Kultivasi pada Kultur Sinambung

tetes tebu sebagai substrat. Meskipun konsentrasi gula total yang digunakan sama, namun kandungan N pada tetes tebu dan nira sorgum berbeda, akibatnya perbandingan C dan N pada kedua medium berbeda. Optimasi perbandingan C dan N diperlukan berdasarkan pendapat Wan dan Wang 2009 bahwa CN dan CP merupakan faktor mendasar dalam fermentasi produksi H 2 . Reid dan Rehm 1983 menambahkan bahwa pada lingkungan fisik dan kimiawi berbeda, maka kecepatan pertumbuhan sel akan berbeda. Kecepatan pertumbuhan sel berpengaruh terhadap laju produksi H 2 . Alasan kedua adalah penelitian Liasari 2009 mengunakan reaktor berpengaduk, sehingga substrat dan sel dalam reaktor tercampur sempurna. Menurut Wan dan Wang 2009 tipe reaktor merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam produksi H 2 . Namun menurut Grady et al. 1999 bahwa penggunaan pengaduk pada reaktor mengkonsumsi energi listrik yang besar. Energi yang diperlukan untuk mencampur limbah anaerob pada reaktor berkisar 85-105 kw1000m 3 sehingga tidak efisien. Produksi H 2 yang tinggi dan ekonomis lebih diharapkan.

4.3 Kultivasi pada Kultur Sinambung

Laju dilusi dilution rate = D merupakan faktor yang sangat penting pada produksi H 2 yang kontinyu karena mempengaruhi pada kemampuan bakteri untuk mendegradasi substrat dan mempengaruhi proses kultivasi produksi H 2 . Wang dan Wan 2009 menyatakan bahwa laju dilusi berpengaruh pada produksi H 2 , konsentrasi substrat, biomassa dan metabolit terlarut. Menurut Rahman 1989 pada fermentasi sistem kontinyu larutan nutrien steril dalam volume tertentu ditambahkan ke dalam fermentor secara kontinyu, dan pada saat yang sama larutan yang berisi sel dan produk-produk metabolisme dikeluarkan dari fermentor dengan volume yang sama. Penambahan medium baru dengan kecepatan yang sesuai dapat menghasilkan keadaan steady state dimana pembentukan sel-sel baru sama dengan sel-sel yang dikeluarkan dari fermentor. Pada keadaan steady state konsentrasi sel, laju pertumbuhan, konsentrasi nutrien dan konsentrasi produk tidak mengalami perubahan dengan bertambahnya waktu fermentasi. Hal ini senada dengan pernyataan Stanbury dan Whitaker 1984 bahwa pada kondisi steady state, laju pertumbuhan spesifik sel ditentukan oleh laju dilusi. Pada kondisi ini pembentukan sel baru sama dengan sel yang keluar pada reaktor, konsentrasi nutrisi, konsentrasi sel, laju pertumbuhan dan konsentrasi produk tidak berubah walaupun waktu fermentasi makin lama. Hasil kultivasi nira sorgum oleh E. aerogenes ADH-43 adalah biomassa sel, gas H 2 , dan metabolit berupa asam organik dan alkohol. Pada D yang sebanding dengan laju pertumbuhan spesifik maksimum sel, maka akan diperoleh produksi H 2 yang paling optimum.

