Perbandingan Hasil Kultivasi Sorgum dan Tetes Tebu pada D=0,15jam

Gambar 16 Rendemen biomassa sel Y xs pada sistem sinambung. Biomassa sel merupakan salah satu produk bioproses. Pada Gambar 16 terlihat Y xs terbesar pada D=0,10jam yaitu 59,72 gL biomassamol substrat diikuti D=0,20jam sebesar 41,07 gL biomassamol substrat dan terkecil D=0,15 sebesar 40,53 gL biomassamol substrat. Besarnya nilai Y xs pada D=0,10jam disebabkan karena konsumsi substrat yang kecil sehingga faktor pembaginya menjadi kecil Y xs =ΔxΔs sedangkan D=0,15jam menunjukkan Y xs yang paling kecil karena konsumsi substrat yang paling besar. Kecilnya Y xs pada D=0,15jam berarti proses lebih banyak untuk menghasilkan produk gas H 2 asam organik dan alkohol dibandingkan pembentukan sel.

4.4 Perbandingan Hasil Kultivasi Sorgum dan Tetes Tebu pada D=0,15jam

Pada D=0,15jam kultivasi nira sorgum oleh E aerogenes ADH-43 menunjukkan produksi gas H 2 paling tinggi yaitu sebesar 62,84 mmolLjam dan Y H2S sebesar 0,660 mol H 2 mol substrat. Kecepatan dilusi 0,15jam dianggap optimum, sehingga dapat dibandingkan dengan substrat yang berasal dari tetes tebu dengan konsentrasi gula total awal yang sama 4,267 pada D yang sama. Gambar 17 Perbandingan berat kering, pH, gula reduksi dan gula total pada substrat nira sorgum dan tetes tebu.

4.4.1 Produksi Biomassa, pH dan Konsumsi Gula

Tabel 8 Perbandingan komposisi medium nira sorgum dan tetes tebu dalam gL medium Komponen Nira Sorgum Tetes Tebu Gula Total 42,7 42,7 Gula Reduksi 8,80 14,0 N Total 2,4 0,68 Pada Gambar 17 terlihat bahwa baik berat kering, perubahan pH dan konsumsi gula reduksi menunjukkan hasil yang hampir sama, sedangkan konsumsi gula total pada tetes tebu lebih besar 27,55 gL dibanding nira sorgum 24,86 gL. Pada Tabel 8 tersaji bahwa meskipun gula total pada nira sorgum dan tetes tebu sama, namun kandungan gula reduksinya berbeda. Tingginya kandungan gula reduksi pada tetes tebu menyebabkan pertumbuhan selnya lebih cepat. Reid dan Rehm 1983 menyebutkan bahwa pertumbuhan sel tergantung pada lingkungan fisik dan kimiawi. Hommel dan Ratledge 1993 menambahkan bahwa mikroba pada umumnya mampu beradaptasi dengan baik pada gula sederhana, selain itu komposisi medium pertumbuhan juga berpengaruh. Derajat keasaman pada medium nira sorgum lebih rendah 5,61 dibanding pada tetes tebu 5,71. Hal ini dipengaruhi oleh akumulasi asam organik dan alkohol yang dihasilkan selama kultivasi Gambar 18. Pada nira sorgum dihasilkan asam organik dan alkohol lebih banyak dibandingkan pada tetes tebu, sehingga akumulasi ini menyebabkan menurunnya pH. Hal ini diduga karena tetes tebu memiliki komposisi kimiawi yang berbeda dengan nira sorgum sehingga penurunan pH yang terjadi pada kedua medium ini juga berbeda. Wang dan Wan 2009 melaporkan bahwa konsentrasi organik dalam medium mempengaruhi distribusi metabolit selama kultivasi. Akutsu et al.2009 dan Gavala et al.2006 menambahkan bahwa dominasi jalur fermentasi untuk mendegradasi gula berbeda karena perbedaan lingkungan dan kondisi operasi misalnya pH, HRT dan konsentrasi substrat. Konsumsi gula total dan gula reduksi pada tetes tebu 27,55 gL dan 8,18 gL lebih besar dibanding nira sorgum 24,86 gL dan 8,15 gL. Konsumsi substrat yang besar digunakan untuk membentuk biomassa sel gambar 17 tetapi tidak digunakan untuk pembentukan asam organik dan alkohol Gambar 18 maupun pembentukan gas H 2 Gambar 19. Dominansi pembentukan substrat ke arah pembentukan biomassa disebabkan adanya perimbangan C dan N pada medium tetes tebu yang lebih besar dibandingkan medium nira sorgum dan juga kandungan gula reduksi pada tetes tebu yang lebih tinggi, sehingga mudah untuk diserap sel Hommel Ratledge 1993. Menurut Wang dan Wan 2009 nitrogen merupakan komponen penting penyusun protein, asam nukleat dan enzim yang berperan dalam pertumbuhan bakteri penghasil H 2 . Khalil et al.2009 menambahkan bahwa mikroflora memerlukan tambahan nitrogen yang cukup untuk metabolisme selama fermentasi. Nilai perbandingan C dan N pada kultur murni diperlukan untuk mengoptimasi produksi H 2 dari substrat organik. Muligan dan Gibbs 1993 melaporkan bahwa nitrogen diperlukan mikroba selama fase pertumbuhan, produksi dan stasioner. Tabel 9 Efisiensi pemanfaatan substrat pada medium nira sorgum dan tetes tebu Jenis Substrat Gula Total Terkonsumsi gL Efisiensi Pemanfaatan Substrat Nira Sorgum 24,86±1,26 58,22 Tetes Tebu 27,55±4,91 64,52 Efisiensi pemanfaatan substrat pada tetes tebu lebih besar dibandingkan pada nira sorgum Tabel 9, namun produksi gas H 2 pada tetes tebu lebih kecil Gambar 19. Hal ini diduga karena perbandingan C dan N pada nira sorgum dan tetes tebu berbeda. Optimasi C dan N diperlukan untuk mendapatkan efisiensi pemanfaatan substrat dan produksi gas yang optimum. Konsumsi gula total pada medium tetes tebu lebih banyak dibandingkan pada medium nira sorgum. Hal ini disebabkan gula reduksi yang terdapat dalam gula total lebih banyak Tabel 8. Menurut Hommel dan Ratledge 1993 mikroba lebih mudah mengonsumsi gula sederhana. Hal ini menyebabkan pemanfaatan substrat menjadi lebih efisien.

