Analisis Perbandingan Fatwa ANALISA PERBANDINGAN FATWA

67 Jika kita cermati fatwa Ulama Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ada beberapa persamaan dalam hal Istinbath Hukum: 1. Kesamaan dalam menggunakan dilalah ‘Am dalam surat surat Mumtahanah ayat 8 dimana ayat tersebut menjadi dalil dalam melakukan perbuatan baik kepada sesama tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama dan golongan. 16 2. Kesamaan dalam menyepakati dilalah Nahyi dalam surat Luqman ayat 15 dimana ayat tersebut kedua lembaga fatwa yakni Majlis Ulama Indonesia dan Lembaga Fatwa Mesir sepakat bahwa ummat Islam dilarang untuk mengikuti seseorang yang mengajaknya kepada kemusyrikan dan kekufuran. 17 Meskipun kedua lembaga fatwa tersebut berbeda dalam mendefinisikan perayaan Natal, dimana MUI mengartikan perayaan Natal adalah bahwa perayaan Natal adalah sebagai langkah awal ajakan kepada kemusyrikan sedangkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir mendalilkan bahwa perayaan Natal bagian dari ajakan atau dakwah kepada Islam dengan menunjukan prilaku baik kepada umat Kristiani. c. Dalam Hal Penemuan ‘Illat Hukum ‘Illat merupakan salah satu dari rukun qiyas, sedangkan ta’lil adalah sebuah penalaran yang menggunakan ‘illat tersebut sebagai ‘illat utamanya. 18 Hampir seluruh ulama menerima dan mengamalkan ‘illat dalam tujuan menggali dan menetapkan hukum khususnya dalam pengambilan hukum dalam fatwa, setidaknya terdapat satu kaidah untuk menggambarkan persamaan ‘Illat Hukum yang digali ketiga fatwa yang menjadi objek kajian ini yaitu: ܌ع ݏ ادوجݏ هت݂ع عم رݏ܌ي مܾحلا م ا Artinya:“Berlaku tidaknya hukum tergantung dari ada atau tidaknya illat sebab 16 Djazuli, H.A. dan Nurol Aen, Ushul Fiqh; Metodologi Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, h.89. 17 Djazuli, H.A. dan Nurol Aen, Ushul Fiqh; Metodologi Hukum Islam, h.97. 18 Al-Zuhaily, al-Washith fi Ushul al-Fiqh al-Islamy, Damaskus : Dar al-Kitab, 1978, h. 207 68 Dalam hal ini tampak terdapat persamaan dalam analisis Illat Hukum khususnya terhadap Fatwa yang mengharamkan yaitu antara Majlis Ulama Indonesia dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi bahwa Illat diharamkannya merayakan Natal bagi Umat Muslim adalah karena ikut serta dalam merayakan Natal merupakan perilaku yang dapat merusak akidah, karena pada dasarnya dalam keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal sama saja dengan mengakui kebenaran ajaran agama Kristiani. 19 d. Dalam Hal Latar Belakang Lahirnya sebuah fatwa tentu didasari pada latar belakang yang merupakan suatu permasalahan dalam fatwa ketiga lembaga yaitu Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi sama-sama memiliki latar belakang pengambilan fatwa yang sama yaitu kemajemukan masyarakatnya dimana Umat Islam hidup berdampingan dengan Umat Kristiani sehingga menimbulkan suatu hubungan pada saat perayaan Natal. 20 Hubungan antara masyarakat tersebut menjadi sebuah latar belakang yang sama dalam lahirnya fatwa merayakan Natal bagi Umat Muslim karena pada dasarnya perilaku merayakan Natal baik dalam hal perbuatan maupun ucapan menimbulkan suatu konsekuensi hukum bilamana Umat Islam ikut serta dalam merayakannya. 