pelaksanaan dan kinerja program semakin buruk pada kegiatan selanjutnya. Beberapa faktor yang menyeababkan program ini tidak berjalan dengan baik
adalah moralitas pelaksana, fasilitas yang diberikan tidak digunakan secara optimal dan modal sosial seperti kepercayaan dan solidaritas kurang dimiliki oleh
KMP Sutomo 2003. Penelitian Cahyadinata 2005 menyebutkan bahwa DEP PEMP di Kota
Bengkulu belum mampu meningkatkan skala usaha masyarakat dan masih ada anggota KMP yang tidak berusia produktif, tidak memiliki pengalaman dan tidak
memiliki hari kerja sehingga pengembalian pinjaman hanya 21 dari DEP dan bunga serta perguliran DEP hanya 10 dari pengembalian. Akibat tingkat
pengembalian yang rendah, LEPP-M3 dan Mitra Kelurahan tidak memiliki dana operasional yang cukup untuk menjalankan tugasnya. Meskipun demikian, DEP
PEMP yang diterima oleh anggota KMP dapat meningkatkan pendapatan yang diindikasikan oleh berpengaruh nyatanya jumlah pinjaman terhadap pendapatan.
Setiap peningkatan jumlah pinjaman sebesar Rp 1, akan meningkatkan pendapatan anggota KMP sebesar Rp 0,04 per bulan.
Berdasarkan analisis SWOT dan MAHP, alternative pendekatan program PEMP adalah peningkatan skala usaha masyarakat, pembinaan masyarakat pesisir
program pendampingan, peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif.
2.4 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Kartasasmita 1996 mengemukakan bahwa memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan yang dalam
kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan demikian
memberdayakan masyarakat adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat. Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan
suatu masyarakat untuk bertahan, dan mengembangkan
diri untuk
mencapai kemajuan.
Sumodiningrat 1996
mengemukakan bahwa keberdayaan masyarakat yang tinggi adalah masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, dan
memiliki nilai-nilai intrinsik, seperti: kekeluargaan, kegotongroyongan, dan
kebhinekaan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan
mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Selaras dengan pendapat tersebut, Jim Ife 1995 mengemukakan bahwa “empowerment means providing people with the resources, opportunities,
knowledge, and skill to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and effect of their community”. Akhirnya Kartasasmita 1996
menyimpulkan bahwa, upaya yang amat pokok dalam rangka pemberdayaan masyarakat
adalah peningkatan taraf pendidikan, kesehatan, serta akses
terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi, seperti: modal, teknologi, informasi dan pasar.
Menurut Jim Ife 1995 dalam membicarakan konsep pemberdayaan,
tidak dapat dilepas-pisahkan dengan dua konsep sentral, yaitu konsep power “daya” dan konsep disadvantaged “ketimpangan” Pengertian pemberdayaan
yang terkait dengan konsep power dapat ditelusuri dari empat sudut
pandangperspektif, yaitu perspektif pluralis, elitis, strukturalis dan post- strukturalis.
1. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif pluralis, adalah suatu proses untuk menolong kelompok-kelompok masyarakat dan individu
yang kurang beruntung untuk bersaing secara lebih efektif dengan kepentingan-kepentingan lain dengan jalan menolong mereka untuk
belajar, dan menggunakan keahlian dalam melobi, menggunakan media yang berhubungan dengan tindakan politik, memahami bagaimana
bekerjanya sistem aturan main, dan sebagainya. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk
bersaing sehingga tidak ada yang menang atau kalah. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengajarkan kelompok
atau individu bagaimana bersaing di dalam peraturan how to compete wthin the rules.
2. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif elitist adalah suatu upaya untuk bergabung dan mempengaruhi para elitis, membentuk aliansi
dengan elitis, melakukan konfrontasi dan mencari perubahan pada elitis.
Masyarakat menjadi tak berdaya karena adanya power dan kontrol yang besar sekali dari para elitis terhadap media, pendidikan, partai politik,
kebijakan publik, birokrasi, parlemen, dan sebagainya. 3. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif strukturalis adalah
suatu agenda yang lebih menantang dan dapat dicapai apabila bentuk- bentuk ketimpangan struktural dieliminir. Masyarakat tak berdaya suatu
bentuk struktur dominan yang menindas masyarakat, seperti: masalah kelas, gender, ras atau etnik. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat
adalah suatu
proses pembebasan,
perubahan struktural
secara fundamental, menentang penindasan struktural.
4. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif post-strukturalis adalah suatu proses yang menantang dan mengubah diskursus. Pemberdayaan
lebih ditekankan pertama-tama pada aspek intelektualitas ketimbang aktivitas
aksi; atau
pemberdayaan masyarakat
adalah upaya
pengembangan pengertian terhadap pengembangan pemikiran baru, analitis, dan pendidikan dari pada suatu usaha aksi.
Ketidakberdayaan masyarakat yang disebabkan oleh ketiadaan daya powerless perlu ditemu-kenali. Jim Ife 1995 mengidentifikasi beberapa jenis daya yang
dimiliki masyarakat yang dapat digunakan untuk memberdayakan mereka, antara lain:
1. Power terhadap pilihan pribadi, yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan pribadi atau kesempatan
untuk hidup lebih baik.
2. Power terhadap pendefinisian kebutuhan, yaitu mendampingi masyarakat untuk merumuskan kebutuhannya sendiri.
3. Power terhadap kebebasan berekspresi, yaitu mengembangkan kapasitas masyarakat untuk bebas berekspresi dalam bentuk budaya publik.
4. Power terhadap institusi, yaitu meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan
pendidikan, kesehatan, keluarga, keagamaan, sistem kesejahteraan sosial, struktur pemerintahan, media dan sebagainya.
5. Power terhadap sumberdaya, yaitu meningkatkan aksesibilitas dan kontrol terhadap aktivitas ekonomi.
6. Power terhadap kebebasan reproduksi, yaitu memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam menentukan proses reproduksi.
Ketidakberdayaan masyarakat selain disebabkan oleh faktor ketidak-adaan
daya powerless,
juga disebabkan
oleh faktor
ketimpangan, antara lain: 1. Ketimpangan struktural antar kelompok primer, seperti: perbedaan
kelas; antara orang kaya-orang miskin; the haves-the haves not; buruh-majikan; ketidaksetaraan gender; perbedaan ras, atau etnis
antara masyarakat
lokal-pendatang, antara
kaum minoritas
– mayoritas, dan sebagainya.
2. Ketimpangan kelompok lain, seperti: masalah perbedaan usia, tua- muda, ketidakmampuan fisik, mental, dan intelektual, masalah gay-
lesbi, isolasi
geografis dan
sosial ketertinggalan
dan keterbelakangan.
3. Ketimpangan personal, seperti: masalah dukacita, kehilangan orang- orang yang dicintai, persoalan pribadi dan keluarga.
Dengan demikian
untuk dapat
merancang, melaksanakan
dan mengevaluasi program pemberdayaan secara efektif, maka perlu memahami
terlebih dahulu faktor apa sajakah yang menjadi akar permasalahan pengungsi, apakah terkait dengan faktor daya atau faktor ketimpangan, ataukah kombinasi
keduanya.
2.4 Masyarakat Pesisir