4.4.2 Produksi Asam Organik dan Alkohol

Produksi asam organik dan alkohol pada substrat nira sorgum lebih tinggi dibandingkan pada tetes tebu. Pada medium nira sorgum mampu dihasilkan asam laktat 0,179 mol, asam asetat 0,006 mol dan etanol 0,153 mol, sedangkan pada substrat tetes tebu hanya dihasilkan asam laktat sebesar 0,025 mol serta asam asetat dan etanol dalam jumlah yang tidak terdeteksi. Adanya asam laktat, asam asetat dan etanol menyebabkan pH medium nira sorgum menjadi lebih rendah dibanding medium tetes tebu. Hommel dan Ratledge 1983 melaporkan bahwa keterbatasan sumber N menyebabkan aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan metabolit menjadi terhambat. Akutsu et al.2009 dan Gavala et al.2006 melaporkan bahwa dominasi jalur fermentasi dalam mendegradasi glukosa berbeda disebabkan perbedaan lingkungan dan kondisi operasi pH, HRT dan konsentrasi substrat. Perbedaan kandungan gula reduksi dan N dalam medium tetes tebu dan nira sorgum diduga menjadi penyebab perbedaan komposisi metabolit yang dihasilkan. Gambar 18 Produksi asam organik dan alkohol pada kultivasi nira sorgum dan tetes tebu.