21 2. Perbedaan a. Dalam Hal Merujuk Dalil Perbedaan pandangan dalam ketiga fatwa baik Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab 19 Mu’in Umar dkk, Ushul Fiqh, Jakarta: Departemen Agama RI, 1985, hal: 121 20 Muhammad Galib Mattola, Ahl al-Kitab: Makna dan Cakupannya, Jakarta: Paramadina, 1998 cet. I, h. 56. 21 Yusuf Qaradhawi, Mauqif al-Islam al- ‘Aqady min Kufr al-Yahud wa al-Nashara, Kairo: Maktabah Wahbiyah, 1999, h.102 69 Saudi tentu didasari pada penggunaan dalil baik dalil Naqly yang bersumber dari Al- Qur’an dan Al-Hadist mapun dalil Aqly seperti Qiyâs dan Kaidah Ushûlliah adapun perbedaan dalam menggunakan dalil tersebut tergambar dalam rujukan tiga lembaga tersebut seperti: 22 a Ajaran untuk tidak mencampuradukan antara urusan agama Islam dengan agama lainya. Ulama MUI melalui fatwa yang dikeluarkannya berpendapat bahwa Ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan : 23 QS. Al-Kafirun 109:1-6 ݌ݔرفاْ݃لا اݓڱيأ اي ْلق ݌ݔܑ۹ْعت ام ܑ۹ْعأ ال انأ الݔܑ۹ْعأ ام ݌ݔܑباع ْمتْنأ الݔ ْمتْܑ۹ع ام ܑباع ܑ۹ْعأ ام ݌ݔܑباع ْمتْنأ الݔ ْم݃نيد ْم݃ل نيد يلݔ ٦ ݇ݏرفاܾلا 1-9: 109 Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” Yang ayat tersebut merupakan dalil yang menjadi alasan bahwa keikutsertaan Umat Muslim dalam merayakan Natal merupakan satu bentuk pencampuradukan akidah yang tidak boleh dilakukan oleh umat Islam sebagaimana yang disebutkan dalam Tafsîr ath-Thabari, dimana seorang muslim tidak perlu mengikui segala bentuk peribadatan agama selain Islam . 24 Sedangkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir berpendapat bahwa ikut serta dalam perayaan Natal merupakan bukan bentuk pencampuradukan akidah umat Islam melainkan merupakan sebuah ajaran untuk berbuat baik kepada sesama manusia tanpa 22 Jaih Mubarok, Metodologi Ijtihad Hukum Islam, Yogyakarta: UII press, 2002, h.97 23 Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid ath- Thabari Abu Ja’far, Tafsîr ath-Thabari, h.124 24 Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Khâlid ath- Thabari Abu Ja’far, Tafsîr ath-Thabari, h.97. 70 melihat ras, agama, suku dan bangsa tanpa mencampuradukan akidah seperti dalam dalil Q.S Al-Baqarah 2: 83: ݗبْرقْلا ݘܒݔ اناسْحإ نْيܑلاوْلابݔ هڰللا اڰلإ ݌ݔܑ۹ْعت ال ليئارْسإ ينب ܼاثيم انْذخأ ْܒإݔ ڰمث ۺاكڰܗلا اوتآݔ ۺالڰصلا او݋يقأݔ انْسح ܘاڰنلل اولوقݔ نيكاس݋ْلاݔ ݗماتيْلاݔ ْمتْيڰلوت ݌وضرْعم ْمتْنأݔ ْمْ݃نم اليلق اڰلإ ۵رق۴لا 83 : 2 Artinnya :”Dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil yaitu: Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” Namun demikian ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi merujuk dalil yang berbeda bahwa keikutsertaan umat Islam dalam perayaan natal, dimana dalam Tafsir al-Misbah segala bentuk keikutsertaan dalam peribadatan agama selain Islam merupakan persetujuan atas kebenaran ajaran Agama tersebut dengan mendalilkan ayat Al- Qur’an sebagai berikut: 25 QS. Az Zumar 39: 7: ْم݃ل هضْري اݔرْ݃شت ْ݌إݔ رْْܻ݃لا ݐدا۹عل ݗضْري الݔ ْمْ݃نع ٌينغ هڰللا ڰ݌إف اݔرْܻ݃ت ْ݌إ ܔܗت الݔ هڰنإ ݌ول݋ْعت ْمتْنك ا݋ب ْم݃۳ڲ۹نيف ْم݃عجْرم ْم݃ڲبܔ ݗلإ ڰمث ݖرْخأ ܔْܖݔ ۺܔܖاݔ ܔݔܑڱصلا ۼاذب ميلع رمܒلا 7: 39 Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan iman mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian 25 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran Jakarta: Lentera Hati, 2002, Vol. 5, h.117 71 kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada mu” b Kebenaran terhadap kebenaran Nabi Isa Dalam Tafsîr Ibnu Katsîr bahwa kepercayaan Umat Kristiani tentang pengakuan Nabi Isa sebagai tuhan merupakan ajaran yang keliru. Umat Islam seharusnya mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain dan bukan sebagai tuhan. 26 Sehingga perayaan Natal sebagai bentuk perayaan kelahiran Nabi Isa yang mereka sebut sebagai Yesus merupakan perayaan yang keliru meskipun maksudnya adalah untuk merayakan kelahiran Nabi Isa, sehingga MUI mendasarkan fatwanya dengan dalil: QS. Al-Maidah 5: 75 ݋ْلا ام ݌الكْأي اناك ۻقيڲܑص هڱمأݔ لسڱرلا هلْ۹ق ْنم ْتلخ ْܑق ݄وسܔ اڰلإ ميْرم نْبا حيس ݌و݃فْۭي ݗڰنأ ْرظْنا ڰمث ۼاي۩ْلا مݓل نڲي۹ن فْيك ْرظْنا ݈اعڰطلا ۵܌ئ݆ۤلا 75 : 5 Artinya: “Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rosul yang sesungguhnya telah lahir sebelumnya beberapa Rosul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan sebagai manusia. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka ahli Kitab tanda-tanda kekuasaan Kami, kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling dari memperhatikan ayat- ayat Kami itu.” Berbeda dengan Ulama Lembaga Fatwa Mesir yang menganggap ikut serta dalam perayaan Natal merupakan satu perilaku untuk menghormati Nabi Isa sebagai rosul yang harus dipercayai oleh Umat Islam, 27 namun tidak kita percayai sebagai tuhan yang dalam hal ini Ulama Lembaga Fatwa Mesir berdalil melalui Firman Allah SWT: QS. Al Ankabut 29: 46 : 26 Isma’il bin Umar bin Katsîr ad-Dimsyâqi Abu Fida, Tafsîr Ibnu Katsîr, h.91 27 Ahmad Mushthafa Al- Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, h.104 72 يتڰلاب اڰلإ ۶اتْ݃لا لْهأ اولداجت الݔ اڰنمآ اولوقݔ ْمݓْنم او݋لظ نيذڰلا اڰلإ نسْحأ يه ݌و݋لْسم هل نْحنݔ ܑحاݔ ْم݃ݓلإݔ انݓلإݔ ْمْ݃يلإ ݄ܗْنأݔ انْيلإ ݄ܗْنأ ݘذڰلاب ۷و۴ܾ݊علا 46: 29 Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: Kami telah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri” Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir ikut serta dalam merayakan Natal merupakan bentuk dakwah dalam menyerukan ajaran Agama Islam terkait kebenaran kenabian dari Nabi Isa sesuai dengan ajaran agama Islam. 28 c Ajaran untuk membalas persembahan Kaum Kafir Perbandingan yang paling terlihat dari ketiga fatwa melalui lembaga Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi adalah terkait dengan perilaku Umat Muslim untuk membalas persembahan berupa hadiah atau ucapan Umat Kristiani ketika Natal, atas apa yang telah di berikan kepada seorang muslim ketika Umat Islam merayakan hari raya besar Islam. Dalam hal ini terdapat Kaidah yang dapat dijadikan dasar dalam perbedaan pendapat ini yaitu: 29 ه݊م ܌لوتي يضر ءيشلاب يضر Artinya: “Rela pada sesuatu berarti rela terhadap konsekuensi yang ditimbulkannya ” 28 Ahmad Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar 1985, h.76 29 Muhammad al-Zarqa, Ahmad bin, Sharh al- Qawa’id al-Fiqhiyyah, Damaskus: Darul Qolam, 1989, h. 144. 