4.3.1. Produksi Biomassa Sel

Menurut Rahman 1989, pada fermentasi sistem kontinyu, laju pertumbuhan spesifik sel dipengaruhi oleh rasio antara laju aliran medium dan volume kultur. Rasio ini disebut laju dilusi D. Perubahan konsentrasi sel setelah waktu tertentu dinyatakan sebagai, Dx Sel yang tumbuh Sel yang keluar ---- = - Dt atau, Dx µx Dx ---- = - Dt Pada keadaan steady state konsentrasi sel konstan sehingga Dx ---- = 0 µx = Dx µ = D Dt Jadi dalam keadaan steady state laju pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh laju dilusi. Pada D yang rendah hampir semua substrat digunakan oleh sel mikroba, sedang pada D yang tinggi melebihi µ maks, sel-sel mikroba keluar keseluruhannya dari sistem fermentasi akibat aliran medium yang terlalu cepat. Tiap laju dilusi menghasilkan biomassa sel yang berbeda. Pertumbuhan spesifik sel pada kultur sinambung dapat diduga dari laju dilusinya. Pada Gambar 12 terlihat laju dilusi 0,10jam diperoleh pertumbuhan sel paling sedikit 3,58 gL, dan ketika laju dilusi ditingkatkan menjadi 0,15jam, pertumbuhan sel meningkat 3,81 gL. Namun saat dinaikkan menjadi 0,20jam pertumbuhan sel menjadi menurun 3,61 gL. Laju pertumbuhan sel tergantung pada lingkungan fisik dan kimiawi Reid Rehm, 1983. Laju dilusi merupakan lingkungan fisik yang mempengaruhi pertumbuhan sel. Gambar 12 Berat kering sel, pH, konsumsi gula reduksi dan konsumsi gula total pada sistem sinambung. Pada laju 0,10jam terlihat bahwa sel belum optimum pertumbuhannya. Pada laju alir yang rendah terjadi akumulasi asam organik dan alkohol sebagai hasil metabolisme. Akumulasi ini menyebabkan pH menjadi asam yang menghambat pertumbuhan sel. Menurut Bowles dan Elefson 1985, menurunnya pH yang disebabkan oleh meningkatnya pembentukan metabolit asam dan alkohol hingga dibawah 5,5 akan berpengaruh terhadap kecepatan produksi H 2 karena kemampuan sel menjaga pH internal menjadi rusak, sehingga dapat menghasilkan rendahnya tingkat ATP intraseluler yang menghambat pengambilan glukosa. Pada laju 0,15jam terlihat bahwa pertumbuhan sel paling tinggi dibandingkan pada laju dilusi lain yang dicobakan pada penelitian ini. Hal ini diduga karena pada laju tersebut mendekati laju pertumbuhan sel spesifik maksimum sel, sehingga kecepatan degradasi substrat sebanding dengan kecepatan pembentukan sel baru. Pada laju 0,20jam pertumbuhan sel kembali turun. Hal ini kemungkinan karena sel mengalami wash out akibat kecepatan pergantian substrat lebih cepat dibanding laju pertumbuhan spesifik maksimum sel, sehingga saat medium diganti dengan medium baru, sel yang keluar bersama medium belum tergantikan oleh sel-sel yang baru.

4.3.2. Perubahan pH

Wang dan Wan 2009 menyatakan bahwa pH merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktivitas bakteri dan produksi H 2 . Hal ini disebabkan pengaruh aktivitas hidrogenase pada jalur metabolisme. Perubahan pH pada level tertentu dapat menurunkan kemampuan bakteri dalam menghasilkan H 2 . Hal serupa disampaikan oleh Kataoka et al. 1997 bahwa pH berpengaruh secara langsung pada aktivitas hidrogenase. Li et al.2006 menambahkan bahwa aktivitas hidrogenase secara langsung mempengaruhi metabolisme bakteri penghasil H 2 dan berpengaruh terhadap laju dan rendemen H 2 . Pada Gambar 12, terlihat bahwa banyaknya biomassa sel sebanding berbanding terbalik dengan pH. PadaD=0,15jam dimana biomassa sel tertinggi 3,81 gL, pH terlihat paling rendah 5,61, demikian juga pada D=0,10jam 5,74 dan D=0,20jam 5,67. Hal ini dipengaruhi semakin banyak sel, maka produksi asam organik juga lebih banyak, sehingga suasana menjadi lebih asam. Laju pertumbuhan tergantung pH, karena pH mempengaruhi fungsi membran, enzim dan komponen sel lainnya Rehm Reid 1981. Tergantung bakteri dan medium yang digunakan, fermentasi menghasilkan sejumlah asam organik yang terakumulasi dalam medium yang dapat menghambat kecepatan pertumbuhan dan membatasi rendemen H 2 secara anaerob, konsekuensinya produksi H 2 menjadi singkat dan rendemen menjadi terbatas karena akumulasi asam organik Melis Melnicki 2006. Derajat keasaman merupakan faktor penting dalam proses anaerobik, karena tidak hanya berpengaruh pada rendemen produksi H 2 , namun dapat mengubah hasil samping dan pada kultur campuran dapat membuat struktur komunitas mikroba menjadi berubah Ginkel et al. 2001. Pada pH rendah, asetat dan butirat yang dominan, sedangkan etanol, laktat, propionat dan caproat akan terlihat pada pH lebih tinggi Fang Liu 2002.

