sebagai bahan komparasi dalam mengembangkan strategi kemitraan pada masa yang akan datang. Pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut :
1 Keterpaduan dan sinergitas peran pemangku kepentingan dalam implementasi program PEMP dilandasi atas pemahan yang benar, komitmen dan
keberpihakan untuk
membangun daerah
khususnya masyarakat
pesisir. Kondusifitas medan partisipasi terbangun melalui proses sosialisasidiseminasi
secara intensif koordinasi dan konsultasi berkala, serta advokasi dan penyadaran bagi pemangku kepentingan mengenai arti penting pengelolaan sumberdaya
secara berkelanjutan dan nilai strategis program PEMP dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat pesisir.
2 Lemahnya
dukungan dan
konstribusi pemangku
kepentingan berdasarkan tugas pokok dan lingkup otoritas yang dimilikinya sangat
mempengaruhi keberhasilan program PEMP. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tidak memadainya distribusi yang sampai pada
sasaran pemangku kepentingan, rendahnya intensitas hubungan antar pemangku kepentingan dalam konteks formal maupun non-formal, masih menggejalanya
ego sektoral di lingkup institusi pemerintah. dan rendahnya kepercayaan pemangku kepentingan terhadap pelaksanapenanggung jawab program.
4.2.3.5 Persepsi Pemangku Kepentingan
Keberhasilan suatu program sangat dipengaruhi oleh persepsi orang-orang yang terkait dengan program itu, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Adapun mereka yang terkait dengan program PEMP ini antara lain adalah Pemda, KM, TPD, anggota LEPP-M3 dan masyarakat pesisir sebagai penerima
pemanfaat program. Hasil evaluasi Kabupaten sambas dari hasil analisa masuk dalam katagori Baik 65,66.
Refleksi persepsi para pemangku kepentingan terhadap program PEMP yang cenderung negatif umumnya terkait: dengan kemampuan KM dan TPD,
penunjukan bank pelaksana, diperlukannya agunan untuk memperoleh pinjaman dana dan bunga bank yang cenderung tinggi.
Penunjukan bank pelaksana oleh pusat juga menimbulkan persepsi yang kurang baik di masyarakat. itu karena bank pelaksana yang ditunjuk tidak selalu
ada diKabpaten Sambas, sehingga untuk mengurusnya menmerlukan waktu dan biaya ekstra. Selain itu birokrasi yang dijalankan oleh bank pelaksana dianggap
terlalu berbelit, sehingga tidak mendukung proses pencairan dana. Adanya agunan untuk memperoleh pinjaman juga disikapi secara kritis
oleh sebagian masyarakat. Dengan adanya agunan, maka program PEMP tidak ubahnya sebagai praktek perbankan, sehingga yang memperoleh pinjaman hanya
mereka yang secara ekonomi sudah mapan sementara untuk nelayan buruh yang selama ini terpinggirkan, selamanya tidak akan pernah mendapatkan bantuan
pinjaman karena ketiadaan agunan. Semua itu adalah bagian dari persepsi negatif dari masyarakat terhadap
program PEMP. Pertanyaannya adalah mengapa terdapat kecendrungan dari masyarakat terjadinya persepsi yang negatif. Hasil wawancara menunjukkan
bahwa persepsi masyarakat itu dipengaruhi oleh beberapa hal. Adanya informasi yang salah tentang program PEMP, ternyata memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap persepsi masyarakat tentang PEMP. Adapun informasi yang salah itu muncul karena keberadaan program-program lain yang
di luar PEMP. Banyak program diluar PEMP yang menggulirkan dana bantuan ke masyarakat
dengan sistem
hibah, sehingga
masyarakat tidak
perlu mengembalikan dana yang sudah diperoleh. Hal itu sangat mempengaruhi
pandangan masyarakat terhadap program PEMP, yang menganggap bahwa program PEMP juga merupakan hibah, dan bukan kredit bergulir.
Pandangan yang demikian itu masih dimiliki oleh sebagian masyarakat. Bahkan
pandangan yang demikian sengaja dihembuskan oleh oknum-oknum tertentu, termasuk anggota legislatif, untuk kepentingan individual maupun
kelompoknya. Pandangan yang demikian tentunya menyesatkan. Karena sesuai dengan realitas
PEMP yang sebenarya merupakan kredit bergulir. Dengan statusnya sebagai kredit bergulir, maka menjadi kewajiban masyarakat untuk
mengembalikannya. Karena itu pandangan demikian bahwa dana PEMP merupakan hibah pada gilirannya dapat menghambat pengembalian kredit yang
sudah dipinjam oleh masyarakat.