73 Karena ketika seorang muslim membalas persembahan berupa hadiah atau ucapa selamat Umat Kristiani berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran agama lainya yang dalam hal ini Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi berdalil malalui firmaNYA: QS. Az Zumar 39: 7: ْم݃ل هضْري اݔرْ݃شت ْ݌إݔ رْْܻ݃لا ݐدا۹عل ݗضْري الݔ ْمْ݃نع ٌينغ هڰللا ڰ݌إف اݔرْܻ݃ت ْ݌إ إ ݌ول݋ْعت ْمتْنك ا݋ب ْم݃۳ڲ۹نيف ْم݃عجْرم ْم݃ڲبܔ ݗلإ ڰمث ݖرْخأ ܔْܖݔ ۺܔܖاݔ ܔܗت الݔ هڰن ܔݔܑڱصلا ۼاذب ميلع رمܒلا 7: 39 Artinya: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan iman mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada mu” Sedangkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir Berpendapat bahwa Dalam hukum Islam, tidak ada larangan bagi Muslim untuk mengucapkan selamat atau membalas memberikan hadiah dan berbagi kepada warga non-Muslim dengan damai dalam acara-acara keagamaan mereka yang tidak melanggar dasar-dasar Islam. 30 Ini berada di bawah konsep kebenaran yang Allah SWT tidak melarang, terutama jika mereka berasal dari antara anggota keluarga seseorang dan hubungan, tetangga, rekan dan sejenisnya dari hubungan manusia. 31 Hal ini didorong terutama jika mereka bertukar ucapan selamat dengan sesama Muslim pada kesempatan dalam acara Islam sesuai firman Allah SWT, 30 Yusuf Qaradhawi, Mauqif al-Islam al- ‘Aqady min Kufr al-Yahud wa al-Nashara, h.113 31 Riaz Hasan, Keragaman Iman Studi Komperatif Masyarakat Muslim, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, h. 12. 74 QS An Nisaa 4: 86: ا۹يسح ءْيش ڲلك ݗلع ݌اك هڰللا ڰ݌إ اهݔڱدܔ ْݔأ اݓْنم نسْحأب اوڱيحف ۻڰيحتب ْمتيڲيح اܒإݔ ءاس݊لا 86: 4 Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu” b. Dalam Hal Metode Istinbâth Hukum Metode yang digunakan dalam menyimpulkan hukum ikut serta merayakan Natal bagi Umat Islam dalam ketiga fatwa lembaga Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi memiliki metode yang berbeda-beda sehingga keputusan hukumnya pun menjadi berbeda antara satu fatwa dengan fatwa lainnya. 32 Metode Isthinbath Hukum yang digunakan oleh MUI terletak pada penggunaan Maqoshid Syariah yaitu Hifd Ad-din atau yang bisa juga kita artikan sebagai perlindungan agama dalam menjaga kemurnian Aqidah. 33 Selain itu MUI juga memberikan batasan untuk dapat berkerjasama dengan kaum kafir selama kerjasama tersebut dalam permasalahan keduniaan. Sehingga MUI berpendapat bahwa keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal walaupun diartikan sebagai kerjasama merupakan hal yang bertentangan dengan Aqidah Agama Islam. Sedangkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir lebih banyak menggunakan metode mashlahah dimana perbuatan ikut serta dalam perayaan natal bersama kerabat dan saudara merupakan bentuk kemashlahatan untuk menjaga hubungan 32 Yusuf Qaradhawi, Fatawa Mu’asarah, Kaherah: Dar al-Wafa’, 1993, Jilid II, h.79. 33 Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, h. 333-343 75 baik antara sesama manusia. 34 Namun Ulama Lembaga Fatwa Mesir juga tetap membatasi keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal untuk tidak mencampuradukkan Aqidah Islam dan tidak ikut terjerumus pada perbuatan maksiat dalam perayaan Natal. Berbeda dengan Ulama Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi yang lebih sering menggunakan Metode Qiyas. 