4.3.3. Konsumsi Gula

Pada Gambar 12 terlihat bahwa konsumsi gula total dan gula reduksi pada D=0,10jam adalah berturut-turut 15,21 gL dan 6,02 gL, lebih rendah dibanding D=0,20jam 23,52 gL dan 7,48 gL, dan paling tinggi adalah D=0,15jam 24,86 gL dan 8,15 gL. Hal ini dapat dijelaskan karena gula merupakan sumber energi utama bagi sel, maka makin banyak sel yang terbentuk pada D=0,15jam, maka makin banyak gula yang terkonsumsi. Namun demikian, analisa ragam menunjukkan bahwa konsumsi gula reduksi pada D=0,15jam menunjukkan konsumsi tertinggi yang signifikan. Sedangkan konsumsi gula total, meskipun D=0,15jam menunjukkan konsumsi terbanyak, namun tidak berbeda secara signifikan dengan konsumsi gula total pada D=0,2jam. Tabel 7 Efisiensi pemanfaatan sumber karbon pada sistem sinambung Laju Dilusi D Gula Total Terkonsumsi gL Efisiensi D=0,10jam 15,21±0,99 35,62±2,33 D=0,15jam 24,86±1,26 58,22±2,88 D=0,20jam 23,52±0,94 55,08±1,67 Berdasarkan Tabel 7, laju dilusi 0,15jam menunjukkan konsumsi gula tertinggi dan efisiensi paling tinggi dalam memanfaatkan sumber karbon dibanding pada laju dilusi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pada laju ini sel optimum dalam memanfaatkan sumber karbon. Pada D=0,10jam konsumsi substrat paling rendah, diduga karena adanya akumulasi asam organik yang menyebabkan pH medium menjadi rendah, sehingga menghambat penyerapan sumber karbon oleh sel. Laju dilusi pada D=0,20jam memiliki efisiensi pemakaian substrat lebih rendah jika dibandingkan D=0,15jam. Hal ini diduga karena sebelum sel mampu mengonsumsi sumber karbon secara efisien, medium sudah tergantikan oleh medium baru. Efisiensi substrat yang rendah pada PBR menurut Show et al.2007 disebabkan karena PBR dioperasikan pada turbulensi hidrolik yang rendah sehingga kultur mikroba mengalami resistensi transfer masa yang mengakibatkan menurunnya tingkat konversi substrat dan produksi H 2 . Kumar dan Das 2001 menambahkan bahwa produksi H 2 dan konversi substrat dapat ditingkatkan dengan resirkulasi daur ulang medium.

4.3.4. Produksi Asam Organik dan Alkohol

Gambar 13 Asam organik dan alkohol hasil kultivasi secara sinambung. Gottschalk 1986 mengemukakan bahwa metabolisme E. aerogenes mengikuti jalur Embden Meyerhoff yaitu diawali dari glikolisis yang menghasilkan piruvat kemudian diikuti jalur fermentasi yang menghasilkan campuran asam fermentasi yaitu konversi piruvat menjadi asetat, etanol, CO 2 , H 2 , asetoin dan 2,3 butandeol. Hasil analisa HPLC menunjukkan komposisi metabolit asam organik dan alkohol sebagaimana terlihat pada Gambar 13 dimana produksi etanol mendominasi fermentasi nira sorghum oleh E. aerogenes ADH-43 dengan hasil tertinggi dicapai pada D= 0,15jam 0,153 mol diikuti D=0,10jam 0,143 mol dan D=0,20jam 0,121 mol. Asam laktat diproduksi paling tinggi pada D=0,15jam yaitu 0,179 mol diikuti D=0,10jam yaitu 0,091 mol dan D=0,20jam yaitu 0,047 mol. Asam asetat diproduksi sangat kecil yaitu pada D=0,10jam sebesar 0,031 mol, pada D=0,15jam hanya 0,006 mol dan pada D=0,20jam adalah 0,009 mol. Komposisi metabolit ini memiliki tren yang mendekati hasil penelitian Said 2007 dimana E. aerogenes ADH-43 yang ditumbuhkan pada medium gliserol menghasilkan asam laktat 0,012 molmol gliserol, asam asetat tidak terdeteksi, sedangkan etanol 0,328 molmol gliserol. Pada proses ini diharapkan terjadi penurunan produksi asam laktat yang disebabkan oleh defisiensi laktat dehidrogenase. Penurunan aktivitas enzim laktat dehidrogenase ini membuat jumlah NADH bebas dalam sel meningkat dan dapat digunakan sebagai koenzim pembentukan senyawa lain, misalnya H 2 , tetapi etanol juga dapat terbentuk. Menurut Nath dan Das 2004, apabila pembentukan metabolit yang berupa asam organik dan alkohol terhambat, maka konsentrasi NADH dapat meningkat, sehingga produksi H 2 juga dapat meningkat.

