Departemen Pertanian, sampai tahun 2008 lalu luas areal perkebunan karet Indonesia mencapai sekitar 3,47 juta ha dengan total produksi karet alam
sebanyak 2.921.872 ton. Rasio antara volume produksi karet dengan luas areal perkebunan yang ada menunjukkan produktivitas yang masih rendah. Hal ini
disebabkan sekitar 85 persen dari total perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat Tabel 7. Menurut beberapa hasil penelitian, produktivitas
perkebunan karet rakyat masih sangat rendah, yaitu sekitar 600 - 800 kg per hektar per tahun. Perkebunan rakyat umumnya belum menggunakan bibit karet
dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih sederhana, serta banyak tanaman karet yang sudah tua dan rusak. Padahal, di Thailand dengan menggunakan bibit
karet dari klon unggul disertai pemeliharaan yang baik, produktivitasnya dapat mencapai 1.500 - 2.000 kg per hektar per tahun.
Tabel 6 Produksi Karet Alam Indonesia menurut Jenis Produsen, 2005-2010
Produsen
Produksi 000 ton
2005 2006
2007 2008
2009 2010
1 2
3 4
5 6
7 Perkebunan Rakyat
1.839 2.083
2.190 2.176
2.065 2.207
Perkebunan Pemerintah 210
266 277
294 254
270 Perkebunan Swasta
222 289
288 320
276 293
Total Produksi 2.271
2.638 2.755
2.751 3.040 2.770
Sumber : http:www.gapkindo.orgindex.phpencomponentcontentarticle1-artikel152- perkebunan-karet-alam-eng.html diunduh tanggal 21 Juli 2011
Di tahun 2005 produksi karet alam dari perkebunan rakyat sebesar 1,8 juta ton meningkat menjadi 2,2 juta ton di tahun 2010, walaupun sempat mengalami
penurunan di periode tahun 2007 sampai 2009. Peningkatan produksi karet alam Indonesia disebabkan karena adanya program revitalisasi perkebunan karet alam
yang sudah tidak produktif digantikan dengan bibit unggul. Target utama program revitalisasi perkebunan karet adalah melaksanakan peremajaan perkebunan karet
uta dan perluasan perkebunan karet rakyat sekitar 60.000-85.000 hektar. Program revitalisasi ini sudah dimulai sejak tahun 2004 dengan fokus utamanya adalah
perkebunan karet rakyat. Pasar karet dunia yang semakin baik dengan mulai
meningkatnya harga karet alam dunia merupakan suatu kesempatan bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan produktivitas perkebunan karetnya sehingga
akan meningkatkan devisa negara.
4.3 Konsumsi Karet Alam
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun konsumsi karet alam dunia cenderung mengalami peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa
permintaan karet alam tetap tinggi. Tingginya permintaan karet alam tentunya akan meningkatkan harga karet alam. Tingginya permintaan akan karet alam
merupakan peluang besar bagi negara produsen karet alam untuk meningkatkan volume ekspornya.
Tabel 7 Konsumsi Karet Alam menurut Konsumen Terbesar dan Dunia, 2000-
2007
Tahun Konsumsi 000 ton
Amerika Serikat
Jepang Cina
Dunia 1
2 3
4 5
2000 1.193
752 1.080
7.340 2001
972 729
1.215 7.333
2002 1.111
749 1.310
7.556 2003
1.079 784
1.485 7.952
2004 1.144
815 1.630
8.718 2005
1.159 857
2.045 9.200
2006 1.003
874 2.400
9.677 2007
1.018 888
2.550 10.144
Rata-rata Pertumbuhan -1,68
2,44 13,22
3,34
Sumber: Rubber Statistical Bulletin, 2008.
Sampai dengan tahun 2007, konsumsi karet alam Cina sudah melebihi konsumsi karet alam Amerika Serikat dan Jepang. Pertumbuhan konsumsi karet
alam di Cina dari tahun 2000 sampai tahun 2007 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 13,22 persen, disusul oleh Jepang sebesar 2,44 persen, dan Amerika
Serikat mengalami pertumbuhan konsumsi yang negatif sebesar -1,68 persen per tahun.