Pandangan bahwa DEP yang disalurkan dalam program PEMP itu merupakan hibah dalam batas tertentu bisa diterima, namun terbatas pada hibah
dari pemerintah kepada LEPP-M3 sebagai lembaga keuangan mikro yang diharapkan dapat berbentuk koperasi. Meskipun demikian dalam kaitannya ke
masyarakat, dana itu sama sekali bukan merupakan dana yang bersifat hibah. Masalah sosialisasi dari program PEMP ternyata juga besar pengaruhnya
terhadap persepsi tentang PEMP. Ada beberapa pemangku kepentingan cenderung memiliki persepsi yang negatif ternyata bahwa sosialisasi di daerah itu belum
dilaksanakan secara intensif. Hal itu bukan berarti bahwa di daerah itu tidak ada sosialisasi, namun sosialisasi yang dilakukan sangat minim. Sebagai Gambaran,
sosialisasi dilaksanakan hanya satu kali di kabupaten, itupun tidak diikuti oleh semua unsur masyarakat yang ada.
Terkait dengan hal tersebut maka masalah keterlibatan berbagai unsur yang ada dalam masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam sosialisasi juga
merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam. membentuk persepsi masyarakat. Di daerah-daerah yang persepsi masyarakatnya cenderung positif
ternyata sosialisasi program PEMP tidak hanya terbatas pada pelaku program PEMP saja, melainkan juga melibatkan kelompok-kelompok sosial yang ada di
daerah itu, termasuk pihak eksekutif dan legislatif. Walaupun tidak terkait langsung dengan program PEMP, namun pemahaman anggota legislatif terhadap
program PEMP itu nampaknya penting, karena ternyata persepsi yang salah yang dimiliki oleh seorang anggota dewan itu bisa mempengaruhi masyarakat
pendukungnya. Ketersediaan sarana informasi yang memadai juga merupakan pendukung
bagi terwujudnya persepsi yang positif. Di kecamatan yang tidak didukung oleh sarana informasi yang memadai, ternyata pemahaman masyarakat terhadap
program PEMP sangat kurang. Hal itu membuka peluang kepada mereka untuk mencari sumber informasi yang lain tentang PEMP, yang belum tentu dapat
dijamin kebenarannya. Walaupun sosialisasi sudah berjalan dengan baik, namun jika tanpa didukung oleh sarana informasi yang baik, seperti brosur dan
sejenisnya, maka masyarakat cenderung melupakan materi sosialisasi yang pernah didapat, Sebaliknya dengan ketersediaan sarana informasi yang memadai, maka
selain persebaran informasi dapat lebih meluas, masyarakat juga lebih mudah mengingat karena setiap saat bisa melihat informasi yang tersedia di beberapa
lokasi. Keberadaan
kelompok-kelompok kepentingan
lainnya yang
aktif melakukan pemantauan dan pengawasan pada program-program bantuan
pemerintah sangat membantu untuk membangun prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga menumbuhkan kepercayaan terhadap program PEMP.
Adanya kepercayaan itu ternyata mampu menimbulkan persepsi yang positif pada program ini. Selain itu, adanya sinergi program antara pemangku kepentingan
terkait, seperti Dinas, Koperasi dan UKM, terkait dengan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pertanggungjawaban kegiatan PEMP, juga ikut memberi
warna pada munculnya persepsi yang positif dari masyarakat. Dengan adanya sinergi maka memunculkan kesan di masyarakat bahwa program PEMP
merupakan program yang dilaksanakan secara serius. Dalam hal ini di Kecamatan Pemangkat, sinergi antara pemangku
kepentingan itu
kurang terwujud
dilapangan. Masing-masing
pemangku kepentingan berjalan sendiri dalam megimplementasikan program PEMP,
sehingga kadang terjadi perbedaan pemahaman di antara pemangku kepentingan sendiri. Hal itu misalnya terkait dengan pandangan tentang pengembalian kredit
macet, bukan karena yang bersangkutan tidak mau bayar tetapi karena tidak mampu, baik yang disebabkan kegagalan usaha maupun faktor lain. Sebagian
pemangku kepentingan pelaksana menyatakan bahwa yang seperti itu tidak perlu membayar, tetapi sebagian yang lain menyatakan bahwa tetap harus dibayar tetapi
ditangguhkan pembayarannya. Tanpa ada koordinasi yang baik diantara pelaksana program, yang dirugikan adalah nasabah karena mereka diombang-ambingkan
oleh ketidakpastian. Adapun faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang ikut berpengaruh
terhadap munculnya persepsi yang positif adalah adanya pemahaman yang dimiliki oleh para pelaku program PEMP, baik secara konseptual maupun
implementatif. Pemahaman itu bahkan mencakup upaya identifikasi kelemahan
dan kekuatan program. Dengan pemahaman yang demikian maka masyarakat menjadi yakin terhadap keseriusan program PEMP, sehingga memunculkan
persepsi yang positif. Munculnya kelompok-kelompok dadakan juga ikut berpengaruh terhadap
persepsi masyarakat terhadap program PEMP. Kelompok dadakan yang dibentuk hanya untuk memperoleh pinjaman dari PEMP mengakibatkan mereka tidak
begitu memahami apa sebenarnya misi dan visi dari PEMP. Ketidaktahuan itulah maka mereka memiliki pemahaman yang keliru tentang program ini.