4.3.5. Produksi Hidrogen

Gambar 14 Produksi H 2 dalam LL substratjam; mmolLjam; dan mlmenit pada sistem sinambung. Berdasarkan Gambar 14 produksi H 2 tertinggi terlihat pada D=0,15jam. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa produksi H 2 pada D=0,15jam terlihat paling tinggi secara signifikan. Tingginya jumlah H 2 disebabkan jumlah sel yang dihasilkan paling tinggi yang diimbangi dengan besarnya substrat gula yang terkonsumsi juga paling banyak. Ini menunjukkan bahwa D=0,15jam adalah laju yang optimum dalam produksi gas H 2 pada penelitian ini. Pada D=0,10jam dan D=0,20jam sel mampu menghasilkan gas H 2 meskipun lebih rendah. Pada D=0,10jam terlihat bahwa produksi H 2 tidak efisien karena berdasarkan Gambar 13 jumlah mol asam asetat paling tinggi 0,031 mol. Asam asetat menyebabkan pH menjadi turun. Rendahnya pH menyebabkan kemampuan sel menyerap sumber karbon menjadi kecil, sehingga produk gas H 2 yang dihasilkan menjadi turun. Demikian halnya dengan D=0,20jam. Pada laju ini asam asetat yang dihasilkan adalah 0,009 mol, lebih tinggi dibanding D=0,15jam 0,006 mol.

