Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

tersebut. Teori penawaran ekspor tersebut secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut: SX t = Q t – C t + S t-1 Keterangan : SX t = Jumlah ekspor komoditi periode waktu t Q t = Jumlah produksi domestik periode waktu t C t = Jumlah konsumsi domestik periode waktu t S t-1 = Stok periode waktu sebelumnya t-1

2.1.4 Teori Permintaan Ekspor dari Negara Mitra Dagang

Menurut Lipsey et al. 1995, permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh antara kuantitas komoditi yang dibeli konsumen selama periode tertentu pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan penjumlahan secara horizontal dari permintaan- permintaan individu terhadap suatu komoditi. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga domestik negara tujuan ekspor, harga impor negara tujuan, pendapatan perkapita penduduk negara tujuan ekspor dan selera masyarakat negara tujuan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Burger et al. 2002 dalam penelitiannya yang berjudul “Exchange Rates and Natural Rubber Prices, the Effect of the Asian Crisis ” menganalisis peran nilai tukar dalam pembentukan harga di pasar komoditas dunia, dalam hal ini diwakili oleh pasar karet alam. Penelitian ini menunjukkan bahwa harga karet alam sangat dipengaruhi oleh krisis Asia. Hal ini tidak mengejutkan karena sebagian besar karet diproduksi di Thailand, Indonesia dan Malaysia. Estimasi dampak pada dolar AS-ditandai dengan substansialnya harga pasar dunia substansial: nilai tukar riil dari tiga produsen utama telah naik sebesar 40 persen, setelah awalnya yang lebih tinggi. Dampak tersebut dihitung dengan model, termasuk nilai tukar gabungan dari tiga produsen utama, nilai tukar riil tertimbang dari tujuh negara pengimpor utama yang tidak menggunakan dolar AS dihitung dampaknya pada sisi permintaan, harga bijih mineral dan logam untuk menentukan tingkat aktivitas industri dan dana spekulatif serta pasokan bulanan karet alam dan permintaan bulanan untuk semua jenis karet dihitung untuk dampak volume. Hasil simulasi untuk periode sampel maupun periode pasca- sampel sangat baik. Harga pasar dunia merespon perubahan nilai tukar pada sisi penawaran dan pada sisi impor. Terdapat bukti yang kuat dalam pergerakan bersama harga karet dengan mineral, bijih dan logam. Almarwani et al. 2007 melihat hubungan antara nilai tukar dan pasar komoditi yaitu ekspor jagung, kapas, unggas dan kedelai dari tahun 1961 sampai dengan tahun 2000 dengan metode ekonometrika TARCH. Ekspor komoditi jagung, kapas, unggas, dan kedelai memiliki sensitifitas yang beragam terhadap nilai tukar, dan efek nilai tukar yang terkuat terdapat pada ekspor unggas. Resiko nilai tukar hampir tidak memiliki dampak negatif pada ekspor komoditas. Dampak resiko positif pada ekspor jagung dan kedelai AS, jagung Argentina dan unggas Eropa menunjukkan bahwa adanya resiko nilai tukar merangsang upaya untuk mengatasi dampak negatif. Produsen akan mengatasi resiko nilai tukar dengan memproduksi lebih banyak untuk mempertahankan pendapatan. Boug dan Fagereng 2007 meneliti dampak ketidakpastian nilai tukar terhadap kinerja ekspor dengan model CVAR yang berbeda dan menggunakan data sektor mesin dan peralatannya di Norwegia. Dalam penelitian mereka, ada hubungan sebab akibat antara ketidakpastian nilai tukar dengan kinerja ekspor. Penelitian ini juga menemukan bahwa perubahan volatilitas didekati dengan variabel dummy sehubungan dengan perubahan kebijakan moneter dari nilai tukar tetap ke nilai tukar mengambang dan krisis keuangan Asia pada tahun 1990an membawa pengaruh yang signifikan dalam model dinamis untuk pertumbuhan ekspor - dimana tingkat harga relatif dan permintaan pasar dunia bersama-sama dengan tingkat ekspor membentuk hubungan kointegrasi yang signifikan. Dalam model yang sama penelitian ini juga menemukan bahwa variabel dummy untuk perubahan dalam kebijakan moneter dari target nilai tukar menjadi target inflasi tidak signifikan. Peramalan yang dilakukan lebih lanjut menunjukkan sebuah temuan yang bertentangan dengan hipotesis bahwa peningkatan volatilitas nilai tukar dan perubahan dalam kebijakan moneter memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja ekspor. Fabiosa 2002 menganalisis dampak nilai tukar dan volatilitasnya terhadap ekspor babi dan daging babi Kanada ke AS dengan menggunakan metode ekonometrika GARCH. Penelitian ini juga membandingkan dampak nilai tukar dan volatilitasnya terhadap ekspor babi dan daging babi dari Kanada, AS, dan Denmark ke Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat nilai tukar Kanada relatif terhadap dolar AS memiliki dampak positif pada ekspor daging babi, namun volatilitas nilai tukar Kanada memiliki efek negatif terhadap perdagangan daging babi. Pada saat dolar Kanada terdepresiasi relatif terhadap dolar AS, fungsi penawaran ekspor perusahaan daging babi ke pasar AS meningkat. Nilai tukar Kanada juga memiliki dampak positif pada ekspor babi, dimana saat nilai tukar Kanada terdepresiasi relatif terhadap dolar AS maka lebih banyak babi yang akan diekspor. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ekspor daging babi dari Kanada, AS dan Denmark ke Jepang dipengaruhi oleh nilai tukar ketiga negara tersebut relatif terhadap yen Jepang dan volatilitas mata uang ketiga negara tersebut mempengaruhi ekspor secara negatif namun tidak signifikan. Prabowo 2006 menganalisis dampak kebijakan perdagangan terhadap dinamika ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi impor karet alam ke Amerika Serikat adalah pendapatan domestik brutonya dengan respon yang elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil ini berbeda dengan kondisi permintaan impor karet alam Jepang yang ternyata tidak responsif terhadap perubahan harga impor karet alam dan perubahan pendapatan domestik brutonya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa distorsi pasar akibat kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi mempengaruhi volume perdagangan karet alam. Perubahan pendapatan domestik bruto yang terjadi di negara importir efektif mempengaruhi arus perdagangan karet alam di sisi importir dibandingkan dengan jika terjadi perubahan pada harga karet alam dunia. Kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi dari sisi negara eksportir menunjukkan bahwa distorsi melalui depresiasi mata uang dan inflasi lebih besar pengaruhnya untuk meningkatkan volume ekspor daripada dengan pengenaan pajak. Penelitian yang dilakukan Hastuti 2006 yang berjudul “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Ekspor Komoditi Kayu Indonesia” memperoleh hasil bahwa koefisien pengaruh nilai tukar signifikan pada level 1 dan tandanya positif. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara statistik harga ekspor kayu lapis Indonesia tidak ditentukan oleh variabel nilai tukar, tetapi ditentukan oleh harga pasar dunia. Pasar ekspor produk pulp Indonesia memiliki posisi yang lemah karena nilai koefisien pengaruh nilai tukar signifikan pada level 1 tetapi bertanda negatif. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dolar, dalam jangka panjang harga ekspor komoditi pulp menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia adalah penerima harga untuk pasar komoditi pulp. Secara keseluruhan, studi ini menghasilkan kesimpulan bahwa Indonesia memiliki posisi yang kuat pada pasar ekspor untuk komoditi kayu gergajian. Ekananda 2004 melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh volatilitas nilai tukar pada ekspor komoditi manufaktur di Indonesia. Penerapan estimasi dilakukan dengan menggunakan distribusi lag poisons pada persamaan non linear SUR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang terkendali secara proporsional, tidak berbeda antara komoditi manufaktur kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, kebijakan pemerintah melakukan devaluasi dan depresiasi nilai tukar cukup efektif meningkatkan ekspor komoditi manufaktur. Namun pengaruh fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor komoditi manufaktur pada masa nilai tukar mengambang bebas secara proporsional berbeda antara komoditi manufaktur kandungan impor tinggi dan kandungan impor rendah. Pada periode ini, pemerintah melepas rentang intervensi sama sekali, sehingga nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada tingkat volatilitas nilai tukar yang berbeda akan menghasilkan waktu penyesuaian yang berbeda pula.