Pada tahun 2007, konsumsi karet alam Cina menguasai 25,14 persen dari total konsumsi karet alam dunia. Selama ini, sekitar 70 persen kebutuhan karet
Cina dipenuhi oleh Thailand. Tingginya permintaan karet alam Cina disebabkan karena Cina mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekitar 10 persen per
tahun yang dipicu oleh adanya proses industrialisasi di negara tersebut. Pertumbuhan industri Cina yang sangat mengesankan terutama industri otomotif
dan perkapalan membuat negara ini membutuhkan komoditas karet dalam jumlah yang besar, sehingga menempatkan Cina sebagai konsumen terbesar karet dunia
saat ini. Sementara itu Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India dan Korea merupakan konsumen karet alam utama lainnya. Kecenderungan konsumsi karet
alam dunia yang dikuasai Cina menandai adanya pergeseran peta konsumsi dari kawasan Amerika-Eropa ke kawasan Asia.
Konsumsi karet alam mengalami penurunan pasca terjadinya krisis global pada akhir tahun 2008. Krisis global terlah menyebabkan melemahnya industri
otomotif yang berdampak secara nyata pada penurunan konsumsi karet alam pada negara-negara konsumen utama seperti Amerika Serikat, Jepang dan Cina.
Sampai akhir tahun 2008 konsumsi sedikit mengalami penurunan dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 9,7 juta ton dengan tingkat produksi sebesar 9,8 juta ton
IRSG, 2009.
4.4 Ekspor Karet Alam
Dari tahun ke tahun, konsumsi karet alam dunia cenderung lebih tinggi daripada produksi karet alam dunia. Pada tahun 2010 konsumsi karet alam dunia
sebesar 10,7 juta ton, lebih tinggi daripada karet alam yang mampu diproduksi oleh seluruh negara produsen karet alam yang hanya sebesar 10,3 juta ton Tabel
9 menyebabkan terjadinya over demand pasar yang menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya peningkatan harga karet alam di pasar internasional.
Tingginya konsumsi dibanding produksi karet alam merupakan peluang besar bagi negara-negara produsen karet alam untuk meningkatkan volume produksi
karet alamnya dan membuka jalur perdagangan dengan negara-negara konsumen karet alam.
Tabel 8 Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia, 2000 – 2010
Tahun Produksi 000 ton
Konsumsi 000 ton 1
2 3
2000 6.762
7.340 2001
7.332 7.333
2002 7.326
7.556 2003
8.005 7.952
2004 8.744
8.718 2005
8.896 9.200
2006 9.706
9.677 2007
9.833 10.144
2008 10.042
10.173 2009
9.662 9.390
2010 10.291
10.671
Sumber: Natural Rubber Statistics,
http:www.lgm.gov.mynrstatnrstats.pdf Ekspor karet alam dunia didominasi oleh negara-negara produsen utama,
yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. Eksportir karet alam utama dunia adalah Thailand, sementara Indonesia adalah eksportir terbesar kedua. Malaysia
mengalami penurunan volume ekspor karet alam karena terjadinya perubahan strategi perdagangan karet alam sejak tahun 1980-an dari mengekspor karet alam
setengah jadi menjadi pengembangan industri produk barang jadi karet alam dalam negeri. Karet alam yang diproduksi Malaysia saat ini lebih ditujukan untuk
memenuhi konsumsi industri dalam negeri. Ekspor karet Malaysia lebih pada produk jadi yang memberikan nilai tambah yang lebih baik daripada ekspor karet
alam mentah. Indonesia belum mampu memanfaatkan produk karet alam secara optimal. Dari sekitar 2,9 juta ton produk karet nasional, sebanyak 85 persen
diekspor dalam bentuk bahan baku crumb rubber, sheet, lateks, dan sebagainya. Hanya sekitar 15 persen atau 435.000 ton produk karet alam yang diserap oleh
industri rekayasa di dalam negeri. Dari 435.000 ton produk karet tersebut, sebagian besar 55 persen diserap oleh industri ban kendaraan bermotor.
Selebihnya diserap oleh industri sarung tangan karet, benang dan kondom 17 persen, alas kaki 11 persen, vulkanisir 11 persen, dan barang-barang karet
lainnya 9 persen.