4.3.6. Rendemen Yield

Pada bioproses, menurut Mangunwidjaya dan Suryani 1994 pertumbuhan mikroba dipandang sebagai suatu reaksi kimia yang mengendalikan sintesis penyusun biomassa yang diperolah pada akhir kultur secara global. Proses ini mengikuti prinsip kekekalan massa yang dinyatakan dalam reaksi kimia sebagai berikut: Substrat  mikroba+produk Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat ditentukan rendemen biomassa Y xs dan produk Y ps yang terbentuk. Pada kultivasi nira sorgum oleh E aerogenes ADH43 diperoleh hasil sebagaimana terlihat pada Gambar 15. Gambar 15 Rendemen produk gas H 2 dan metabolit selama kultivasi sinambung. Pada ketiga perlakuan kecepatan dilusi yang berbeda, rendemen etanol Y eS dan asam laktat Y alS lebih mendominasi dibandingkan produksi gas H 2 dan rendemen asam asetat Y aaS . Rendemen gas H 2 Y H2S paling tinggi pada D=0,15jam, diikuti D=0,10jam dan D=0,20jam. Pada perlakuan D=0,10jam diperoleh Y H2S sebesar 0,55 mol H 2 mol substrat; Y alS sebesar 1,52 mol asam laktatmol substrat; Y aaS sebesar 0,52 mol asam asetatmol substrat dan Y eS sebesar 2,38 mol etanolmol substrat. Pada perlakuan D=0,15jam diperoleh Y H2S sebesar 0,67 mol H 2 mol substrat; Y alS sebesar 1,94 mol asam laktatmol substrat; Y aaS sebesar 0,06 mol asam asetatmol substrat dan Y eS sebesar 1,63 mol etanolmol substrat. Pada perlakuan D=0,20jam diperoleh Y H2S sebesar 0,49 mol H 2 mol substrat; Y alS sebesar 0,53 mol asam laktatmol substrat; Y aaS sebesar 0,10 mol asam asetatmol substrat dan Y eS sebesar 1,38 mol etanolmol substrat. Kecilnya Y H2S pada perlakuan D=0,15jam kemungkinan dipengaruhi karena dominasi produksi asam laktat 1,940 mol asam laktatmol substrat dan etanol 1,628 mol etanolmol substrat yang memanfaatkan NADH sehingga menghambat terbentuknya gas H 2 . Zhang et al.2009 menyatakan bahwa produksi H 2 oleh E aerogenes sangat tergantung pada NADH dan NAD + . Hal ini memperkuat penyataan Tanisho dan Ishiwata 1994 bahwa jalur NADH memegang peranan dalam produksi H 2 . Gas H 2 ini dihasilkan oleh E aerogenes ADH-43 melalui pembebasan elektron pada oksidasi metabolik dengan bantuan enzim dehidrogenase dimana enzim ini berinteraksi dengan NADH untuk menghasilkan gas H 2 . Senyawa NADH dihasilkan pada proses katabolisme glukosa menjadi piruvat melalui jalur glikolisis. Konversi piruvat menjadi menjadi alkohol dan asam organik melibatkan oksidasi NADH, sehingga pembentukan gas H 2 akan terhambat jika oksidasi NADH banyak digunakan untuk pembentukan alkohol dan asam organik. Antonopoulo et al. 2011 melaporkan bahwa semakin meningkat konsentrasi karbohidrat menyebabkan metabolisme bakteri bergeser ke arah produksi alkohol sedangkan produksi H 2 menjadi turun. Pada penggunaan substrat nira sorgum dengan konsentrasi 9,89-17,5 gL menunjukkan hasil yang meningkat dengan rendemen maksimum 0,74 mol H 2 mol glukosa. Hasil penelitian ini jika dikonversi ke glukosa sebagai substrat, menghasilkan 1,40 mol H 2 mol glukosa, lebih besar dibanding penelitian Antonopoulo et al.2011. Namun penelitian ini hanya menggunakan gula reduksi sebesar 8,80 gL Tabel 9, sehingga perlu optimasi konsentrasi substrat berdasarkan gula reduksi. Pada D=0,20jam terlihat bahwa baik Y H2S maupun rendemen asam organik dan alkohol kecil. Hal ini dipengaruhi oleh laju dilusi yang lebih cepat dibandingkan kecepatan sel dalam menyerap sumber karbon, sehingga produk metabolit yang dihasilkan menjadi rendah. Selain itu pada laju ini akumulasi asam organik dan alkohol juga rendah akibat laju dilusi yang cepat dalam penggantian medium baru. Nilai Y H2S yang rendah disebabkan produksi asam organik dan etanol cukup tinggi. Ginkel et al.2005 mengemukakan bahwa rendemen biohidrogen dihambat oleh produksi asam-asam selama proses fermentasi. Gambar 16 Rendemen biomassa sel Y xs pada sistem sinambung. Biomassa sel merupakan salah satu produk bioproses. Pada Gambar 16 terlihat Y xs terbesar pada D=0,10jam yaitu 59,72 gL biomassamol substrat diikuti D=0,20jam sebesar 41,07 gL biomassamol substrat dan terkecil D=0,15 sebesar 40,53 gL biomassamol substrat. Besarnya nilai Y xs pada D=0,10jam disebabkan karena konsumsi substrat yang kecil sehingga faktor pembaginya menjadi kecil Y xs =ΔxΔs sedangkan D=0,15jam menunjukkan Y xs yang paling kecil karena konsumsi substrat yang paling besar. Kecilnya Y xs pada D=0,15jam berarti proses lebih banyak untuk menghasilkan produk gas H 2 asam organik dan alkohol dibandingkan pembentukan sel.

4.4 Perbandingan Hasil Kultivasi Sorgum dan Tetes Tebu pada D=0,15jam