4.4.3 Produksi H

2 Produksi H 2 pada substrat nira sorgum lebih tinggi dibandingkan tetes tebu yaitu pada sorgum mampu menghasilkan 10,56 ml H 2 menit; 1,41 L H 2 L substrat per jam dan 62,84 mmol H 2 L per jam,sedangkan pada tetes tebu hanya mampu menghasilkan 7,79 ml H 2 menit; 1,04 L H 2 L substrat per jam dan 46,42 mmol H 2 L per jam. Tingginya biomassa sel yang dihasilkan oleh substrat tetes tebu pada kultivasi tidak menyebabkan tingginya gas H 2 yang dihasilkan. Menurut Hallenback dan Banermann 2002 Produksi H 2 yang rendah disebabkan fakta bahwa mikroorganisme penghasil H 2 telah berkembang jalur metabolismenya ke arah pertumbuhan sel dibanding produksi H 2 . Gambar 19 Produksi gas H 2 pada kultivasi menggunakan substrat nira sorgum dan tetes tebu Ren et al. 2006 menyatakan bahwa laju produksi H 2 dipengaruhi oleh karakteristik produk fermentasi seperti etanol dan asetat. Maksimum rendemen terjadi pada saat perbandingan etanol dan asetat sekitar 1 sesuai dengan perbandingan NAD + dan NADH + H + pada jalur fermentasi yang dilalui. Jika keseimbangan tersebut dirusak, proses fermentasi menjadi tidak stabil sehingga kemampuan mikroorganisme dalam menghasilkan H 2 menjadi terhambat. Berdasarkan pendapat ini, jumlah etanol dan asetat pada tetes tebu tidak terdeteksi, sehingga laju produksi H 2 tidak maksimum. Pada nira sorgum, perbandingan etanol dan asetat adalah 25,5 0,153 mol0,006 mol sehingga laju alir H 2 pada medium ini belum maksimum. Rendahnya produksi H 2 juga disebabkan C dan N dalam medium tetes tebu dan nira sorgum yang berbeda. Berdasarkan penelitian Lin dan Lay 2004 perbandingan C dan N yang efektif pada produksi hidrogen oleh campuran mikroflora adalah 47, sedangkan Khalil et al. 2008 menemukan perbandingan C dan N 70 mampu menghasilkan H 2 yang maksimum oleh C. acetobutylicum. Muligan dan Gibbs 1993 menambahkan bahwa nitrogen diperlukan oleh mikroba selama fase pertumbuhan, produksi dan stationer. Rendahnya N pada tetes tebu menyebabkan rendah pula H 2 yang dihasilkan selama kultivasi.