35 Dimana perbuatan keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal dianggap sebagai perbuatan Tashabbuh yaitu mengikut-ikuti perilaku kaum kafir, bahkan dalam fatwa tersebut tergambar bahwa keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal merupakan bentuk pengakuan terhadap kepercayaan yang diayakini oleh Umat Kristiani. 36 c. Dalam Hal Penemuan ‘Illat Hukum Perbedaan dalam memberi Isthinbath Hukum diantara ketiga lembaga fatwa baik Majlis Ulama Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang keikutsertaan Umat Islam dalam Perayaan Natal memiliki pandangan yang berbeda-beda, perbedaan tersebut juga didasari pada penentuan ‘Illat Hukum dalam pengambilan fatwa. 37 Majlis Ulama Indonesia dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi mengharamkan Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal oleh karena menurut kedua lembaga tersebut ‘Illat Hukum dalam permasalahan keikutsertaan Umat Islam dalam perayaan Natal adalah adanya kelunturan kemurnian aqidah, karena pada dasarnya ketika seorang Muslim ikut serta dalam kegiatan tersebut secara tidak langsung ia telah menyetujui atas apa yang dipercayai oleh Umat Kristiani. 34 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh: Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam, Surabaya: Citra Media, 1997, h.98 35 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Bandung : PT. Pustaka Rizki Putra, 2003, h. 206. 36 Muhammad ‘Abd Ra’uf al-Munawi Faid al-Qadir, Syarh Jami’ al-Saghir Beirut : Dar al- Ma’rifah, 1408 H, h. 6. 37 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008, h. 364 76 Sedangkan fatwa yang dikeluarkan Lembaga Fatwa Mesir menghalalkan keikutsertaan seorang Muslim untuk ikut serta dalam perayaan Natal oleh karena hal tersebut hanya hubungan hamba kepada hamba lainya yaitu Hablum Minannasi sehingga Ulama Lembaga Fatwa Mesir berpandangan bahwa Illat Hukum dari diperbolehkannya Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal adalah untuk menjaga hubungan baik antara sesama manusia, tanpa harus mencampur adukannya dengan urusan Aqidah. d. Dalam Hal Latar Belakang Setiap pengambilan fatwa tentu didasari pada latar belakang timbulnya suatu permasalahan yang mempertanyakan oleh seorang mustafti, oleh karenanya hal tersebut berpengaruh terhadap perbedaan keputusan hukum suatu fatwa yang diambil oleh para Ulama dalam permasalahan yang sama. 38 Setidaknya terdapat satu kaidah dalam penemuan hukum Islam yang dapat menggambarkan perbedaan latar belakang ketiga fatwa ulama yang menjadi objek kajian penulisan ini: ۶ܾ݊مأاݏ ۶݊مܑأا ريغتب ݃اܾحأا ريغت Artinya: “Perubahan hukum didasarkan karena adanya pada perubahan zaman dan tempat” Kaidah tersebut tentu tergambar dalam perbedaan fatwa yang dikeluarkan oleh satu ulama dengan ulama lainnya dimana tempat dan waktu menjadi hal yang melatar belakangi perbedaan dalam pengambilan Fatwa. 39 Namun demikian hal sama sekali tidak dapat dirubah adalalah terkait dengan akidah. Dalam ajaran Islam Nabi Isa merupakan Seorang Rosul yang tidak boleh lebih ditinnggikan derajatnya sebagai Anak Tuhan layaknya dalam paham Trinitas, seperti dalam firmanNYA: Q.S Al-Baqoroh2: 285: 38 Abdul Wahab Khalaf, Al-Ijtihâd bi al- Ra’yi, Mesir: Dâr al-Kitab al- Arabi, l960, h.95 39 Abdurrahman al-Jaziri, al- Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1986, Jilid IV, h.108 77 ْنأ ا݋ب ݄وسڰرلا نمآ ه۹تكݔ هت݃ئالمݔ هڰللاب نمآ ٌلك ݌ونمْۭ݋ْلاݔ هڲبܔ ْنم هْيلإ ݄ܗ كْيلإݔ انڰبܔ كنارْܻغ انْعطأݔ انْع݋س اولاقݔ هلسܔ ْنم ܑحأ نْيب ܼڲرܻن ال هلسܔݔ ريص݋ْلا ۵رق۴لا 285 : 2 Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul- Nya. Mereka mengatakan: Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya, dan mereka mengatakan: Kami dengar dan kami taat. Mereka berdoa: Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. Dalam ayat di atas menggambarkan bahwa Nabi Isa bukanlah Anak Tuhan namun hanya sebatas Rosul yang harus dipercayai layakya Rosul-Rosul laianya merupakan hal yang mutlaq tidak berubah dengan perbedaan zaman dan tempat. namun demikian perbedaan pendapat ulama dalam penelitian ini hanya didasari pada apakah ikut serta dalam perayaan Natal dalam dimensi Muamalah adalah hal yang halal atau haram untuk dilakukan. Di Indonesia misalnya fatwa MUI terkait perayaan Natal bersama didasari pada kejadian bertemunya waktu antara Hari Raya Natal dengan Hari Raya Idhul Fitri pada tahun 1983 dimana ketika itu Umat Muslim dan Umat Kristiani merayakan bersama kedua hari raya tersebut, bahkan di kota tertentu Umat Muslim ikut serta dalam merayakan Natal bersama dengan maksud untuk merayakan kelahiran Nabi Isa, namun demikian MUI juga tidak sampai melarang Umat Kristiani untuk merayakan Natal di tempat umum seperti fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi karena mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk yang majemuk terdiri dari ribuan suku, ras dan agama. Berbeda dengan perayaan Natal di mesir, dimana Kristen Koptik memiliki kedekatan tersendiri dengan Umat Muslim disana, sehingga banyak sekali Umat Muslim di Mesir yang memliki hubungan dan kerabat dekat dengan Umat Kristen Koptik di Negara Mesir. Latar belakang hubungan ini menjadi alasan fatwa yang 78 dikeluarkan oleh Ulama Lembaga Fatwa Mesir untuk tetap menjaga hubungan baik antara sesama. Bahkan Ulama Lembaga Fatwa Mesir dalam fatwanya membolehkan Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal sebagai sarana dakwah Umat Islam untuk menyeru Umat Kristiani Koptik disana kepada Agama Islam. Namun tidak demikian yang terjadi di Negara Saudi Arabia sebagai negara yang terlahir sebagai negara Islam, yang tentunya keberadaan Arab Saudi sebagai Negara Islam menjadi alasan yang mendasar mengapa Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi sangat mengharamkan kepada Umat Islam untuk ikut serta dalam perayaan Natal, bahkan Ulama Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi juga mengharamkan kepada Umat Kristiani untuk merayakan Natal di tempat-tempat umum. 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Fatwa yang menjadi objek kajian ini sesungguhnya memiliki kesamaan persepsi dalam hal menjaga hubungan baik dengan sesama. Dimana berhubungan dengan non- Muslim adalah hanya sebatas hubungan yang bersifat ta’ûruf saling mengenal, saling tolong menolong, saling berbuat kebaikan dan berbuat adil. Hubungan tersebut akan menciptakan perdamaian, kebaikan dan interaksi yang harmonis dengan mereka. Dari sinilah Islam tidak membedakan antara orang muslim dengan kâfir dzimmi orang yang hidup di tengah masyarakat Islam, dan mendapat perlindungan dari pemerintah Islam. Akan tetapi hubungan tersebut tidak dimaksudkan untuk mencampuradukan urusan akidah. 2. Hukum merayakan Natal bagi Umat Muslim adalah haram apabila di dalamnya terdapat kekufuran dan juga kemaksiatan serta dapat mengancam kerusakan Akidah dengan meyakini kepercayaan Trinitas dimana Nabi Isa dipercayai sebagai Anak Tuhan, dengan dalil sebagai berikut: a. QS. Al-Kafirun 109:1-6 ݌ݔرفاْ݃لا اݓڱيأ اي ْلق ال ݌ݔܑ۹ْعت ام ܑ۹ْعأ انأ الݔܑ۹ْعأ ام ݌ݔܑباع ْمتْنأ الݔ ْمتْܑ۹ع ام ܑباع ܑ۹ْعأ ام ݌ݔܑباع ْمتْنأ الݔ نيد يلݔ ْم݃نيد ْم݃ل ٦ ف ل 1-9: 109 80 Artinya: “Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” b. QS.al-Baqarah 2: 42 ݌و݋لْعت ْمتْنأݔ ڰقحْلا او݋تْ݃تݔ لطا۹ْلاب ڰقحْلا اوس۹ْلت الݔ ل 42 : 2 Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahuinya”. 3. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sikap bahwa hukum ikut serta merayakan Natal adalah mubah yakni apabila terlepas dari kerusakan yang ditimbulkan akibat penyerupaan diri tersebut dan apabila diniatkan hanya untuk menjaga hubungan antar umat beragama, memenuhi undangan keluarga dan jabatan dan menghormati mereka dalam kaitan hubungan Muamalah. a. Q.S Al-Baqarah 2: 83: نْيܑلاوْلابݔ هڰللا اڰلإ ݌ݔܑ۹ْعت ال ليئارْسإ ينب ܼاثيم انْذخأ ْܒإݔ ݗبْرقْلا ݘܒݔ اناسْحإ ْمتْيڰلوت ڰمث ۺاكڰܗلا اوتآݔ ۺالڰصلا او݋يقأݔ انْسح ܘاڰنلل اولوقݔ نيكاس݋ْلاݔ ݗماتيْلاݔ ݌وضرْعم ْمتْنأݔ ْمْ݃نم اليلق اڰلإ ل 83 : 2 Artinnya :”Dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil yaitu: Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling” b. Q.S An-Nahl 16: 90 : 81 ءاشْحْܻلا نع ݗݓْنيݔ ݗبْرقْلا ݘܒ ءاتيإݔ ݌اسْحإْلاݔ ْܑ݄عْلاب رمْأي هڰللا ڰ݌إ رْ݃ن݋ْلاݔ ݌ݔرڰكذت ْم݃ڰلعل ْم݃ظعي يْغ۹ْلاݔ لح ل 90 : 16 Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” 4. Selanjutnya penulis menambahkan, bahwa Islam adalah agama yang indah dan universal, mengatur seluruh umatnya dalam segala aspek kehidupannya, baik hubungan dengan Tuhan vertikal maupun hubungan dengan sesama manusia horizontal. Semua aturan dari Allah yang ditujukan kepada manusia pasti untuk kebaikan manusia itu sendiri.

B. Saran

Untuk kepentingan penelitian selanjutnya, maka peneliti menyarankan: Pertama, perilaku ikut serta merayakan Natal bahkan sudah banyak dipraktekan dikalangan masyarakat kecil, karena biasanya pada hari-hari besar akan ada pembagian bingkisan atau uang, yang bagi masyarakat kecil itu merupakan hal yang sangat membantu bagi kehidupan mereka. Kedua, juga diharapkan adanya penelitian tentang bagaimana kehidupan seorang muslim di tengah-tengah masyarakat non-muslim agar penelitian ini lebih sempurna dan hasilnya lebih maksimal. Ketiga, penulis menyarankan kepada berbagai elemen masyarakat, tokoh masyarakat, alim ulama, agar memantau dan memberikan kontribusinya kepada masyarakat dalam pemahaman agama, lebih dalam yaitu dalam hubungan antar umat beragama.