Terkait dengan
permasalahan-permasalahan yang ikut
menentukan persepsi masyarakat tersebut, maka direkomendasikan agar sosialisasi tentang
PEMP lebih digalakkan. Sosialisasi tidak cukup diaksanakan di kabupaten, melainkan juga di berbagai tingkat wilayah, termasuk provinsi, kecamatan dan
desa. Sosialisasi tidak cukup melalui perwakilan, melainkan secara langsung ke
berbagai lapisan masyarakat, termasuk ke pihak eksekutif dan legisatif. Dengan demikian tidak terjadi distorsi informasi. Agar lebih efektif, disarankan sosialisasi
menggunakan berbagai media dan berbagai sarana dan prasarana yang ada, seperti tempat-tempat ibadah. Selain itu, agar sosialisasi lebih mencakup kalangan yang
lebih luas, dapat menggunakan leaflet atau poster untuk menyebarluaskan informasi. Sosialisasi juga dapat dilaksanakan dalam bentuk rapat koordinasi
antar pelaksana program dan lokakarya secara terbatas untuk membahas permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program PEMP.
Untuk menimbulkan persepsi yang positif dari masyarakat terhadap program
PEMP, sebaiknya
masyarakat dilibatkan
dalam pembentukan
kelembagaan PEMP. Keterlibatan masyarakat itu penting, karena dengan keterlibatan itu maka masyarakat merasa memiliki lembaga yang sudah dibentuk.
Peningkatan kapasitas
Konsultan Manajemen
KM dan
Tenaga Pendamping Desa TPD juga perlu dilakukan untuk memunculkan persepsi yang
positif dari masyarakat. Sesuai dengan fungsinya, konsultan manajemen memang
hanya berkewajiban memberikan saran yang terkait dengan pengelolaan PEMP. Meskipun demikian, akan lebih baik jika mereka juga diberi beban tambahan
untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang PEMP. Beban itu juga perlu diberikan kepada TPD, sehingga mereka dapat melakukan pendampingan
yang lebih intensif kepada masyarakat.
Gambar 17. Diagram Analysis Leverage Pemangku Kepentingan
Tabel 14. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemangku Kepentingan
No. Faktor – faktor Berpengaruh
Nilai Leverage
1. Kesesuaian peran dalam program
9,10 2.
Relevansi perencanaan program dan anggaran dari para pemangku kepentingan 4,60
3. Bentuk partisipasi dalam implementasi program
4,08 4.
Pemahaman terhadap substansi dan manajemen program 0,32
Dari hasil anaysis leverage diperoleh bahwa pada umumnya indikator- indikator penting yang digunakan dalam evaluasi komprehensif program PEMP
yang mengGambarkan status persepsi pemangku kepentingan, seperti; 1 pemahaman terhadap substansi dan manajemen program, 2 kesesuaian peran
dan program, 3 relevansi perencanaan program dan anggaran dari pemangku kepentingan yang mendukung program, dan 4 bentuk partisipasi dalam
Leverage of Attributes
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Pemahaman terhadap substansi dan
manajemen program Kesesuaian peran
dalam Program Relevansi
perencanaan program dan anggaran dari para
pemangku kepentingan
Bentuk partisipasi dalam implementasi
program
A tt
ri b
u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
implementasi program menunjukkan perbedaan nilai yang relatif kecil berturut- turut 0.32, 9.10, 4.60, dan 4.08. Indikator-indikator tersebut menjadi faktor yang
mempengaruhi derajat status persepsi pemangku kepentingan yang terefleksi riil pada aspek kebijakan dan konstribusi pembiayaan kegiatan-kegiatan untuk
mendukung pencapain target implementasi program PEMP. Kondisi tersebut mengGambarkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pencapaian
status persepsi pemangku kepentingan adalah kesesuaian peran dan program, meskipun faktor lainnya juga turut mempengaruhi, akan tetapi pengaruhnya tidak
signifikan. Pembelajaran utama yang dapat ditarik dari evaluasi status persepsi pemangku
kepentingan adaah sebagai berikut : -
Persepsi yang baik dari pemangku kepentingan akan terbangun melalui proses penghantaran informasi yang intensif mengenai hal-hal yang terkait dengan
program PEMP, baik yang bersifat substansi maupun manajemen. Selain itu, persepsi yang baik dari pemangku kepentingan dapat terbangun dan
dipengaruhi oleh
kemampuan program
menampilkan praktek-praktek
transparansi dan akuntabilitas. -
Keterlibatan pemangku kepentingan umumnya masih bersifat partisipasi manipulatif yang hanya mengukur manfaat yang dapat diperoleh dari
keterlibatannya tanpa melihat tingkat urgensi dan kemanfaatan yang dapat diperoleh dengan keterlibatannya. Menumbuhkan partisipasi
sejati dari pemangku kepentingan hanya dapat terjadi jika didekati dengan teknik
persuasif, konsisten, dan keikhlasan. Seain itu, perlu melahirkan preseden- preseden yang baik dalam bentuk karyapresetasi untuk menggantikan
“suasana trauma” dan preseden-preseden buruk masa lalu, sehingga secara perlahan pemangku kepentingan dapat melihat manfaat dan keistimewaan
program PEMP.
4.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM PEMP KECAMATAN PEMANGKAT