4.4.6 Rendemen

Gambar 20 Rendemen gas H 2 , asam laktat, asam asetat dan alkohol pada medium nira sorgum dan tetes tebu. Rendemen pembentukan gas H 2 Y H2S pada nira sorgum 0,668 mol H 2 mol substrat lebih besar dibandingkan pada tetes tebu 0,455 mol H 2 mol substrat. Nilai Y H2S tetes tebu yang rendah akibat konsumsi substrat yang tinggi dan produksi H 2 yang rendah. Pada nira sorgum Y H2S yang diperoleh lebih tinggi karena produksi H 2 lebih tinggi dan substrat yang dikonsumsi lebih rendah. Menurut Wang dan Wan 2009 faktor yang mempengaruhi produksi H 2 adalah konsentrasi substrat, inhibitor, temperatur, pH dan laju dilusi. Faktor ini mempengaruhi degradasi substrat, pertumbuhan bakteri penghasil H 2 , produksi H 2 dan produksi metabolit terlarut. Pada medium tetes tebu tidak dilakukan optimasi laju dilusi, sehingga sedikitnya H 2 yang diperoleh diduga selain akibat perbandingan C dan N, perbedaan kadar gula reduksi, juga laju dilusi yang tidak optimum. Nilai Y als pada nira sorgum 1,904 mol asam laktatmol substrat lebih tinggi dibandingkan pada tetes tebu 0,245 mol asam laktatmol substrat, sedangkan Y aas pada nira sorgum adalah 0,064 mol asam asetatmol substrat dan Y es pada nira sorgum sebesar 1,628 mol etanolmol substrat. Pada tetes tebu jumlah asam asetat dan etanol tidak terdeteksi. Gambar 21 Rendemen biomassa sel pada substrat nira sorgum dan tetes tebu Meskipun jumlah sel yang dihasilkan oleh kultivasi nira sorgum lebih kecil 3,81 gL dibandingkan oleh tetes tebu 4,00gL, namun Y xs yang dihasilkan lebih besar pada nira sorgum 40,53 gL biomassa mol substrat disebabkan konsumsi gula total maupun reduksi nira sorgum lebih kecil dibandingkan tetes tebu gambar 21. Nilai Y xs tetes tebu 39,22 gL biomassa mol substrat lebih rendah karena konsumsi substrat yang tinggi. Konsumsi substrat ini digunakan untuk pembentukan sel, bukan produksi H 2 sebagaimana dinyatakan Hallenbeck dan Banermann 2002. Pada Tabel 10 terlihat bahwa hasil penelitian ini menunjukkan nilai Y H2s lebih rendah diantara kultur sinambung yang lain. Hal ini disebabkan karena substrat yang digunakan berlainan dengan konsentrasi yang beragam. Pada penelitian ini tidak dilakukan optimasi konsentrasi substrat, sehingga kemungkinan konsentrasi nira sorgum yang digunakan bukan konsentrasi optimum dalam menghasilkan H 2. Demikian juga dengan penelitian Liasari 2009 yang tidak melakukan pemisahan gas H 2 , maka jika dibandingkan dengan data yang sama, rendemen jauh lebih kecil. Hal ini diduga karena perbandingan C dan N nira sorgum dan tetes tebu berbeda, sehingga optimasi CN diperlukan untuk dapat diperoleh produksi H 2 tertinggi. Perbedaan produksi H 2 pada penelitian ini disebabkan karena tipe dan konsentrasi substrat yang berbeda, perbandingan C dan N yang berbeda sebagaimana yang dinyatakan Fan et al. 2006. Bila dibandingkan dengan penelitian Rahman 1998 yang menggunakan glukosa sebagai sumber karbon, penelitian ini menunjukkan produksi H 2 yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa nira sorgum berpotensi sebagai substrat dalam produksi gas H 2 . Tabel 10 Ringkasan penelitian sebelumnya pada kultur sinambung Reaktor Mikrobia Sumber Karbon Yield Dilution Rate jam Referensi CSTR E. aerogenes ADH-43 Molases 4,2 1,84 molmol molases 0,30 jam Liasari 2009 PBR Mikroba anaerob dari limbah sintetis Glukosa 0,2 dalam Limbah Sintetis 2,48 molmol glukosa 0,5 HRT Leite Jose et al 2006 PBR E. aerogenes AY-2 Glukosa 1,5 58 mmol H 2 L per jam 0,67jam Rahman 1998 CSTR Kultur campuran dari lumpur Glukosa 0,2 2,1 molmol glukosa HRT 6jam Fang and Liu 2002 PBR Enterobacter cloacea DM 11 Molases 1 wv 85,77mmolL per jam D=0,45 jam Nath, et al. 2005 PBR E. aerogenes ADH-43 Sorgum 4,2 gula Total 0,67 mol H 2 mol gula total 62,84 mmolL jam atau 1,40 mol gasmol gula totalatau 1,4 mol H 2 mol glukosa atau 1,29 mol H 2 mol sukrosa D=0,15 jam Penelitian ini konversi dari data asli data sebelum dipisahkan oleh GC Pada Tabel 10 terlihat bahwa PBR mampu menghasilkan gas H 2 yang tinggi. Bila dibandingkan dengan penelitian lain, rendahnya nilai Y H2s disebabkan substrat yang digunakan berbeda, demikian juga konsentrasinya. Penggunaan PBR dengan substrat gula sederhana glukosa menunjukkan Y H2s yang tinggi hingga 2,48 mol H 2 mol glukosa Laite Jose et al. 2006, karena sel lebih mudah mengonsumsi substrat tersebut dibandingkan gula kompleks yang harus dipecah terlebih dahulu menjadi gula sederhana. Selain itu Laite Jose et al. 2006 menggunakan tipe PBR horizontal, dengan perbandingan volume total dan volume kerja 2480:850. PBR yang digunakan pada penelitian ini menggunakan perbandingan volume total dan volume kerja 900:450. Jika dibandingkan dengan penelitian Nath et al. 2005 yang menggunakan molases 1 wv, terlihat bahwa laju alir H 2 pada penelitian ini lebih rendah. Hal ini disebabkan penelitian Nath et al. 2005 menggunakan reaktor dengan matrik dari lignoselulosa sebagai matriks penyokong sel.

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan