Model Penelitian METODE PENELITIAN 3.1

Departemen Pertanian, sampai tahun 2008 lalu luas areal perkebunan karet Indonesia mencapai sekitar 3,47 juta ha dengan total produksi karet alam sebanyak 2.921.872 ton. Rasio antara volume produksi karet dengan luas areal perkebunan yang ada menunjukkan produktivitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan sekitar 85 persen dari total perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat Tabel 7. Menurut beberapa hasil penelitian, produktivitas perkebunan karet rakyat masih sangat rendah, yaitu sekitar 600 - 800 kg per hektar per tahun. Perkebunan rakyat umumnya belum menggunakan bibit karet dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih sederhana, serta banyak tanaman karet yang sudah tua dan rusak. Padahal, di Thailand dengan menggunakan bibit karet dari klon unggul disertai pemeliharaan yang baik, produktivitasnya dapat mencapai 1.500 - 2.000 kg per hektar per tahun. Tabel 6 Produksi Karet Alam Indonesia menurut Jenis Produsen, 2005-2010 Produsen Produksi 000 ton 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 7 Perkebunan Rakyat 1.839 2.083 2.190 2.176 2.065 2.207 Perkebunan Pemerintah 210 266 277 294 254 270 Perkebunan Swasta 222 289 288 320 276 293 Total Produksi 2.271 2.638 2.755 2.751 3.040 2.770 Sumber : http:www.gapkindo.orgindex.phpencomponentcontentarticle1-artikel152- perkebunan-karet-alam-eng.html diunduh tanggal 21 Juli 2011 Di tahun 2005 produksi karet alam dari perkebunan rakyat sebesar 1,8 juta ton meningkat menjadi 2,2 juta ton di tahun 2010, walaupun sempat mengalami penurunan di periode tahun 2007 sampai 2009. Peningkatan produksi karet alam Indonesia disebabkan karena adanya program revitalisasi perkebunan karet alam yang sudah tidak produktif digantikan dengan bibit unggul. Target utama program revitalisasi perkebunan karet adalah melaksanakan peremajaan perkebunan karet uta dan perluasan perkebunan karet rakyat sekitar 60.000-85.000 hektar. Program revitalisasi ini sudah dimulai sejak tahun 2004 dengan fokus utamanya adalah perkebunan karet rakyat. Pasar karet dunia yang semakin baik dengan mulai meningkatnya harga karet alam dunia merupakan suatu kesempatan bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan produktivitas perkebunan karetnya sehingga akan meningkatkan devisa negara.

4.3 Konsumsi Karet Alam

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun konsumsi karet alam dunia cenderung mengalami peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa permintaan karet alam tetap tinggi. Tingginya permintaan karet alam tentunya akan meningkatkan harga karet alam. Tingginya permintaan akan karet alam merupakan peluang besar bagi negara produsen karet alam untuk meningkatkan volume ekspornya. Tabel 7 Konsumsi Karet Alam menurut Konsumen Terbesar dan Dunia, 2000- 2007 Tahun Konsumsi 000 ton Amerika Serikat Jepang Cina Dunia 1 2 3 4 5 2000 1.193 752 1.080 7.340 2001 972 729 1.215 7.333 2002 1.111 749 1.310 7.556 2003 1.079 784 1.485 7.952 2004 1.144 815 1.630 8.718 2005 1.159 857 2.045 9.200 2006 1.003 874 2.400 9.677 2007 1.018 888 2.550 10.144 Rata-rata Pertumbuhan -1,68 2,44 13,22 3,34 Sumber: Rubber Statistical Bulletin, 2008. Sampai dengan tahun 2007, konsumsi karet alam Cina sudah melebihi konsumsi karet alam Amerika Serikat dan Jepang. Pertumbuhan konsumsi karet alam di Cina dari tahun 2000 sampai tahun 2007 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 13,22 persen, disusul oleh Jepang sebesar 2,44 persen, dan Amerika Serikat mengalami pertumbuhan konsumsi yang negatif sebesar -1,68 persen per tahun. Pada tahun 2007, konsumsi karet alam Cina menguasai 25,14 persen dari total konsumsi karet alam dunia. Selama ini, sekitar 70 persen kebutuhan karet Cina dipenuhi oleh Thailand. Tingginya permintaan karet alam Cina disebabkan karena Cina mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekitar 10 persen per tahun yang dipicu oleh adanya proses industrialisasi di negara tersebut. Pertumbuhan industri Cina yang sangat mengesankan terutama industri otomotif dan perkapalan membuat negara ini membutuhkan komoditas karet dalam jumlah yang besar, sehingga menempatkan Cina sebagai konsumen terbesar karet dunia saat ini. Sementara itu Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India dan Korea merupakan konsumen karet alam utama lainnya. Kecenderungan konsumsi karet alam dunia yang dikuasai Cina menandai adanya pergeseran peta konsumsi dari kawasan Amerika-Eropa ke kawasan Asia. Konsumsi karet alam mengalami penurunan pasca terjadinya krisis global pada akhir tahun 2008. Krisis global terlah menyebabkan melemahnya industri otomotif yang berdampak secara nyata pada penurunan konsumsi karet alam pada negara-negara konsumen utama seperti Amerika Serikat, Jepang dan Cina. Sampai akhir tahun 2008 konsumsi sedikit mengalami penurunan dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 9,7 juta ton dengan tingkat produksi sebesar 9,8 juta ton IRSG, 2009.

4.4 Ekspor Karet Alam

Dari tahun ke tahun, konsumsi karet alam dunia cenderung lebih tinggi daripada produksi karet alam dunia. Pada tahun 2010 konsumsi karet alam dunia sebesar 10,7 juta ton, lebih tinggi daripada karet alam yang mampu diproduksi oleh seluruh negara produsen karet alam yang hanya sebesar 10,3 juta ton Tabel 9 menyebabkan terjadinya over demand pasar yang menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya peningkatan harga karet alam di pasar internasional. Tingginya konsumsi dibanding produksi karet alam merupakan peluang besar bagi negara-negara produsen karet alam untuk meningkatkan volume produksi karet alamnya dan membuka jalur perdagangan dengan negara-negara konsumen karet alam. Tabel 8 Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia, 2000 – 2010 Tahun Produksi 000 ton Konsumsi 000 ton 1 2 3 2000 6.762 7.340 2001 7.332 7.333 2002 7.326 7.556 2003 8.005 7.952 2004 8.744 8.718 2005 8.896 9.200 2006 9.706 9.677 2007 9.833 10.144 2008 10.042 10.173 2009 9.662 9.390 2010 10.291 10.671 Sumber: Natural Rubber Statistics, http:www.lgm.gov.mynrstatnrstats.pdf Ekspor karet alam dunia didominasi oleh negara-negara produsen utama, yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. Eksportir karet alam utama dunia adalah Thailand, sementara Indonesia adalah eksportir terbesar kedua. Malaysia mengalami penurunan volume ekspor karet alam karena terjadinya perubahan strategi perdagangan karet alam sejak tahun 1980-an dari mengekspor karet alam setengah jadi menjadi pengembangan industri produk barang jadi karet alam dalam negeri. Karet alam yang diproduksi Malaysia saat ini lebih ditujukan untuk memenuhi konsumsi industri dalam negeri. Ekspor karet Malaysia lebih pada produk jadi yang memberikan nilai tambah yang lebih baik daripada ekspor karet alam mentah. Indonesia belum mampu memanfaatkan produk karet alam secara optimal. Dari sekitar 2,9 juta ton produk karet nasional, sebanyak 85 persen diekspor dalam bentuk bahan baku crumb rubber, sheet, lateks, dan sebagainya. Hanya sekitar 15 persen atau 435.000 ton produk karet alam yang diserap oleh industri rekayasa di dalam negeri. Dari 435.000 ton produk karet tersebut, sebagian besar 55 persen diserap oleh industri ban kendaraan bermotor. Selebihnya diserap oleh industri sarung tangan karet, benang dan kondom 17 persen, alas kaki 11 persen, vulkanisir 11 persen, dan barang-barang karet lainnya 9 persen.