekuatan yang besar dalam mengusung tanggung jawab dan distribusi peran yang efektif.

4.3.5 Faktor yang mempengaruhi Pemangku Kepentingan

Dari data-data kualitatif dapat diketahui bahwa Persepsi pemangku kepentingan dipengaruhi atau ditentukan berdasarkan besarnya pengaruh faktor- faktor sebagai berikut: 1. Faktor yang paling berpengaruh terhadap status persepsi pemangku kepentingan adalah Kesesuaian Peran dan Program. Penguasaan hal-hal prinsip sangat mempengaruhi cara pandang, sikap, dan refleksi prilaku pemangku kepentingan terhadap program PEMP. Memahami visi, misi, dan strategi program PEMP akan menggiring pemangku kepentingan untuk memposisikan pihaknya menjadi bagian dari program PEMP. Dengan begitu, maka tanggung jawab pemangku kepentingan akan tumbuh secara simultan dengan lahirnya konstribusi peran dalam implementasi program PEMP. Kondisi ini tidak seketika lahir, akan tetapi harus melewati proses dimana didalamnya juga terjadi dinamika yang cukup kuat, antara lain kritik terhadap program, dan mungkin juga penolakan. Melalui strategi advokasi yang dikembangkan oleh program PEMP yang diperankan oleh Dinas, KM, dan TPD dalam bentuk sosialisasidiseminasi, kemitraan, dan pelibatan secara partisipatif dalam dalam kegiatan-kegiatan akhirnya mendorong pemangku kepentingan untuk bisa menyesuaikan dan ikut menyukseskan program PEMP. 2. Faktor terakhir yang mempengaruhi status persepsi pemangku kepentingan adalah relevansi peran, program dan bentuk partisipasi dalam implementasi program PEMP. Melalui informasi yang disuplai secara terus menerus baik melalui media maupun interaksi langsung antara pengelola program dengan pemangku kepentingan akhirnya dapat membuka wawasan pemangku kepentingan dalam memahami relevansi program PEMP dengan keberadaannya terkait dengan tupoksi dan lingkup otoritasnya. Pemahaman yang baik terhadap program akan menentukan formula konstribusi yang akan diperankan. Konstribusi pemangku kepentingan untuk mendukung program PEMP akan variatif bergantung konteks peran yang dibutuhkan dalam implementasi program. Bentuk partisipasi yang lahir dari pemangku kepentingan dapat berupa pemikiran-pemikiran, gagasan konstruktif, fasilitas, dan bahkan finansial. Persepsi yang baik akan mempengaruhi bobot program dan bentuk partisipasi pemangku kepentingan dalam program PEMP.

4.4 PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN MEMANFAATKAN PROGRAM PEMP SEBAGAI ALTERNATIF